149
b. Meningkatkan Pangsa Pasar Angkutan Umum
Sebagaimana diketahui bahwa angkutan umum memiliki pangsa pasar yang sangat kecil. Tingginya dominasi kendaraan pribadi dan
kendaraaan angkutan barang berdimensi kecil menjadi tidak efesien dalam penyelenggaraan trasnportasi. Tantangan kedepan pemerintah
daerah adalah meningkatkan pangsa pasar angkutan umum dengan meperluas cakupan pelayanan dan perbaikan kualitas angkutan
umum. Disamping itu pengembangan akses layanan angkutan umum menjadi fokus utama meningkatkan pangsa pasar angkutan umum.
c. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
Penyelenggaraan angkutan umum belum dilakukan secara maksimal. Masalah kelembagaan di dalam penyelenggaraan angkutan menjadi
masalah utama di dalam meningkatkan kualitas pelayanan angkutan. Saat ini peran dan tanggung jawab pengusaha angkutan umum
sangat besar di dalam pengoperasian angkutan umum, kebalikan dengan pemerintah, dimana peran dan tanggung jawab pemerintah
sangat kecil di dalam penyelenggaraan angkutan umum. Peran pemerintah saat ini hanya sebatas pemberian izin dan pengawasan.
Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum seharusnya pemerintah daerah memilki perannya dan tanggung
jawab besar. Untuk tantangan kedepan pemerintah adalah melakukan restrukturisasi penyelenggaraan angkutan umum dengan
menguatkan peran pemerintah dalam penyelenggaraan angkutan umum berbasis kontrak kinerja.
d. Meningkatkan Keselamatan Tranportasi
Penyelenggaraan transportasi tidak terlepas dari pertimbangan keselamatan para pengguna transportasi. Keselamatan transportasi
menjadi harga mati bagi pemerintah untuk menekan terjadinya kecelakaan transportasi. Dari data yang ada, kecelakaan transportasi
masih cukup tinggi di Sumatera Barat. Hal ini menjadi tantangan kedepan bagi pemerintah daerah untuk mengurangi angka
kecelakaan transportasi. Keterpaduan program menjadi isu utama dalam peningkatan keselamatan transportasi, karena sebagaimana
diketahui, ada beberapa instansi yang mempunyai tanggung jawab dalam peningkatan keselamatan tranasportasi. Untuk itu perlu
mengintensifkan koordinasi diantara instansi di dalam membahas program prioritas dan terpadu untuk peningkatan keselamatan
trasnportasi.
e. Meningkatkan Keamanan Pelabuhan Internasional Teluk Bayur
Kode Keamanan Internasional terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan
The International Ship and Port Facility Security Code – ISPS Code
150
merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas
pelabuhan.
The International Ship and Port Facility Security Code ISPS Code
merupakan salah satu ukuran baik tidaknya kinerja suatu pelabuhan. Pelabuhan Teluk Bayur belum memenuhi standar
ISPS, karena sebagaimana diketahui masyarakat sangat bebas untuk memasuki area Pelabuhan Teluk Bayur. Kondisi ini mempengaruhi
keinginan kapal-kapal asing untuk sandar di Pelabuhan Teluk bayur, karena kurangnya jaminan keamanan barang dan kapal. Untuk itu,
tantangan kedepan pemerintah daerah adalah berkolaborasi antara Kemenhub dan Pelindo untuk bisa meningkatkan standar kemanan
pelabuhan sesuai standar inernasional.
f. Meningkatkan Investasi Pendanaan Infrastruktur Dan
Penyelenggaraan Transportasi Pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan trasportasi
memerlukan biaya yang sangat besar sekali, sedangkan pemerintah daerah mempunyai keterbatasan anggaran untuk melakukan
pembangunan daerah. Untuk itu pemerintah daerah harus mempunyai inovasi dan kreatifitas di dalam meningkatkan investasi
pendanaan terkait pembangunan infrastruktur jalan dan penyelenggaraan transportasi. Peningkatan investasi pendanaan di
dalam
meningkatkan anggaran
infrastruktur jalan
dan penyelenggaraan trasnportasi difokuskan kepada pendanaan APBN
dan Swasta.
5.
KEBENCANAAN
Hampir semua jenis bahaya yang menimbulkan bencana terdapat di Sumatera Barat. Hal ini menyebabkan Provinsi Sumatera Barat dikenal
dengan sebutan etalase atau supermarket bencana. Provinsi Sumatera Barat telah banyak melakukan usaha untuk mengurangi dampak bencana
baik berupa kegiatan fisik maupun non-fisik. Sebagi contoh untuk pengurangan risiko bencana tsunami, pembangunan shelter dan
pembuatan jalur evaluasi yang memadai. Meskipun kurang efektif dan tidak ada pengalaman, tetapi perluasan jalur evakuasi tetap akan
dilakukan pemerintah selaras dengan pembangunan shelter untuk evakuasi vertical. Bencana lain seperti banjir bandang, abrasi pantai,
angin puting beliung, galodo dan longsor dan lainnya juga harus mendapatkan porsi yang sesuai dengan resiko yang ditimbulkannya.
Untuk itu Pemerintah Provinsi harus memiliki perhatian khusus terhadap kebencanaan dan memberikan porsi yang sesuai untuk masing-masing
bencana.
Pembangunan yang berwawasan Kebencanaan hendaknya memang sudah menjadi ciri di Sumatera Barat. Hal ini mengingat hampir
semua jenis ancaman bencana ada di Suatera Barat hingga dikenal
151
dengan supermarket bencana. Untuk itu tindakan pengurangan risiko bencana sudah harus dimasukkan mulai dari tingkat pengembangan
pendidikan, pertanian, infrastruktur, kesehatan dan perekenomian secara menyeluruh.
Kapasitas kelembagaan Kebencanaan yang ada diSUmatera Barat juga perlu menjadi perhatian. Sumatera Barat yang terkenal dengan
variasi jenis bencana yang ada, hendaknya menjadi contoh bagi daerah- daerah lain di Indonesia daam pengelolaan bencana. Namun
kenyataannya hingga saat ini kelebagaan kebencanaan di Provinsi, Kota dan Kabupaten masih belum memenuhi standar minimal yan ditetapkan
Undang-undang. Selain itu r
otasi „pegawai daerah‟ yang sering terjadi seiring dengan pertukaran kepala daerah dan suhu politik daerah,
membuat Sumber Daya Manusia di bidang kebencanaan tidak mantap. Untuk mengimbangi hal tersebut perlu dilakukan „up-grading‟ kapasitas
kebencanaan ya ng dilaksanakan secara teratur bagi „personal‟ yang
bertugas dan terkait dengan kebencanaan. Paradigma kebencanaan yang preventif menggantikan sifat lama
yang responsif juga merupakan isu strategis yang harus diperhatikan. Denagn demikian maka pengelolaan kebencanaan harus dilaksanakan
secara terencana dan terarah. Pemerintah daerah harus mengalokasikan dana yang cukup untuk melakukan tindakan preventif agar suatu kejadian
alam yang membahayakan tidak menjadi bencana yang besar.
