66
b. Inflasi
Selanjutnya, variabel ekonomi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan perkembangan ekonomi daerah
adalah tingkat inflasi. Inflasi menunjukan kenaikan harga barang-barang secara umum, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menjadi
berkurang. Walaupun pengendalian inflasi merupakan tugas pokok Bank Indonesia, namun peran pemerintah daerah dalam menjaga inflasi sangat
diperlukan. Karena itu pemerintah daerah bersama Bank Indonesia baik provinsi maupun kota dan kabupaten membentuk TPID Tim Pengendali
Inflasi Daerah. Secara umum Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat yang tergabung dalam TPID dalam menjaga inflasi
daerah terbukti berhasil pada tahun 2012 lihat tabel 2.1.Kondisi ini ditunjukkan dengan angka inflasi yang rendah, namun pasca kenaikan
harga BBM pada Juni 2013. Inflasi kembali meningkat di Sumbar, dimana angkanya mencapai 2 digit. Selain kenaikan BBM, gejolak harga bahan
pangan, juga menjadi penyumbang utama inflasi daerah. Inflasi yang terjadi
pada pertengahan
2013 berdampak
terhadap kinerja
perekonomian Sumatera Barat, yaitu melemahnya konsumsi rumah tangga, rendahnya aktivitas perdagangan dan permintaan akan barang
hasil industri, serta pelemahan sektor perdagangan, hotel dan restoran PHR. Selanjutnya itu isyu kenaikan BBM atau penurunan BBM akan
berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Sumatera Barat. Secara umum inflasi yang terjadi di Sumatera Barat lebih dipengaruhi oleh harga pangan
strategis yang merupakan bahan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras dan cabe. Kedua komoditi ini sering dominan dalam pembentukan
harga yang menyebabkan turun naiknya inflasi. Sehingga perhatian pemerintah kota dan kabupaten yang tergabung dalam TPID untuk
menjaga ketersediaan dan flutuasi harga terhadap dua komoditi tersebut sangat mempengaruhi kondisi inflasi di Sumatera Barat, disamping
komoditi lain yang juga menyumbang terhadap pergerakan inflasi daerah.
c. PDRB Per Kapita
PDRB perkapita merupakan output daerah di bagi dengan jumlah penduduk. Kenaikan jumlah PDRB perkapita sekaligus menunjukkan
kinerja yang baik dari pemerintah daerah. Indikator PDRB per kapita Sumatera Barat selama tahun 2010-2013 mengalami kenaikan yang cukup
signifikan setiap tahunnya, hal ini sejalan dengan peningkatan ouput Sumatera Barat. Namun jika dibandingkan dangan target yang ditetapkan
dalam RPJMD selama periode 2010-2013, maka target yang telah ditetapkan tersebut belum dapat dicapai. Kondisi ini menujukkan bahwa
pemerintah daerah Sumatera Barat harus lebih bekerja keras lagi untuk mencapai target tersebut. Karena PDRB per kapita merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat. Kemudian jika dibandingkan dengan kondisi nasional, ternyata tingkat PDRB per kapita
penduduk Sumatera Barat, rata-rata lebih rendah daripada nasional. Hal
67
ini dapat dilihat dari angka PDRB per kapita Sumatera Barat yang lebih rendah dari angka Pendapatan Perkapita Nasional. Selama kurun waktu
2010-2013, PDRB per kapita Sumatera Barat selalu di bawah angka nasional. Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pada Tahun 2013, PDRB per
kapita Sumatera Barat adalah 22,90 juta rupiah, atau rata-rata 1,9 juta per bulan. Angka ini masih jauh dibawah nasional sebesar 32,46 juta atau
rata-rata 2,7 juta perbulan. Dengan demikian perlu kerja keras bagi pemerintah dan stakeholder yang terlibat dalam pembangunan ekonomi
Sumatera Barat untuk meningkatkan PDRB per kapita. Peningkatan output daerah tidak terlepas dari kinerja sektor-sektor pembentuk PDRB.
Untuk daerah Sumatera Barat, sektor pertanian masih memegah peranan yang dominan sebagai sektor penyumbang terbesar PDRB Sumatera
Barat, karena itu kinerja sektor pertanian akan sangat besar sekali dampaknya terhadap peningkatan ouput daerah.
d. Ketimpangan Kemakmuran dan Ketimpangan Daerah