80
b. Pengangguran
Kebalikan dari TPAK, pengangguran merupakan indikator negatif dalam pembangunan ekonomi daerah. Makin tinggi tingkat pengangguran
menunjukkan rendahnya kinerja pemerntah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum indikator yang digunakan untuk
melihat pengangguran adalah Tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka dapat dipakai untuk mengukur tingkat keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka, semakin ekslusif proses pembangunan. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat pengangguran terbuka, semakin inklusif pembangunan yang sedang dilaksanakan. Selama periode 2010-2013 telah terjadi
penurunan tingkat pengangguran terbuka. Pada tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,97 menjadi 6,99 di tahun 2013.
Kondisi ini menandakan semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pembangunan.
Bila di bandingkan dengan rata-rata nasional, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Sumatera Barat berfluktuasi terhadap
tingkat pengangguran terbuka nasional selama periode 2010-2013. Pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Barat lebih
rendah dari nasional, yaitu sebesar 6,95 sedangkan nasional sebesar 7,14. Namun pada tahun 2013 tingkat pengangguran terbuka Provinsi
Sumatera Barat jauh lebih tinggi dari nasional, dimana Sumatera Barat yang sebesar 6,99 sedangkan nasional sebesar 6,25. Kondisi ini
menunjukkan bahwa perekonomian daerah Provinsi Sumatera Barat belum optimal dalam penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan nasional. Fakta ini juga mengindikasikan bahwa tingkat standar hidup nasional lebih tinggi dari
Provinsi Sumatera Barat. Untuk itu, Provinsi Sumatera Barat masih perlu bekerja keras dalam mencapai tingkat kesejahteraan rata-rata nasional
dengan melibatkan lebih banyak masyarakat. Kondisi ini dapat dilakukan dengan peningkatan lapangan kerja, produktifitas dan diversfikasi usaha.
Argumentasi ini dapat dipahami karena penyerapan lapangan kerja
81
Provinsi Sumatera Barat relatif lambat dibandingkan dengan rata-rata nasional. Belum banyaknya peluang berusaha dan bekerja menyebabkan
pangsa pengangguran bertambah. Penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Barat cenderung pada sektor pertanian dan perdagangan.
Kondisi ini mengindikasikan masih banyaknya tenaga kerja terkonsentrasi pada sektor pertanian dan perdagangan. Oleh karena itu, perbaikan iklim
usaha wajib dilakukan, peningkatan infrastruktur, keamanan berusaha dan kepastian hukum penting pula menjadi fokus perhatian terutama
dalam rangka menarik investasi di Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, pemerintah perlu mencipatakan program-program terobosan yang dapat
menumbuhkan jiwa wirausaha masyarakat untuk memunculkan usaha- usaha baru yang dapat meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan
standar hidup masyarakat Provinsi Sumatera Barat. Disamping itu, dengan adanya keinginan pemerintah pusat untuk menjadi kawasan maritim
kelautan sebagai sektor yang mempunyai potensi untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah, sekaligus menjadi tantang dan peluang
bagi Sumatera Barat untuk menjadikan sektor ini sebagai penyerap tenaga kerja. Hal ini dimungkinkan karena Sumatera Barat yang terletak
di kawasan pantai barat Sumatera yang memiliki potensi kelautan yang cukup banyak untuk dikembangkan.
Selanjutnya, untuk melihat lebih jauh kondisi pengangguran di kota dan kabupaten yang dihubungkan dengan perkembangan ekonomi
daerah diwakili indikator pertumbhan ekonomi, dapat dilihat pada grafik di berikut :
Grafik Pola Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran
82
Dari grafik Pola hubungan yang terjadi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran di Sumatera Barat cukup baik., dimana
secara umum kota dan kabupaten berada di kuadran 2, yang menunjukkan hasil, bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi berdampak
terhadap penurunan tingkat pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi yang merupakan hasil dari kinerja seluruh stakeholder
dalam mendorong perkembangan ekonomi yang baik telah berdampak baik juga terhadap pengurangan pengangguran di Sumatera Barat.
Sedangkan pada kuadran 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak terlalu berpengaruh terhadap pengangguran, dimana pertumbuhan
ekonomi yang relatif rendah ternyata tingkat pengangguran juga rendah, berarti ada faktor lain yang menyebabkan pengangguran berkurang selain
pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya hanya ada 4 kotakabupaten yang tingkat penganggurannya di atas 10, yaitu kabupaten pasaman barat,
agam, padang pariaman dan pesisir selatan.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan beberapa tantangan dan peluang yang terkait dengan ketenagakerjaan di Sumatera Barat:
a. Masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera
Barat terkait dengan relatif sedikitnya peluang kerja yang ada b.
Masih rendahnya kualitas SDM yang ada menyebabkan nilai tambah yang dihasilkan untuk mendorong pembangunan
Sumatera Barat belum optimal
c. Sektor maritim kelautan merupakan sektor yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan dalam menyerap tenaga kerja d.
Perlu dokumen profil tenaga kerja yang baik untuk melihat potensi dan kualitas SDM yang dimiliki oleh pemerintah kota dan
kabupaten.
e. Perlu ditingkatkan program dan kebijakan dari pemerintah untuk
menciptakan wirausaha baru sesuai dengan potensi SDM yang dimiliki oleh daerah
5.
PERTANIAN
Pertanian merupakan salah satu potensi ekonomi utama Sumatera Barat yang dapat menggerakkan ekonomi daerah dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Peran pertanian dalam perekonomian daerah tergambar dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto
PDRB, penyediaan pangan, menghasilkan komoditi ekspor, serta penyediaan lapangan kerja. Selain itu, sektor pertanian juga memiliki
keterkaitan yang kuat dengan industri terutama industry pengolahan.
Pembangunan pertanian memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional dan regional terhadap terhadap Produk Domestik
83
Regional Bruto PDRB, kesempatan kerja, sumber pendapatan dan perekonomian daerah serta ketahanan pangan. Peningkatan produktivitas
pertanian akan mendorong peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta pengembangan usaha pertanian sekaligus
akan
memberikan peluang
terbukanya kesempatan
kerja pedesaan.Pembangunan pertanian di Sumatera Barat termuat dalam
agenda kegiatan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Agenda Pengembangan Kegiatan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat merupakan jabaran dari misi ke-empat dari RPJMD Sumatera
Barat 2010- 2015, yakni ”Mewujudkan ekonomi masyarakat yang tangguh,
pro duktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global”.
Haltersebut yang terkait pertanian, terlihat pada Tabel berikut.
Tabel. 2.33
Tujuan dan Sasaran dari Misi Pembangunan Pertanian Sumatera Barat 2010-2015
Tujuan Sasaran
Terwujudnya Sumatera Barat sebagai provinsi agribisnis
1. Meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi pertanian,
perkebunan, peternakan dan perikanan 2. Meningkatnya jumlah dan luas kawasan
sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan,
peternakan dan perikanan
3. Berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian Agro-industri dan
pengolahan hasil perikanan laut Fishery Processing
4. Meningkatnya kesejahteraan petani
Sumber; RPJMD Sumatera Barat 2010-2015
Salah satu Prioritas untuk Misi ”Mewujudkan ekonomi masyarakat
yang tangguh, produktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global” adalah Prioritas pegembangan pertanian berbasis kawasan dan
komoditi unggulan yang diarahkan untuk mengembangkan pertanian dalam arti luas tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan
dan kelautan yang mempunyai nilai tambah
added value
tinggi, sehingga masyarakat dapat menikmati tingkat keuntungan yang tinggi
dari gabungan hasil usaha pertaniannya melalui berbagai komoditi unggulan. Dengan prioritas tersebut diharapkan: 1 Berkembangnya
kawasan sentra produksi pertanian, 2 Berkembangnya agroindustri dan agribisnis sesuai potensi daerah, 3 Terwujudnya Sumatera Barat sebagai
propinsi agraris dengan petani yang yang sejahtera, 4 Berkembanganya
84
penerapan teknologi pertanian, 5 Meningkatnya pemasaran hasil produksi pertanian, 6 Terwujudnya ketahanan pangan, 7 Terwujudnya
Sumatera Barat sebagai daerah penghasil pengusaha profesional, 8 Terwujudnya pola pembangunan berbasis kawasan, 9 Terwujudnya pola
pembangunan berbasis komoditi unggulan dan prinsip
one village one product.
Capaian Kinerja Makro Prioritas Pengembangan Pertanian terlihat pada Tabel berikut.
Tabel. 2.34
Capaian Kinerja Makro Prioritas Pengembangan Pertanian BerbasisKawasan dan Komoditi Unggulan
No Indikator Utama
Tahun 2010
2012 2013
Target Realisasi
Target Realisasi
1 Produktivitas Tenaga Kerja
Sektor Pertanian 9.66
11.25 11.92
105.96 11,78
13,02 110,53
2 Kawasan Sentra
ProduksiTanaman Pangan unit
40 47
52 110.64
52 60
115,38 3
Kawasan Sentra Produksi Perkebunan unit
12 17
25 147.06
20 22
110.00 4
Kawasan Sentra Produksi Peternakanunit
6 8
10 125.00
10 10
100.00 5
Luas Tanam Kakao Ribu Ha 101
140 137
97.86 150
148.01 98,67
6 Produksi Jagung ton
354,262 524,138
495,497 94.54
560,828 547.437 97,61
7 Produksi daging ton
52,614 58,017
57,110 98,44
58,017 55,969
96,47 8
Nilai Tukar Petani 105.6
107 105.03
98.16 98.17
98.18 98.19
= Dihitung pengingkatan 7 dari tahun sebelumnya
Tabel indikator makro di atas memperlihatkan sebagian indikator belum tercapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
kegiatan program untuk Misi ”Mewujudkan ekonomi masyarakat yang
tangguh, produktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global” yang tujuan pertamanya terwujudnya Sumatera Barat sebagai
provinsi agribisnis belum sepenuhnya mencapai sasaran meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi pertanian, perkebunan,
peternakan dan perikanan, meningkatnya jumlah dan luas kawasan sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan, peternakan
dan perikanan, Berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian Agro- industri dan pengolahan hasil perikanan laut
Fishery Processing
, serta meningkatnya kesejahteraan petani belum tercapai sepenuhnya.
Peranan sector Pertanian dalam PDRB dan Pertumbuhan riil sector pertanian terlihat pada Tabel 3 berikut, juga memperlihatkan
kecenderungan menurun. Dengan demikian Pengembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi unggulan masih perlu jadi prioritas
pembangunan Sumatera Barat untuk menunjang pengembangan Agibisnis umumnya dan Agroindusrti khususnya dalam meningkatkan daya saing
daerah.
85
Tabel.2.35
Peranan Sektor Pertanian di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009
– 2013 Persentase
No Tahun
Kontribusi Pertanian
Pertumbuhan riil sector
pertanian Angkatan Kerja Yg
Bekerja Pada Lapangan
Pekerjaan Pertanian
1 2009
23,95 3,47
45,39 2
2010 23,94
4,09 44,10
3 2011
23,67 3,84
39,30 4
2012 23,12
4,58 40,60
5 2013
22,74 3,58
= Data Tidak tersedia
Peranan sector Pertanian dalam PDRB dan Pertumbuhan riil sector pertanian seperti terlihat pada Tabel di atas, memperlihatkan menurunnya
kontribusi dan pertumbuhan sector pertanian. Distribusi Persentase Sektor Pertanian terhadap PDRBatas Dasar Harga Berlaku 2009
–2013 persen pada Tabel 4 berikut memperlihatkan bahwa persentase
terbesar bersumber dari Tanaman pangan dan hotikultura, dan akan tidak jauh berbeda kalau data kontribusi tanaman pangan dipisahkan dengan
tanaman hortikultura. Penurunan kontribusi pertanian yang menurun hendaknya diikuti oleh peningkatan kontribusi hasil pengolahan pertanian.
Hal ini akan mendatangkan Nilai Tambah produk pertanian.
Tabel 2.36
Distribusi Persentase Sektor Pertanian terhadap PDRBatas Dasar Harga Berlaku 2009
– 2013 persen
Peranan Sektor Pertanian dalam PDRB berdasarkan wilayah di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009
– 2013 terlihat pada Tabel 5 berikut. Pada umumnya Peranan Sektor Pertanian Kontribusi Pertanian dalam
PDRB menururt wilayah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat memperlihatkan kecenderungan menurun atau tidak berubah atau
5,15 5,18
5,09 4,92
4,76 1,96
1,98 1,97
1,98 1,93
1,49 1,43
1,36 1,32
1,26 2,88
2,84 2,83
2,8 2,79
12,47 12,52
12,41 12,09
12,01
10 20
2009 2010
2011 2012
2013 Tanaman Perkebunan
Peternakan
86
meningkat hanya sekitar 0,1. Khususnya di Kabupaten Mentawai meningkat hamper 20 dari tahun 2012 ke tahun 20013 namun tetap
menurun dari tahun 2009 sampai 2011.
Tabel.2.37
Peranan Sektor Pertanian Kontribusi Pertanian dalam PDRB menururt wilayah di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009
– 2013 Persentase
No KabupatenKota
Tahun 2009
2010 2011
2012 2013
1 Kab. Agam
41,38 40,71
40,22 39,72
38,71 2
Kepulauan Mentawai 55,18
54,62 54,08
33,62 52,81
3 Kab. Pesisir Selatan
34,69 34,61
34,32 33,62
33,71 4
Kab. Solok 44,74
45,01 45,32
44,86 45,30
5 Kab. Sijunjung
27,37 27,78
28,08 27,73
27,60 6
Kab. Tanah Datar 37,77
37,72 37,49
37,09 37,26
7 Kab. Padang
pariaman 24,56
23,87 23,19
22,12 21,34
8 Kab. 50 Kota
33,59 34,30
34,54 34,52
34,61 9
Kab. Pasaman 53,67
53,79 54,14
54,10 54,21
10 Kab. Solok Selatan
38,81 38,30
37,80 36,89
35,98 11
Kab. Dharmasraya 35,26
35,37 34,89
33,75 33,48
12 Kota Padang
5,73 5,82
5,87 5,74
5,70 13
Kota solok 8,80
8,79 8,73
8,63 8,31
14 Kota Sawahlunto
9,73 10,22
10,10 10,54
10,69 15
Kota Padang Panjang 9,62
9,20 8,87
8,65 8,41
16 Kota Bukittinggi
2,27 2,49
2,39 2,30
2,21 17
Kota Payakumbuh 10,07
9,96 9,96
9,96 9,99
19 Kota Pariaman
27,61 28,13
27,97 27,97
27,29
Propinsi Sumbar 23,95
23,94 23,67
23,12 22,74
Selanjutnya, Tabel 2.38 memperlihatkan bahwa Pertumbuhan riil sector pertanian periode 2009 sp 2013 cenderung meningkat terdapat di
wilayah Kabupaten Solok, Padang Pariaman, 50 kota dan Dharmasraya, serta Kota Solok, Sawahlunto dan Payakumbuh. Pada wilayah Kabupaten
kota lainnya cenderung menurun. Pembangunan pertanian umumnya perlu ditingkatkan pada wilayah yang pertumbuhan riil cenderung
menurun. Untuk Percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah dapat dilakukan peningkatan pertumbuhan riil sector pertanian di wilayah yang
telah cenderung meningkat, dengan mengembangkan pengolahan hasil pertanian guna menunjang pembangunan Industri Agro.
87
Tabel 2.38
Pertumbuhan Riil Sektor Pertanian menururt wilayah di Propinsi Sumatera Barat tahun 2009
– 2013 Persentase
No KabupatenKota
Tahun 2009
2010 2011
2012 2013
1 Kab. Agam
12,62 12,32
12,18 12,22
12,16 2
Kepulauan Mentawai 3,64
3,63 3,60
3,61 3,53
3 Kab. Pesisir Selatan
7,42 7,38
7,34 7,20
7,21 4
Kab. Solok 10,86
11,03 11,27
11,24 11,40
5 Kab. Sijunjung
3,86 3,89
3,92 3,90
3,87 6
Kab. Tanah Datar 9,57
9,44 9,32
9,24 9,24
7 Kab. Padang pariaman
9,72 9,96
10,10 10,13
10,28 8
Kab. 50 Kota 8,11
8,15 8,27
8,47 8,49
9 Kab. Pasaman
2,48 2,49
2,51 2,53
2,49 10
Kab. Solok Selatan 4,33
4,37 4,37
4,27 4,25
11 Kab. Dharmasraya
9,14 9,24
9,38 9,65
9,68 12
Kota Padang 7,22
6,91 6,66
6,44 6,28
13 Kota solok
6,54 6,60
6,60 6,56
6,58 14
Kota Sawahlunto 0,50
0,53 0,53
0,55 0,56
15 Kota Padang Panjang
0,41 0,40
0,38 0,37
0,36 16
Kota Bukittinggi 0,23
0,25 0,24
0,23 0,22
17 Kota Payakumbuh
0,87 0,87
0,88 0,89
0,91 19
Kota Pariaman 2,02
2,05 2,04
2,09 2,06
Propinsi Sumbar 3,47
4,09 3,84
4,58 3,58
Salah satu aspek yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani adalah meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah
value added
adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan,
pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai
produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan
harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa
pengusaha pengolahan Hayami et al, 1987.
Berdasarkan pengertian tersebut, perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar nilainya dapat diperkirakan.
Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi dapat diketahui.
Nilai tambah yang semakin besar atas produk pertanian tentunya dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
yang besar tentu saja berdampak bagi peningkatan lapangan usaha dan pendapatan masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian menurut Sub-sektor tahun 2009
– 2013 persen seperti pada Tabel dan Gambar berikut memperlihatkan cenderung menurun dan berfluktuasi.
Hal ini memperlihatkan
bahwa sector
pertanian perlu
lebih memperhatikan aspek pasca panen dan pengolahan hasil pertanian.
88
Tabel.2.39
Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian menurut Sub-sektor2009
– 2013 persen
SEKTOR 2009
2010 2011
2012 2013
PERTANIAN 3,47
4,09 3,84
4,58 3,58
1. TanamanPangan dan Hortikultura 4,08
3,12 4,18
4,15 2,67
2. Tanaman Perkebunan 1,58
5,77 3,15
5,11 4,64
3. Peternakan 5,17
5,42 3,91
4,01 2,29
4. Kehutanan 2,11
4,75 2,33
3,92 4,42
5. Perikanan 4,54
3,50 4,59
6,08 5,76
Dari data dan uraian di atas Tabel 4 dapat disampaikan bahwa Kontribusi sector pertanian terhadap PDRB meskipun menurun, namun
masih tinggi 22,71 dibanding sector lain. Pertumbuhan tertinggi adalah pada sub Sektor perikanan 5,76 diikuti perkebunan,
kehutanan, pangan hortikultura dan peternakan. Distribusi Peran Sektor Pertanian terhadap PDRB memperlihatkan peran yang lebih tinggi
pada sub sector Pertanian hortikultura dan tanaman pangan diikuti perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Jika sub sektor
hortikultura dan sub sektor tanaman pangan dipisahkan maka distribusi peran semua sub sektor di sektor pertanian cukup merata.