Tindakan preventif kebencanaan ini bukan hanya perlu dilakukan secara formal, tetapi juga dalam bentuk informal yang melibatkan
masyarakat secara umum. Kegiatan-kegiatan kebencanaan ang melibatkan masyarakat secara langsung harus direncanakan dengan baik.
Dengan perencanaan yang matang dan kegiatan yang terarah, maka kehidupan masyarakat yang bersahabat dengan bencana dapat terwujud.
Masyarakat harus ikut berperan aktif dalam mengelola bencana termasuk dalam menanggulangi bencana yang menimpanya. Hal ini harusnya dapat
dilihat dengan terbentuknya kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang bergerak fokus dibidang kebencanaan.
Prasarana dan sarana Penanggulangan Bencana yang ada sangat perlu untuk ditingkatkan. Ketersediaan tempat-tempat yang aman untuk
berlindung pada saat terjadi bencana harus dalam katagori cukup. Selain tempat yang cukup, akses menuju tempat-tempat tersebut juga yang
tersedia dan terpelihara dengan baik. Pemanfaatan tempat-tempat tersebut juga harus diperhatikan sedemikian rupa pada saat tidak terjadi
bencana, kegiatan masyarakat umum dapat dilaksanakan pada tempat tersebut. Untuk itu setiap pembangunan baik gedung-gedung maupun
infrastruktur lainnya seperti jalan, harus direncanakan dengan berwawaskan kepada kebencanaan. Pemerintah perlu membuat regulasi
152
yang tegas agar kegiatan pembangunan mulai dari perencanaan harus sudah mempertimbangkan terhadap wawasan kebencanaan.
6. KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Penggunaan teknologi elektronika dan komunikasi tentunya menjadi sesuatu yang wajib dalam era globalisasi yang sarat akan
persaingan. Agar menjadi yang terbaiklah dan menang maka penguasaan teknologi terbaru merupakan keharusan. Beruntung secara harfiah
pengguna teknologi informasi di Sumatera Barat cenderung meningkat.
2.1.4. SUMBERDAYA ALAM
1. LINGKUNGAN HIDUP
Indikator yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja lingkungan hidup berdasarkan PP No. 6 tahun 2008 adalah terkait dengan lingkungan
perumahan dan permukiman, antara lain luas permukiman, pengelolaan sampah, ketersediaan prasarana dan sarana air bersih dan air minum,
penghijauan, analisa dampak lingkungan, dan penegakan hukum lingkungan. Tabel 2.61 memperlihatkan perkembangan lingkungan hidup
sebagai gambaran evaluasi kinerja selama periode RPJMD 2010-2015.
Tabel 2.62
Indikator dan Capaian Propinsi Sumatera Barat dalam Aspek Pelayanan Umum Berdasarkan Fokus Lingkungan Hidup
Fokus Lingkungan Hidup 2010
2011 2012
2013 Target
Reali sasi
Target Reali
sasi Target
Reali sasi
Persentase penanganan sampah
- -
- -
Persentase rumah tangga yang menggunakan air
bersih 50,53
51,65 52,32
54,40
- 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
2009 2010
2011 2012
2013 Rasio ketersediaan daya listrik
Persentase penduduk yang menggunakan HPtelepon
153
Fokus Lingkungan Hidup 2010
2011 2012
2013 Target
Reali sasi
Target Reali
sasi Target
Reali sasi
Persentase Luas pemukiman yang tertata
- -
- -
Penetapan status mutu air 1
1 1
1 Cakupan penghijauan
wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air
- -
- -
Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan
amdal. 2
4 4
3 Tempat pembuangan
sampah TPS per satuan penduduk
16 16
16 16
Penegakan hukum lingkungan
2 -
9 4
Sumber : Bappeda Prop. Sumbar 2012, RAD Lingkungan Hidup tahun 2012
Secara kuantitatif, data evaluasi kinerja lingkungan hidup di atas, secara umum tidak memperlihatkan gambaran perubahan yang siginifikan
dalam pembangunan lingkungan hidup lima tahun yang lalu. Hal ini merupakan tantangan dalam membangun Sumbar lima tahun mendatang.
Kondisi yang selama ini belum sepenuhnya menunjukkan kinerja lingkungan hidup yang baik, disebabkan antara lain karena ketidakjelasan
penanggung jawab kegiatan pembangunan lintas sektor, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Dari sisi teknis pelaksana,
lingkungan hidup bukanlah urusan sektoral yang menjadi urusan satu dinas SKPD saja, tetapi membutuhkan perhatian dan kerjasama lintas
sektor. Secara pengetahuan, aspek lingkungan hidup juga tidak merupakan monodisiplin ilmu, tetapi interdisiplin atau multi disiplin ilmu,
sehingga
membutuhkan banyak
keahlian untuk
menyelesaikan masalahnya. Dari sisi pelaku pembangunan, lingkungan hidup juga tidak
menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga masyarakat dan swasta.
Selain persoalan di atas, kinerja yang kurang baik dalam lingkungan hidup selama ini juga disebabkan karena ketidakjelasan
indikator yang ditetapkan, Indikator yang tidak dipahami
stakeholders
dengan baik berakibat pada interpretasi dan pemahaman yang tidak sama dan tidak ada kejelasan institusi penanggung jawab monitoring dan
evaluasi program dan kegiatan. Peluang yang dapat diraih dengan baiknya kondisi lingkungan
hidup adalah berkurangnya polusi dan bencana, terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatnya indeks pembangunan manusia,
terbangunnya budaya hidup sehat dan bersih. Semuanya itu tentu saja akan membawa perubahan kepada kondisi lingkungan hidup yang baik
menuju pembangunan yang berkelanjutan.
154
2. ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Urusan pilihan pertambangan dan energi juga menjadi bagian yang dievaluasi dalam aspek lingkungan hidup. Tabel berikut memperlihatkan
kinerja bahwa secara jumlah, izin pertambangan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Sementara kontribusi terhadap PDRB cenderung
semakin menurun. Artinya, ada korelasi terbalik antara jumlah izin yang dikeluarkan untuk energi
dan pertambangan mineral
dengan sumbangannya terhadap PDRB. Penyebab kondisi ini antara lain adalah
skala ekonomi usaha yang diduga belum mencapai skala ekonomis kelayakan usaha, sehingga belum menguntungkan.
