INDPER92009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pembina Industri pada Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia.
106
2. Penegakan Hukum Administrasi
Sanksi yang diterapkan terhadap penegakan hukum pengaturan SNI adalah sanksi administratif, sanksi denda, dan sanksi pidana. Pengaturan mengenai
penerapan sanksi pada saat pelaku usaha implementasi SNI di lokasi produksi ataupun di luar lokasi produksi adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 86M-INDPER92009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri.
Sanksi administratif berdasarkan Pasal 24 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Jo. Pasal 28 Peraturan Menteri
Perindustrian No. 86M-INDPER92009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri, yaitu :
a. Pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI
dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Produk yang mengeluarkannya; b.
Pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah;
c. Pembekuan SPPT-SNISPPT-ST atau Sertifikat Spesifikasi Teknis oleh
Lembaga Sertifikasi Produk yang menerbitkan, dan kepada produsen yang
106
Pasal 22, Peraturan Menteri Perindustrian No. 86M-INDPER92009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri.
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan diberi waktu selama-lamanya 3 tiga bulan untuk memperbaiki barang dan atau jasanya sesuai dengan persyaratan SNI; dan
d. Pencabutan SPPT-SNISPPT-ST atau Sertifikat Spesifikasi Teknis oleh
Lembaga Sertifikasi Produk yang menerbitkan, apabila dalam masa pembekuan 3 tiga bulan produsen atau importir yang bersangkutan tidak
memperbaiki barang dan atau jasanya sesuai dengan persyaratan SNI.
3. Penegakan Hukum Perdata
Dalam ranah hukum perdata, penyelesaian sengketa antara konsumen dan produsen dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK untuk
mengembangkan upaya perlindungan konsumen. BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
107
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung-jawab kepada Presiden.
108
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
109
Upaya mengembangkan perlindungan konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas, sebagai berikut
110
a. “Memberikan saran dan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen; :
b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
107
Pasal 1 angka 11, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
108
Pasal 32, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
109
Pasal 33, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
110
Pasal 34 ayat 1, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan penelitian terhadap barang danatau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen; d.
Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; f.
Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g. Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen”.
Dalam melaksanakan tugas di atas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen internasional.
111
Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 lima belas orang dan sebanyak-banyaknya 25 dua puluh lima orang anggota yang mewakili
semua unsur.
112
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
113
Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 tiga tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 satu kali masa jabatan berikutnya.
114
Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
115
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur
116
a. “Pemerintah;
:
b. Pelaku Usaha;
c. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;
111
Pasal 34 ayat 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
112
Pasal 35 ayat 1, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
113
Pasal 35 ayat 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
114
Pasal 35 ayat 3, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
115
Pasal 35 ayat 4, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
116
Pasal 36, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
d. Akademisi; dan
e. Tenaga Ahli”.
Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen adalah
117
a. “Warga negara Republik Indonesia;
:
b. Berbadan sehat;
c. Berkelakuan baik;
d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan
konsumen; dan f.
Berusia sekurang-kurangnya 30 tiga puluh tahun”.
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen berhenti dikarenakan
118
a. “Meninggal dunia;
:
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. Bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;
d. Sakit secara terus menerus;
e. Berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
f. Diberhentikan”.
Demi kelancaran pelaksanaan tugas tersebut di atas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris
yang diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
119
Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat tersebut diatur dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
120
117
Pasal 37, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu
pelaksanaan tugasnya. Pembentukan perwakilan tersebut ditetapkan dengan
118
Pasal 38, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
119
Pasal 39 ayat 1 dan 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
120
Pasal 39 ayat 3, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
121
Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja berdasarkan tata kerja yang
diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
122
Segala biaya-biaya dalam hal pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBN dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
123
Pengaturan mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
124
Oleh karena itu, badan yang menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen disebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. BPSK ini ada di setiap
Dinas Perindustrian dan Perdagangan KabupatenKota. Untuk upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen antara konsumen dengan produsen dapat diajukan
ke BPSK, dasar hukumnya adalah Pasal 45 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa :
1 “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum;
2 Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa;
3 Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang;
121
Pasal 40, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
122
Pasal 41, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
123
Pasal 42, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
124
Pasal 43, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
4 Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh
para pihak yang bersengketa”.
Walaupun sengketa konsumen dapat diselesaikan di BPSK, namun undang- undang masih membuka peluang agar penyelesaian sengketa tersebut dapat
diselesaikan di luar peradilan.
125
Lain halnya apabila terjadi gugatan ke BPSK, untuk pihak-pihak yang dapat menggugat adalah
126
a. “Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
:
b. Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya
organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. Pemerintah danatau instansi terkait apabila barang danatau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit”.
Gugatan tersebut juga dapat diajukan secara class action sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah
yang diajukan kepada peradilan umum.
127
Mengenai kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit diatur dengan Peraturan Pemerintah.
128
125
Pasal 47, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan
126
Pasal 46 ayat 1, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
127
Pasal 46 ayat 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
128
Pasal 46 ayat 3, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
tentang peradilan umum yang berlaku berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam hal PT. Neo National apabila ada konsumen yang dirugikan berarti produk Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut sudah sampai di pasaran maka
konsumen yang dirugikan itu dapat menggugatnya di BPSK. Tetapi fakta hukumnya ternyata Kipas Angin merk “SiJempol” tidak pernah dipasarkan sebelum adanya
perizinan terkait SNI. Oleh karena itu, konsumen jelas belum bisa menggugatnya karena tidak ada yang dirugikan.
4. Penegakan Hukum Pidana