Analisa Hukum Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga Di Sumatera Utara (Studi Pada PT. Neo National)

2. Analisa Hukum

Terhadap dugaan tindak pidana Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a. dan j. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memiliki unsur-unsur sebagai berikut : Pasal 62 ayat 1 : “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a., huruf b., huruf c., huruf e., ayat 2 dan Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua milyar rupiah”. Pasal 8 ayat 1 huruf a. dan j. : “Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang : a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; j. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Namun, seiring dengan jalannya permasalahan hukum yang dihadapi PT. Neo National, pada saat Surat Panggilan ke-II diterima, Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National diduga melanggar ketentuan Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan huruf e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 145 145 Surat Panggilan ke-II No. S-Panggil81DitwasPPNS-PK72012 tertanggal 24 Juli 2012, dikeluarkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan. Pasal 8 ayat 1 huruf e. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa : “Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang : e. tidak sesuai dengan mutu, Universitas Sumatera Utara tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut”. Berubah-ubahnya ketentuan yang diterapkan kepada PT. Neo National adalah merupakan satu bentuk dari ketidak-profesionalan dan ketidak-proporsionalan PPNS-PK dalam menangani permasalahan hukum ini. Berdasarkan perspektif PPNS-PK mengenai dugaan pelanggaran Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, akan dibahas di bawah ini : Adapun unsur Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan e Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu : 1. pelaku usaha; 2. dilarang memproduksi danatau; 3. dilarang memperdagangkan barang danatau jasa; 4. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan; 5. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut. Unsur “Pelaku Usaha” artinya dapat dilihat pada Pasal 1 angka 3 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa : “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik Universitas Sumatera Utara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Selanjutnya dapat dilihat pada Pasal 61 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa : “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha danatau pengurusnya”. Oleh karena itu, Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National sesuai dengan Anggaran Dasar Perubahan PT. Neo National No. 68 tanggal 16 September 2008 yang dibuat dihadapan Lie Na Rimbawan, Sarjana Hukum, Notaris di Medan adalah sudah memenuhi unsur pelaku usaha dalam permasalahan ini. Perlu untuk diketahui bahwa Direktur PT. Neo National sudah dipecat karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Pemecatan ini dilakukan oleh Komisaris PT. Neo National yaitu Sjarifuddin. 146 Unsur “dilarang memproduksi barang”, menurut PPNS-PK, PT. Neo National telah memenuhi unsur memproduksi barang karena memproduksi barang berupa Kipas Angin merk “SiJempol” tipe NN 1651 KP sebanyak 5.507 lima ribu lima ratus tujuh unit. Produksi tersebut tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, oleh karena itu, unsur “dilarang memproduksi barang” terpenuhi. Unsur “dilarang memperdagangkan barang”, menurut PPNS-PK, PT. Neo National pada saat memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tipe NN 1651 KP sebanyak 5.507 lima ribu lima ratus tujuh unit tersebut sudah memasarkannya di Surabaya. Oleh karena itu, unsur “dilarang memperdagangkan barang” terpenuhi. 