Tabel 2.63
Evaluasi Kinerja Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Sumatera Barat 2010-2014
Indikator kinerja Tahun
2010 2011
2012 2013
1 Pertambangan tanpa izin unit
7,146 7,151
7,093 7,150
2 Kontribusi sektor pertambangan terhadap
PDRB 3.16
2.97 2.90
2.69
3. KEHUTANAN
Sebagian besar wilayah Sumatera Barat merupakan kawasan hutan yang berpeluang sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan
secara ekonomi, sosial dan lingkungan secara adil dan berkelanjutan. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No.304Menhut-II2011 tanggal 9
Juni 2011, luas kawasan hutan adalah 2.343.300,79 Ha 55,40 dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat ±4.229.730 Ha. Luas Areal
Penggunaan Lain APL berdasarkan SK tersebut adalah seluas ±1,886,429.21 Ha 44, 60. Selanjutnya berdasarkan SK.141Menhut-
II2012, terjadi perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi kawasan bukan kawasan hutan seluas + 96.904 Ha, perubahan antar fungsi
kawasan hutan 147.213 Ha, dan penunjukan bukan kawasan hutan APL menjadi kawasan hutan seluas 9.906 Ha. Disamping itu juga terdapat +
29.382 Ha Kawasan hutan berdampak penting cakupan luas dan bernilai strategis DPCLS. Kawasan hutan terluas adalah di Kab. Kep. Mentawai
seluas 453.317,47 Ha 19,34.
Areal hutan memiliki kekayaan hutan berupa kayu dan keanekaragaman hayati seperti di Kepulauan Mentawai, Dharmasraya,
Sawahlunto Sijunjung. Berdasarkan fungsinya kawasan hutan tersebut terdiri dari: Hutan Suaka Alam dan WisataHSAW seluas 769,471.74 Ha
18,19, Hutan Lindung HL seluas 792,048.80 Ha 18,73, Hutan Produksi Terbatas HPT seluas 233,155.62 Ha 5,51, Hutan Produksi
HP seluas 360,367.71 Ha 8,52 dan Hutan Produksi yang dapat di
155
Konversi HPK seluas 188,256.92 Ha 4,45 Statistik Dinas Kehutanan Sumatera Barat 2011, dalam RAD Pengelolaan Lingkungan Hidup, Prop.
Sumbar th 2012. Lahan hutan berpeluang sebagai kawasan penyangga penyediaan air, sumber kehidupan masyarakat di sekitar hutan tetapi
dengan tetap menjaga fungsi hutan, memanfaatkan jasa lingkungan sebagai penyedia udara bersih oksigen. Menurut RTRW Sumbar Perda
Prop. No 13 Tahun 2012 bab 7 halaman 3; bahwa dalam kawasan hutan lindung masih diperkenankan dilakukan kegiatan lain sepanjang fungsi
hutan lindung tetap dpaat dijaga sesuai KepmenHut No.50 tahun 2006.
Kekayaan keragaman hayati flora dan fauba berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam pembangunan karena luasnya
55,40 tutupan hutan yang potensial menjadi pusat konservasi keragaman hayati, agrowisata, pendidikan, dan wisata alam. Telah
dilakukan inventarisasi, namun masih perlu perhatian agar dapat menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan flora fauna serta tanaman obat
yang bernilai ekonomi tinggi. Saat ini ada 26 kawasan konservasi di Sumatera Barat dengan empat kawasan lain yang masih dalam tahap
pengusulan. Kawasan konservasi tersebut berupa Taman Nasional, Suaka Margasatwa, cagar alam, taman hutan raya, taman wisata alam, taman
wisata laut dan buru.
Tabel 2.64
Kawasan Konservasi berdasarkan Jenis dan Luas Kawasan di Provinsi Sumatera Barat
No Jenis Kawasan
Kabupaten Kota Luas Ha
Taman Nasional
1 Taman Nasional Siberut
Kep. Mentawai 190.500,00
2 Taman Nasional Kerinci Seblat
wilayah Sumatera Barat Pesisir Selatan, Solok,
Solok Selatan 353.980,00
Taman Hutan Raya
3 Tahura Dr. M. Hatta
Padang 240,00
Cagar Alam
4 Rimbo Panti
Pasaman 2.550,00
5 Lembah Harau
Limapuluh Kota 270,50
6 Batang Palupuh
Agam 3,40
7 Lembah Anai
Tanah Datar 221,00
8 Beringin Sakti
Tanah Datar 0,03
9 Batang Pangian II
Sijunjung 33.580
Taman Wisata Alam
10 Mega Mendung
Tanah Datar 12,50
11 Lembah Harau
Limapuluh Kota 27,50
12 Rimbo Panti
Pasaman 570,00
13 Bukit Batu Patah usulan
Tanah Datar 500,00
Taman Wisata Laut
14 Pulau Pieh
Pdg. Pariaman 39.900,00
15 Teluk Saibi Sarabua usulan
Kep. Mentawai 21.200,00
16 Pulau Pagai Selatan
Kep. Mentawai 24.592,00
156
No Jenis Kawasan
Kabupaten Kota Luas Ha
Taman Wisata Buru
17 Bukut Sidoali usulan
Tanah Datar 2.354,00
18 Pulau Sipora usulan
Kep. Mentawai 84.500,00
Suaka Alam
19 Malampah
Pasaman 14.555,00
20 Alahan Panjang
Pasaman 17.664,00
21 Maninjau
Agam 17.304,00
22 Air Putih
Limapuluh Kota 23.467,00
23 Sago Malintang
Tanah Datar 2.203,00
24 Singgalang Tandikat
Tanah Datar 4.180,00
25 Merapi
Tanah Datar 6.574,00
26 Barisan I
Tanah Datar 10.310,00
27 Batang Pangian I
Sijunjung 37.295,00
28 Selasih Talang
Solok 6.150,00
29 Air Terusan
Pesisir Selatan 25.177,00
30 Arau Hilir
Padang 5.377,00
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
, tahun ………
Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa kawasan hutan yang tersebar di seluruh KabupatenKota di Sumatera Barat berada dalam
kondisi yang cukup baik, berpotensi sebagai kekayaan alam yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Hutan yang ada sekarang memiliki fungsi sekaligus juga berpeluang besar untuk dimanfaatkan sebagai penangkaran penunjang budidaya tanaman
obat, flora dan fauna yang bernilai ekonomi tinggi dan berdaya saing karena memiliki karakteristik spesifik hutan tropis. Selain itu juga sebagai
sumber plasma nutfah, menjadi objek dan tujuan wisata alam, penyimpanan atau penyerapan karbon, penyimpanan energi air, panas,
dan angin, serta menjadi pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan konservasi alam. Hutan yang berada di dearah kepulauan,
juga memiliki potensi ekonomi untuk pembangunan melalui jasa lingkungannya, yaitu sebagai objek wisata bahari yang menjadi tujuan
utama dari turis manca negara.
