1 Komisaris PT. Neo National sebagai penanggung jawab dan sebagai
tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal dalam Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan j Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2
Kepala Bagian Teknik PT. Neo National sebagai perakit dan perancang Kipas Angin merk “SiJempol”.
3 Penyidik Pegawai Negeri Sipil – Perlindungan Konsumen PPNS-PK
selaku penyidik dalam kasus ini; 4
Karyawan PT. Neo National yang memproduksi kipas angin di pabrik. Informan yang dipilih adalah yang terlibat langsung dalam memproduksi
Kipas Angin merk “SiJempol” dan PPNS-PK yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut.
4. Analisis Data
Data tersebut di atas berupa bahan-bahan hukum dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Metode analisis data yang
digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dimana pada penelitian ini digunakan metode normatif kualitatif. Normatif, karena
penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif. Sedangkan kualitatif, dimaksudkan analisis data yang bertolak pada
penelitian. Dalam hal ini metode wawancara mendalam yang dilakukan adalahdaftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sumber : Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi dalam perlindungan konsumen terkait kebijakan SNI terhadap industri elektronik rumah tangga di Sumatera Utara.
Dalam hal ini yang akan diuji hubungan logisnya antara lain meliputi hubungan antara kebijakan SNI, perizinan, peran ekonomi Industri Elektronik
Rumah Tangga dalam hal menjamin terbukanya lapangan pekerjaan, perlindungan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah, dampak negatif peredaran produk yang
tidak ber-SNI, dan lain-lain yang ditemukan dalam penelitian.
49
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai
titik tolak untuk melakukan penelitian. Hal ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan sebelumnya.
50
Deduktif artinya norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan terkait dan menggunakan teori
sebagai alat dan tolok ukur sehingga secara tidak langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah dalam kebijakan SNI terhadap industri
elektronik rumah tangga di Sumatera Utara. Proses induksi dilakukan dengan menggunakan asas, norma-norma yang terkandung dalam peraturan perundang-
undangan untuk menganalisis peristiwa hukum konkrit berupa produksi Kipas Angin merk “SiJempol” yang dilakukan oleh PT. Neo National dalam rangka implementasi
SNI.
49
Bambang Sunggono, Loc.cit., hal. 10.
50
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Press, 1990, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KETERKAITAN PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI
DENGAN PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Sebelum membahas mengenai perlindungan konsumen, ada baiknya mengetahui asas-asas perlindungan konsumen, yaitu :
1. Asas manfaat adalah mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan;
51
2. Asas keadilan adalah partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;
52
3. Asas keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual;
53
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen adalah memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
54
51
Penjelasan Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
52
Penjelasan Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
53
Penjelasan Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
54
Penjelasan Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
5. Asas kepastian hukum adalah baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum;
55
6. Asas let the buyer beware caveat emptoradalah Pelaku usaha dan konsumen
adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen
tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu bisa karena keterbatasan
pengetahuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya.
Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli. Sekarang mulai diarahkan menuju kepada caveat
venditor pelaku usaha yang perlu berhati-hati;
56
7. Asas let the seller beware caveat venditor adalah kebalikan dari let the
buyer beware yang berarti pihak penjual harus berhati-hati, karena jika terjadi satu dan lain hal yang tidak dikehendaki atas produk tersebut, maka yang
akan bertanggung jawab adalah penjual;
57
55
Penjelasan Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
56
Dina W. Kariodimedjo, Op.cit., hal. 8.
57
Bryan A. Garner Editor, Black’s Law Dictionary, Edisi 8
th
, Minnesota : West Group, 2004, hal. 666.
Universitas Sumatera Utara
8. Asas pembuktian terbalik adalah suatu sistem pembuktian bagi pelaku usaha
yang dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen;
58
9. Asas legal standing adalah suatu entitle atau dasar hak subjektum hukum
untuk mengajukan suatu gugatan perdata, uji materil di Mahkamah Konstitusi maaupun laporan pidana;
10. Asas gugatan kelompok gugatan perwakilan adalah gugatan yang dapat
diadili oleh pengadilan apabila
59
a. “Penggugatnya berjumlah besar, sehingga tidak praktis apabila
digunakan secara perkara biasa; :
b. Seorang atau beberapa orang dari kelompok itu mengajukan
gugatannya sebagai perwakilan; c.
Terdapat masalah hukum dan fakta gugatan atau perlawanan bersama; dan
d. Wakil yang bersidah harus mampu mempertahankan kepentingan
kelompok”.
Selanjutnya, tujuan dari perlindungan konsumen dapat dilihat pada Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :
a. “Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri; b.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
58
Pasal 19 ayat 1, 2, 5, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
59
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 1999, hal. 237. Bandingkan dengan pengertian class action yang dikemukakan oleh Erman Rajagukguk adalah suatu
cara yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus
turut serta dari setiap kelompok. Sumber : Erman Rajagukguk, et.al., Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 2000, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen”.
Berangkat dari azas keseimbangan di atas yang mengisyaratkan bahwa harus ada keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen, maka SNI diberlakukan
adalah juga untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen dan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk mengimplementasikan SNI. Dalam hal, PT. Neo
National dalam memberlakukan SNI adalah karena kesadaran dirinya sebagai pelaku usaha yang mempunyai kewajiban untuk memberikan barang yang baik dan sesuai
standard. Tetapi pada saat PT. Neo National sedang mengimplementasikan SNI, Tim
TPPBJ yang saat itu dibentuk untuk melakukan pengawasan di Sumatera Utara dalam melakukan inspeksi mendadaknya, mendapati PT. Neo National yang sedang
memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” yang tidak sesuai dengan SNI. Oleh karena itu, berangkat dari temuan tersebut, PT. Neo National dipersangkakan
melakukan pelanggaran Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan j Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun, pada Berita
Acara Pemeriksaan sebagai Saksi pada tanggal dijelaskan bahwa PT. Neo National sedang mengimplementasikan SNI sehingga harus memproduksi agar produknya
Universitas Sumatera Utara
berupa Kipas Angin merk “SiJempol” dapat diuji di Lembaga Sertifikasi Produk LS-Pro Surabaya.
60
B. Pengaturan Standardisasi Nasional di Indonesia Sebagai Salah Satu
Upaya Perlindungan Konsumen
Pembahasan mengenai Standar Nasional Indonesia tidak terlepas dari pembahasan mengenai pengaturannya, yaitu : Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun
2000 tentang Standardisasi Nasional. Selanjutnya di bawah ini akan dibahas mengenai pengaturan dimaksud dengan cara memisahkannya berdasarkan batang
tubuh peraturan tersebut.
1. Ruang Lingkup Standardisasi Nasional