Pe nya k it T B Pa ru

30 GAMBAR 3.7 ANGKA INSIDENS KASUS BARU BTA+ PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2002 - 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada tahun 2006, jumlah perkiraan kasus menular TB Paru sebanyak 304.373 kasus. Cakupan penemuan semua kasus TB Paru sebanyak 277.589 kasus, dengan 175.320 kasus TB Paru BTA Positif dan Angka Penemuan PenderitaCase Detection Rate CDR sebesar 75,68. Hasil cakupan penemuan kasus dan evaluasi hasil pengobatan penyakit TB paru tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.9. Secara nasional Indonesia telah mencapai global target yaitu sebesar 75,7 Global target CDR 70. Jumlah provinsi yang telah mencapai CDR 70 sebanyak 7 provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara 91,1, Sumatera Utara 82,7, Gorontalo 81,7, DKI Jakarta 77,9, Banten 75,6, Jawa Barat 71,7 dan Sulawesi Tenggara 70,9 sedangkan provinsi yang mempunyai CDR terendah adalah Maluku Utara 31,9. GAMBAR 3.8 CAKUPAN PENEMUAN KASUS BARU TB BTA POSITIF CDR PER PROVINSI TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 31 GAMBAR 3.9 PENEMUAN KASUS BARU DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB INDONESIA TAHUN 2002 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007 TABEL 3.13 PROPORSI KASUS TBC MENURUT TIPE JENIS TAHUN 2002-2006 Tahun Tolak Ukur Kegiatan 2002 2003 2004 2005 2006 BTA Positif 0,49 0,52 0,60 0,60 0,60 BTA Negatif 0,47 0,43 0,36 0,32 0,32 RelapsKambuh 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 Ekstra Paru 0,02 0,03 0,02 0,06 0,02 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GAMBAR 3.10 PROPORSI KASUS TB PARU MENURUT TIPE JENIS TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007 32 Pada tahun 2006, jumlah kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebesar 59,12 . Provinsi Jawa Barat adalah provinsi paling banyak jumlah kasus BTA positif yaitu sebanyak 30.515 kasus. Laki-laki dengan umur 25-34 tahun paling banyak ditemukan kasus baru BTA Positif yaitu 22.752 kasus, di Provinsi Jawa Barat terbanyak dengan 3.579 kasus. Jumlah kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.10 dan Lampiran 3.11. c . Pe nya k it H I V AI DS Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku 2006 STHTP 2006 atau IBBS Integrated Bio Behavioral Survey di Papua, diketahui prevalensi HIV pada penduduk Tanah Papua lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk wilayah lain di Indonesia. Survei juga menunjukkan persebaran kasus HIV tampaknya meluas ke semua wilayah Papua. Pada tahun 2006, sebagaimana dilaporkan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PPPL, total kasus AIDS di Papua adalah 947 kasus, 221 di antaranya meninggal. Rata-rata kasus case rate mencapai 51,42. Sementara hasil estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220. Hanya sebagian kecil dari estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja seks WPS, pelanggan WPS, dan waria. Sementara sebagian besar 21.110 ODHA Orang Dengan HIVAIDS adalah bagian dari masyarakat umum. Survei bertujuan mendapatkan gambaran epidemi yang terjadi, baik pada kelompok resiko rawan maupun pada masyarakat umum. Survei Terpadu yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ini dirancang untuk lebih memahami prevalensi HIV serta dinamika penularan guna memerangi infeksi HIV dan AIDS di tanah Papua. Harapannya dalam waktu dekat Pemerintah Pusat maupun Daerah bersama-sama dengan semua sektor dapat merencanakan respons yang sesuai dengan kecenderungan penyebaran. Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2006 sebanyak 8.194 kasus, dengan 1.871 kasus meninggal. Rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk secara nasional sebesar 3,61. Rate tertinggi terjadi di Papua sebesar 51,42 14,24 kali angka nasional, DKI Jakarta sebesar 28.15 7,8 kali angka nasional, Kepulauan Riau sebesar 16,94 4,69 kali angka nasional, dan Kalimantan Barat sebesar 13,56 3,76 kali angka nasional. Kasus yang dilaporkan telah meninggal dunia sebesar 22,83. Pada tahun 2006 penularan terbanyak terkait dengan IDU terjadi pada 46,63 kasus AIDS disusul penularan pada pelanggan WPS Wanita Penjaja Seks 14,69, 14,23 terjadi pada masyarakat umum, pada pasangan IDU 6,62 melalui hubungan homoseksual 4,85, pada WPS 4,62, dan lain lain 8,36. Persentase kasus AIDS yang menggunakan NAPZA suntik IDU tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta 18,53, Jawa Barat 11,82 dan Jawa Timur 11,50. Sepanjang tahun 2006, jumlah kasus baru AIDS yang ditemukan terbanyak adalah pada triwulan IV sebanyak 1.207 kasus 42,01. Jumlah kumulatif kasus AIDS, meninggal, dan angka kumulatif kasus per 100.000 penduduk menurut provinsi sampai dengan 31 Desember 2006, persentase kasus AIDS yang menggunakan NAPZA suntikan IDU, persentase kasus baru per triwulan dan estimasi populasi rawan tertular HIV dapat dilihat pada Lampiran 3.12, 3.13, 3.14 dan 3.15. 