Tantangan selama ini adalah terjadinya pemanfaatan sumberdaya hutan dengan mengambil hasil hutan yang kurang memperhatikan kaidah
pembangunan berkelanjutan, karena lebih didominasi oleh cara pandang dari aspek ekonomi dan kurang memperhatikan aspek lingkungan dan
sosialnya. Kegiatan pemanfaatan hutan lebih banyak pada kegiatan mengeksploitasi hutan dan kurang memperhatikan fungsi hutan dalam
menjaga keseimbangan alam dan konservasi. Akibat dari kurangnya pengetahuan
stakeholders
tentang hal ini, seringkali terjadi penggundulan hutan yang berdampak pada meningkatnya lahan kritis, dan
meningkatnya potensi banjir bandang yang memperburuk kondisi Sumbar sebagai daerah rawan bencana.
157
2.1.5. PEMERINTAHAN 1.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Ukuran capaian kinerja perencanaan pembangunan adalah tersedianya dokumen perencanaan, berupa Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah RPJPD Propinsi Sumatera Barat Tahun 2005- 2025 Perda No. 7 tahun 2008; Rencana Pembangunan Jangka
Menengah RPJMD Daerah Propinsi Sumatera Barat tahun 2010-2015 Perda No. 5 tahun 2011. Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah
RKPD disusun setiap tahun sebagai penjabaran Program RPJMD kedalam rencana pembangunan tahunan, dan juga menjadi sebagai
sebuah kebijakan berupa Peraturan daerah setiap tahunnya.
Namun demikian, belum semua target capaian disetiap RKPD yang mengacu kepada RPJMD tahap II tercapai sesuai yang diharapkan.
Permasalahannya antara lain adalah karena indikator tidak dipahami dengan baik oleh pelaksana, indikator tidak cocok atau tidak tepat, belum
cukup upayakegiatan yang dilakukan yang mendukung tercapainya indikator. Tabel... memperlihatkan kinerja perencanaan pembangunan
menggunakan indikator sesuai PP No.6 tahun 2008. Hasil evaluasi kinerja pembangunan RPJMD periode 2010-2015 telah dilakukan pada tahun
2013.
Tabel 2.65
capaian dan Evaluasi Kinerja Perencanaan Pembangunan di Propinsi Sumatera Barat
No Indikator
Evaluasi kinerja
1 Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD
yg telah ditetapkan dgn PERDA Ada
Ada Ada Ada Ada 2
Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn
PERDAPERKADA Ada
Ada Ada Ada Ada 3
Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA
Ada Ada Ada Ada Ada
4 Penjabaran Program RPJMD kedalam RKPD
Ada Ada Ada Ada Ada
Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebagaimana indikator yang ditetapkan dokumen RPJPD, RPJMD, dan RKPD semuanya sudah menjadi
kebijakan dan sudah diterbitkan Peraturan Daerah Proinsi Sumatera Barat. Berdasarkan PP No. 6 tahun 2008, saat ini dokumen rencana adalah bukti
indikator kinerja tercapai perencanaan pembangunan.
Tantangan dan
kendala dalam
kegiatan perencanaan
pembangunan selama ini yang sangat penting diperbaiki adalah cara pandang penyusunan perencanaan yang masih berada dalam
perencanaan sektoral. Sementara, persoalan pembangunan itu jelas
158
membutuhkan jalan keluar yang tidak dapat dilaksanakan secara sektoral. Cara pandang yang demikian membuat proses perencanaan tidak berjalan
secara terbuka, tidak terjadi diskusi lintas sektor, sulit menyusun perencanaan yang terintegrasi, indikator rencana diinterpretasikan secara
sektoral, sehingga akhirnya sulit untuk mencapai target dan mengevaluasinya secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sehubungan dengan itu, sumberdaya manusia yang terlibat secara substansial maupun secara prosedural dalam setiap kegiatan perencanaan
pembangunan,
perlu ditingkatkan
dari sisi
jumlah maupun
kompetensinya. Sumberdaya perencana yang dibutuhkan dan perlu ditingkatkan adalah perencana sebagai tenaga fungsional perencana
maupun staf pendukung dalam kelembagaan struktural perencanaan. Peluang yang akan diraih dengan baiknya proses perencanaan
pembangunan adalah efisiensi dan efektifitas yang lebih baik. Perencanaan pembangunan yang terpadu dengan proses dan
pemahaman yang lebih baik, akan membuat biaya perencanaan dan biaya pembangunan lebih efisien dan tujuan akan lebih efektif tercapai.
2.
KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
Masalah kependudukan dan catatan sipil di Sumatera Barat mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah daerah mengingat
daerah ini terus mengalami perkembangan sehingga berdampak pada bertambahnya penduduk Sumatera Barat secara signifikan. Dari laporan
BPS Sumatera Barat hingga tahun 2012 jumlah penduduk Sumatera Barat mencapai 4,95 juta orang. Dengan semakin bertambahnya penduduk
Sumatera Barat ini, maka dibutuhkan suatu kebijakan yang bermanfaat bagi pembangunan daerah. Mengacu pada kebijakan nasional, salah satu
skenario yang dipersiapkan sejak tahun 1970an adalah pemanfaatan bonus demografi, yaitu tahun 2020-2045 Indonesia dapat mencapainya
sehingga membawa dampak positif bagi pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang mengarah pada pemanfaatan
pertambahan penduduk ini sehingga bermanfaat bagi pembangunan Sumatera Barat.
Dengan adanya kecenderungan pertambahan penduduk ini, maka perlu ada pembenahan administrasi kependudukan dengan baik sehingga
jumlah yang terus bertambah ini dapat dimanfaatkan menjadi potensi dalam melaksanakan pembangunan. Keseriusan Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat melakukan pembenahan administrasi ini sebenarnya dapat dilihat dari Program Prioritas yang dituangkan ke dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD tahun 2010- 2015, yaitu Program Pengembangan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan.