Selanjutnya, Peran sector pertanian yang masih tinggi belum diikuti oleh peningkatan Nilai Tambah dan Nilai Tukar Pertanian Tabel 3 dan
Tabel 4. Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pertanian menurut Sub- sektor tahun 2009
–2013 persen berfluktuasi dan cenderung menurun. Hal ini disebabkan rendahnya perkembangan usahakegiatan pengolahan
hasil pertanian pascapanen. Rancangan pembangunan sector pertanian jangka menengah ke
depan, hendaknya menekankan bahwa pelaku usaha perkebunan rakyat tidak lagi bisa menjalankan bisnis seperti pola yang selama ini diterapkan
business as usual
. Mereka harus benar-benar dibantu untuk menumbuhkan kewirausahaan, budaya kerja, dan mengembangkan
lingkungan yang kondusif bagi usaha yang memiliki daya saing yang tinggi.
Berikut disampaikan
gambaran umum
realisasi rencana
pembangunan Perkebunan, pertanian pangan dan hortikultura, peternakan dan ketahanan pangan.
Hasil Capaian Sasaran pembangunan Perkebunan
a. Capaian Sasaran makro pembangunan perkebunan yang dikehendaki yaitu Meningkatnya luas tanam, produksi, nilai ekspor, serapan tenaga
kerja, dan produktifitas, serta menurunnya serangan OPT pada Sub
89
Sektor perkebunan. Sasaran produksi dan luas perkebunan yaitu Meningkatnya efisiensi usaha perkebunan melalui pembinaan
optimalisasi penggunaan agro input dan iptek, sejalan dengan perluasan lahan perkebunan luas dan produksi komoditi utama
perkebunan yang umumnya belum tecapai. Capaian Sasaran produktifitas perkebunan untuk Meningkatnya efisiensi usaha
perkebunan dapat dilakukan melalui pembinaan optimalisasi penggunaan agro input dan iptek, sejalan dengan perluasan lahan
perkebunan. Rencana dan realisasi capaian produktivitas tanaman perkebunan di Sumatera Barat terlihat pada Tabel berikut.
Tabel.2.40
Capaian Sasaran Produktivitas Tanaman Perkebunan
NO KOMODITI
RENCANA REALISASI
2011 2012
2013 2011
2012 2013
KETERANGAN
1 KARET
0,92 0,94
0,96 0,805
0,826 0,845
Karet Kering 2
KELAPA SAWIT
20,520 21,100
21,70 2,591
2,629 2,682
TBS 3
KAKAO 1,210
1,320 1,430
0,498 0,493
0,522 Biji Kering
4 GAMBIR
0,763 0,763
0,763 0,655
0,664 0,604
Getah Kering 5
KELAPA 1,080
1,085 1,090
1.044 1.049
1.049 Kopra
6 KOPI
0,815 0,820
0,825 0,758
0,758 0,757
Beras Kopi
b. Enam komoditi utama perkebunan seperti di atas umumnya diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat yang
umumnya diusahakan tidak memeliki produktifitas tinggi karena bibit yang digunakan belum bibit bermutu dan perawatan intensif tidak
dilakukan oleh petani. Besarnya sumbangan perkebunan terhadap perekonomian daerah bisa lebih ditingkatkan dengan melakukan
pemberdayaan perkebunan rakyat. Pemberdayaan merupakan bagian penting dari upaya mewujudkan bangsa yang berdaya-saing serta
menciptakan pembangunan yang merata dan adil. Dalam hal ini perkebunan rakyat hendaknya diarahkan untuk berperan sebagai
pendorong pertumbuhan ekonomi, pencipta lapangan kerja baru dan penumbuh daya-saing.
c. Mengingat semakin kompleksnya tantangan dalam pemberdayaan perkebunan rakyat ,peran pemerintah harus benar-benar tepat dan
mampu membantu usaha yang sangat penting bagi penciptaan lapangan kerja ini pada saat diperlukan. Artinya focus Dinas
Perkebunan adalah memberdayakan perkebunan rakyat dan pemerintah harus menjadikan Koperasi lembaga ekonomi rakyat yang
perlu diperkuat di bidang Perkebunan baik untuk petani swadaya maupun yang bermitra dengan perkebunan besar.
d. Dengan demikian, Program jangka menengah seperti yang akan dijabarkan dalam RPJMD 2015-2020 terkait perkebunan, hendaknya
mencerminkan strategi pemberdayaan perkebunan rakyat dalam
90
lingkup makro,meso, maupun mikro. Pada tataran makro, RPJMD 2015-2020 harus memuat kebijakan perbaikan lingkungan usaha
yang diperlukan
dalam rangka
peningkatan daya-
saing
competitiveness
perkebunan rakyat. Dalam hal ini tantangan untuk lima tahun ke depanantara lain persaingan usaha yang makin
ketat, biaya transaksi yang makin tinggi, serta semakin mahalnya sumberdaya yang diperlukan oleh perkebunan rakyat . Pada tataran
meso, dokumen rencana jangka menengah harus memuat upaya peningkatan akses perkebunan rakyat terhadap sumberdaya
produktif guna meningkatkan kesehatan dan perluasan usaha perkebunan rakyat. Fokusnya akan terkait dengan masalah
pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas untuk mendukung perluasan jaringan usaha dan pemasaran, peningkatan
akses terhadap modal dan advokasi, serta peningkatan intensitas penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan perkebunan
rakyat. Pada tataran mikro dokumen RPJMD harus memiliki sasaran yang jelas tentang upaya untuk mengatasi persoalan yang terkait
dengan karakteristik dan perilaku pelaku usaha. Periode kedepan replanting perkebunan rakyat hendaklah menjadi focus program dan
kegiatan pembangunan perkebunan di Sumatera Barat.
Hasil Capaian Sasaran pembangunan Pertanian pangan dan hortikultura
Hasil capaian sasaranluas dan produksi tanaman pangan sumatera barat, terlihat pada tabel 13 berikut. Terlihat bahwa sasaran produksi padi,
jagung, kedelai dan kacang tanah belum tercapai, namun untuk ubikayu, ubi jalar, cabe dan tomat capaian produksi sudah melebihi rencana.
Tabel.2.41 Sasaran Produksi Tanaman Pangan Ton
No Komoditi
Sasaran Realisasi
2011 2012
2013 2011
2012 2013
1 Padi
2.292.19 5
2.440.353 2.588.511 2.254.547
2.339.682 2.403.95
8 2
Jagung 488.978
524.138 559.298
471.849 495.497
547.437 3
Kedelai 3.297
3.362 3.427
1.925 1.106
732 4
Kacang Tanah
24.250 24.500
24.750 11.908
9.579 9.093
5 Ubi kayu
146.193 153.151
160.109 191.946
213.647 218.830
6 Ubi Jalar
83.153 86.770
90.387 98.120
124.881 134.453
7 Cabe
42.500 43.757
45.014 48.874
57.671 60.985
8 Tomat
32.730 33.415
34.100 58.077
65.313 78.189
91
Sasaran pembangunan Peternakan
Hasil capaian ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan daerah serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat,
Utuh dan Halal terlihat pada Tabel berikut.
Tabel 2.42
Capaian Target Populasi Ternak
No. Jenis
Ternak Rencana
Realisasi 2011
2012 2013
2011 2012
2013
1. Sapi Perah
992 1.047
1.110 550
646 1.101
2. Sapi Potong
504.031 515.864
528.688 336.806
361.487 326.674
3. Kerbau 238.916
250.882 263.500
105.954 113.370
86.330 4. Kambing
262.936 286.350
315.423 248.082
257.361 256.704
5. Ayam Ras
Petelur 8.134.013
8.397.446 8.670.487
7.816.396 8.130.585
8.519.893 6. Ayam Ras
Pedaging 17.051.297 17.556.003 18.075.698 15.117.321
17.439.623 15.357.013
7. Ayam Buras
4.666.896 4.687.530
4.714.224 5.023.666
4.872.190 4.919.283
8. I t i k 1.406.367
1.470.116 1.539.814
1.123.264 1.201.265
1.167.620
Secara umum Peningkatan populasi ternak seperti pada tabeldi atas belum memperlihatkan tercapainya sasaran target populasi Ternak.
Untuk itu peningkatan capaian target populasi ternak di sumatera Barat perlu ditingkatkan khususnya di daerah sentra produksi. Data capaian
Sasaran produksi daging ternak juga memperlihatkan belum tercapainya sasaran produksi daging ternak di Sumatera Barat, kecuali produksi
daging sapi, kuda dan ayam buras. Namunpeningkatan produksi telur dan susu di Sumatera Barat telah melebihi rencana produksi. Hal ini
dapat terus dikembangkan untuk percepatan kontribusi subsector peternakan terhadap perekonomian Sumatera Barat.
Dalam mendukung pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan menengah Provinsi Sumatera Barat telah disusun Master
Plan percepatan pembangunan ekonomi daerah MP3ESB. Dalam pengembangan wilayah Sumatera Barat telah ditetapkan tiga koridor
ekonomi, yakni koridor Padang- Bukittinggi- Payakumbuh. Koridor Ekonomi Padang
– Solok- Sijunjung- Darmasraya, dan koridor ekonomi Pantai Barat. Pengembangan Komoditi Utama pada semua koridor
ekonomi akan
terkait dengan
Pengembangan infrastruktur,
Pengembangan SDMIPTEKDA,
Pengembangan Investasi
dan Pengembangan Kelembagaan. Pengembangan komoditi utama produk
pertanian Pangan, Perkebunan, Peternakan, Perikanan pada tiga koridor di Sumatera Barat ini terlihat pada Tabel berikut.
92
Tabel. 2.43
Pusat Pengembangan kegiatan utama pertanian untuk percepatan ekonomi
No Kegiatan Utama Pertanian
Pusat Pengembangan 1 Koridor EkonomiGerbang Timur
1 Gambir Lima Puluh Kota
2 Pangan Bukittinggi, Batusangkar
3 Unggas ayam petelur dan pedaging dan daging
Payakumbuh , Pasaman
2 Koridor Ekonomi Lintas Sumatera
1 Produksi pangan Solok,
2 Produksi kebun karet Sijunjung, dan Dharmasraya
3 Produksi kebun Sawit Sijunjung, dan Dharmasraya
3 Koridor Ekonomi Pantai Barat,
Produksi sawit Painan, Simpang empat
Produksi kakao, Pariaman, Lubuk Sikaping
Produksi jagung Painan, Simpang Empat
Produksi sapi potong Painan
Produksi Perikanan Tangkap Painan, Pariaman
Produksi Perikanan Darat Lubuk Sikaping
Sumber: BAPPEDA SUMBAR, 2012. MP3SB.
Selanjutnya, penggunaan lahan di Provinsi Sumatera Barat untuk kawasan budidaya diantaranya adalah; kawasan pertanian tanaman
pangan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan perikanan. Kawasan Budidaya pertanian tanaman pangan di Provinsi Sumatera Barat
meliputi pertanian tanaman pangan lahan kering dan basah.
Kawasan Perkebunan
di Provinsi Sumatera Barat untuk pengembangan budidaya perkebunan, adalah untuk tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan kakao
sebagai komoditas utama, dan komoditi lain yang meliputi gambir, kasiavera, pala, cengkeh, tembakau, tebu, pinang, nilam, kelapa, kemiri
dan sebagainya.
Kawasan Perikanan dan Kelautan
untuk pembudidayaan perikanan darat dan sumberdaya kelautan yang meliputi; terumbu
karang, hutan mangrove, moluska, teripang, dan penyu laut.Sedangkan pembangunan peternakan di Provinsi Sumatera Barat merupakan usaha
untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam upaya menyediakan protein hewani baik untuk konsumsi sendiri, pemasokan ke
wilayah provinsi lain maupun ekspor. Peluang dan tantangan dalam pembangunan pertanian umumnya diuraikan pada sub Bab berikut.
Sektor pertanian masih memiliki potensi untuk ditingkatkan apabila berhasil menangani kendala-kendala yang meliputi: produktivitas, efisiensi
usaha, konversi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana pertanian, serta terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian.
93
Berdasarkan gambaran kondisi sekarang dari hasil evaluasi dan diskusi dengan berbagai instansi terkait sector pertanian dapa
dikemukakan tantangan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pada Prioritas Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi
Unggulan yang telah terlaksana adalah sebagai berikut:
a. Luas lahan pertanian petani yang sempit dan terpencar.
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan benih dan bibit unggul bersertifikat yang meningkat.
c. Konversi dan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian cenderung
meningkat. d. Berkembangnya jenis hama dan penyakit tanaman, ternak dan ikan.
e. Belum optimalnya
peningkatan produktifitas
Produk Pertanianperkebunan perikanan dan populasi ternak
f. Lemahnya peran kelembagaan petani dalam penyediaan sarana
produksi; bibit, pupuk dan pestisida. g. Kurangnya modal kerja dan SDM dalam pengembangan usaha
pertanian di pedesaan, h. Kondisi jalan dan akses tranportasi kurang lancar baik di sentra
produksi maupun ke pasar dan ke pelabuhan. i.
Kegiatan dan program belum sepenuhnya diarahkan untuk pencapaian sasaran dari Misi Pemerintahan Daerah khususnya
Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan, dan terjadinya tumpang tindih anggaran antar instansi baik horizontal maupun
vertical.
j. Rendahnya tingkat partisipasi petani dalam melaksanakan inovasi
pembangunan pertanian seiring rendahnya kuantitas dan kualitas penyuluhan.
Disamping tantangan tersebut juga ditemukan permasalahan umum dalam pembangunan pertanian di Sumatera Barat, sebagai berikut:
a. Produktivitas Pertanian pangan dan hortikultura, Perkebunan,
Peternakan serta Perikanan belum berkelanjutan dan masih rendah, b. Kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan petani serta
penyuluhan yang belum berkembang optimal c.
Kesejahteraan petani yang masih rendah seiring rendahnya efisiensi usaha,
d. Ketahanan dan kedaulatan serta keamanan pangan yang masih perlu ditingkatkan
e. Akses terhadap permodalan berbagai skim kredit dan Pengolahan serta pemasaran hasil pertanian yang masih terbatas
94
f. Sarana dan prasarana pertanian pertanian, perkebunan, peternakan
dan perikanan masih terbatas Lahan, Irigasi, Bibit, Pupuk dan Pestisida, Alat dan Mesin, serta Pembiayaan Pertanian
g. Pengolahan dan Pemasaran hasil pertanian untuk nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan, peternakan dan Perikanan belum
berkembang Berdasarkan gambaran kondisi sekarang dari hasil evaluasi dan
diskusi dengan berbagai instansi terkait sector pertanian dikemukakan peluang dan potensi dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pada
Prioritas Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan sebagai berikut:
a. Tersedianya lahan pertanian yang telah ditetapkan berbagai
kawasan; kawasan Budidaya Pertanian, Perkebunan, peternakan, Perikanan dan Hutan, serta Berkurangya lahan kritis dan tersedianya
potensi lahan pertanian
b. Meningkatnya permintaan akan bibit dan benih berkualitas bersertifikat dan tumbuhnya kelompok-kelompok pembibitan
c. Tersedianya inovasi tekologi pertanian dari berbagai Balai penelitian
dan pengembangan serta Perguruan Tinggi terkait pertanian d. Adanya kelembagaan pertanian baik kelembagaan pemerintah
seperti: BBI, Puskeswan dan RPH maupun kelambagaan usahatani yang ada di masyarakat, seperti: kelompok tani, gapoktan, LKMA,
KPPS, dll. e. Masih banyaknya tenga kerja sector Pertanian
f. Adanya dukungan pendanaan baik dari pemerintah seperti : APBD,
APBD Propinsi, DAK, APBN dan lembaga swasta lainnya seperti : Perbankan, masyarakat dan PUAP, KUR, dll.
g. Terbukanya pasar produk pertanian baik dalam negeri maupun luar negeri didukung oleh Tersedianya pelabuhan dan Potensi geografis
yang strategis, h. Terbukanya Kemitraan dan kerjasama dg industry pengolahan
i. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Barat masif
relatif besar. j.
Adanya Penyuluh Pertanian Berdasarkan analisis identifikasi permasalahan, tugas dan fungsi
pelayanan Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Barat, maka faktor kunci keberhasilan adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan mutu sumber daya pertanian SDA, SDM
b. Peningkatan penerapan teknologi pertanian c.
Peningkatan produksi, produktivitas, populasi, mutu komoditi pertanian
d. Peningkatan akses petanikelompok tani ke sumber pembiayaan e. Peningkatan inseminasi buatan, pengawasan dan pengendalian
penyakit pada ternak, pembibitan sapi dll
95
f. Peningkatan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan
pangan, g. Penumbuhan dan penguatan kelembagaan usaha tani Keltan,
Gapoktan dan Koperasi, dll h. Peningkatan peran dan kompetensi petugas lapang Penyuluh,
pengamat hama, pengamat benih i.
Perbaikan infrastruktur pertanian jalan usaha tani, jaringan irigasi, dll
j. Peningkatan mutu hasil pertanian yang memenuhi standar dan
berdaya saing k.
Pemanfaatan peluang pasar dan Penumbuhan kemitraan dengan stakeholder terkait
l. Peningkatan sinergitas antar unit kerja lingkup Dinas Pertanian
secara umum dan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian terkait serta Penempatan aparatur sesuai dengan kompetensinya
10. PARIWISATA
Pariwisata yang mendapat perhatian dan menjadi prioritas pembangunan daerah pada RPJMD 2010-2015 adalah 10 objek destinasi
wisata unggulan daerah. Kategori pariwisata yang dikembangkan selama ini adalah karena keindahan alam pegunungan dan perairan kawasan
pantai, air terjun, dan danau serta kawasan wisata budaya dan sejarah. Objek-objek wisata tersebut berdasarkan lokasinya adalah seperti pada
tabel berikut
Tabel 2.44
Objek Wisata yang dikembangkan berdasarkan RPJMD Provinsi Sumbar 2010-2015
Jenis Kawasan
Wisata Nama Objek
Wisata Uraian Objek Wisata
Lokasi
Keindahan Alam
Gunung Padang - Aia Manih
- Pantai Air Manis - Batu Malin Kundang
Kota Padang Panorama Baru
- Taman kota - Ruang bawah tanah
peninggalan Jepang Kota Bukittinggi
Lembah Harau - Lembah
- Air terjun - Hutan
Kabupaten 50 Kota
Kawasan Mandeh - Pantai
- Pulau Kabupaten Pesisir
Selatan Danau Kembar
- Danau Di atas - Danau Di bawah
Kabupaten Solok Danau Maninjau
- Danau Kabupaten Agam,
Teluk Katurai - Pantai
- Menyelam Kabupaten Kep.
Mentawai Sejarah dan
Budaya Sejarah Kawasan
Tambang - Wisata air di lokasi bekas
pertambang-an batu bara Kota Sawahlunto
Istano Pagaruyuang - Istana Rumah Adat Kerajaan
Minangkabau Kabupaten Tanah
Datar Ulakan Tapakis
- Budaya Kabupaten
Padang Pariaman
96
Namun demikian, ternyata pembangunan pariwisata sampai saat ini belum mencapai hasil yang menggembirakan. Kualitas cagar budaya dan
kapasitas sumberdaya manusia dalam mengembangkan pariwisata daerah masih memerlukan perhatian untuk dapat meningkatkan kualitas produk
wisata sehingga mampu bersaing secara nasional maupun internasional. Kawasan wisata daerah kepulauan juga belum mendapat perhatian yang
cukup selama ini. Pengembangan kawasan wisata air selancar air surfing dan menyelam diving untuk kawasan wisata kepulauan seperti
Kab. Pesisir Selatan,, Kab. Kepulauan Mentawaibelum banyak dikembangkan karena belum didukung dengan kebijakan pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat kepulauan. Selain itu, juga belum dipayungi dengan kebijakan penanganan daerah kepulauan yang berada
di wilayah perbatasan dan pulau terluar.