146 Wawancara dengan Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National yang dalam hal ini dijadikan Tersangka oleh PPNS Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Medan, 03 Oktober 2012. Universitas Sumatera Utara Unsur “tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan”, menurut PPNS-PK, PT. Neo National memproduksi barang tidak sesuai dengan SNI. Karena standar yang dipersyaratkan oleh undang-undang adalah Standar Nasional Indonesia SNI. Pada saat, Tim PPBJ Tim Pengawasan Peredaran Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan RI dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan bersama-sama dengan Menteri Perdagangan RI saat itu, Mari Elka Pangestu, datang ke Pabrik PT. Neo National, mereka menemukan barang yang tidak sesuai dengan SNI yaitu Kipas Angin merk “SiJempol” tipe NN 1651 KP. Unsur “tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut”, menurut PPNS-PK, PT. Neo National juga tidak memiliki Surat Keterangan Pencantuman Label Bahasa Indonesia SKPLBI berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 22M-DAGPER52010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 62M-DAGPER122009 tentang Kewajiban Pencantuman Label pada Barang. Maka dari itu, PT. Neo National diancam dengan Pasal 62 ayat 1 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pidana penjaranya adalah maksimal 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua milyar rupiah. Namun, menurut PT. Neo National, mengenai produksi barang berupa Kipas Angin merk “SiJempol” tipe NN 1651 KP adalah guna mengimplementasikan SNI dan Nomor Registrasi Produk NRP. Oleh karena itu, tidak-lah bisa dikenakan Universitas Sumatera Utara sanksi pidana. Hal ini dikarenakan bagaimana mungkin dapat mengimplementasikan SNI apabila tidak pernah produksi sama sekali. Maksud produksi disini adalah produksi pada saat mengimplementasikan SNI artinya produksi bukan bertujuan komersial karena produksi yang bukan bertujuan komersial adalah tidak ada maksud untuk mendistribusikan produk. 147 Apabila produksi juga tidak diperbolehkan berarti Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengisyaratkan pelaku usaha untuk mengimpor barang jadi. Apabila impor barang terjadi maka masyarakat tidak pernah akan bisa untuk bersaing di pasaran global. 148 Dalam hukum pidana, apabila ditinjau melalui prinsip tanggung jawab mutlak strict liability, maka PT. Neo National tidak dapat dipidana karena telah melakukan produksi barang. Alasan PT. Neo National memproduksi barang adalah hanya untuk mengimplementasikan SNI dan NRP. Menurut Sistem Standardisasi Nasional, agar pelaku usaha dapat diberikan sertifikasi SNI atau NRP maka harus memproduksi beberapa barang barulah diambil contoh oleh Petugas Pengambil Contoh PPC yang merupakan tenaga ahli untuk menguji mutu dan kelayakan dari produk tersebut di Lembaga Sertifikasi Produk LS-Pro. Artinya, PT. Neo National tidak memproduksi barang guna tujuan komersil melainkan untuk implementasi SNI dan NRP. 147 Dalam hal ini, tujuan produksi ada 2 dua yaitu : 1 Produksi Komersial; dan 2 Produksi Non-Komersial. Produksi komersial adalah produksi dengan maksud agar barang hasil produksi didistribusikan. Sedangkan, produksi non-komersial adalah produksi dengan tidak ada maksud untuk mendistribusikan suatu produk. 148 Wawancara dengan Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National, Medan, 03 Oktober 2012. Universitas Sumatera Utara Mengenai pembuktian terbalik, pembuktian yang dilakukan adalah pembuktian berimbang. Pembuktian ini mengharuskan PPNS-PK untuk membuktikan bahwa PT. Neo National telah melanggar Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan, PT. Neo National juga dapat membuktikan bahwa tujuan memproduksi barang tersebut adalah untuk implementasi SNI dan NRP bukanlah untuk tujuan komersil. Dasar pembuktian ini adalah Pasal 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HAMBATAN YANG DIALAMI PT. NEO NATIONAL DALAM RANGKA