159
Tabel 2.66
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2012
No KabKota
Laki-laki Perempuan
Total Kabupaten
1 Kepulauan Mentawai
40.684 37.827
78.511 2
PesisirSelatan 216.394
221.244 437.638
3 Solok
174.964 180.113
355.077 4
Sijunjung 103.589
103.885 207.474
5 TanahDatar
166.986 176.005
342.991 6
PadangPariaman 194.787
202.096 396.883
7 Agam
227.404 236.315
463.719 8
Lima PuluhKota 176.134
179.794 355.928
9 Pasaman
127.982 130.947
258.929 10
SolokSelatan 74.662
73.775 148.437
11 Dharmasraya
102.738 95.876
198.614 12
PasamanBarat 189.750
186.798 376.548
Kota
13 Padang
421.656 432.680
854.336 14
Solok 30.211
30.941 61.152
15 Sawahlunto
28.856 29.212
58.068 16
PadangPanjang 23.284
24.903 48.187
17 Bukittinggi
56.643 57.772
114.415 18
Payakumbuh 58.945
60.997 119.942
19 Pariaman
40.133 40.757
80.870
Jumlah keseluruhan 4.957.719
Sumber:Sumatera Barat dalam angka 2013
Secara umum pelaksanaan bidang kependudukan dan administrasi kependudukan ini sudah berjalan dengan baik. Ini terbukti dengan
kinerja instansi terkait dalam menertibkan administrasi kependudukan dan membenahi sistem administrasi kependudukan yang akuntabel sudah
dapat dilaksanakan di 19 kabupatenkota. Dari aspek realisasi program dan kegiatan sudah dapat dilaksanakan dengan baik. Realisasi output
kegiatan pengelolaan administrasi kependudukan dan bimbingan teknis pencatatan sipil sudah sesuai dengan target yang ditetapkan dalam
RPJMD. Apalagi dengan adanya Program e-KTP yang dilaksanakan pemerintah pusat, juga berdampak positif bagi pemerintah daerah
melaksanakan tertib administrasi kependudukan ini. Berikut dapat dilihat kondisi capaian pelaksanaan bidang kependudukan dan catatan sipil ini.
Peluang di bidang Kependudukan dan Catatan Sipil
Ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah terkait dengan kependudukan di Sumatera Barat ini adalah:
160
a. Laju pertumbuhan penduduk masyarakat Sumatera Barat yang relatif sedang dapat dimanfaatkan untuk penyiapan angkatan kerja yang
dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja; b. Tersedianya teknologi komunikasi dan informasi yang dapat
dimanfaatkan untuk
pendataan penduduk
sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah; Tantangan di Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil
Tantangan yang juga merupakan masalah dari aspek kependudukan dan catatan sipil ini adalah:
a. Pemanfaatan sumber daya manusia yang melimpah yang belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan sebagai angkatan kerja yang
produktif; b. Masih ada masyarakat yang belum terdata oleh pemerintah daerah
baik dalam bentuk pengakuan ke dalam akta kelahiran, KTP dan KK sebagai penduduk di kabupaten dan kota;
c. Masih rendahnya kemampuan pemerintah daerah memobilisasi partisipasi
masyarakat untuk
terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan. Padahal jumlahnya yang banyak dapat menjadi modal
dasar dalam meringankan pekerjaan pemerintah daerah di kabupaten dan kota.
3.
PENYELENGGARAAN KEAMANAN
DAN KETERTIBAN
MASYARAKAT
Menurut Data BPS bahwa kejahatan di Indonesia selama periode tahun 2010
–2012 cenderung berfluktuasi. Misalnya, kejadian kejahatan cenderung meningkat dari tahun 2010 dari 332.000 meningkat menjadi
sekitar 347.000 kasus pada tahun 2011. Akan tetapi, pada tahun 2012 terjadi penurunan kejadian kejahatan menjadi sekitar 341.000 kasus.
Begitu juga dengan dengan resiko penduduk terkena kejahatan crime rate selama periode tahun 2010-2012 cederung fluktuatif. Ini dapat
dilihat, misalnya, tahun 2010 jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan dari setiap 100.000 penduduk diperkirakan sebanyak 142
orang. Sementara tahun 2011 meningkat menjadi 149 orang dan turun pada tahun 2012 menajdi 134 orang.Jika dirujuk data Susenas terlihat
bahwa jumlah dan persentase rumah tangga korban kejahatan di Indonesia cendetung menurun selama periode tahun 2010
–2012. Pada tahun tahun 2010, jumlah rumah tangga korban kejahatan dari sekitar
1.830.000 rumah tangga menurun menjadi sekitar 1.720.000 rumah tangga di tahun 2011. Begitu juga dengan tahun 2012 yang kembali turun
menjadi 1.380.000 rumah tangga.
Dalam konsepnya, pembangunan baru dapat dilaksanakan jika kondisi aman dan tertib dapat diciptakan dalam masyarakat. Begitu juga,
161
dengan adanya lingkungan yang aman dan tertib, maka investasi akan mudah masuk ke suatu daerah. Karenanya, Pemerintah Daerah Provinsi
Sumatera Barat memberi perhatian khusus kepada program keamanan dan ketertiban dalam masyarakat ini. Bentuk perhatian ini dapat dilihat
dari program dan kegiatan yang dilaksanakan agar keamanan dan ketertiban ini dapat diwujudkan. Sumatera Barat termasuk daerah yang
cukup aman di Indonesia. Angka kriminalitas di Provinsi Sumatera Barat dibandingkan dengan daerah lain, termasuk kategori sedang. Ini sesuai
dengan statistik kriminalitas dari laporan BPS Indonesia yang melihat adanya kecenderungan Peningkatan. Misalnya, tahun 2012 tercatat
angka kriminalitas di Sumatera Barat berjumlah 13.468 kasus dan jumlah ini berada pada peringkat ke-7 dari seluruh daerah di Indonesia. Angka di
atas mengalami peningkatan dari 11.695 kasus tahun 2011. Namun, jika ditinjau dari aspek indikator impak, khususnya indek kriminalitas justru
mengalami penurunan dari 1,97 tahun 2010, turun menjadi 1,21 tahun 2011 dan 0,99 tahun 2012. Sementara, upaya aparat keamanan
menyelesaikan kasus kriminalitas mencapai angka 98 persen tahun 2012.