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pariwisata dalam periode 5 tahun lalu adalah pengembangan wisata alam,
pengembangan wisata sosial budaya, dan peningkatan jumlah wisatawan, lihat tabel berikut.
Tabel 2.45
Indikator dan Capaian Kinerja Pariwisata Propinsi Sumatera Barat dalam Aspek Pelayanan Umum
No Indikator
Tahun Tahun 2011
Tahun 2012 2010 Target Reali sasi Target Realisasi
1 Jumlah Destinasi Wisata
a. Wisata Alam kws 2
3 2
4 -
b. Wisata Budaya kws 2
5 5
2 2
Kunjungan wisata a. Wisatawan Nusantara 4,575,601
4,575,601 5,788,135
Data di atas memperlihatkan bahwa tidak banyak kemajuan pembangunan secara ekonomi yang diperoleh dari sektor pariwisata yang
selama ini dikelola sebagai objek dan tujuan wisata. Hal ini disebabkan karena daya jual objek wisata yang tidak terlalu baik dan daya saing yang
juga tidak cukup tinggi. Paradigma pengembangan pariwisata yang selama ini hanya mengandalkan keindahan sumberdaya alam di daratan
dan keunikan daerah karena sosial dan budayanya, perlu digeser kearah cara pandang yang menggali potensi wisata di daerah perairan dan
kepulauan yang belum banyak dikembangkan selama ini. Potensi wisata bahari daerah kepulauan yang dimiliki Kabupaten Pesisir Selatan dan
Kepulauan Mentawai selama ini sudah banyak diminati turis dari mancanegara, namun belum terkelola dengan baik. Potensi ini perlu
dikemas dan dipromosikan dalam program pengembangan pariwisata karena berdaya saing internasional. Kegiatan selancar
surfing
dan menyelam
diving
di perairan di daerah kepulauan selama ini belum
97
tercatat sebagai sumberdaya ekonomi yang berpeluang untuk pengembangan wilayah kepulauan dan wilayah pesisir. Sayangnya data
para pelancong mancanegara dalam kegatan pariwisata ini belum tercatat dengan baik.
11.
KELAUTAN DAN PERIKANAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Sejauh ini 13.466 pulau sudah dibakukan
namanya dan terdata menurut semestinya sesuai aturan hukum laut internasional. Seluas 1,91 juta km
2
150 ha atau 23,32 merupakan daratan yang disatukan oleh lautan seluas 6,28 juta km
2
atau 76,68 dari total luas wilayah Indonesia dengan garis pantai sepanjang 104.000 km
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014. Sebagai negara tropis, perbedaan temperatur perairan di berbagai tempat dan dalam
perbedaan musim tidak berbeda signifikan dan tidak menjadi pembatas perkembangbiakan organisma. Sehingga reproduksi sumberdaya hayati
berlangsung sepanjang tahun. Keadaan demikian merupakan faktor pendukung tingginya biodiversitas sumberdaya kelautan dan perikanan
Indonesia.
Dari sisi kuantitas, angka produksi perikanan laut Indonesia juga sangat tinggi. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2011
menduduki peringkat ketiga dunia setelah China dan Peru yakni sebesar 5.707.700 ton. Di samping itu perikanan budidaya menduduki posisi
peringkat 4 dunia setelah China, India, dan Vietnam yakni sebesar 2.718.000 ton di luar komoditi rumput laut FAO, 2012. Secara defenitif,
ekonomi maritim atau ekonomi kelautan adalah merupakan kegiatan ekonomi yang berlangsung pada ekosistem yang terdapat di wilayah
pesisir, lautan, dan berbagai aktivitas ekonomi di zona daratan yang menggunakan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi
economicgoods and services
. Struktur ekonomi maritim terdiri dari beberapa sektor yaitu:
1. Perikanan tangkap
2. Perikanan budidaya
3. Industri pengolahan hasil perikanan
4. Industri bioteknologi
5. Pertambangan dan energi
6. Pariwisata bahari
7. Perhubungan laut
8. Industri dan jasa maritim
9. Sumberdaya Wilayah Pulau Kecil
10.
Coastal Forestry
Hutan Bakau
Mangrove
11. Non-conventional resources
98
Sektor nomor 1-4 dan 9-10 pada umumnya merupakan bagian penting dari program Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kegiatan-
kegiatan yang terkait dengan transportasi laut, pembangunan dan perawatan kapal, konstruksi dan operasional pelabuhan serta industri
yang berhubungan dengan pemanfaatannya seperti pada sektor adalah juga tercakup ke dalam ekonomi maritim yang masuk dalam kelompok 7
dan 8. Demikian juga kegiatan pemanfaatan enerji panas dan kinetik dari sistem gelombang laut meskipun di Indonesia belum begitu berkembang.
Secara nasional, total potensi ekonomi sebelas sektor ekonomi maritim Indonesia mencapai US 1,2triliuntahun atau 7 kali lipat APBN
2014 Rp 1.845 triliun = US 170 miliar atau 1,2 PDB Nasional saat ini. Ekonomi maritim juga menyediakan lapangan kerja untuk 50 juta orang
atau 40 total angkatan kerja Indonesia Dahuri, 2014. Provinsi Sumatera Barat turut berkontribusi terhadap tingginya nilai potensi
ekonomi maritim nasional.
Provinsi Sumatera Barat memiliki wilayah daratan seluas 42.297 km
2
dengan perairan maritim mencakup Zona Ekonomi Eksklusif ZEE seluas 186.580 km
2
. Jumlah pulau yang termasuk bagian Provinsi Sumatera Barat adalah sebanyak 185 pulau. Antara wilayah daratan dan
lautan Sumatera Barat terdapat ekosistem sempadan pada wilayah pesisir seperti ekosistem bakau, terumbu karang, lamun, rumput laut, estuaria,
dsb. Ekosistem demikian membentang pada garis pantai dengan total panjang 1.977,73 km.
Panjang garis pantai pada tujuh Kabupaten dan Kota yang memiliki perairan laut dari sembilan belas kabupaten dan kota yang
terdapat di Provinsi Sumatera Barat disajikan pada tabel berikut;
Tabel 2.46 Panjang Garis Pantai Provinsi Sumatra Barat
No Dae rahLokasi
Panjang Garis Pantai km
1 K ab. P asaman Barat
1 5 2 .0 0 2
K ab. P esisir Selatan 2 3 4 .2 0
3 Kab. Padang Pariaman
60.50 4
Kota Pariaman 17.20
5 K ab. K ep. Mentaw ai
1 .4 0 2 .7 0 6
K ab. Agam 4 3 .0 0
7 K ota P adang
6 8 .1 3
Jumlah 1 ,9 7 7 .7 3
Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki garis pantai terpanjang diikuti Kabupaten Pesisir Selatan dan Pasaman Barat. Berbagai tipe
99
ekosistem pada wilayah pesisir dan bahari Sumatera Barat menjadi habitat dari berbagai populasi biota perairan dan daratan dengan
biodiversitas yang tinggi. Sumberdaya hayati ini bersifat dapat pulih dan dimanfaatkan secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan
kontribusi ekonomi yang besar dan secara berkelanjutan pula bagi pembangunan Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khususnya
sebagaimana kontribusi sektor sumberdaya non hayati yang membentuk struktur ekonomi maritim. Pada kondisi saat ini wilayah pesisir pada garis
pantai ini belum termanfaatkan secara optimal. Tiga bentuk pemanfaatan sumberdaya hayati ekosistem pesisir yang memberikan kontribusi
ekonomi pada ekonomi maritim Sumatera Barat adalah kegiatan perikananan
tangkap
capture fisheries
, perikanan
budidaya
aquaculture
, dan kegiatan wisata pantai atau wisata bahari. Secara umum, kondisi saat ini dari ekonomi maritim dan perikanan Sumatera
Barat yang cukup menonjol dapat dikemukakan sebagai berikut.
Perikanan Tangkap
Kegiatan perikanan tangkap di Sumatera Barat memberi kontibusi sangat berarti bagi perekonomian masyarakat pesisir yang sumber mata
pencaharian mereka sangat bergantung kepada sumberdaya alam pada perairan lautan terutama pada perikanan laut marine fisheries. Hal yang
sama lebih kurang juga berlaku bagi masyarakat keseluruhan atau sebagian penghasilannya bergantung kepada sumberdaya alam pada
perairan daratan. Dalam terminologi ekonomi dan ekologi sumberdaya perairan, perairan darat lazim disebut perairan umum. Berbagai ekosistem
perairan umum yang menjadi lahan perikanan darat inland fisheeries berupa sungai, rawa, telaga, waduk dan danau seperti Danau Singkarak,
Maninjau, Diatas, dan Dibawah.
Komodi perikanan yang bernilai ekonomi sangat penting dari hasil tangkapan adalah ikan tuna, cakalang, dan udang. Produksi komoditi ini
yang diperoleh pada fishing ground utama perairan laut Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
100
Tabel 2.47
Produksi Tiga Jenis Komoditi Bernilai Ekonomis Utama Perikanan Tangkap di Perairan Laut Sumatera Barat
Selain tiga jenis hasil tangkapan utama yakni tuna, cakalang, dan udang yang bernilai ekspor tinggi terdapat juga jenis ikan dan komoditi
perikanan lainnya yang juga bernilai ekonomis bagus untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan luar negeri. Misalnya ikan tongkol,
tenggiri, cumi-cumi, sotong, gurita, rumput laut, dsb.
Kondisi saat ini yang patut dicermati ialah bahwa meskipun Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah maritim terluas dengan garis pantai
terpanjang dibanding enam kabupaten dan kota lain yang memiliki perairan laut, namun produksi perikanan tangkap Kabupaten Mentawai
terendah dibanding daerah lainnya. Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kabupaten Pesisir Selatan merupakan
wilayah perikanan tangkap yang memberikan hasil tangkpan laut tertinggi di Sumatera Barat.
Data pada Sumatera Barat Dalam Angka 2014 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 produksi perikanan laut tangkapan mencapai 211.003,4
ton yang terdiri dari 185.868,7 ton hasil tangkapan dalam bentuk ikan segar dan 25.134,70 ton komoditi perikanan segar lainnya. Termasuk ke
dalam kelompok yang terakhir ini adalah berbagai hewan laut berkulit keras dan lunak serta organisma lainnya Tabel 2.48.
AGAM Cakalan
g dan
101
Tabel 2.48.
Produksi Komoditi Perikanan Tangkap Perairan Laut Sumatera Barat Tahun 2009-2013
Tahun Komoditi Perikanan: 50
Jenis Ikan Fin Fish Komoditi Perikanan Lainnya
Non Fin Fish: Crustachea, Mollusca, Others, Seaweed
TOTAL Persentase
Kenaikan Produksi
ton Nilai
000 Rp Produksi
ton Nilai
000 Rp Produksi
ton Nilai
000 Rp Ton
Rp
2013 185 868,7
1 522 586 414 25 134.70
699 128 630 211 003,4
2 221 715 044 6,9
-29,1 2012
157 291,6 2 336 509 170
40 168.5 824 323 800
197 460,1 3 160 832 970
0,5 5,8
2011 155 121,6
2 231 559 577 41 389.9
755 407 600 196 511,5
2 986 967 177 2
1,5 2010
166 341,3 2 282 926 143
26 317.1 659 789 290
192 658,4 2 942 715 433
0,7 -0,9
2009 163 299.5
2 314 440 000 28 045.4
654 436 800 166 341,3
2 968 876 800
Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka 2014.
Berdasarkan pengelompokan komoditi hasil tangkapan kolom 2- 5, dinamika ekonomi kelautan dan perikanan Sumatera Barat dari sisi
perikanan tangkap pada lima tahun terakhir cukup fluktuatif. Meskipun total kedua kelompok produksi ini secara keseluruhan menunjukkan
peningkatan kolom 6. Hal ini diperlihatkan oleh naik turunnya produksi dan nilai rupiah dari produksi. Baik pada produksi ikan dalam arti khusus
fin fish
maupun produksi komoditi perikanan dalam arti umum
non fin fish
seperti
shell fish
berupa kerang-kerangan termasuk kerang mutiara, berbagai jenis udang, kepiting, rajungan, cumi-cumi, sotong, gurita,
tripang, dsb. Walaupun rumput laut adalah juga merupakan komoditi perikanan namun tidak muncul dalam data statistik.
Produksi ikan tangkapan pada tahun 2011 dan 2012 masing- masing sebesar 155.121,6 dan 157.291,6 tidak mencapai angka produksi
pada tahun 2010 yakni sebesar 166.341,3. Namun peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 185.868,7 ton kolom 2.
Sebaliknya, terjadi penurun hasil tangkapan komoditi perikanan
non fin fish
secara tajam dari 40.168,5 ton pada tahun 2012 menjadi 25.134.70 ton pada tahun 2013 kolom 4 dengan angka penurunan sebesar -
37,4. Nilai produksi juga mengalami penurunan sebesar -15,19. Penjelasan mengenai hal ini memerlukan telaah yang memadai
menyangkut aktivitas kegiatan perikanan tangkap pada masa tersebut. Terutama terkait dengan keadaan sumberdaya, kendala operasional yang
dihadapi nelayan, dan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam merespon situasi dan kondisi saat itu.
Penurunan nilai rupiah total produksi perikanan tangkap di perairan laut Sumatera Barat secara tajam terjadi antara tahun 2012 dan
2013 yakni sebesar -29,1 kolom 9. Padahal angka produksi meningkat sebesar 6,9 kolom 8. Secara rata-rata, persentase kenaikan total
produksi perikanan tangkap yang mencakup perikanan tangkap di perairan lautan dan perairan daratan atau perairan umum antara tahun
2009 hingga 2013 adalah sebesar 2,5. Namun pada rentang tahun yang sama, rata-rata persentase kenaikan nilai produksi justru mengalami
102
angka negatif yaitu -5,8. Hal ini perlu ditelaah pada berbagai aspek seperti
aspek landing, handling, dan processing
dari hasil tangkap yang dinilai mempengaruhi kualitas produk sekaligus berpengaruh pula
terhadap harga jual. Di samping itu kelemahan dalam tataniaga produksi hasil laut menjadi faktor yang juga turut menentukan nilai finansial dari
produksi perikanan yang masuk ke pasar.
Perkembangan produksi perikanan tangkap Provinsi Sumatera Barat secara keseluruhan disajikan pada Grafik. 2.1.
Grafik ,2,1. Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2012 ton
50000 100000
150000 200000
250000
2009 2010
2011 2012
191.345 192.658
196.511 197.460
8.550 9.941
8.945 10.406
199.895 202.599
205.456 207.866
Perikanan Laut Perairan Umum
Sub total Sumber : BPS 2013
Produksi perikanan tangkap pada Grafik.2.1 mencakup total hasil tangkapan dalam rentang waktu 2009
–2012 pada perairan laut dan perairan darat dari seluruh daerah kabupaten dan kota dalam Provinsi
Sumatera Barat. Data terakhir produksi perikanan tangkap pada perairan maritim Sumatera Barat disajikan pada Tabel 2.49.
Tabel 2.49.
Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013. No
KabupatenKota Produksi ton
1 Pasaman Barat
100 323,7 2
Pesisir Selatan 35 927.2
3 Padang Pariaman
34 823.2 4
P a d a n g 20 068.1
5 A g a m
7 465.9 6
Pariaman 7 310.8
7 Kepulauan Mentawai
5 084.5
Sumber: Sumatera Barat dalam Angka 2014
Sebagaimana sebaran produksi pada tahun-tahun sebelumnya, kontribusi produksi Kabupaten Pasaman Barat menempati posisi teratas.
Diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Padang Pariaman yang selalu masuk dalam tiga produsen terbesar perikanan tangkap di
Sumatera Barat. Sementara itu Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki
103
produksi terendah, kontras dengan wilayah perairan lautnya yang paling luas dengan garis pantai terpanjang di Sumatera Barat.
Dari keseluruhan produksi perikanan yang dihasilkan Provinsi Sumatera Barat, yakni dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya,
rata-rata setiap tahun produksi perikanan tangkap memberikan kontribusi sekitar 61 terhadap total produksi. Namun demikian saat ini terdapat
kecenderungan peningkatan produksi perikanan budidaya seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan perikanan budidaya di berbagai
kabupaten dan kota.
Perikanan Budidaya
Perikanan budidaya memiliki differensiasi yang luas. Bergantung kepada aspek pembeda yang digunakan. Misalnya dari aspek
pengembangan lahan usaha dan aplikasi teknologi, teknik dan manajemen perkolaman, jenis komoditi budidaya, kombinasi species ikan
yang dibudidayakan, dsb. Dari aspek ekologi terutama berdasarkan salinitas lingkungan perairan yang menjadi lahan budidaya, perikanan
budidaya dan sebaran potensi wilayah budidaya di Sumatera Barat dalam kondisi terkini adalah sebagai berikut:
Perikanan Budidaya Pada Air Tawar Budidaya Air Tawar Kegiatan perikanan budidaya air tawar dilakukan pada lingkungan
perairan bersalinitas rendah. Daerah potensial untuk menjadi sentra produksi ikan perikanan budidaya ini tersebar di berbagai kabupaten dan
kota yaitu: 1. Kabupaten Agam
2. Kabupaten Padang Pariaman 3. Kabupaten Sijunjung
4. Kabupaten Lima Puluh Kota 5. Kabupaten Dharmasraya.
Bentuk kegiatan budidaya air tawar yang dilakukan umumnya adalah sistem kolam, kolam air deras, karamba, jaring apung, dan
budidaya ikan pada lahan sawah yang dikenal dengan istilah minapadi. Pada tahun 2013 secara spesifik luas kolam budidaya air tawar
adalah 13.510,62 ha dengan produksi 136.872,16 ton, sawah 3.481,83 ha produksi 7.799,66 ton karamba 46.322,00 m
2
produksi 5.602,43 kolam air deras 119.674,00 m
2
produksi 10.959,49 jaring apung 737.003,00 m
2
produksi 45.031,80 jaring tancap 26.250,00 m
2
dengan produksi 10.959,49 Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka, 2014.
104
Perikanan Budidaya Pada Air Payau Budidaya Air Payau
Budidaya air payau biasa dilakukan pada kolam di daerah pesisir dengan salinitas air berkategori sedang hingga mendekati salinitas air
laut. Kolam air payau
brackish water pond
yang disebut tambak. Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Pariaman secara geografi
menjadi wilayah untuk pengembangan budidaya air payau di Sumatera Barat. Pada tahun 2013luas tambak 21,24 ha dengan produksi 201,99
ton. Perikanan Budidaya Pada Air Laut Budidaya Laut.
Perikanan budidaya pada air laut dikenal juga dengan istilah marikultur dilakukan pada lingkungan perairan pantai yang bersalinitas
tinggi. Luas areal budidaya laut Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah 6,90 ha dengan produksi 311,34 ton.
Daerah pengembangan budidaya laut di Sumatera Barat adalah: a. Kabupaten Pesisir Selatan
b. Kota Padang c. Kota Pariaman
d. Kabupaten Padang Pariaman e. Kabupaten Agam
f. Kabupaten Pasaman Barat g. Kabupaten Kepulauan Mentawai
Jenis ikan budidaya yang umum dilakukan masyarakat pada budidaya air tawar di Sumatera Barat adalah ikan mas, nila, nilem
paweh, mujair, gurame, dan tawes, patin, lele, bawal, belut, ikan garing, dll. Sementara itu jenis ikan atau komoditi perikanan yang
dibudidayakan pada budidaya air payau dan laut diantaranya adalah ikan bandeng, baung, kerapu, udang, kepiting, dan rumput laut.