33 GAMBAR 3.11 PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF MENURUT CARA PENULARAN S.D. TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Berikut ini gambaran mengenai perkembangan penderita HIVAIDS sampai dengan Desember 2006. GAMBAR 3.12 JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENGIDAP HIV YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN TAHUN 2001 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GAMBAR 3.13 JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN TAHUN 2001 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Karakteristik penderita AIDS secara kumulatif hingga 31 Desember 2006 dapat digambarkan bahwa sebagian besar penderita AIDS adalah laki-laki yaitu penderita 6.719 82, perempuan sebanyak 1.311 penderita 16, dan 164 penderita 2 selebihnya tidak diketahui jenis kelaminnya. Bila dilihat menurut kelompok umur, penderita berumur 20-29 tahun sebanyak 4.487 penderita 54,76, kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 2.226 penderita 27,17, kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 647 penderita 7,90, kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 222 penderita 2,71, kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 176 penderita 2,15, kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 70 penderita 0,85, kelompok umur 60 tahun sebanyak 38 penderita 0,46, umur 1 tahun sebanyak 37 penderita 34 0,45, kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 22 penderita 0,27 dan tidak diketahui kelompok umurnya sebanyak 269 penderita 3,28, sebagaimana disajikan pada Gambar 3.14 berikut ini. GAMBAR 3.14 PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF MENURUT KELOMPOK UMUR S.D. TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007 Gambar di atas menunjukkan bahwa secara kumulatif sebagian besar penderita AIDS di Indonesia merupakan kelompok umur 20-49 tahun 89,83. Seperti diketahui bahwa penularan HIVAIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama pada IDU. Kelompok umur 20-49 tahun merupakan kelompok umur yang aktif dalam aktivitas seksual. IDU juga didominasi oleh kelompok umur produktif. Dapat diperkirakan hal ini saling terkait. Bila perkembangan kondisi ini terus terjadi, maka dalam jangka panjang di samping akan menjadi beban anggaran keluarga dan pemerintah juga akan menjadi ancaman bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut provinsi sampai dengan 31 Desember 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.12. Dari Gambar 3.15 berupa peta wilayah Indonesia berikut ini, dapat dilihat Case Rate AIDS menurut provinsi tahun 2006. GAMBAR 3.15 CASE RATE KUMULATIF KASUS AIDS PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 35 Bila dilihat dari persebaran di Indonesia, persebaran HIVAIDS menyebar dengan tidak merata di seluruh Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada peta di bawah ini. GAMBAR 3.16 DISTRIBUSI PENDERITA HIV AIDS ODHA DI INDONESIA TAHUN 2006

d. I nfe k si Sa lura n Pe rna fa sa n Ak ut I SPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA merupakan penyakit yang sering berada dalam daftar Pola 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan pada tahun 2006, penyakit Sistem Napas menempati peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia, yaitu dengan persentase 9,32. Sedangkan untuk persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit pada tahun yang sama, penyakit sistem napas Pneumonia menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69. Lampiran 3.3 dan 3.4 Penyakit sistem pernapasan seperti Pneumonia juga sering menyerang balita. Berdasarkan data prevalensi kesakitan pneumonia menurut SDKI 1991 – 2003 dan Survei Morbiditas ISPA 2004 dilaporkan data persentase anak yang menderita batuk dengan nafas cepat dalam dua minggu sebelum survei. GAMBAR 3.17 MORBIDITAS PNEUMONIA BALITA 1 TAHUN 1991 – 2004 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Ket: Estimasi angka insiden pnemonia balita yang digunakan adalah 10-21 WHO 500 500 - 2500 2501 – 7500 7500 36 Secara nasional, angka cakupan penemuan penderita balita hingga saat ini masih belum mencapai target, seperti tampak pada grafik di bawah ini. GAMBAR 3.18 CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada tahun 2006 didapatkan 642.700 kasus Pneumonia pada balita, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil penemuan penderita Pneumonia balita dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut ini. TABEL 3.14 HASIL PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006 Tahun Penderita 2002 549.035 2003 502.275 2004 625.611 2005 600.720 2006 642.700 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah kematian balita yang disebabkan Pneumonia pada tahun 2006 sebesar 145 balita yang terdiri dari 114 balita berumur di bawah 1 tahun dan 31 balita berumur 1-4 tahun. e . Pe nya k it K ust a Dalam kurun waktu 10 tahun 1991–2001, angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991 menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001. Pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjadi 0,95, pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk, tahun 2004 meningkat menjadi 0,93 per 10.000 penduduk dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 0,98 per 10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi Kusta pada bulan Juni 2000.