Walaupun begitu, untuk menciptakan keamanan lingkungan, pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat Tingginya angka kriminalitas
di Sumatera Barat tentu dapat menjadi hambatan bagi daerah ini untuk mengundang investasi masuk menanamkan modalnya. Belum lagi
pengaruhnya kepada sektor pariwisata yang dapat mengganggu capaian daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia. Jika ini
dibiarkan terus, tentu menambah kekhawatiran masyarakat untuk berkatifitas di luar rumah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas
ekonomi masyarakat. Di bandingkan dengan beberapa daerah lain, tentu kondisi tidak aman Provinsi Sumatera Barat ini harus diperbaiki sehingga
hambatan ini dapat dijadikan perbaikan sehingga pelaksanaan pembangunan dapat mencapai target yang ditetapkan. Persoalannya
sekarang adalah terletak pada kebijakan yang dibuat Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk
menciptakan kondisi aman kepada masyarakat sehingga dapat membantu daerah ini meningkatan kualitas kehidupan masyarakatnya. Terkait
dengan masalah ini perlu ada upaya khusus dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di Sumatera Barat, yaitu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan pekerjaan, terutama di nagaridesa melalui program padat karya atau
bantuan permodalan bagi UMKM. Pembukaan lapangan kerja dan bantuan permodalan ini berdampak jangka panjang, terutama menekan
angka urbanisasi serta mengurangi angka kemiskinan di daerah. Secara tidak langsung ini jelas membawa dampak yang positif untuk mengurangi
angka kejahatan konvensional dan terorisme di daerah ini.
Ada beberapa masalah strategis ke depan yang menjadi perhatian, pertama, semakin melemahnya pemahaman nilai-nilai agama,
adat dan budaya pada generasi muda sehingga perlu menjadi perhatian
162
pemerintah daerah. Kedua, lemahnya pengawasan terhadap keluar- masuknya orang asing dalam melakukan aktivitas di daerah Sumatera
Barat yang sedikit banyak dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat karena budaya mereka yang berbeda sehingga dapat menjadi
ancaman potensial di Sumatera Barat. Ketiga, maraknya tindakan kriminalitas di lingkungan masyarakat ini adalah implikasi dari semakin
permisifnya masyarakat di perkotaan sehingga berdampak pada lemahnya kontrol sosial dari masyarakat terkait dengan aktivitas di sekitar mereka.
Tabel 2.67
Kondisi tingkat kriminalitas di Provinsi Sumatera Barat
Uraian Keadaan tahun
2011 2012
2013 Tar
Rea Cap
Tar Rea
Cap Tar
Rea Cap
Angka kriminalitas yang dilaporkan masyarakat
kasus 558
302 410
Kemampuan penyelesaian kasus
98 99
Indeks kriminalitas 1.21
0.99 Cukup tingginya angka kriminalitas di Sumatera Barat menjadi
kendala sendiri bagi masyarakat Sumatera Barat dalam melaksanakan pembangunan. Walaupun upaya penyelesaian kasus kejahatan
konvensional cukup baik yang mencapai 98 persen, namun masalah kejahatan tetap menjadi hambatan bagi masyarakat. Tentu ini menjadi
perhatian pemerintah daerah untuk terus menekan angka kriminalitas tersebut. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat, peningkatan
dan penurunan angka kriminalitas ini sangat bergantung pada kesejahteraan masyarakat. Ada korelasi tingginya angka kriminalitas ini
dengan angka kemiskinan yang terdapat dalam masyarakat. Rata-rata kasus kejahatan konvensional yang dilaporkan tahun 2011 dan 2012
cenderung mengalami penurunan. Jika rata-rata kasus kejahatan konvensional tahun 2011 adalah 47 kasus setiap bulannya, maka tahun
2012 menjadi 43 kasus tiap bulannya.
Namun, jika dibandingkan data secara nasional, indeks kriminalitas Sumatera Barat dan kasus kejahatan konvensional yang
diselesaikan relatif lebih baik. Begitu juga dengan tingkat regional, jika dibandingkan dengan provinsi tetangga, indeks kriminalitas daerah ini
cenderung lebih baik. Selain itu, Daerah Sumatera Barat termasuk rendah dalam aspek tindak pidana terorisme dan kejahatan
human traficking
. Karenanya pemerintah daerah harus dapat mempertahankan kondisi
aman dan tertib ini dengan terus meningkatkan kewaspadaan munculnya pencetus tingginya angka kriminalitas konvensional dan terorisme.
163
Peluang di Bidang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Jika suatu daerah ingin menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
dengan mengundang investasi masuk, maka pemerintah daerah menjamin terselenggaranya keamanan dan ketertiban masyarakat.
Berikut ada beberapa peluang dalam bidang ini:
a. Sistem sosio budaya masyarakat Sumatera Barat yang menjadi
norma sosial dan budaya dapat menjadi acuan masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku;
b. Masih kuatnya sendi adat dan budaya masyarakat Minangkabau yang berfalsafahkan “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”
untuk mencegah tindakan kriminal di lingkungan masyarakat; c.
Masih banyaknya daerah Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat yang masih menerapkan adat dan budaya dalam berinteraksi
sehingga dapat mencegah tindakan kriminalitas berkembang.
Tantangan di Bidang Penyelenggaraan keamanan dan Ketertiban Masyarakat, berikut tantangan yang dihadapi di bidang ini adalah:
a. Posisi daerah Sumatera Barat yang berbatasan dengan beberapa
provinsi yang sedang berkembang pesat secara ekonomi seperti Sumatera Utara, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau sehingga memberi
imbas pada mobilitas orang dan barang yang menjurus pada tindakan kriminal;
b. Semakin gencarnya masuk budaya dari luar sehingga mengubah pola hidup masyarakat di Sumatera Barat yang berorientasi pada
materialisme yang menjadi pemicu meningkatnya angka kriminalitas; c.
Semakin sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mendorong mereka untuk mencari cara ilegal untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA
Sejak terbitnya UU No.6 tahun 2014 tentang desa membawa keuntungan bagi nagari di Sumatera Barat. Hal ini terkait dengan adanya
jaminan UU agar kesejahteraan masyarakat di desa atau nagari dapat diwujudkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat untuk meningkatkan kesejahteraan ini adalah melalui pemberdayaan masyarakat desa atau nagari. Realita kemajuan
nagaridesa ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya nagaridesa karena pemekaran yang dilakukannya pemekaran. Saat ini saja terdapat
755 nagari dan 125 desa berdasarkan data BPS tahun 2012. Tabel berikut dapat dilihat perkembangan pertambahan jumlah nagaridesa di
Sumatera Barat.
164
Tabel 2.68
Jumlah wilayah administratif di Sumatera Barat
Wilayah Administratif Tahun
2010 2011
2012
Kabupaten 12
12 12
Kota 7
7 7
Kecamatan 176
176 176
Desa 126
125 125
Kelurahan 260
260 260
Nagari 628
648 755
Jorong 3.545
3.640 3.640
Sumber: Sumbar Dalam Angka, 2013
Keadaan ini mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk terus mengupayakan pemberdayaan bagi masyarakatnya.