Produksi perikanan budidaya pada seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Barat dapat dilihat pada Grafik 2.2 Kabupaten Pasaman,
Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Sijunjung secara berurutan menempati posisi tertinggi dalam produksi perikanan
budidaya untuk kondisi tahun 2012. Dari potensi sumberdaya perairan dan lahan budidaya serta teknologi budidaya yang tersedia, produksi pada
masing-masing kabupaten dan kota masih berpeluang besar untuk ditingkatkan melalui dukungan berbagai pihak termasuk dukungan
kebijakan lembaga keuangan untuk memberikan dukungan finansial pada aspek permodalan.
105
Grafik 2.,2 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Kabupaten dan Kota Pada Tahun 2012
524,49 1461,23
13795,88 14997,62
4414,93 864,65
2880 432,17
535,05 537,51106,62 60,6 10,23 18,17 98,72 27,76 42,1 0,71
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
Meskipun jenis ikan budidaya yang dikembangkan oleh masyarakat cukup beragam namun produksi ikan yang memiliki
permintaan pasar domestik dan mancanegara yang tinggi seperti ikan kerapu jenis kerapu bebek dan ikan bandeng relatif masih rendah Tabel
2.50. Produksi budidaya air tawar ikan nila, mas, lele, dan gurame menempati posisi tertinggi secara berurutan. Secara konvensional,
pembudidayaan jenis-jenis ikan ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat.
Jika produksi perikanan budidaya Sumatera Barat tahun 2009- 2012 dipetakan secara grafis menurut ekologi perairan budidaya terlihat
bahwa terjadi kenaikan signifikan dari produksi kolam dan jaring apung Grafik 2.3.
Tabel 2.50 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Jenis
Ikan Tahun 2012
•
Ikan Mas 40.809,32 ton
•
Nila 52.900,42 ton
•
Nilem 1.242,83 ton
•
Mujair 1.068 ton
•
Gurame 14.339,31 ton
•
Tawes 68,82 ton
•
Patin 4.836,39 ton
•
Lele 16.073,54 ton
•
Sepat Siam 7,98 ton
•
Betutu 141,78 ton
•
Betok 156,52 ton
•
Bawal Tawar 361,59 ton
•
Gabus 881,45 ton
•
Belut 4,92 ton
•
Baung 3,39 ton
•
Bandeng 4,97 ton
•
Kerapu Macan 4,80 ton
•
Kerapu Bebek 9,70 ton
•
Kerapu Cantang 5,56 ton
•
Kerapu Lainnya 93,75 ton
•
Kakap 0,00 ton
•
Garing 730,54 ton
•
Udang Windu 11,28 ton
•
Udang Vaname 1,61 ton
•
Udang Barong 0,00 ton
•
Kepiting 44,87 ton
•
Rumput Laut 1,30 ton
PT. CITRA WAHANA KONSULTAN 2013
106
Grafik 2.3. Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Sumatra Barat ton
20000 40000
60000 80000
100000 120000
2009 2010
2011 2012
60 13
79 833
10 12
12 26
46.952 57.653
85.934 116.226
3.200 3.267
2.371 3.979
24.769 35.849
36.664 52.929
9.269 5.823
6.494 7.367
Budidaya Laut Tambak
Kolam Karamba
Jaring Apung Sawah
Sumber : BPS 2013
Terlihat kecenderungan peeningkatan produksi ikan budidaya pada lahan sawah antara 2010-2012 namun tidak begitu signifikan.
Bahkan tidak dapat melebihi produksi minapadi pada tahun 2009. Pada kondisi lapangan, terdapat indikasi konversi lahan sawah ke kolam ikan
yang dilakukan oleh petani. Diperkirakan hal ini karena produktivitas lahan dalam siklus produksi lebih tinggi pada usaha budidaya ikan dibandingkan
budidaya padi.
Tenaga Kerja Perikanan
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produksi perikanan yakni pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya dibedakan dalam
tiga kategori yaitu: a.
Nelayan perikanan tangkap di laut b. Nelayan perikanan tangkap di perairan umum
c. Petani atau pembudidaya ikan.
Tenaga kerja perikanan yang bermatapencaharian sebagai nelayan pada perikanan laut dalam rentang tahun 2010-2013 cenderung
mengalami peningkatan terutama antara tahun 2011-2013 Tabel 6. Hal yang sama terjadi pada jumlah tenaga kerja yang bermatapencaharian
sebagai pembudidaya. Sebaliknya, terjadi penurunan jumlah nelayan perikanan tangkap pada perairan umum.
107
Tabel. 2.51
Perkembangan Tenaga Kerja Perikanan
No Kategori Tenaga Kerja
Tahun
2010 2011
2012 2013
1 Nelayan perikanan tangkap di laut
34.584 34.256
35.987 40.360
2 Nelayan perikanan tangkap di
perairan umum 21.448
21.112 21.120
19.786 3
Petani atau pembudidaya ikan 88.171
89.644 91.365
96.175 Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka 2014
Kebijakan pembangunan yang semakin kuat dalam memberi dukungan pengembangan kegiatan perikanan tangkap di perairan laut
dan kegiatan perikanan budidaya diperkirakan menjadi faktor pendorong peningkatan tenaga kerja ini. Sementara itu faktor degradasi lingkungan
dan kecenderungan penurunan sumberdaya pada perairan umum diperkirakan mempengaruhi penurunan jumlah tenaga kerja yang
bergerak dalam kegiatan penangkapan. Sebagai alternatif, nelayan pada perairan umum demikian dapat merubah pola usaha dari kegiatan
perikanan tangkap kepada perikanan budidaya dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang sama.
Industri Pengolahan Hasil Kelautan dan Perikanan
Berdasarkan tingkat produksi masing-masing daerah, Kabupaten Pasaman Barat merupakan wilayah pemasok ikan terbesar dan menjadi
sentra produksi perikanan laut terpenting di Sumatera Barat. Diikuti oleh enam sentra produksi perikanan laut lainnya seperti Kabupaten Pesisir
Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sebagai produsen
perikanan laut terbesar, Kabupaten Pasaman Barat memasok sekitar 40 produksi perikanan Sumatera Barat.
Berbagai jenis ikan dihasilkan dari tujuh sentra produksi perikanan laut di atas. Setidaknya terdapat tujuh jenis ikan laut dengan tingkat
produksi yang besar seperti tatengkek, kwee, tongkol, selar, teri dan udang. Melihat dari jenis dan jumlah ikan yang dihasilkan, sekitar 20
sampai 30 persen atau sekitar 41,1 ribu ton diantaranya merupakan jenis ikan yang memungkinkan dikalengkan. Jumlah ini relatif sangat memadai
dalam sebuah industri pengalengan ikan. Namun demikian, sejauh ini industri pengolahan hasil perikanan laut di Sumatera Barat masih
didominasi oleh pengolahan bercorak tradisional seperti pada tabel 2.52.
108
Tabel 2.52.
Jenis Industri Pengolahan Sumatera Barat
NO Kabupaten Kota
Industri Olahan
1. Kab. Kepulauan Mentawai
penggaraman pengeringan 2.
Kab. Pesisir Selatan penggaraman pengeringan
3. Kab. Solok
pengasapan, pengolahan lain 4.
Kab. Sawahlunto pengasapan, segar, pengolahan lain
5. Kab. Tanah Datar
pengolahan lain 6.
Kab. Padang Pariaman penggaraman, pemindangan, surimi, segar
7. Kab. Agam
penggaraman pengeringan, pengasapan 8.
Kab. Lima Puluh Kota penggaraman pengeringan, pengasapan
9. Kab. Pasaman
pengeringan, pengasapan 10.
Kab. Solok Selatan pengeringan, pengolahan lain
11. Kab. Dharmasraya
pengasapan, pengolahan lain 12.
Kab. Pasaman Barat penggaraman pengeringan, segar
13. Kota Padang
penggaraman, pemindangan, surimi, abon, segar 14.
Kota Solok pengasapan, pereduksian
15. Kota Sawah Lunto
pengolahan lain 16.
Kota Padang Panjang pengasapan, surimi
17. Kota Bukittinggi
pengasapan, pengolahan lain 18.
Kota Payakumbuh pengasapan, pengolahan lain
19. Kota Pariaman
penggaraman pengeringan, pereduksian
Sumberdaya Ekosistem Pesisir dan Maritim: Hutan Bakau Terumbu Karang, Padang Lamun dan Rumput Laut
Ekosistem pesisir berupa hutan bakau
mangrove
, terumbu karang
coral reef
, lamun dan rumput laut memiliki fungsi ekologis yang vital bagi kelestarian sumberdaya hayati di wilayah pesisir dan laut.
Karena, ekosistem-ekosistem tersebut selain sebagai habitat bagi berbagai populasi organisma bahari selama hidupnya juga merupakan
daerah pemijahan
spawning ground
dan pembesaran
nursery ground
dari populasi lain yang membentuk struktur komunitas sumberdaya perikanan laut sebelum populasi tersebut baik secara individual maupun
komunal bermigrasi ke perairan samudera. Di samping fungsi bioekologi, keberadaan ekosistem bakau dan terumbu karang sangat penting pula
perannya dalam melindungi pantai dari pengikisan oleh gelombang laut. Sebaran hutan bakau di Sumatera Barat disajikan pada Tabel 8. Kondisi
hutan mangrove Sumatera Barat 77,33 dalam keadaan baik, 7,67 dalam keadaan sedang dan 15 dalam dalam keadaan rusak KKP
Sumbar, 2011.
Sumber utama kerusakan hutan bakau adalah akibat dampak pemanfaatan hutan bakau secara langsung dan secara tidak langsung.
Diantaranya adalah pemanfaatan hutan bakau yang dikonversi menjadi aeral pemukiman, perkebunan, lokasi pertambakan dan lain-lain. Upaya
109
pelestarian hutan bakau dilakukan dengan cara memberi kesadaran kepada masyarakat arti penting hutan bakau secara ekologi dan dengan
melakukan penanaman bakau sekaligus juga dengan memanfaatkan bakau untuk kegiatan budidaya ikan dan kepiting bakau.
Tabel 2.53.
Sebaran Hutan Bakau di Sumatera Barat
No. KabupatenKota
Luas Ha
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. Kab. Pasaman Barat
Kab. Pesisir Selatan Kab. Padang Pariaman
Kab. Kep. Mentawai Kab. Agam
Kota Padang Kota Pariaman
6.273,50 2.549,55
190,00 32.600,00
313,50 1.250,16
10,00
Total 43.186,71
Sumber: Bidang KP3KP Tahun 2011
Sebaran terumbu karang di Sumatera Barat disajikan pada Tabel 8. Terumbu karang yang terdapat di perairan laut Sumatera Barat pada
umumnya adalah jenis terumbu karang tepi
fringing reef
. Terumbu karang ini menyebar sepanjang garis pantai walaupun terdapat juga
beberapa koloni terumbu karang yang tersebar secara mengelompok
patch reef
.
Tabel 2.54.
Sebaran Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat
No. KabupatenKota
Areal Ha
1. Kab. Pasaman Barat
244,5 2.
Kab. Pesisir Selatan 1.065,37
3. Kab. Padang Pariaman
54,60 4.
Kab. Kep. Mentawai 35.218
5. Kab. Agam
16,2 6.
Kota Padang 83,65
7. Kota Pariaman
10,95
Jumlah 36.693,27
Sumber data: Bidang KP3KP Tahun 2011
Luas terumbu karang di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan 36.693,27 ha dengan rata-rata tingkat kerusakan mencapai 82.
Kerusakan terjadi sebagai akibat proses yang berlangsung secara alami di samping dampak aktivitas manusia seperti tergerus oleh jangkar kapal,
membom ikan, pengambilan karang, dsb. Usaha-usaha untuk menanggulangi keadaan ini telah dilakukan melalui berbagai proyek
pelestarian terumbu karang mencakup kegiatan pengembangan Mata Pencarian Alternatif bagi masyarakat pesisir dan kegiatan melibatkan
masyarakat dalam penanaman terumbu karang
coral farming
.
110
Ekosistem padang lamun dan rumput laut antara lain tersebar di Kabupaten Pasaman yakni di Pulau Panjang, Pulau Tamiang, Teluk
Tapang. Spesies yang ditemui mayoritas 5 jenis antara lain:
Cymodocea semulata, Enhalus acocoides, Halodule universis, Halophila ovalis,
dan
Thalassia hemphrichii.
Di Kabupaten Pesisir Selatan banyak ditemukan di Desa Mandeh, Sungai Nyalo, Pulau Setan, Pulau Sironjong Besar dan
Pulau Cubadak dengan spesies mayoritas
Enhaulus acoroides
dan
Thalassia hemphrichii
. Penyebaran di Kabupaten Kepulauan Mentawai terutama ditemukan di Pagai Utara Selatan dan Siberut dengan spesies
yang dominan adalah
Thalassia hemphricii
di Kota Padang banyak terdapat di sungai pisang dan Pulau Pisang dengan mayoritas jenis
Enhalus acoroides dan Thalassia hemphricii
. Budidaya rumput laut di Provinsi Sumatera Barat diusahakan masih dalam taraf skala rumah
tangga, sehingga besaran tingkat pemanfaatan rumput laut masih sulit terdata. Jenis rumput laut yang diambil adalah jenis
Grasillaria sp
dan
Gellidum sp
.
Kawasan Konservasi Taman Laut
Provinsi Sumatera Barat saat ini sudah menetapkan tujuh lokasi sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD yang tersebar di
beberapa kabupaten. KKLD tersebut berada di Pulau Kerabak Ketek dan Pulau Penyu Kab. Pesisir Selatan, P. Kasiak dan P. Talua Kab. Pasaman
Barat, P. Saibi dan Saliguma Kab. Kep. Mentawai dan daerah Gasan Kab. Padang Pariaman.
Organisma laut yang menjadi salah satu tujuan utama konservasi dan sangat menjadi perhatian internasional adalah penyu. Sumatera Barat
memiliki potensi penyu yang cukup besar terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Penyu biasa mendarat di pulau-pulau kecil dengan kondisi yang
landai dan bersih. Eksploitasi penyu di Sumatera Barat terutama untuk diambil telurnya telah menyebabkan hewan ini berkurang populasinya.
Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat melalui dana APBN lima tahun terakhir telah melakukan berbagai kegiatan, terkait dengan
pelestarian penyu seperti bantuan MPA Mata Pencaharian Alternatif, memberikan sarana pendukung penangkaran seperti Bak pemeliharaan
dan rumah jaga. Telah dilaksanakan fasilitas kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah. Pada tahun 2011 dilaksanakan restocking
perairan umum lubuk larangan di 11 KabKota sebanyak 648.200 ekor bibit ikan yang terdiri dari 453.200 ekor bibit ikan nila berukuran 5-8 cm
dan bibit ikan mas sebanyak 195.000 ekor. Disamping itu dilaksanakan pertemuan fasilitasi kelembagaan kawasan konservasi perairan daerah.
111
Pulau-pulau Kecil dan Pariwisata Bahari
Pulau-pulau kecil di Sumatera Barat memiliki potensi yang bisa dikembangkan seperti, sumberdaya ikan, mangrove, terumbu karang dan
wisata bahari. Perairan laut Sumatera Barat memiliki aset pulau-pulau kecil yang tersebar baik yang berada dibawah 4 mil maupun lebih dari 4
mil, pada saat ini yang telah dikelola bersifat keperluan Nagari selebihnya sebagian kecil telah dilakukan untuk keperluan wisata seperti Pulau
Cubadak, P. Sikuai, sementara untuk keperluan konservasi laut seperti P. Sikuai, P. Penyu dan P. Pieh dan P. Karabak Ketek. Jumlah pulau-pulau
kecil di Sumatera Barat sebanyak 185 buah pulau masing-masing; dikelola provinsi 3 buah, Kab. Pesisir Selatan 47 buah, Kota Padang 18 buah, Kab.
Padang Pariaman 1 buah, Kota Pariaman 4 buah, Kab. Agam 2 buah, Kab. Pasaman Barat 12 buah serat Kab. Kep. Mentawai 98 buah. Dalam upaya
meningkatakan pengelolaan pulau-pulau kecil Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan kegiatan identifikasi potensi dan pemetaan pulau-
pulau kecil bertujuan untuk memetakan pulau-pulau kecil yang ada di provinsi Sumatera Barat secara akurat, pulau yang dipetakan adalah Pulau
Padang Kab. Pesisir Selatan dan Pulau Panjang Kab. Pasaman Barat.
Kabupaten Pesisir Selatan memiliki 25 pulau-pulau kecil. Di sebelah utara terdapat Pulau Semangki Besar, Pulau Semangki Kecil,
Pulau Marak, Pulau Cubadak, Pulau Setan Terusan, Pulau Karao, dan beberapa pulau lainya. Pada umumnya pulau-pulau ini memiliki potensi
menjadi tempat wisata bahari.
Potensi wisata bahari yang sangat besar dan bersifat mendunia terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu wisata bahari untuk
tujuan bersilancar. Setiap tahun Seri Kejuaraan Dunia
World Champions Surfing Series
dilaksanakan di Mentawai karena potensi surfing area dengan gulungan, ketebalan, tinggi, dan panjang gelombangnya yang
terbaik di dunia. Tiap tahun 3000 wisatawan asing dating ke Mentawai. Rata-rata turis selancar menghabiskan 2.500 USD selama kunjungan.
12. PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Evaluasi kinerja prioritas Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim
Investasi diawali dengan menjelaskan Sasaran umum yang ingin dicapai melalui Prioritas ini adalah: 1Berkembangnya usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi, 2 Meningkatnya investasi daerah, 3 Meningkatnya jumlah pasar yang layak bagi perdagangan, 4
Meningkatnya ekspor daerah, dan 5 Meningkatnya jumlah industri pengolahan unggulan daerah.
Berdasarkan sasaran pembangunan tersebut diatas maka telah ditetapkan 22 program utama pembangunan untuk tahun 2011-2015.
112
Perbandingan program yang dirumuskan dalam RPJMD, RKPD dan APBD Provinsi Sumatera Barat memperlihatkan bahwa Konsistensi antar RPJMD
dan RKPD Provinsi Sumatera Barat dapat dikatakan sudah baik karena sebagian besar program yang ada dalam RKPD sudah sama dengan apa
yang telah dirumuskan dalam RPJMD.
Pertumbuhan Industri Pengolahan di Sumatera Barat sangat diharapkan terutama untuk pengolahan hasil pertanian. Untuk ini perlu
program revitalisasi dan penumbuhan industry unggulan berbasis pertanian dan manufaktur perlu mendapat perhatian lebih pada masa
datang. Target dan Realisasi Prioritas 6 Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim
Investasi Provinsi Sumatera Barat 2010-2015 terlihat pada Tabel 8.6 pada evaluasi kinerja RPJMD Tahun 2013 lalu.
Prioritas pengembangan industry olahan pada tahun 2011 terdiri dari 23 program dengan 155 kegiatan. Total anggaran yang dialokasikan
adalah sebesar Rp 32,5 milyar dan setelah dilaksanakan mampu menyerap anggaran sebesar Rp 28,2 milyar atau 86,77. Tingkat capaian
kinerja output rata-rata sebesar 100. Pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik, efisien, tetapi belum efektif, dan hasil manfaat dari
kegiatan yang dibuat belum terukur. Kelemahan umumnya adalah penetapan satuan dengan jumlah atau kali kegiatan, sehingga ukuran
hasil dari kegiatan pokoknya belum dapat diungkapkan atau dievaluasi dengan menggunakan ukuran efektif. Pada tahun 2012 terdiri dari 22
program dengan 152 kegiatan. Total anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 21,5 milyar dan setelah dilaksanakan mampu menyerap
anggaran sebesar Rp 18,2 milyar atau 84,7 dengan tingkat capaian kinerja ouputnya adalah sebesar 94,2. Dengan demikian terjadi
penurunan kinerja dari tahun 2011 ke tahun 2012.