MENGIMPLEMENTASIKAN SNI TERHADAP PRODUK KIPAS ANGIN MERK “SIJEMPOL” DIKAITKAN DENGAN PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Setelah melakukan penelitian kepada PT. Neo National sebagai pelaku usaha yang sedang melakukan implementasi SNI terkadang mengalami hambatan- hambatan yang sangat rumit. Adapun hambatan-hambatan tersebut, antara lain : 1. Pengaturan Standar Nasional Indonesia SNI dengan pengaturan perlindungan konsumen saling tumpang tindih; 2. Sikap Penyidik Pegawai Negeri Sipil – Perlindungan Konsumen yang Tidak Profesional dan Proporsional dalam menegakkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 3. Kementerian Perindustrian RI yang tidak pernah membimbing pelaku usaha dalam melakukan implementasi SNI; 4. Adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hambatan-hambatan tersebut akan diuraikan menggunakan teori sistem hukum dalam sub-bab di bawah ini :

A. Hambatan dari Aspek Substansi Hukum

Pengaturan SNI diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional sedangkan untuk pengaturan perlindungan konsumen diatur oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara Bagi pelaku usaha bidang elektronik rumah tangga yang mengimplementasikan SNI harus tunduk kepada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Pengaturan SNI tersebut memiliki turunan sebagai berikut : 1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 19M-INDPER52006 tentang Standardisasi, Pembinaan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Bidang Industri; 2. Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional BSN; 3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 011 Tahun 2007 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 04-6292.2.80-2006 mengenai Peranti Listrik Rumah Tangga dan Sejenisnya – Keselamatan – Bagian 2-80 : Persyaratan Khusus untuk Kipas Angin, Sebagai Standar Wajib; 4. Peraturan Menteri Perindustrian No. 86M-INDPER92009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri; 5. Keputusan Penetapan Badan Standardisasi Nasional No. 03KEPBSN22009 tentang Penetapan 67 enam puluh tujuh Standar Nasional Indonesia; 6. Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 135PERBSN122010 tentang Sistem Standardisasi Nasional; 7. Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri No. 247BPPIX2008 tentang Prosedur Operasional Standar Proses Penerbitan Universitas Sumatera Utara Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia SPPT- SNI. Sedangkan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pengawasannya dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, memiliki turunan sebagai berikut : 1. Peraturan Menteri Perdagangan No. 14M-DAGPER32007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan; 2. Peraturan Menteri Perdagangan No. 20M-DAGPER52009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang danatau Jasa; 3. Peraturan Menteri Perdagangan No. 22M-DAGPER52010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 62M- DAGPER122009 tentang Kewajiban Pencantuman Label pada Barang. Ketidakpahaman penegak hukum perlindungan konsumen dalam hal ini adalah PPNS-PK terkait dengan pengaturan SNI dengan pengaturan perlindungan konsumen adalah terhadap pemahaman frase “memproduksi danatau memperdagangkan” pada setiap turunan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketidakpahaman dimaksud adalah pada pengaturan prosedur operasional penerbitan SPPT-SNI yaitu Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri No. 247BPPIX2008 tentang Prosedur Operasional Standar Proses Penerbitan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Universitas Sumatera Utara Indonesia SPPT-SNI diharuskan untuk memproduksi barang agar dapat mengimplementasikan SNI. Karena sertifikasi SNI dapat diberikan apabila produk yang diambil oleh Tim Petugas Pengambil Contoh Tim PPC diujikan ke Laboratorium Uji. Selanjutnya, dilakukanlah pengujian mutu, apabila tidak memenuhi standard ataupun spesifikasi yang telah ditentukan maka pelaku usaha dapat memproduksi kembali dengan tujuan implementasi SNI untuk selanjutnya dipilih secara acak oleh Tim PPC. Pemilihan tersebut dilakukan sampai beberapa kali, sehingga akhirnya perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pelaku usaha sempurna. Barulah sertifikasi diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan implementasi tersebut. Untuk sertifikasi tersebut menghasilkan produk yang gagal produksi karena tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu, produk tersebut sampai berjumlah ratusan bahkan ribuan unit. Namun, efek positif dari produksi yang dilakukan untuk implementasi SNI tersebut mengakibatkan pelaku usaha menjadi hapal cara membuat suatu produk dengan cepat sehingga menjadi kebiasaan. Hal ini sangat berbeda dengan perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pada Pasal 8 ayat 1 menyatakan bahwa : “Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang dan atau jasa …”. Memproduksi danatau memperdagangkan arti dari unsur pasal tersebut adalah bahwa pelaku usaha harus dibuktikan memproduksi dan memperdagangkan, ataupun dapat dipilih salah satu unsurnya memproduksi atau memperdagangkan. Hal ini disebut multi tafsir. Artinya memperdagangkan barang dan jasa yang bagaimana, Universitas Sumatera Utara apakah pelaku usaha yang sedang melakukan implementasi SNI dapat dikenakan juga atau hanya pelaku usaha yang sudah memiliki SNI. Mengenai prosedur standar penerbitan SPPT-SNI tersebut dapat dilihat di bawah ini : Gambar 1. Prosedur Standar Alur Proses Penerbitan SPPT SNI Universitas Sumatera Utara Sumber : Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri No. 247BPPIX2008 tentang Prosedur Operasional Standar Proses Penerbitan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia SPPT-SNI. Universitas Sumatera Utara Apabila diterapkan secara rigid maka PPNS-PK akan menghalangi produksi produk-produk Indonesia dan secara tidak langsung memberikan efek kepada pelaku usaha untuk selalu mengimpor barang dari luar negeri. Pada saat pelaku usaha mengimplementasikan SNI apabila menyalahi prosedur seharusnya hanya diterapkan sanksi administrasi ataupun sanksi denda, bukanlah pidana kurungan. Rigidnya pengaturan perlindungan konsumen yang diterapkan oleh PPNS-PK ini menjadikan penyidik tidak bertindak secara profesional dan proporsional.