Pemberdayaan masyarakat berbasiskan desa atau nagari ini tidak lain bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Ada berapa program
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di desa atau nagari ini di antaranya melaksanakan kegiatan penyaluran kredit mikro di nagari,
revitalisasi pasar nagari, membuka keterisoliran nagaridesa dengan meningkatkan
sarana transportasi,
komunikasi, telekomunikasi,
membangun kelembagaan jaminan sosial bagi masyarakat miskin serta pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri
pedesaan. Program ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah dengan realisasi yang optimal.
Selain itu, program pemberdayaan masyarakat yang memang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa dan
nagari juga mendapat perhatian pemerintah dengan memfokuskan ke beberapa kegiatan utama seperti kegiatan pemberdayaan dan
kesejahteraan keluarga, kegiatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat, kegiatan penyelenggaraan
desiminasi informasi bagi masyarakat desa, penilaian nagari kelurahan berprestasi melalui melalui perlombaan nagarikelurahan, kegiatan
koordinasi pemberdayaan masyarakat dalam menunjang TMMDN, kegiatan pembinaan anak sekolah SDMI melalui program PMT-AS pasca
gempa, kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat, dan kegiatan pemberdayaan pelestarian
dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya. Dari semua kegiatan yang dilaksanakan tersebut, umumnya sudah dapat dilaksanakan
dengan baik dengan peningkatan realisasi input dan output dari tahun ke tahun.
Besarnya perhatian Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat ini mengindikasikan bahwa membangun Sumatera Barat memang
idealnya dimulai dari desa atau nagari. Bahkan potensi keberhasilan melaksanakan pemberdayaan masyarakat ini sangat besar karena juga
165
didukung oleh sistem sosial budaya masyarakat Sumatera Barat yang hidup berbasiskan pada suku memiliki sumber ekonomi bersama seperti
pemanfaatan tanah ulayat. Persoalannya sekarang bergantung pada pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah dalam hal pemanfaatan
sumber ekonomi dengan basis sosial dan budaya tersebut.
Peluang di Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Nagari Dengan kekayaan adat dan budaya Sumatera Barat menjadi
potensi yang dapat dikembangkan dalam upaya memberdayakan masyarakat di desa dan nagari. Realita ini dapat dilihat dari peluang yang
ada sebagai berikut:
a. Sistem kekerabatan berdasarkan sistem sosio budaya di ranah
Minang menjadi potensi yang dapat mendukung pemberdayaan masyarakat di desa dan nagari;
b. Ketersediaan sumber-sumber ekonomi yang mendukung di desa dan nagari berbasiskan sumber daya alam yang dapat dikembangkan
sebagai aset bagi masyarakat untuk membentuk kelompok usaha bersama.
c. Adanya dukungan kebijakan pemerintah pusat tentang tata kelola
desa yang
mandiri sehingga
memudahkan pelaksanaan
pengembangan nagaridesa di Sumatera Barat. Tantangan di Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Nagari:
a. Terbitnya UU No.6 tahun 2014 tentang desa yang mewajibkan
pemerintah memberikan bantuan keuangan untuk membangun desa berdampak pada keinginan masyarakat untuk memekarkan jorong-
jorong di nagari menjadi nagari baru. Jelas ini berdampak kepada keutuhan nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat;
b. Belum adanya sinergi program dan kegiatan yang berasal dari inisiatif masyarakat di desa dan nagari dengan program dan kegiatan
yang dilaksanakan dan berasal dari pemerintah daerah. Akibatnya capaian dalam bidang pemberdayaan masyarakat di desa dan nagari
tidak terwujud.
c. Belum meratanya ketersediaan sarana transportasi, komunikasi dan
telekomunikasi yang dapat membuka keterisoliran nagaridesa di Sumatarea Barat
5. PERTANAHAN
Kinerja pemerintah di bidang pertanahan dapat dikatakan masih belum maksimal. Banyak permasalahan di bidang pertanahan yang
dihadapi masyarakat menjadi indikator dalam menilai keberhasilan ini. Masalah yang sering menjadi sorotan adalah pada aspek kepemilikan
tanah yang melibatkan masyarakat, swasta dan pemerintah daerah. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai sosial dan budaya yang
166
menempatkan tanah sebagai sumber daya yang dimiliki bersama oleh suku atau kaum. Tidak jarang masalah pertanahan ini seringkali menjadi
sumber konflik di antara suku dan kaum di Sumatera Barat maupun konflik masyarakat dengan pihak swasta dan lembaga pemerintahan.
Dari hasil identifikasi dari yayasan Qbar sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di Sumatera Barat mencatat hingga tahun 2013 terdapat
105.702 hektar luas tanah yang mengalami konflik yang meliputi 44 nagari, 9 kabupatenkota, 11 kaum, 4 suku dan 25 perusahaan. Walaupun
begitu, sebenarnya potensi pemanfaatan tanah yang belum tergarap atau tanah kosong di Sumatera Barat berjumlah hanya 16,93 Km
2
. Pemanfaatan tanah akan bermasalah ketika ada kelompok dalam suku
atau kaum yang merasa tidak mendapatkan bagian dari pemanfaatan itu sehingga penggunaannya untuk investasi maupun pengelolaan oleh suku
atau kaum jadi bermasalah. Inilah tantangan yang dihadapi pemerintah daerah ke depan dalam memanfaatkan tanah ini bagi pembangunan di
Sumatera Barat. Sampai tahun 2012, Badan Pertanahan Nasional sudah membuat sertifikat Hak Atas Tanah sebanyak 10.084 buah.
Padahal jika potensi tanah ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat, peluang pemerintah daerah dan pihak swasta akan
mendapatkan keuntungan dari pengelolaan tanah ini. Seperti yang diketahui, tanah juga dapat menjadi aset yang berharga bagi
pengembangan investasi di daerah. Tentunya, perlu ada kebijakan daerah yang dibuat dalam rangka mendukung pemerintah daerah
memanfaatkan potensi untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Sementara pada Maret 2014, pemerintah pusat telah menerbitkan kebijakan sertifikat
tanah hak milik untuk kawasan transmigrasi sebanyak 670 persil di Sumatera Barat. Tentunya, kepemilikan lahan untuk masyarakat ini masih
jauh dari harapan masyarakat karena masih banyak masyarakat, terutama petani yang belum memiliki lahan.
Melihat kecenderungan ini, ada dua masalah krusial yang menjadi tantangan dalam pengelolaan aspek pertanahan ini, yaitu 1 peningkatan
kemampuan aparatur daerah dalam menyelesaikan masalah konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, masyarakat
dan swasta, dan 2 peningkatan kesadaran masyarakat terkait dengan pengelolaan hak atas tanah ulayat kaum dan suku nagari yang bisa
berdampak pada hambatan dalam pelaksanaan pembangunan.