Pada tahun 2011 dan 2012 capaian kinerja dari pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam prioritas Pengembangan Industri Olahan,
Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi secara umum sudah tercapai. Hanya 1 indikator makro
Pertumbuhan Industri Pengolahan dari 5 indikator yang ditetapkan yang belum tercapai dan cenderung menurun. Tidak tercapainya target pada
RPJMD, secara umum disebabkan oleh terlalu tingginya target yang ditetapkan. Tingginya target ini disebabkan tidak validnya data realisasi
tahun 2010 pada saat penyusunan indikator untuk RPJMD.
Trend capaian kinerja memperlihatkan penurunan pada tahun 2012, kecuali persentrasi Kontribusi Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Namun demikian capaian kinerja persentasi rasio ekspor terhadap PDRB walaupun trend menurun namun masih diatas 100. Kontribusi
Perdagangan, Hotel dan Restoran mencapai 96,96.
113
Dalam hal peningkatan hasil investasi daerah terlihat pada Tabel 8.7. Evaluasi Kinerja RPJMD tahun 2013 lalu, Capaian kinerja program
peningkatan investasi daerah belum sepenuhnya tercapai, khususnya program Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal capaian persetujuan
hanya 57,63 dan Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi 46,53.
Capaian kinerja program pada peningkatan investasi daerah terdapat 3 dari 6 program yang hendaknya mendapat perhatian. Pertama,
peningkatan promosi dan kerjasama investasi yang kinerjanya diukur dari jumlah calon investor bukan investor, dan jumlah MoU bukan pelaksanaan
MoU yang ada. Kedua, penyiapan potensi sumberdaya daerah dengan satuan macamtahun. Ketiga, pengelolaan pembinaan dan pengawasan
investasi sumberdaya mineral dan batubara yang satuannya adalah PETI dengan kondisi awal nol 0.
Dalam hal Target dan realisasi Peningkatan ekspor daerah digambarkan pada Tabel 8.10. pada Evaluasi RPJMD tahun 2013 lalu
memperlihatkan peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri belum mencapai target pembangunan, meskipun terlihat kecenderungan
meningkat. Untuk
Peningkatan nilai
ekspor daerah
terdapat kecenderungan penurunan pencapaian target dari tahun 2011 ke tahun
2012. Khusus untuk capaian sasaran kinerja Peningkatan Jumlah
Industri Pengolahan Unggulan Daerah terlihat pada Tabel 8.9 Evaluasi Kinerja RPJMD Tahun 2013 lalu. Kedepan program Penumbuhan Industri
Unggulan Berbasis Agro dan Manufaktur serta Program Pengembangan Klaster Industri Unggulan hendaknya lebih mendapat perhatian. Kegiatan
ini menghendaki kaitan antar sektor.
Rincian anggaran daerah belanja langsung urusan yang bersumber dana APBD tahun anggaran 2012 berdasarkan sasaran untuk
prioritas pengembangan industri olahan, perdagangan, usaha mikro kecil menengah dan koperasi, dan iklim investasi provinsi Sumatera Barat dan
SKPD pelaksana terlihat pada Tabel 8.10. Evaluasi Kinerja RPJMD Tahun 2013 Terdapat lima dari tujuh sasaran prioritas 6 yang harus dicapai oleh
satu SKPD yaitu Dinas Perindustrian dan perdagangan dengan porsi anggaran sebesar 58. Sedangakan dua sararan prioritas 6 dilaksanakan
oleh dua SKPD yaitu: Dinas Koperasi UMKM dan Penanaman Modal, dengan angaran masing-masing 21. Meningkatnya investasi daerah
dengan anggaran yang sama dengan berkembangnya usaha mikro kecil, menengah dan koperasi masih belum nyata, dan pertumbuhan industri
pengolahan hasil pertanian dan manufaktur masih rendah.
Prioritas Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi memiliki 22
114
program. Selanjutnya akan disampaikan Evaluasi Kinerja setiap Program tersebut.
Program Terpadu Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro Kecil adalah program pokok RPJMD 2010
– 2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dan 2012. Program ini dari laporan yang ada diketahui
terdapat 22 kegiatan, yang terdiri dari tahun 2011 program tersebut dilaksanakan melalui 14 kegiatan, dan hanya 3 kegiatan yang berlanjut di
tahun 2012. Terdapat 8 kegiatan baru di tahun 2012.
Total anggaran yang dialokasikan untuk program di tahun 2011 ini adalah sebesar Rp 2,19 milyar dan berhasil diseraprealisasi dalam
pelaksanaan program ini adalah sebesar Rp 1,86 milyar sehingga tingkat capaian kinerja inputnya adalah sebesar 76,99. Sedangkan capaian
kinerja outputnya sebesar 96,43. Terdapat 5 kegiatan pokok yang tingkat daya serap anggaran yang masih rendah di bawah 90, hal ini
disebabkan oleh karena beberapa rangkaian kegiatan tidak dapat dilaksanakan seperti kunjungan ke Thailand dibatalkan karena kepala
badannya pensiun.Dan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 1,314 milyar dan terealisasi sebesar Rp. 1,17 milyar dengan capaian kinerja
input sebesar 85,07 dengan capaian kinerja output 100.
Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi adalah program pokok RPJMD 2010 - 2015, dilaksanakan dalam APBD 2011
dalam 2 sub program yaitu: Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi dan Program Pengembangan Pranata Kelembagaan.
Pertama, Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi berdasarkan laporan yang ada pada program ini terdapat 16 kegiatan
yang terdiri dari di tahun 2011 terdiri dari 8 kegiatan. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Koperindag, dengan jumlah anggaran yang
berhasil dialokasikan adalah sebesar Rp. 477 juta dan berhasil diserap dalam pelaksanaan kegiatan adalah sebesar Rp. 358 juta, tingkat capaian
kinerja inputnya adalah sebesar 75,12 sedangkan capaian output di tahun 2011 87,5.Dari 8 kegiatan yang ada pada tahun 2011 terdapat 2
kegian yang berlanjut di tahun 2012 yakni kegiatan Pelaksaanaan Rating Koperasi 1,92 dan Penilaian koperasi berprestasiaward 100. Total
anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 1,283 milyar dan terealisasi sebesar Rp. 940 juta dengan capaian kinerja input sebesar 73,30 dengan
capaian kinerja output 100. Sedangkan di tahun 2012 dari 16 kegiatan tersebut terdapat 8 kegaitan yang muncul dan tercantum di tahun 2012
dan pada tahun 2011 tidak tercantum.
Kedua Program Pengembangan Pranata Kelembagaan ini juga terdiri dari 3 kegiatan pada tahun 2011 , total anggaran yang disediakan
sebesar Rp. 138 juta dan terserapteralisasi sebesar Rp. 131 juta dengan capaian kinerja inputnya mencapai 94,81 dan capaian kinerja outputnya
100, tetapi kegiatan pada program ini tidak mengalami daya serap yang
115
tinggi pada tahun 2012, sehingga program ini di tahun tersebut tidak berlanjutan.
Program Peningkatan Promosi Dan Kerjasama Investasi berdasarkan laporan yang ada diketahui bahwa terdapat 18 kegiatan yang
terdiri dari 13 kegiatan yang tercantum di APBD tahun 2011, dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 966 juta dan terealisasi sebesar Rp.
920 juta dengan capaian kinerja input sebesar 95,23 dengan capaian kinerja output 100. Dari 13 kegiatan tersebut hanya 3 kegiatan yang
mengalami keberlanjutan di tahun 2012.
Program Penyiapan Potensi Sumber Daya Daerah adalah program pokok RPJMD 2010
– 2015, memiliki 5 kegiatan yang terdiri dari 3 kegiatan pokok yang tercantum pada APBD tahun 2011 dengan total
anggaran yang dialokasikan dalam program ini adalah sebesar Rp. 305,00 juta dan setelah dilaksanakan hanya mampu menyerap anggaran sebesar
Rp. 280,66 juta dengan tingkat capaian kinerja pada indikator input adalah sebesar 92,02, dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar
Rp. 806,017 juta dan terealisasi sebesar Rp. 792,826 juta dengan capaian kinerja input sebesar 98,36 dengan capaian kinerja output 75.
Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor Daerah adalah program pokok RPJMD 2010
– 2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dalam 2 program yaitu : Program Peningkatan Dan Pengembangan
Ekspor Daerah dan Program Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Komoditi Untuk Sektor Perdagangan.
Pertama, Program Peningkatan Dan Pengembangan Ekspor Daerah merupakan program pokok dalam RPJMD 2010-2015, yang
memiliki 19 kegiatan, dimana dari 19 kegiatan tersebut terdiri dari 7 kegiatan pada APBD 2011 dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar
Rp. 302 juta dan terealisasi sebesar Rp. 289,90 juta dengan capaian kinerja input sebesar 95,99 dengan capaian kinerja output 100 dan
12 kegiatan baru muncul pada APBD 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 1,243 milyar juta dan terealisasi sebesar Rp.
1,096 milyar juta dengan capaian kinerja input sebesar 87,95 dengan capaian kinerja output 100. Kegiatan pada program ini sesuai dengan
SKPD dari Dinas Perindag dari 7 kegiatan yang tercantum di APBD 2011 terdapat 1 kegiatan yang berlanjut di tahun 2012.
Kedua Program Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Komoditi Untuk Sektor Perdagangan ini terdiri dari 2 kegiatan pokoknya di
APBD 2011dengan total anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp 115,00 juta dan berhasil diserap dalam kegiatan yang dilakukan adalah
sebesar Rp 106,00 juta dengan tingkat capaian kinerja input adalah sebesar 92,18 dan capaian kinerja output 100.
Diketahui bahwa satuan kegiatan yang digunakan pada sasaran output adalah jumlah kegiatan kali. Sehingga target yang ditetapkan
116
sekian kali, maka capaian outputnya sudah mencapai 100, tetapi esensi dari output kegiatan pengembangan pemasaran sayuran organik
terintegrasi tentunya kepada pengembangan pemasaran sayuran organik, dapat dijadikan ukuran adalah jumlah pedagang sayuran organik, jumlah
volume sayuran organik yang yang ditransaksikan atau nilai perdagangannya dan lain-lain. Jika satuannya jelas mampu mengukur
pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis komoditi perdagangan. Namun, kegiatan pada program ini tidak berlanjut di tahun 2012.
Program Pengembangan Sentra – Sentra Industri Potensial
berdasarkan laporan yang ada diketahui terdapat 4 kegiatan yang terdiri dari 1 kegiatan di APBD tahun 2011 dengan total anggaran di tahun 2011
sebesar Rp. 60 juta dan terealisasi sebesar Rp. 45 juta dengan capaian kinerja input sebesar 76,09 dengan capaian kinerja output 100. Pada
APBD tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 860 juta dan terealisasi sebesar Rp. 649 juta dengan capaian kinerja input
sebesar 75,44 dengan capaian kinerja output 100 dengan 3 kegiatan baru yang hanya tercantum di tahun 2012 dan tidak tercantum di tahun
2011.
Program Revitalisasi dan Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah adalah program pokok RPJMD 2010-2015, tidak dilaksanakan
dalam APBD 2011. Kegiatan pada Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah tercantum di APBD tahun 2012 dengan total anggaran di
tahun 2012 sebesar Rp. 4,087 milyar dan terealisasi sebesar Rp. 3,497 milyar dengan capaian kinerja input sebesar 85,55 dengan capaian
kinerja output 100, dengan 19 kegiatan. Dari 19 kegiatan tersebut tidak tercantum di tahun 2011.
Program Pengembangan Klaster Industri Unggulan, yang direncanakan dalam RPJMD 2010-2015, tidak ada kegiatan pada APBD
2011 program ini belumtidak dialokasikan penganggarannya. Namun pada tahun 2012 program ini telah terealisasi dengan 2 kegiatan dengan
total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 136 juta dan terealisasi sebesar Rp. 107 juta dengan capaian kinerja input sebesar 78,42 dengan
capaian kinerja output 100. Kegiatan ini pada program dari Dinas Perindag.
Program Peningkatan Iklim Usaha Industri adalah program pokok RPJMD 2010-2015, dilaksanakan dalam APBD 2011 dalam 2 sub program.
Pertama, Program Pengembangan Penataan Struktur Industri ini terdiri dari 2 kegiatan pokok yang hanya tercantum di tahun 2011 dengan total
anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 70 juta dan terealisasi sebesar Rp. 63 juta dengan capaian kinerja input sebesar 89,50 dengan capaian
kinerja output 100.Kedua, Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi Usaha Kecil Dan Menengah ini terdiri dari 4 kegiatan. Dari 4 kegiatan tersebut
hanya tercantum di tahun 2011 dengan total anggaran di tahun 2011 sebesar Rp. 155 juta dan terealisasi sebesar Rp. 144 juta dengan capaian
117
kinerja input sebesar 93,08 dengan capaian kinerja output 100. Pada tahun 2012 kegiatan pada program ini tidak berlanjut.
Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Agro Dan Manufaktur adalah program pokok RPJMD 2010
– 2015, tidak dilaksanakan dalam APBD 2011. Kegiatan dilaksanakan dan tercantum di
APBD tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 901 juta dan terealisasi sebesar Rp. 849 juta dengan capaian kinerja input
sebesar 94,13 dengan capaian kinerja output 100 dengan 3 kegiatan.
Program Pengembangan SDM Industri Kecil Dan Menengah Dan Aparat Pembina adalah program pokok RPJMD 2010-2015, tidak
dilaksanakan dalam APBD 2011. Kegiatan pada Program Pengembangan SDM Industri Kecil dan Menengah dan Aparat Pembina tercantum di APBD
tahun 2012 dengan total anggaran di tahun 2012 sebesar Rp. 533 juta dan terealisasi sebesar Rp. 457 juta dengan capaian kinerja input sebesar
85,81 dengan capaian kinerja output 100 dengan 6 kegiatan baru.
Permasalahan dari pelaksanaaan perencanaan pembangunan Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil
Menengah dan Koperasi, adalah : a.
Kurangnya koordinasi antar instansi baik horizontal maupun vertikal agar tercapai sasaran prioritas terlihat dari belum ada kegiatan
program yang terintegrasi antara SKPD terkait Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan peternakan dengan Perindustrian dan
Perdagangan serta Koperasi untuk pengembangan industri olahan produk pertanian.
b. Baik
pada perencanaan
maupun evaluasi
pelaksanaan pembangunan masih belum mampu mengukur hasil dan manfaat
dari kegiatan program yang dilaksanakan. Ukuran hasil dari program belum menggunakan ukuran efektifitas.
c. Proporsi anggaran untuk Peningkatan investasi daerah dan
berkembangnya usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi adalah sama, namun masih belum nyata dampaknya. Disamping itu,
pertumbuhan industri pengolahan hasil pertanian dan manufaktur masih rendah
Berdasarkan adanya
permasalahan pada
permasalahan pelaksanaaan perencanaan pembangunan pada prioritas pengembangan
industri pengolahan maka penyesuaian kebijakan yang dapat diajukan adalah:
a. Dalam penyusunan perencanaan pembangunan Pengembangan
Industri Olahan, Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi perlu koordinasi antar instansi baik horizontal maupun
vertikal, serta sinergi program antar berbagai sektor pertanian umumnya, industry dan perdagangan.
118
b. Dalam penyusunan perencanaan kegiatan dalam setiap program
perlu memperhatikan hendaknya didasarkan pada evaluasi program terdahulu, sehingga jelas dasar kegiatan yang tidak berlanjut atau
muncul baru.
c. Dalam penyusunan perencanaan kegiatan kedepan pada prioritas
industry pengolahan, perlu lebih memperhatikan perencanaan pembangunan Pengembangan Industri Olahan, Perdagangan, Usaha
Mikro Kecil
Menengah dan
Koperasi untuk
percepatan pengembangan ekonomi rakyat.
d. Dalam penyusunan perencanaan kegiatan kedepan perlu lebih
memperhatikan keterkaitan antar sektor pertanian dan industri serta perdagangan, seperti; Pengembangan teknologi dan sarana
pengolahan hasil pertanian, pengembangan teknologi tepat guna, dll, serta dukungan Kementerian BUMN dan Pembangunan Daerah
Tertinggal
PDT dapat
diakses dengan
penguatan dan
pengembangan kelembagaan agribisnis. Berdasarkan kepada evaluasi kinerja yang telah dilakukan melalui
kegiatan evaluasi kinerja RPJMD terhadap prioritas pembangunan industri pengolahan di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat kesesuian
antara program dan kegiatan yang dirumuskan dalam dokumen perencanaan dengan program yang diusulkan dalam penyusunan rencana
dalam RKPD setiap tahunnya. Evaluasi kinerja yang dilakukan pada kinerja input sudah terlihat mencapai target yang ditetapkan, termasuk
juga pada target kinerja outputnya.
Namun demikian, evaluasi kinerja pada tingkat outcome atau dampak belum dilakukan. Evaluasi di tingkat outcome tentunya dapat
dilihat secara makro, apakah industri pengolahan di Sumatera Barat sudah dapat dikatakan berhasil dalam artian seberapa besar porsi
sumbangannya terhadap nilai PDRB Sumatera Barat pada akhir RPJMD II ini ? Apakah sudah terjadi perubahan struktur perekonomian dari dominan
sektor pertanian bergerak ke sektor industri pengolahan ? Apakah saling keterkaitan antara sektor pertanian dengan kegiatan industri pengolahan
ini sudah ada dalam bentuk keterkaitan input dan output atau keterkaitan ke depan dan ke belakang ? tentunya dalam evaluasi yang dilakukan pada
akhir RPJMD ini dapat dilakukan untuk tingkat evaluasi outcome ini.
Berikut ini dicoba dikemukakan capaian-capaian pembangunan industri pengolahan apabila dilihat dari indikator outcome yang diwakili
oleh indikator makro ekonomi yang berkaitan dengan industri pengolahan ini.
119
Gambar.2.5
Porsi Sumbangan Industri Pengolahan Terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2000-2004
Gambar grafik di atas memerlihatkan bahwa porsi industry pengolahan terhadap PDRB provinsi Sumatera Barat memperlihatkan
trend yang semakin menurun, hal ini tentunya memberikan indikasi bahwa industry pengolahan belum berkembang dengan baik di provinsi
Sumatera Barat. Faktor utama yang menyebabkan ini adalah karena dalam pembangunan industry pengolahan belum menggunakan
pendekatan kawasan industry, baru sebatas sentra industry dalam skala industry rumahtangga. Pada hal dalam pengembangan industry
pengolahan diperlukan pendekatan wilayah dengan menetapkan kawasan industry pengolahan.
Menurut PP No: 24 Tahun 2009 tentang kawasan industry, kawasan industry adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industry
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industry yang telah
memiliki izin usaha kawasan industry. Luasan kawasan industry paling rendah 50 hektar dalam satu hamparan dan luas lahan kawasan industry
untuk usaha Mikro kecil dan menengah paling rendah 5 hektar dalam satu hamparan.