B. Hambatan dari Aspek Aparatur Hukum

PT. Neo National diduga telah melanggar ketentuan Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan dahulu huruf j sekarang huruf e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen oleh PPNS-PK. Setelah hasil pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 Maret 2011 dan tanggal 15 Maret 2012 pada PT. Neo National adalah sama sekali tidak memenuhi unsur seperti yang dipersangkakan di atas, yaitu Pasal 62 ayat 1 Jo.Pasal 8 ayat 1 huruf a dan e. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Unsur yang tidak dipenuhinya adalah unsur “memproduksi danatau memperdagangkan”. Selain itu, PPNS-PK juga tidak menemukan bukti permulaan yang cukup dalam melakukan penyidikan suatu perkara tindak pidana. 149 Sehingga terkesan PPNS-PK tidak bertindak secara profesional dan proporsional dalam melakukan penyidikan. 150 149 Dalam KUHAP tidak ada batasan mengenai apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup. Oleh karena itu, pengertian bukti permulaan yang cukup merujuk pada Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08KMA1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076J.A31984, No. Pol KEP04III1984 tentang Universitas Sumatera Utara Ketidak-profesionalan PPNS-PK dalam hal ini adalah sangat fatal, dimana dalam menentukan Pasal mana yang menjadi sangkaan PPNS-PK dalam menyidik perkara ini berubah. Dalam tahap awal penyitaan, PT. Neo National disangkakan dengan melanggar Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan j, sedangkan pada saat pemanggilan berdasarkan Surat Panggilan dari PPNS-PK terhadap PT. Neo National sangkaan tersebut diubah menjadi Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 151 Dari hal tersebut terkesan PPNS-PK ragu-ragu dalam menentukan Pasal dugaan tindak pidana, dan terhadap hal tersebut penyidikan yang dilakukan oleh PPNS-PK adalah harus dihentikan. 152 Selanjutnya selama pemeriksaan berlangsung dari mulai awal terjadinya ataupun dugaan terjadinya tindak pidana yang disangkakan kepada PT. Neo National, PPNS-PK sama sekali tidak pernah memperlihatkan barang bukti ataupun Kipas Angin merk “SiJempol” mana dan kapan yang telah beredar di pasaran dengan tanpa izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terhitung sejak tanggal 23 September 2011, PT. Neo National telah mendapatkan perizinan yang terdiri dari : Sertifikat Produk Pengguna Tanda Standar Nasional Indonesia SPPT-SNI No. 6426.01.0211LS-Pro-SurabayaIX2011 tanggal 23 September 2011; dan Nomor Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana Mahkejapol dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep1205IX2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana, bukti permulaan yang cukup adalah minimal ada laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah. 150 Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National pada hari Kamis, 08 Maret 2012 dan Berita Acara Pemeriksaa Saksi atas nama Way Tjong selaku Kepala Bagian Teknik PT. Neo National dan Harianto selaku Kepala Gudang PT. Neo National masing-masing pada hari Kamis, 15 Maret 2012. 151 Wawancara dengan Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National, Medan, 03 Oktober 2012. 152 Pasal 184 Jo. Pasal 109 ayat 2 KUHAP. Universitas Sumatera Utara Registrasi Produk NRP No. 106-007-111868 tanggal 10 Oktober 2011, sehingga dengan demikian secara hukum produk tersebut di atas telah sah untuk diedarkan ataupun dipasarkan ke Toko-Toko maupun Konsumen yang ada. 153 Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan hukum yang dihadapi PT. Neo National adalah “Apakah barang tersebut diperoleh di pasaran sebelum izin diperoleh PT. Neo National atau sesudah izin tersebut diperoleh?”. Pertanyaan tersebut muncul untuk memperjelas tempus delicti-nya sehingga perkara tersebut dapat terurai secara terang dan jelas. Apabila barang tersebut diperoleh sebelum terbitnya SPPT-SNI dan NRP, maka PT. Neo National dapat dipersalahkan telah melanggar ketentuan Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan dahulu huruf j sekarang huruf e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana yang dipersangkakan. Namun, sebaliknya apabila barang tersebut diperoleh di pasaran sesudah terbitnya SPPT-SNI dan NRP, maka PT. Neo National sama sekali tidak dapat dipersalahkan. Mengenai PT. Neo National yang memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tipe NN 1651 KP untuk implementasi SNI, pertanyaan yang timbul adalah “Apakah dapat dipersalahkan telah melanggar ketentuan Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf a dan dahulu huruf j sekarang huruf e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana yang dipersangkakan?”