Dari sisi lain, tanah bagi masyarakat suku Minang, etnis yang mayoritas di Sumatera Barat selain menjadi sumber ekonomi, juga
menjadi status sosial dan budaya bagi suku atau kaum. Karena adanya status ekonomi dan sosial dan budaya, tidak jarang masalah pertanahan
ini menjadi masalah yang krusial untuk dicermati. Selain masalah konflik antar warga berkaitan dengan tanah, tidak jarang konflik tanah terkait
dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah juga muncul. Konflik biasanya terkait dengan ganti rugi tanah untuk
167
pembangunan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Dari luas tanah yang tersedia di Sumatera Barat lebih didominasi oleh hutan lebat
dan hutan belukar yang cakupannya mencapai 60,49 persen. Sementara, luas tanah yang dimanfaatkan untuk persawahan hanya mencakup 6,63
persen atau 2.802,33 hektare dan perkebunan 17,80 persen atau 7.527,85 hektare. Saat ini penduduk yang memiliki tanah sesuai dengan
haknya mencapai 1.967.876 bidang dengan luas 2.381.828,85 hektare BPS, 2013. Kepemilikan lahan ini bertujuan untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat idealnya dapat menyediakan lahan untuk masyarakat
sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Apalagi dengan terbatasnya luas tanah untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan
masyarakat, maka pemerintah daerah juga harus mencarikan solusi terkait dengan pemanfaatan lahan hutan yang juga menjadi tanah ulayat
suku atau kaum di nagari. Sebab, umumnya tanah ulayat nagari banyak yang berada di kawasan hutan lindung.
Yang menjadi masalah terkait dengan pertanahan di Sumatera barat ini adalah pemanfaatan tanah ulayat yang berada di kawasan hutan
lindung yang berhadapan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, maka pemerintah daerah juga harus memikirkan tentang
pentingnya kebijakan yang bisa dirembukkan dengan pemerintah pusat terkait dengan aturan yang melarang hingga kepada pembayaran
kompensasi bagi masyarakat di nagari karena tidak dapat memanfaatkan tanah ulayat mereka untuk membangun nagari.
Berdasarkan hal di atas beberapa peluang di Bidang Pertanahan; a.
Adapun yang menjadi peluang dalam penyelenggaraan urusan pertanahan ini adalah:
b. Adanya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat untuk pemanfaatan tanah, khususnya tanah ulayat yang menjadi identitas
suku dan kaum di Sumatera Barat; c.
Adanya keinginan baik penghulu suku dan kaum untuk membantu pemerintah daerah menyediakan lahan yang berasal dari ulayat suku
dan kaum untuk pembangunan melalui kebijakan konsolidasi dan ganti rugi;
d. Masih tersedianya lahan pertanahan yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan penyediaan pemukiman;
e. Adanya keinginan masyarakat adat sebagai pemilih tanah ulayat yang bersedia bekerjasama membantu pemerintah menyediakan
lahan untuk pembangunan dan penyediaan pemukiman; f.
Adanya kemauan pihak swasta untuk membantu pemerintah memanfaatkan tanah yang ada untuk pelaksanaan pembangunan
penyediaan pemukiman masyarakat.
168
Beberapa tantangan dalam penyelenggaraan urusan pertanahan ini adalah:
a. Masih belum tuntasnya penyelesaiaan konflik tanah yang melibatkan
masyarakat dan pihak swasta, terutama untuk perluasan lahan perkebunan sawit;
b. Belum semua masyarakat, terutama suku dan kaum yang memiliki status kepemilikan tanah yang jelas sehingga menimbulkan sengketa
kepemilikan; c.
Masih rendahnya kemampuan pemerintah daerah melakukan mediasi terhadap konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan
swasta atau masyarakat dengan pemerintah;
d. Masih belum optimalnya pemanfaatan tanah ulayat oleh masyarakat adat untuk kesejahteraan suku dan kaum, terutama yang bermukim
di nagari.
2.2. ISU-ISU STRATEGIS
2.2.1. SOSIAL BUDAYA 1.
PENDIDIKAN
Setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan pendidikan yang telah dilaksanakan tahun tahun 2009-2013, serta memeperhatikan adanya
peluang dan tantangan akhirnya dapat dirumuskan beberapa isu strategis yang perlu diperhatikan untuk pembangunan sumber daya manusia pada
penyusunan RPJMD 2015-2020 yang akan datang. Beberapa isu strategis dimaksud dapat dirumuskan berikut ini.
a. Rendahnya rata-rata Lama sekolah yang saat ini masih
setara SLTP kelas III SLTP. Hal ini disebabkan oleh masih adanya daerah-daerah terpencil,
terbelakang yang belum terjangkau oleh akses pendidikan kabkota hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi, di samping kendala fakor
ekonomi keluarga yang kurang mencukupi untuk itu. Rendahnya angka lama sekolah juga disebabkan para lululusan perguruan tinggi banyak
yang mencari pekerjaan di luar Propinsi Sumatera Barat, akibatnya lama sekolah didaerah lain seperti Riau, dsb. menjadi lebih tinggi karena
penduduknya bertambah dan mereka yang datang itu kualifikasi pendidikanya sarjana keatas.
b. Pelayanan pendidikan anak usia dini.
Pendidikan karakter menjadi isu secara nasional, bahkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan perlunya revolusi mental
untuk bangsa kita. Ini mengisyaratkan bahwa karakter bangsa kita perlu dikembangkan kearah yang lebih baikpositif sesuai dengan norma-norma
169
dan nilai-nilai bangsa yang bermartabat. Kita menyadari bahwa pendidikan karakter mesti dimulai sejak usia dini, kerjasama antara fihak
keluarga, sekolah, dan masyarakat Ki Hadjardewantoro, menyebutnya “Tri Pusat Pendidikan” perlu dijalin dengan baik.
Sejalan dengan pemikiran itu maka pendidikan usia dini sangat diperlukan, apalagi usia ter
sebut berada pada masa ”
golden age
” yang butuh perhatian serius bagi semua pihak terkait. Keberhasilan pendidikan
usia dini akan berpengaruh pada perkembangan anak pada periode usia berikutnya. Perkembangan kepribadian pada masa ini akan menjadi dasar
untuk perkembangan usia berikutnya. Dengan demikian pendidikan usia dini sangat penting dan perlu dilaksanakan dengan baik.
c. Akses pendidikan dasardan menengah