Dalam pengembangan industry pengolahan dengan pendekatan kawasan ini, tentunya akan memberikan keuntungan lebih jika
dibandingkan dengan pendekatan klaster industry yang berskala rumah tangga, yang skala produksinya kecil-kecil. Dibutuhkan pengembangan
industry oleh perusahaan industry berskala sedang dalam satu kawasan yang menciptakan terjadinya agglomerasi ekonomi oleh perusahaan
industry yang berkumpul dalam satu kawasan untuk menghasilkan satu produk yang mampu bersaing di pasaran ekspor.
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
12,00 14,00
16,00
Porsi Industri Pengolahan Terhadap PDRB Sumatera Barat 2000 2014
120
Pembangunan industry pengolahan di Sumatera Barat dapat mengambil pendekatan kawasan ekonomi khusus KEK yang memiliki
sejumlah variannya untuk dapat dipilih diterapkan mana yang sesuai dengan kondisi provinsi Sumatera Barat, varian dari kawasan
pengembangan ekonomi khusus dengan focus kepada aktifitas industry pengolahan adalah zona pengolahan ekspor, industrial park, zona logistic,
zona pengembangan energy, zona pengembangan pariwisata, dan zona ekonomi lainnya, yang memberikan kemudahan bagi investor untuk
menginstal perusahaannya tanpa menghadapi hambatan tariff dan non tariff. Oleh karena itu dalam pengembangan industry pengolahan ke
depan, Sumatera Barat perlu merencanakan pembangunan kawasan industry atau zona pengolahan ekspor yang mampu menjawab tantangan
dari arus persaingan bebas dalam perdagangan bebas ASEAN melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang merupakan integrasi ekonomi menuju
kepada persaingan global.
2.1.3. INFRASTRUKTUR
1. Sarana Dan Prasarana Umum Pekerjaan Umum
Undang-undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan misi penyelenggara kepada masyarakat dalam
rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Bentuk pelayanan umum dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan yaitu:
a. Pelayanan Pemerintahan, merupakan pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu
KeluargaKTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Imigrasi. b. Pelayanan Pembangunan yaitu pelayanan masyarakat yang terkait
dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat,
seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya.
c. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon, dan transportasi.
d. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan bahan-bahan
kebutuhan pokok masyarakat
dan kebutuhan
perumahan seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.
e. Pelayanan Kemasyarakatan
sosial yaitu
pelayanan yang
berhubungan dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan
121
kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya.
Secara umum fungsi sarana pelayanan antara lain : a. Mempercepat prtoses pelaksanaan kerja hemat waktu;
b. Meningkatkan produktifitas barang dan jasa; c. Ketepatan ukurankualitas produk;
d. Terjamin pengerahan gerak pelaku pelayanan dengan fasilitas
ruangan yang cukup; d. Menimbulkan rasa kenyamanan;
e. Menimbulkan perasaan puas dan mengurangi sifat emosional penyelenggara.
` Provinsi Sumatera Barat dalam RPJP-nya menyiratkan bentuk pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk misi Pembangunan Jangka
Panjang yang dijabarkan ke dalam arah dan sasaran pembangunan daerah yang lebih konkrit sebagai berikut:
a. Terwujudnya tata ruang yang baik dan dilaksanakan secara konsisten b. Terpeliharanya kawasan konservasi alam, lingkungan hijau, asri dan
lestari c. Terwujudnya tata kelola lingkungan yang baik
d. Terbinanya perilaku masyarakat sadar lingkungan e. Terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam secara
berkesinambungan Selain dengan tantangan dan hambatan yang begitu banyak
dalam mengembangan infrastruktur, namun sejak tahun 2012 pemerintah menunjukkan komitmennya melalui program MP3EI. Meskipun secara
lebih mendalam rencana besar tersebut harus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu dengan telah
disahkannya Undang-undang Pengadaan Lahan Untuk pembangunan Bagi Kepentingan
Umum. Terselesaikannya
Undang-undang tersebut
diharapkan dapat menuntaskan permasalahan lahan yang ada selama ini. Dalam Undang-undang ini diatur empat langkah pengadaan lahan, yaitu
perencanaan, pengadaan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Layanan Pemerintah Daerah Sumatera Barat dalam penyediaan sarana dan prasarana dituangkan dalam Prioritas Pengembangan
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas fisik dan sosial yang
dikembangkan atau dibutuhkan oleh masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya. Pembangunan infrastruktur adalah upaya untuk memenuhi
dalam ketersediaan fasilitas pelayanan masyarakat dalam bentuk saran
122
pendidikan, sarana kesehatan, rumah ibadah, listrik, jalan, jembatan, moda transportasi, air bersih, drainase, teknologi dan komunikasi.
Dalam RPJP Sumatera Barat, pembangunan pada tahap menengah ke-3 ini ditujukan untuk mamantapkan landasan pembangunan
secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan daya saing produk dan juga meningkatkan koneksi regional khususnya dengan propinsi tetangga.
Dalam rencana menengah tersebut juga digambarkan pemanfaatan teknologi maju tentunya juga teknologi tepat guna untuk meningkatkan
daya saing produk baik produk pertanian secara umum tanaman pangan dan hortikultura, pertanian, peternakan dan dan industri maupun sektor
perikanan laut, industri dan pariwisata.
Konektivitas wilayah yang efektif, efisien, dan terpadu tidak dapat dipungkiri merupakan salah-satu elemen dasar dalam upaya percepatan
perluasan dan pemerataan pembangunan. Tidak optimalnya konektivitas akan menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi, disparitas pembangunan,
serta relatif
lambatnya penanggulangan
kemiskinan. Dalam
pengoptimalan konektivitas ini, peranan infrastruktur transportasi yang didukung oleh prasarana dan sarana penunjang lainnya sangatlah
penting. Integrasi pembangunan prasarana dan sarana konektivitas dalam mendukung pembangunan wilayah serta pengoptimalan prasarana dan
sarana infrastruktur yang ada merupakan strategi kunci untuk meningkatkan tingkat konektivitas.
Di samping peran infrastruktur sebagai urat nadi konektivitas, peranan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing daerah juga
menjadi faktor penting. Kondisi infrastruktur juga menjadi salah-satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasi di daerah. Hal yang juga
harus menjadi pertimbangan dalam pembangunan di segala bidang adalah pertimbangan pemanfaatan alam sebagai media aktivitas sehingga
tetap memperhatikan dukungan lingkungan dan menjaga elestarian lingkungan. Sebagai provinsi yang banyak mendapat perhatian dalam
pegerakan penanggulangan bencana di Indonesia, tentunya pertimbangan untuk pengurangan risiko kebencanaan dalam pembangunan juga harus
diperhatikan.
Upaya optimalisasi perencanaan dan pembangunan infrastruktur dalam meningkatkan konektivitas telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat. Berbagai dokumen perencanaan yang dihasilkan seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD 2005-2025 dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD 2010-2015 memprioritaskan
pembangunan infrastruktur
untuk peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Alokasi pendanaan untuk pembangunan infrastruktur juga relatif besar, walau masih terkendala oleh terbatasnya
anggaran Pemerintah Daerah dibanding kebutuhan infrastruktur. Di dalam RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032, pembangunan
infrastruktur juga menjadi salah-satu program utama pendukung rencana
123
pengembangan wilayah provinsi. MP3ESB 2012-2025 yang disusun juga menetapkan infrastruktur sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi pada
3 tiga koridor utama yang ditetapkan di Provinsi Sumatera Barat.
Di samping dokumen tersebut diatas, sektor teknis terkait juga telah menyusun perencanaan pengembangan infrastruktur melalui
penyusunan berbagai kebijakan sektoral terkait infrastruktur, baik di tingkat pusat maupun daerah seperti rencana pengembangan jaringan
jalan, rencana pengembangan jaringan perkeretaapian, rencana pengembangan jaringan kepelabuhanan, rencana pengembangan jaringan
pengembangan air minum, dan rencana pengembangan jaringan sektor lainnya. Terkait dengan keberadaan dokumen perencanaan tersebut, yang
menjadi tantangan adalah bagaimana mengintegrasikan semua perencanaan pembangunan infrastruktur tersebut, sehingga diperoleh
perencanaan pembangunan infrastruktur yang terarah, fokus, dan berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi wilayah.
Pembangunan bidang Pekerjaan Umum salah satunya adalah dibidang Pembangunan Infrastruktur untuk menunjang pengembangan
perekonomian rakyat. Indikator Kinerja pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi rakyat di sumatera Barat ditetapkan lima buah
indikatornya. Pelaksanaan pembangunan Infrastruktur hingga tahun 2013, menunjukkan bahwa terdapat empat indikator dapat mencapai target
dengan baik. Satu target berupa Cakupan Layanan Listrik tidak tercapai target yang ditetapkan bahkan mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya. Namun hal ini hanya diakibatkan oleh adanya pemekaran jumlah nagari sebagai dasar perhitungan indikator ini, sehingga nilai
pembagi dalam perhitungan target menjadi lebih besar. Sehingga secara umum Pembangunan Infrastruktur hingga tahun 2013 dapat dikatakan
masih cukup baik.
Tabel.2.55
Indikator pembangunan infrastruktur 2010 sd 2013
No Indikator Utama
Tahun 2010
Tar get
Realis asi
Targ et
Real isasi
Target Realisa
si 2011
2012 2013
1 Panjang Irigasi Terbangun
Km 2,311 2,313
6,015 2,316 7,015 2,319
6,015 2
Cakupan Layanan Listrik 90
91 91
92 93,96 93
89,81 3
Jumlah Embung terbangun per tahun
7 2
1 2
2 2
2
2. PERUMAHAN
Memiliki perumahan tangga yang baik adalah merupakan idaman semua orang, termasuk masyarakat di Sumatera Barat. Untuk itu
pemerintah Daerah Sumatera Barat harus memberikan layanan kepada
124
masyarakat untuk mendapatkan rumah yang baik. Perumahan dikatakan baik memenuhi beberapa kriteria berikut:
a. Akses, berupa jalan keluar-masuk, serta jalan ke tempat kegiatan sosial-ekonomi.
b. Berada pada Lingkungan yang baik hingga berdampak pada kenyaman penghuni.
c. Tersedianya sarana dan prasarana sosial seperti pasar, tempat ibadah dan pendidikan dan fasilitas pembuangan sampah.
d. Memiliki sanitasi yang baik berupa got dan saluran pembuangan air dan tidak banjir.
e. Layak huni dalam arti secar fisik kuat dan dalam kondisi bersih dan sehat.
f. Ketersediaan air dan listrik yang merupakan elemen penting dari rumah.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka kinerja pembangunan di Sumatera Barat selama ini dapat dikatakan cukup baik namun cenderung
tidak meningkat. Kondisi perumahan yang baik rata-rata berada pada nilai lebih dari 50. Namun hal ini tentunya harus lebih ditingkatkan di masa
yang akan datang.
20 40
60 80
100
2009 2010
2011 2012
2013 Rumah tangga pengguna air bersih
Rumah tangga pengguna listrik Rumah tangga ber-Sanitasi
Lingkungan pemukiman kumuh Rumah layak huni
125
3. PENATAAN RUANG
Kinerja tata ruang dalam studi ini ditinjau dari aspek penggunaan ruang berdasarkan alokasi peruntukannya yang disesuaikan dengan hirarki kota-
kota sebagai pusat kegiatan yang ada di wilayah propinsi. Untuk Propinsi Sumatera Barat pengembangan pusat kegiatan berdasarkan tingkatannya
adalah sebagai berikut:
a. Pusat kegiatan nasional PKN; yaitu Kota Padang; b. Pusat Kegiatan Wilayah PKW; yakni Kota Bukittinggi, Kota Pariaman,
Kota Sawahlunto, Kota Solok dan Muara Siberut. c. Pusat kegiatan Wilayah di Propinsi PKWp; yaitu Kota Payakumbuh,
Pulau Punjung, Tapan dan Simpang Empat. d. Pusat Kegiatan Lokal PKL sebagai pengembangan seluruh ibukota
kabupaten dan kota. PKN, PKW, PKWp dan PKL perlu didukung oleh ketersediaan
fasilitas sarana dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanannya. Hasil evaluasi kinerja PKN, PKW, PKWp dan PKL sesuai ketersediaan
fasilitas sarana dan prasarana sesuai skala pelayanannya dapat dilihat pada Tabel berikut.
- 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
2009 2010
2011 2012
2013 Persentase Rumah Tangga RT menggunakan air
bersih Persentase Rumah Tangga RT menggunakan air bersih
- 2
4 6
8 10
12 14
16
2009 2010
2011 2012
2013 Tempat pembuangan sampah TPS per satuan
penduduk Tempat pembuangan sampah TPS per satuan penduduk
126
Tabel 2.56
Evaluasi Kinerja Tata Ruang berdasarkan Sarana dan Prasarana yang dimiliki Kota sebagai Pusat Kegiatan di Propinsi Sumatera Barat
No Kota
sebagai Pusat
Kegiatan Fasilitas yang
dibutuhkan Target
Hasil Evaluasi
Capaian kinerja
I Pusat Kegiatan Nasional PKN 1 Kota
Padang Pembangunan
Terminal Regional Tipe A AKAP di
ibukota Propinsi sudah wajib ada
sebagai prasarana minimum PKN
berfungsinya Terminal Regional Bengkuang tipe
A di kawasan Aia Pacah Tidak
berfungsi peningkatan dan
pengembangan prasarana dan sarana terminal
barang, serta prasarana dan sarana sistem
angkutan umum massal Belum
terlaksana
2 Pembangunan pasar
induk antar wilayah dalam sistem
angkutan barang dan jasa;
pengembangan sarana perdagangan Pasar Raya
Padang sebagai pasar induk antar wilayah
Sudah terlaksana,
tetapi tidak efektif
3 Pelabuhan Teluk
Bayur sebagai pelabuhan laut
internasional Belum
terlaksana
4 Pengembangan
Agroindustri dan Manufaktur di
kawasan PIP Pengembangan
Agroindustri dan Manufaktur di kawasan
PIP, industri Semen {Padang di Kawasan
Indarung Belum
terlaksana
5 Peningkatan
kapasitas Bandara Internasional
Minangkabau Berfungsinya bandara
udara sebagai bandara internasional
Sudah terlaksana
tetapi belum
efisien??
6 Peningkatan
pelabuhan perikanan pasar lelang ikan
Peningkatan pelabuhan perikanan Samudera
Bungus Sudah
terlaksana 7
Peningkatan dan pengembangan
sistem pengelolaan limbah terpadu
Peningkatan dan pengembangan sistem
pengelolaan limbah terpadu melalui pipanisasi
Belum terlaksana
Peningkatan TPA Regional Aie Dingin serta prasarana
dan sarana persampahan Sudah
terlaksana 8
Pengembangan sarana pendidikan
tinggi pengembangan sarana
pendidikan tinggi Universitas Andalas dan
Universitas Negeri Padang sebagai perguruan tinggi
nasional Sudah
terlaksana
127
No Kota
sebagai Pusat
Kegiatan Fasilitas yang
dibutuhkan Target
Hasil Evaluasi
Capaian kinerja
9 Pengembangan
Rumah sakit Umum kelas A
pengembangan sarana kesehatan RSU dr. M.
Djamil sbg salah satu rumah sakit kelas A di
Indonesia ……………
….
pembangunan prasarana dan sarana air limbah
kawasan RSH Belum
terlaksana 10
pemenuhan kebutuhan dasar air
minum pemerataan distribusi dan
kualitas terjamin peningkatan kapasitas
pelayanan air minum sesuai kebutuhan
masyarakat Sudah
terlaksana
11 membangun
lingkungan sehat pembangunan waste
water, ecodrain, dan ecosan
12 pengembangan
permukiman yang sehat
peningkatan dan pengembangan sarana
dan prasarana permukiman
II Pusat Kegiatan Wilayah PKW dan PKW Propinsi PKWp
1 Kota Bukittinggi
Kota Pariaman
Kota Sawahlunto
Kota Solok Kota
Siberut terminal regional tipe
B dan atau pelabuhan udara
pengumpan atau pelabuhan laut
nasional pembangunan atau
peningkatan terminal regional tipe B menjadi tipe
A
peningkatan fasilitas terminal regional tipe A
atau B peningkatan dan
pengembangan prasarana dan sarana terminal
barang, serta prasarana dan sarana angkutan
umum missal
pengembangan bandar udara pengumpan Pulau
Punjung di kab. Dharmasraya, Muara
Siberut Siberut Selatan di Kab. Kep. Mentawai
pengembangan pelabuhan laut nasional Simpang
Empat di Air Bangis Kab. Pasaman barat, Tapan di
Air Haji Kab. Pesisir Selatan, dan Muara Siberut
di Kab. Kepaulauan Mentawai
2 pasar regional
peningkatan pasar regional
128
No Kota
sebagai Pusat
Kegiatan Fasilitas yang
dibutuhkan Target
Hasil Evaluasi
Capaian kinerja
3 Rumah sakit Umum
kelas B Peningkatan pelayanan
rumah sakit kelas A atau B Pembangunan atau
peningkatan rumah sakit kelas B menjadi kelas A
4 Perguruan Tinggi
5 Perumahan dan
Permukiman peningkatan kapasitas
prasarana dan sarana permukiman
peningkatan kapasitas pelayanan air minum di
perkotaan pembangunan sistem
drainase primer di Kota Solok, Kota Payakumbuh
dan Kota Bukittinggi
peningkatan TPA Regional serta prasarana dan
sarana persampahan Peningkatan dan
pengembangan instalasi pengelolaan air limbah
IPAL
Pembangunan instalasi Pengelolaan Limbah
Terpusat IPLT di Kota Bukittinggi
Pembangunan prasarana dan sarana air limbah
kawasan RSH di Kota Pariaman, Kota
Payakumbuh, dan Kota Solok
III Pusat Kegiatan Lokal PKL
1 Painan
Padang Panjang
Lubuk Sikaping
Sarilamak Batusngkar
Padang Aro Tua Pejat
Muaro Sijunjung
Lubuk Alung
terminal regional tipe C dan atau
pelabuhan laut regional lokal
pembangunan atau peningkatan pelayanan
terminal regional tipe C menjadi tipe B
peningkatan dan pengembangan prasarana
dan sarana terminal barang, serta prasarana
dan sarana sistem angkutan missal
pasar lokal peningkatan sarana pasar
rumah sakit umum kelas C
peningkatan pelayanan rumah sakit kelas B atau C
129
No Kota
sebagai Pusat
Kegiatan Fasilitas yang
dibutuhkan Target
Hasil Evaluasi
Capaian kinerja
Parik Malintang
Aro Suka prasarana
perumahan dan permukiman yang
meliputi jaringan air minum, tempat
pembuangan sampah, IPAL, IPLT
pengembangan prasarana dan sarana permukiman
peningkatan kapsitas pelayanan air minum
perkotaan pengembangan prasarana
dan sarana agropolitan minapolitan
Secara umum masih banyak kebutuhan fasilitas sarana dan prasarana pusat kegiatan nasional yang belum tersedia di Kota Padang
sebagai PKN di Prop. Sumatera Barat. Kinerja tata ruang Propinsi Sumbar berpedoman kepada kriteria yang tertuang dalam RTRW ternyata
memperlihatkan hasil ealuasi kinerja yang belum memuaskan, terutama untuk PKN.