. PT. Neo National juga telah memiliki izin-izin terkait produksi barang yaitu Keputusan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan No. 153 Wawancara dengan Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National, Medan, 03 Oktober 2012. Universitas Sumatera Utara 532253IUITDUVII2010 tentang Izin Usaha Industri IUI yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan pada tanggal 27 Juli 2010. 154 Dengan demikian sepanjang dapat dibuktikan bahwa produk PT. Neo National tidak pernah ditemui di pasaran sebelum terbitnya SPPT-SNI dan NRP, maka kegiatan memproduksi barang tersebut juga tidak menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, demi hukum oleh karena belum ditemukannya unsur- unsur pasal yang dapat dipersalahkan sebagai bukti permulaan yang cukup kepada PT. Neo National maka PPNS-PK dapat menghentikan penyidikan terhadap permasalahan hukum yang dihadapi PT. Neo National. PPNS-PK yang melakukan penyidikan terhadap permasalahan hukum PT. Neo National ini adalah tidak proporsional dan tidak profesional dalam hal 155 1. “Tidak memiliki bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penyidikan; : 154 Menurut Sjarifuddin melalui wawancara tanggal 03 Oktober di Medan, PT. Neo National telah memiliki perizinan sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, sebagai berikut : 1 Izin Usaha Industri IUI Nomor 532253IUITDUVII2010 tertanggal 27 juli 2010 yang dikeluarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan; 2 Izin Gangguan HO Nomor 0038003700412.11801022012 tertanggal 10 Februari 2012 yang dikeluarkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan; 3 Izin Usaha Perdagangan IUP Nomor 092909981.11801022012 tertanggal 22 Februari 2012 yang dikeluarkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan; 4 Sertifikat Produk Pengguna Tanda Standar Nasional Indonesia SPPT-SNI Nomor 6426.01.0211Ls-Pro-SurabayaIX2011 tertanggal 23 September 2011 yang dikeluarkan Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya – Lembaga Sertifikasi Produk Surabaya LSPro Surabaya; 5 Nomor Registrasi Produk NRP Nomor 106-007-111868 tertanggal 10 Oktober 2011 yang dikeluarkan Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang Kementerian Perdagangan Republik Indonesia; 6 Tanda Pendaftaran Petunjuk Penggunaan Manual dan Kartu JaminanGaransi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronika Produksi Dalam Negeri Nomor P.12.NEO11.01701.0611 tertanggal 07 Juni 2011 yang dikeluarkan Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia; 7 Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia SKPLBI Nomor 1-812PDN.6SKPLBI tertanggal 15 September 2010 yang dikeluarkan Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan Republik Indonesia; 8 Sertifikat Registrasi ISO 9001:2008 Nomor QEC29068 tertanggal 19 Agustus 2011 yang dikeluarkan PT. SAI Global Indonesia Graha Iskandarsyah. 155 Wawancara dengan Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National, Medan, 03 Oktober 2012. Universitas Sumatera Utara 2. Keragu-raguan dalam menentukan penerapan Pasal yang dilanggar; dan 3. Tidak hadirnya PPNS-PK dalam pemeriksaan Komisaris PT. Neo National sebagai Tersangka pada tanggal 31 Mei 2012 berdasarkan Surat Panggilan No. S-Panggil63DitwasPPNS-PK52012 dan No. S- Panggil62DitwasPPNS-PK52012 tertanggal 25 Mei 2012”. Berubah-ubahnya ketentuan yang dipersangkakan kepada PT. Neo National adalah menunjukkan penyidikan tersebut cacat hukum sehingga penyidikan tersebut harus dihentikan demi hukum. PPNS-PK yang tanpa memeriksa bukti permulaan yang cukup menetapkan Komisaris PT. Neo National sebagai Tersangka adalah menyalahi KUHAP. Apabila pada saat implementasi SNI, PT. Neo National dibimbing dengan baik oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Kenyataannya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan memang melakukan pembinaan tetapi tidak berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia sehingga mengakibatkan ketidak-tahuan PPNS-PK bahwa PT. Neo National sedang melakukan implementasi SNI dan NRP guna kelengkapan berkas-berkas administrasi pelaku usaha tersebut.

C. Hambatan dari Aspek Budaya Hukum

1. Budaya Hukum Aparat Pemerintah