Sehubungan dengan kinerja yang masih lemah dalam penataan ruang lihat Tabel di atas, maka Kota Padang sebagai ibukota provinsi
juga belum mampu menunjukkan eksistensinya sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Hirarki Kota Padang sebagai ibu kota provinsi masih sejajar
dengan, dan kondisinya tidak jauh lebih baik dari Kota –Kota lainnya di
Provinsi Sumatera Barat. Untuk lima tahun mendatang, perlu dilakukan perubahan cara pandang bahwa Kota Padang harus didorong dan
mendapat perhatian dari pemerintah provinsi, agar ibu kota provinsi ini dapat memainkan perannya sebagi pusat kegiatan ditingkat nasional.
Dengan terwujudnya Kota Padang sebagai PKN, akan membuka peluang Provinsi Sumatera Barat sejajar dengan kota besar lainnya di Indonesia
dan menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan investasinya. Selanjutnya, peluang Kota-kota lainnya di provinsi sebagai PKW atau
PKWp, serta PKL dengan demikian menjadi lebih terbuka dan lebih didorong pertumbuhannya dengan berkembangnya PKN. Peluang lainnya
yang akan terbuka dengan terwujudnya Kota Padang sebagai PKN adalah meningkatnya aktivitas sektor kepariwisataan karena secara nasional
Sumatera Barat berada dalam sepuluh tujuan wisata nasional.
Faktor lingkungan internal yang dihadapi selama ini sebagai kendala dalam mewujudkan Pusat-pusat kegiatan melalui pengembangan
hirarki perkotaan antara lain karena belum adanya komitmen bersama antara pemerintah provinsi dan kota, belum terealisasinya perencanaan
wilayah yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal, belum terbukanya masyarakat, swasta maupun pemerintah untuk pembaharuan dalam
proses perencanaan dan pembangunan, serta belum otimalnya penerapan reformasi birokrasi. Faktor lingkungan dari luar yang mempengaruhi tidak
terwujudnya tata ruang seperti yang diharapkan adalah karena kurangnya minat investor untuk berpartisipasi dalam pembangunan selama ini
130
4. TRANSPORTASI
A. Subsektor Jalan
Prasarana jaringan jalan masih merupakan kebutuhan pokok bagi pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri. Di era
desentralisasi, jaringan jalan juga merupakan perekat kebutuhan bangsa dan negara dalam segala aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan
keamanan. Sehingga keberadaan sistem jaringan jalan yang menjangkau seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat merupakan tuntutan yang tidak
dapat ditawar lagi. Fungsi jaringan jalan sebagai salah satu komponen prasarana transportasi sudah saatnya diletakkan pada posisi yang setara
dalam perencanaan transportasi secara global. Untuk itu diperlukan keterpaduan dalam perencanaan pembangunan sarana dan prasarana
transportasi dalam konteks sistem transportasi intermoda.
Gambar 2.6
Desireline Pergerakan Orang dan Barang Berdasarkan gambar
desireline
pergerakan orang dan barang menujukkan bahwa Produksi perjalanan orang di Sumatera Barat
mencapai 34.886.620 orang per tahun, sedangkan produksi barang 53.969.724 ton pertahun Total bangkitan dan tarikan perjalanan baik
orang maupun barang di dominasi dari dan ke Kota Padang dengan jumlah produksi perjalanan orang sebesar 16,3 dari total produksi
perjalanan keseluruhan, sedangkan barang sebesar 23,5. Tingginya produksi perjalanan Kota Padang dinilai wajar karena Kota Padang
merupakan Ibukota Provinsi sekaligus menjadi Pusat Kegiatan Nasional PKN, disamping itu Kota Padang merupakan pusat industri baik industri
semen, elektronik, pengolahan CPO,dll sehingga interaksi di sektor industri maupun sektor lain akan menimbulkan perjalanan baik dari
maupun ke Kota Padang. Jika dilihat dari sisi Produk Domestik Bruto Sumatera Barat, Kota Padang memiliki PDRB paling besar dibandingkan
KotaKab Kota lainnya. Dari data Sumatera Barat Dalam Angka Tahun
131
2013, PDRB Kota Padang mencapai 30.696,09 milyar, sementara diurutan kedua adalah Kabupaten Agam yaitu sebesar 8.248,72 milyar. Nilai PDRB
tersebut juga menggambarkan tinggirendahnya produksi perjalanan orangbarang pada suatu daerah, karena produksi perjalanan merupakan
fungsi dari PDRB, Semakin tinggi PDRB maka produksi perjalanan juga akan semakin tinggi.
Kemudian Karakteristik pergerakan orang dan barang Sumatera Barat juga dapat diklasterkan pada beberapa wilayah. Pengklasteran ini
bertujuan untuk melihat kecendrungan pelaku perjalanan berdasarkan wilayahkoridor. Berdasarkan analisis yang dilakukan, kecendrungan
masyarakat sumatera barat melakukan perjalanan berdasarkan wilayahkoridor dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel.2.57
Karakteritik Perjalanan Berdasakan Koridor
No Wilayah
Jumlah Perjalananorang
Persentase
1 Utara
20.497.983 71,01
2 Selatan
2.467.787 8,55
3 Timur
5.900.499 20,44
Jumlah 28.866.269
100
Sumber : Hasil Analisis
Tabel diatas menunjukan bahwa karakteristik perjalanan orang pada bagian utara mencapai 20.497.983 orang tahun atau 70 perjalanan
dari total produksi perjalanan, sedangkan untuk arah timur, jumlah permintaan perjalanan terdistribusi sebesar 5.900.499 orangtahun atau
20,44. Hal ini menggambarkan bahwa pergerakan orang pada wilayah utara memiliki produksi perjalanan cukup tinggi sehingga pemerintah
daerah agar memberikan perhatian khusus wilayah utara untuk memperbaiki peningkatan pengembangan sektor transportasi agar terjadi
efesiensi biaya operasinal masyarakat dalam melakukan perjalanan.
132
Gambar.2.7
Kondisi Kemantapan Jalan Sementara itu kondisi jaringan jalan provinsi berada dalam kondisi
baik. Terlihat pada gambar diatas kondisi mantap atau baik diatas 80. Kondisi terakhir kemantapan jalan pada tahun 2013 sebesar 87,87,
turun sedikit dibandingkan pada tahun 2012 dimana tahun 2012 kemantapan jalan berada pada posisi 88,09. Penurunan ini tidak
berpengaruh terhadap target realisasi malahan melebihi dari target realisasi. Kondisi ini harus dipertahankan dan terus ditingkatkan karena
baiknya kondisi kemantapan jalan meningkatkan pererkonomian wilayah. Secara ekonomi makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan yang
baik mempengaruhi tingkat produktivitas marginal modal swasta. Sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos
transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup
dan kesejahteraan manusia, antara lain peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan kerja.
1
Kecelakaan Lalu Lintas
Disamping itu kemantapan jalan juga sangat berpengaruh kepada tingkat keselamtan jalan. Kondidi jalan yang kurang baik akan sangat
membahayakan keselamatan pengguna jalan. Sebenarnya ada 4 faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas antara lain : faktor manusia,
faktor jalan, faktor kendaraan dan faktor lingkungan.
Jika dilihat kondisi kecelakaan lintas saat ini, perkembangan kejadian kecelakaan lalu lintas menujukkan terjadi peningkatan
kecelakaan lalu lintas setiap tahun pada periode 2010 – 2012. Jumlah
133
kejadian kecelakaan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 5.639 kejadian kecelakaan. Selama periode 3 tahun terakhir 2010
– 2012. Persentase jumlah kejadian kecelakaan sebesar 47 hampir separuh dari
jumlah kejadian pada tahun 2010. Dari jumlah kejadian kecelakaan tersebut, apabila dilihat dari kategori usia yang terlibat kecelakaan lalu
lintas maka usia yang banyak terjadi kecelakaan lalu lintas adalah merupakan usia-usia produktif dalam rentang 21
– 30 tahun sebesar 45 , dilanjutkan pada rentang usia 31
– 40 tahun sebesar 21. Apabila dikaitkan dengan isu daya saing yang dicanangkan oleh pemerintah
daerah Sumatera Barat pada RPJMD ke 3 maka pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi dalam mengurangi
jumlah kecelakaan lalu lintas terutama pada usia produktif. Harus ada perubahan
mindset
dalam mengubah prilaku pengguna jalan untuk tertib dalam berlalu lintas.
2
Indeks Aksesibilitas Jalan
Salah satu indikator penting dalam kaitan transportasi dan perkembangan wilayah adalah aksesibilitas. Aksesibilitas transportasi
merupakan suatu ukuran kemudahan bagi pengguna jalan untuk mencapai suatu pusat kegiatan PK atau simpul-simpul kegiatan di dalam
wilayah yang dilayani jalan.
Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah sehingga lancarnya aliran arus barang, jasa, manusia, dan
ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang. Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan
berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam
pembangunan daerah keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan.
Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan teknologi yang memadai sehingga
tercipta pasar dan nilai.
Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan
wilayah. Dengan demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi
kesenjangan pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda. Hasil analisis terkait dengan indeks aksesibilitas jalan pada
kabupatenkota di Sumatera Barat, dapat digambarkan sebagai berikut :
134
Sumber : Hasil Analisis
Gambar di atas menunjukkan bahwa Indeks Aksesibilitas Jalan Kabupaten Kota di Sumatera Barat diatas rata-rata standar pelayanan
minimal Indeks Aksesibilitas Jalan. Kabupaten Kota yang memiliki Indeks Aksesibilitas Jalan paling tinggi adalah Kota Bukittinggi dengan nilai indeks
sebesar 8,07. Rekapitulasi KabupatenKota yang memiliki indeks aksesibilitas yang cukup lumayan tinggi adalah sebagai berikut :
Tabel 2.58
KabupatenKota yang memiliki indeks aksesibilitas yang cukup tinggi
No KabKota
Nilai Indeks 1
Kota Padang 3,46
2
Kota Solok 3,25
3 Kota Padang Panjang
3,95
4 Kota Bukittinggi
8,07
5
Kota Payakumbuh 3,22
6
Kota Pariaman 5,63
Tabel diatas menujukkan bahwa pada umumnya yang memiliki indeks aksesibilitas yang cukup tinggi adalah daerah kota, dengan nilai
indeks diatas 3, sedangkan daerah kota yang memiliki nilai indeks dibawah 3 adalah Kota Sawahlunto, yakni sebesar 1,86.
Sedangkan Kabupaten Kota lain yang memiliki indeks aksesibilitas cukup kecil adalah sebagai berikut :
135
Tabel.2.59
Kabupaten Kota lain yang memiliki indeks aksesibilitas cukup kecil
Tabel diatas menujukkan bahwa walaupun indeks akseibilitas diatas rata-rata standar pelayanan minimal namun indeks aksesibilitas
masih tergolong kecil dan beberapa daerah lebar jalannya juga belum memadai untuk pengangkutan barang
–barang logistik dengan menggunakan kendaraan berdimensi besar. Untuk itu pemerintah daerah
perlu melakukan peningkatan infrastruktur dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan indeks Pembangunan Manusia. Kabupaten
yang menjadi perhatian khusus dalam peningkatan infrastruktur dan aksesibilitas adalah Kabupaten Kep. Mentawai, Pesisir Selatan, Kab.
Solok, Kab. Sijunjung, Kab. Lima Puluh Kota, Kab. Pasaman, Kab. Dharmasraya dan Kab. Pasaman Barat.
3
Indeks Mobilitas Jalan
Mobilitas adalah ukuran kualitas pelayanan jalan yang diukur oleh kemudahan per individu masyarakat melakukan perjalanan untuk
mencapai tujuannya. Jalan yang digunakan oleh sejumlah orang, akan dirasakan berbeda atau berkurang kemudahannya jika digunakan oleh
jumlah orang yang lebih banyak. Ukuran mobilitas adalah panjang jalan dibagi oleh jumlah orang yang dilayaninya. Dalam konteks jaringan jalan,
mobilitas jaringan jalan dievaluasi dari keterhubungan antar Pusat Kota dalam wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan sesuai statusnya dan
banyaknya penduduk yang harus dilayani oleh jaringan jalan tersebut. Nilai mobilitas adalah rasio antara jumlah total panjang jalan yang
menghubungkan semua pusat kegiatan terhadap jumlah total penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani jaringan jalan sesuai dengan
statusnya yang dinyatakan dengan satuan Km1.000 jiwa. Hasil analisis indeks mobilitas KabupatenKota dapat dilihat sebagai berikut :
No KabKota
Nilai Indeks
1 Kab. Kep. Mentawai
0,14 2
Kab. Pesisir Selatan 0,45
3 Kab. Solok
0,39 4
Kab. Sijunjung 0,39
5 Kab. Tanah Datar
1,20 6
Kab. Padang Pariaman 1,67
7 Kab. Agam
0,80 8
Kab. Limapuluh Kota 0,39
9 Kab. Pasaman
0,23 10
Kab. Solok Selatan 0,56
11 Kab. Dharmasraya
0,39 12
Kab. Pasaman Barat 0,44
13 Kota Sawahlunto
1,86
136
Gambar di atas menujukkan bahwa sebahagian besar kabupatenkota memiliki indeks mobilitas diatas rata-rata standar
pelayaan minimal namun ada juga kota yang memiliki indeks dibawah standar pelayanan minimal seperti : Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota
Payakumbuh, Kota Padang Panjang, dan Kota Pariaman. Hal ini menggambarkan bahwa jaringan jalan yang ada pada wilayah tersebut
mempunyai keterbatasan di dalam mobilisasi orang maupun barang. Keterbatasan ini disebabkan kerena jaringan jalan pada wilayah tersebut
sudah mulai menujukkan kepadatan lalu lintas di beberapa ruas jalan sehingga ruas jalan tidak optimal dalam menampung mobilitas orang dan
barang. Disamping itu meningkatnya kepadatan di beberapa ruas jalan berpengaruh terhadap rendahnya waktu tempuh kendaraan bermotor.
Untuk
perlu kebijakan
dari pemerintah
untuk memperbaiki
penyelenggaraan pada Angkutan Umum.
B. Subsektor Transportasi Darat
Angkutan Umum mempunyai peran penting dalam memobilasi masyarakat. Salah satu indikator baik kinerja Angkutan umum adalah
banyaknya jumlah penumpang yang diangkut dengan menggunakan Angkutan Umum. Saai ini jumlah penumpang yang terangkut dengan
menggunakan angkutan umum pada jenis pelayanan Angkutan Kota Dalam Provinsi AKDP terjadi peningkatan pengangkutan pada tahun
2011 dan 2012. Sebelumnya pada tahun 2010, jumlah penumpang yang diangkut hanya 5.673.520 orangtahun. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan
sebesar 8.035.552 orangtahun atau naik 41,63. Walaupun terjadi kenaikan penumpang tahun 2011 dan 2012, namun kapasitas tempat
duduk yang tersedia masih banyak belum tersisi. Tahun 2011, jumlah tempat duduk yang masih tersedia adalah sebesar 6.184.848 tempat
duduktahun atau 43,50 dari total kapasitas tempat duduk, sedangkan pada tahun 2012, kapasitas tempat duduk yang tersedia adalah sebesar
7.879.700 tempat duduktahun atau 48.30 dari total kapasitas tempat duduk.
137
Gambar .2.8
Jumlah Penumpang Terangkut
Banyaknya jumlah
tempat duduk
yang belum
terisi, mengindikasikan bahwa banyaknya armada yang sesuai dengan rit
perjalanan yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan oleh
demand
perjalanan tidak begitu banyak sehingga pemilik angkutan hanya menjalankan pada saat jam-jam tertentu. Disamping itu minat masyarakat
menggunakan jasa angkutan umum semakin menurun. Salah satu faktor kurangnya minat masyarakat menggunakan jasa angkutan umum adalah
lamanya waktu perjalanan angkutan dan kurangnya jaminan keselamatan. Berdasarkan hasil studi Pengembangan Sistem Integrasi Angkutan
Pemadu Moda Tahun 2013, menujukkan bahwa tingkat sensifitas masyarakat di dalam menggunakan jasa angkutan adalah waktu
perjalanan. Kenyataannya, kondisi angkutan umum saat ini terutama Angkuta Kota Dalam Provinsi membutuhkan waktu perjalanan yang cukup
lama untuk sampai ke tujuan sehingga kurang memberikan kenyamanan dan kepastian waktu untuk sampai ke tujuan. Perlu perbaikan
pengelolahan angkutan dari sisi manajemen perusahaan angkutan, disamping itu pemerintah perlu membuat kebijakan untuk memperbaiki
sistem kelembagaan angkutan umum agar mendorong peningkatan jumlah penumpang angkutan umum.
C. Subsektor Transportasi Laut
Kapal laut mempunyai kapasitas yang cukup besar untuk mengangkut suatu produk dalam jumlah yang sangat besar dengan
melintasi jarak yang sangat jauh dengan biaya yang sangat masuk akal murah. Pelanggan mendapatkan manfaat dari penggunaan kapal laut
untuk pengiriman barang karena harga per ton-kilometer yang sangat murah. Sumatera Barat yang terletak di Laut Samudera Hindia memiliki
pelabuhan Internasional Teluk Bayur. Pelabuhan Teluk Bayur telah beroperasi semenjak zaman belanda. Saat ini pelabuhan teluk tetap eksis
melayani distribusi logistik dari berbagai negara dan provinsi di seluruh
138
nusantara. Eksistensi Pelabuhan Teluk Bayur tergantung iklim investasi di Sumatera Barat dan Provinsi Tetangga. Semakin banyak pengusaha
menanamkan investasi di Sumatera Barat maka berkorelasi positif terhadap lalu lintas barang di Pelabuhan Teluk Bayur. Investasi yang
berkorelasi positif terhadap Pelabuhan Teluk Bayur antara lain sektor- sektor yang bergerak di bidang industri, perkebunan dan pertambangan
dan otomotif.
Kondisi saat ini, kinerja Pelabuhan Teluk Bayur mengalami penurunan di dalam distribusi logistik ke Luar Negeri, namun untuk skala
regional, distribusi logistik melalui PelabuahnTeluk Bayur mengalami peningkatan. Lebih rinci kinerja Pelabuhan Teluk Bayur dapat dilihat pada
gambar berikut :
1 Volume Pengiriman Barang
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sumatera Barat dalam angka menujukkan bahwa distribusi logistik dalam negeri lebih besar
dibandingkan disribusi logistik Internasional. Jika dilihat data asal tujuan perjalanan, 60,51 Volume barang yang bongkar dan muat di Pelabuhan
Teluk berasal dari dalam negeri, sedangkan pengiriman barang ke luar negeri hanya 39,49 dari total pengiriman. Pengiriman barang antar
pulau wilayah Indonesia menujukkan tren kenaikan. Pada tahun 2012, barang yang bongkar dan muat melalui Pelabuhan Teluk Bayur sebanyak
8.664.313 ton, jumlah ini meningkat pada tahun sebelumnya dimana tahun 2011 hanya sebesar 8.023.596 ton. Kenaikan ini mengindikasi
bahwa terjadi peningkatan permintaan komoditas. Sebagaimana diketahui bahwa komoditas paling banyak dikirim melalui teluk bayur adalah semen.
Berdasarkan data Sumatera Barat dalam angka pengiriman semen lebih banyak tujuannya dalam negeri. Permintaan dalam negeri akan komoditas
semen lebih kurang 3 juta tontahun, sedangkan komoditasi lain seperti batubara, CPO, Karet dan batu besi, dll, volume pengiriman tidak begitu
besar dibandingkan dengan komoditas semen.
Gambar .2.9
Volume Pengiriman Barang di Pelabuhan Teluk Bayur -
5.000.000 10.000.000
20 08
20 09
20 10
20 11
20 12
Dalam Negeri 6.22
3.31 7.36
8.02 8.66
Luar Negeri 4.35
3.56 4.02
5.44 3.49
T o
n
139
Sementara itu, volume barang luar negeri di Pelabuhan Teluk Bayur terjadi penurunan. Dari Data Sumatera Barat dalam Angka
menunjukaan bahwa penurunan volume barang yang bongkar dan maut di Pelabuhan Teluk Bayur sebesar 55,74. Penurunan ini terjadi pada
tahun 2012. Salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan adalah turunnya permintaan barang dari luar negeri terkait permintaan akan
semen industri.
Kemudian, jika dilihat proporsi volume barang dalam negeri yang muat dan bongkar di Pelabuhan Teluk Bayur, menujukkan bahwa proporsi
muat barang pergi lebih besar dari bongkar barang datang, dimana rata-rata prosentase pengiriman barang dari tahun 2010
– 2013 sebesar 55,08, sedangkan barang yang datang di Pelabuha Teluk Bayur sebesar
44,91. Rinciannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar.2.10
Lalu Lintas Barang Dalam Negeri Selanjutnya, volume barang luar negeri menujukkan bahwa
poporsi pengiriman barang ke luar negeri masih lebih besar dibandingkan yang datang dari luar negeri. Hal ini bisa dilihat pada gambar 2.11,
dimana 89,15 Sumatera melakukan ekspor melalui Pelabuhan Teluk Bayur sedangkan 10,84 barang dari luar negeri. Hal ini menujukkan
bahwa Sumatera Barat mempunyai potensi pasar dari luar negeri akan permintaan-permintaan barang terkait industri perkebunan dan
pertambangan, namun pemerintah daerah perlu meningkatkan investasi melalui promosi dan mempermudah iklim investasi.
2.840.704 646.610
3.093.588 3.764.603
3.969.755 3.384.723
2.672.469 4.269.112
4.258.993 4.694.558
- 2.000.000
4.000.000 6.000.000
8.000.000 10.000.000
2008 2009
2010 2011
2012 Bongkar
Muat
140
Gambar. 2.11
Volume Barang Luar Negeri
2 Volume Barang Berdasarkan Bersarkan Kemasan
Volume Barang berdasarkan Kemasan di Pelabuhan Teluk Bayur dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.60
Volume Barang Berdasarkan Kemasan di Pelabuhan Teluk Bayur
Sumber : Dishubkominfo Provinsi Sumbar
Tabel diatas menujukkan bahwa arus volume barang di Pelabuhan Teluk Bayur di dominasi oleh barang Curah Cair dan Curah Kering. Pada
tahun 2012, pengiriman barang curah cair di Pelabuhan Teluk sebesar 4.868.539 ton, sedangkan curah cair sebesar 6.751.543 ton. Proporsi
pengiriman barang curah cair dan curah kering sebesar 83,22. Hal ini menujukkan bahwa perlu perhatian khusus dalam memodernisasi
peralatan terkaitan loading dan unloading barang curah cair dan curah kering. Disamping itu fasilitas pelabuhan yang perlu dilakukan
peningkatan adalah pergudangan dan fasilitas transfer kargo. Fasilitas ini haruslah disediakan oleh pemerintah dalam rangka mempercepat bongkar
muat di pelabuhan teluk bayur. Saat ini, Angkutan laut juga menghadapi kenaikan biaya energi yang tinggi dan peningkatan persyaratan
keamanan. Kenaikan tersebut pada akhirnya harus ditanggung oleh
410.031 156.368
286.826 389.608
637.551 3.945.080
3.408.249 3.734.249
5.053.824 2.857.507
- 1.000.000
2.000.000 3.000.000
4.000.000 5.000.000
6.000.000
2008 2009
2010 2011
2012 Bongkar
Muat
No Uraian
2011 2012
1 General Gargo
58.352 49.026
2
Bag Cargo 1.288.862
1.209.809
3
Curah Cair 4.709.919
4.868.539
4 Curah Kering
6.403.934 6.751.543
5 Peti Kemas
737.791 772.463
6
Lain – Lain
268.171 310.978
Jumlah 13.467.029
13.962.358
141
pelanggan. Untuk itu efesiensi biaya operasional dapat dilakukan apabila biaya langsung maupun biaya tidak langsung dapat ditekan.
Salah satu komponen biaya yang menentukan daya saing ekspor nasional dan terkait dengan investasi adalah kinerja pelabuhan.
Perbaikan biaya pelabuhan baik biaya langsung maupun tak langsung menjadi perhatian pemerintah dalam rangka efesiensi biaya. Biaya
langsung yang menjadi fokus didalam perbaikan kinerja pelabuhan adalah biaya pengangkutan barang dari kapal ke pelabuhan serta durasi lamanya
pengangkutan. Lamanya durasi pengangkatan berdampak terhadap waktu tunggu kapal sehingga
generalized cost
kapal menjadi lebih besar. Untuk itu perlu perbaikan-perbaikan fasilitas pelabuhan terkait penyelenggaran
aktifitas pelabuhan seperti perbaikan teknologi bongkar muat, perbaikan fasilitas pelayanan administrasi dan peningkatan
safety
pelabuhan
3 Volume Penumpang Kapal Laut
Pelayanan fasilitas pelabuhan bukan hanya melayani lalu lintas barang tapi juga melayani lalu lintas penumpang. Berdasarkan data
penumpang di Pelabuhan Teluk Bayur menujukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penumpang dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar
94,39, dimana jumlah penumpang pada tahun 2011 sebesar 2.830 penumpang, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 5.828 penumpang.
Rincian dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar. 2.12
Volume Penumpang Kapal Laut Meningkatnya jumlah penumpang kapal laut diprediksi disebabkan
karena frekuensi lalu lintas kapal juga semakin meningkat. Peningkatan frekuensi lalu lintas kapal seiring dengan peningkatan Angggaran subsidi
angkutan laut. Meningkatnya subsidi angkutan laut dari pemerintah dapat menstimulasi
daerah terpenciltertinggal
dalam meningkatkan
- 2.000
4.000 6.000
2010 2011
2012 2.019
1.166 3.013
1.822 1.832
2.815
Penumpang
Naik Turun
142
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Harapannya kedepan agar pemerintah terus menambah waktu layanan kapal dan pengembangan jaringan trayek
kapal laut untuk mengakomodasi masyarakat-masyarakat yang tinggal daerah terpenciltertinggal maupun daerah pusat-pusat pertumbuhan.
D.
Subsektor Transportasi Udara 1
Jumlah Penumpang Angkutan Udara
Bandar Udara Internasional Minangkabau mulai dibangun pada tahun 2001, dan dioperasikan secara penuh pada 22 Juli 2005
menggantikan bandara tabing. Pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan penumpang udara
dan pergerakan pesawat. Kondisi saat ini pada 5 lima tahun terakhir, terjadi peningkatan kunjungan penumpang udara di Bandara
Internasioanal Minagkabau.
Data Sumatera Barat dalam angka menujukkan bahwa rata-rata kenaikan jumlah penumpang udara sebesar 11,90 per tahun. Kenaikan
melonjak pada tahun 2012, dimana pada tahun 2012 terjadi kenaikan 16,81 pada tahun sebelumnya. Jumlah penumpang terangkut pada
tahun 2012 adalah sebesar 2.586.171 penumpang baik datang maupun pergi atau rata-rata penumpang setiap hari adalah 7.183hari.
2
Frekunsi Pesawat Terbang di BIM
Lonjakan kenaikan penumpang udara, berimplikasi terhadap frekuesi pergerakan pesawat di Bandara Internasional Minangkabau.
Berdasarkan data perkembangan jumlah pesawat terbang melalui Bandara Internasional Minangkabau, terjadi kenaikan sebesar 15 pada
tahun 2012. Kenaikan tersebut disebabkan maskapai penerbangan
143
menambah frekeusi
penerbangan untuk
melayani peningkatan
penumpang di Bandara BIM. Maskapai yang menambah frekuensi layanan antara lain lion dan garuda. Disamping penambahan frekuensi layanan
oleh maskapai penerbangan, tumbuhnya penerbangan disebabkan oleh pembukaan maskapai baru seperti Citi Link.
Tabel. 2.61
Jumlah Pesawat Terbang Berangkat dan Datang di BIM
No Tahun
Dalam Negeri Luar Negeri
Jumlah Persentase
1 2008
11.404 1.350
12.754 -
2 2009
13.078 1.620
14.698 15
3 2010
12.576 1.115
13.691 -7
4 2011
13.531 1.120
14.651 7
5 2012
15.125 1.661
16.786 15
Jumlah
65.714 6.866
72.580 Sumber : Statistik Perhubungan 2013
Pada dasarnya, kenaikan jumlah pesawat terbang melalui Bandara Internasional Minagkabau di tandai dengan kenaikan jumlah penumpang
udara. Apabila jumlah penumpang udara mengalami kenaikan maka jumlah pesawat terbang jumlah mengalami kenaikan.
Kenaikan jumlah penumpang dan frekuensi pesawat terbang berdampak terhadap kapasitas bandara udara minangkabau baik dari sisi
ruang tunggu penumpang maupun fasilitas landasan pacu terminal, kemudian, kenaikan jumlah penumpang berpotensi meningkatnya tingkat
kriminalitas. Disamping itu, yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah aksesibilitas menuju Bandar Udara Minangkabau. Sarana angkutan
umum yang di Bandara Internasional Minangkabau adalah Taxi, Angkutan Pemadu. Angkutan Pemadu Moda yang ada hanya melayani BIM
– Padang, sedangkan trayek BIM
– Bukittinggi, Solok dan Pariaman tidak dilayani angkutan pemadu moda. Untuk meningkatkan aksesibilitas
Bandara Internasional Minangkabau perlu dilakukan pengembangan jaringan trayek angkutan pemadu moda seperti BIM
– Bukittinggi – Payakumbuh, BIM - Solok dan BIM
– Pariaman. Namun yang perlu diperhatikan dalam pengembangan jaringan
trayek Angkutan Pemadu Moda adalah waktu perjalanan. Berdasarkan wawancara dengan penumpang udara, faktor penting bagi penumpang di
dalam menggunakan Angkutan Pemad Moda adalah waktu perjalanan. Angkutan Moda yang beroperasi di Bandar Udara Minagkabau memiliki
waktu perjalanan yang cukup lama, baik waktu menunggu penumpang dan waktu beroperasi sehingga membuat keengganan penumpang udara
untuk naik Angkutan Pemadu Moda.
Disamping itu pelayanan Kereta Api menuju BIM perlu dilakukan percepatan pembangunan
track
Duku – BIM karena salah satu layanan
yang memiliki ketepatan waktu perjalanan adalah moda kereta api. Saat
144
ini permasalahan yang dihadapi dalam proses pembangunan jalur kerta api menuju BIM adalah pembebasan lahan. Belum ada kata sepakat harga
ganti rugi tanah merupakan salah satu penghambat di dalam pembebasan lahan.
E. Subsektor Perkeretaapian
Upaya untuk menarik sebagian beban mobilitas ekonomi dari jalan ke KA dan
Short Sea Shipping
memerlukan kemauan politik pemerintah yang besar, kebijakan inovatif, dan insentif-disinsentif baik fiskal maupun
non-fiskal. Kebijakan ini juga memerlukan politik anggaran yang berpihak kepada moda non-jalan. Oleh karena itu BAU tidak akan dapat berhasil.
Peran dan fungsi moda transportasi Indonesia sangat tidak seimbang. Pergerakan ekonomi kedepan tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada
jalan raya saja. Pemerintah menargetkan pangsa pasar moda KA penumpang dan barang menjadi 13 dan 17. Hal ini tercantum dalam
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional RIPNAS. Dibutuhkan investasi yang besar untuk pembangunan infrastruktur Kereta Api. Terlepas dari
ketelitian dan kemungkinan tercapainya target tersebut, semangatnya
adalah segera saja pemerintah melaksanakan upaya besar “
modal shifts
” ini secepat dan sebesar mungkin.
Penggerak utama untuk pengembangan perkeretaapian nasional adalah diterbitkannya Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1992. Perundangan ini secara mendasar melepas monopoli pemerintah dan membuka
kesempatan bagi masuknya investasi sektor swasta maupun pemerintah daerah dalam perkeretaapian secara luas. UU 232007 tentang
Perkeretaapian membuka pasar dan industri perkeretaapian nasional bagi investasi sektor swasta, baik dalam penyelenggaraan perkeretaapian
umum maupun perkeretaapian khusus. UU 232007 membuka jalan bagi pembentukan Badan Usaha Sarana dan Badan Usaha Prasarana
Perkeretaapian yang menjadi prakondisi bagi terwujudnya multi-operator dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum. Peran Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan perkeretaapian umum juga dibuka oleh UU 232007, dimana sesuai dengan tatanan perkeretaapian Nasional,
Provinsi, dan KabKota masing-masing level pemerintahan memiliki kewenangan untuk menyusun rencana induk, melakukan pembinaan
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, dan juga melakukan investasi dan menyediakan layanan prasarana dan sarana perkeretaapian.
Peran swasta dibuka oleh UU 232007 selain dalam penyelenggaraan sarana
dan prasarana
juga pada
bidang: penyelenggaraan
perkeretaapian khusus, kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api, pendidikan dan latihan SDM perkeretaapian, serta dalam rancang bangun
dan rekayasa perkeretaapian.
145
Gambar.2.13
Volume Penumpang dan Barang Kereta Api Permintaan penumpang dan barang yang diangkut oleh moda
kereta api dapat dilihat pada diatas.jumlah penumpang terendah yang pernah diangkut dengan menggunakan kereta api terjadi pada tahun
2008, yaitu sebanyak 183.212 penumpang. Sedangkan jumlah penumpang tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 625.102
penumpang. Selama 6 lima tahun terakhir terjadi lonjakan penumpang moda kereta api sebesar 241,19 dan dari tahun ke tahun menujukkan
kenaikan. Lonjakan yang begitu signifikan menggambarkan tingginya minat masyarakat untuk naik moda kereta api, terutama pada lintasan
Padang
– Pariaman. Salah satu faktor meningkatnya penumpang moda kereta api disebabkan karena moda transportasi kereta api mempunyai
kepastian waktu pelayanan, baik waktu keberangkatan maupun waktu kedatangan. Disamping itu simpul kereta api di daerah Kota Pariaman
berdekatan dengan objek wisata sehingga demand perjalanan orang dengan menggunakan moda kereta api menjadi meningkat khususnya
pada hari-hari libur.Tren Kenaikan jumlah penumpang moda kereta api direspon positif oleh pemerintah dengan menambah frekuensi perjalanan
moda kereta api terutama pada hari libur.
Namun demikian, jika dibandingkan pangsa pasar moda kereta api dengan moda angkutan umum lainnya seperti jalan raya maka pangsa
pasarmodakereta api jauh lebih kecil yakni hanya 7 dari pangsa pasar angkutan umum. Hal ini disebabkan karena lintasan kereta api yang aktif
melayani penumpang secara reguler baru hanya lintasan Padang –
Pariaman sedangkan lintasan lain, beroperasi jika ada permintaan pelayanan dari pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu pemerintah
perlu ekspansi mengembangkan lintasan-lintasan lain yang mempunyai potensi
demand
cukup tinggidi Sumatera Barat seperti lintasan Padang –
Pd. Panjang – Bukittinggi- Payakumbuh
Selanjutnya moda kereta api yang dikelolah oleh PT. KAI Divisi regoinoal Sumatera Barat tidak hanya melayani pengangkutan orang,
namun juga melayani pelayanan pengangkutan barang dengan menggunakan kereta api. Kereta Api barang yang dioperasikan saat ini
tidak lebih baik dibandingkan dengan moda kereta api penumpang.
146
Volume barang yang diangkut dengan menggunakan kereta api mengalami penurunan. Semenjak tahun 2011
– 2013, rata-rata penurunan volume pengangkutan barang dengan menggunakan kereta
api barang adalah sebesar 13,45. Saat ini, jenis barang diangkut oleh kereta api barang adalah hanya semen, dengan lintasan pendek antara
Indarung ke Teluk Bayur. Kapasitas angkut moda kereta api sangat tergantung dari kapasitas gerbong dan kekuatan lokomotif kereta api.
Salah satu faktor menurunnya volume pengangkutan barang dengan menggunakan kereta api disebabkan karena kekuatan lokomotif yang
dioperaisonalkan tidak mampu mengangkut barang dengan jumlah besar. Sebagaimana diketahui kondisi medan yang dilalui oleh moda kereta api
barang dari Indarung
– Teluk bayur memiliki kondisi geografi menurun dan menanjak. Gradient tanjakan lintasan Teluk Bayur
– Indarung adalah sebesar 27 per mil. Dengan adanya tanjakan dan beberapa lengkungan,
kereta api di tarik dan didorong 2 lokomotif BB303 dengan bantuan satu lokomotif pendorong BB204.
Ke depan, sesuai permintaan dari PT Semen Padang Tbk untuk meningkatkan volume pengangkutan semen ke Teluk Bayur diharapkan
PT Kereta Api Indonesia Persero harus menambah lokomotif yang bertenaga lebih besar lagi sekelas CC201 sebanyak 2 unit dan
penambahan gerbong KKBW sebanyak 128 unit
Saat ini, jumlah barang semen yang tidak bisa diangkut dengan menggunakan moda kereta api dialihkan pengangkutannya dengan
menggunakan truk besar. Jumlah semen yang diangkut melalui kendaraan truk sebesar 814.294 tontahun. Sebagamana diketahui bahwa
ruas jalan indarung – lubuk begalung – teluk bayur merupakan lintasan
yang cukup padat dilalui kendaraan bermotor, Kepadatan lalu lintas disepanjang lintasan tersebut akan menambah waktu dan biaya
perjalanan sehingga biaya operasional mobil truk juga akan semakin meningkat. Hal ini tentu berdampak terhadap biaya pengangkutan
barang, karena pengusaha tidak mau menanggung beban biaya operasional jika tidak di sesuaikan dengan biaya pengangkutan.
Melihat dari kondisi yang ada, maka pemerintah perlu melakukan peningkatan terhadap moda transportasi kereta api dengan memperbaiki
sarana maupun prasarana kereta api, agar pengangkutan semen dari indarung ke teluk bayur bisa sepenuhnya diangkut dengan menggunakan
moda kereta api, karena sebagaimana diketahui bahwa biaya pengangkutan moda kereta api jauh lebih murah dibandingkan dengan
mobil truk, disamping itu kereta api tidak membebani kepadatan lalu lintas
Berdasarkan evaluasi kinerja sektor Transportasi terdapat beberapa peluang dan tantangan kedepan untuk memperbaiki kinerja
sektor transportasi di dalam mendukung pertumban ekonomi provinsi Sumatera Barat :
147
Peluang a. Tingginya Produksi Perjalanan Orang dan Barang
Provinsi Sumater Barat memiliki produksi perjalanan orangbarang cukup tinggi. 34 juta orang melakuka perjalanan selama 1 satu
tahun, begitu juga dengan distribusi logitik barang, 68 juta ton barang di distribusi ke berbagai daerah di wilayah Sumatera Barat.
Data ini belum termasuk distribusi perjalanan orang dan barang di di dalam KabupatenKota. Hal ini menujukkan terdapat peluang besar
bagi pemerintah daerah untuk menyediakan layanan transportasi yang memiliki reliabel dan handal sehingga pangsa pasar transportasi
untuk angkutan umum menjadi lebih meningkat.
b. Sumatera Barat memiliki Pelabuhan Internasional