6. Pembinaan dan Pengawasan
Dalam pembinaan dan pengawasan pemberlakuan SNI kepada pelaku usaha dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis dan atau Pemerintah Daerah meliputi
konsultasi, pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan standardisasi Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 Jo. Pasal 23 ayat 1. Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku
usaha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis sesuai kewenangannya dan atau Pemerintah Daerah. Dalam
tingkat provinsi dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi. Dalam tingkat kabupatenkota dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
KabupatenKota. Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifiikasi
produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud. Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat melakukan pengawasan terhadap
barang yang beredar di pasaran Pasal 23.
7. Hubungan Hukum Konsumen dan Produsen
Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli. Jual beli diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata, yaitu : “Suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Hubungan dalam
lingkup perlindungan konsumen yaitu hubungan hukum kontraktual antara penjual dan pembeli. Oleh karena itu, unsur-unsur dari Pasal 1457 KUHPerdata, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian; Penjual dan Pembeli; Harga; dan Barang. Terdapat hubungan kontraktual perjanjian antara produsen dan konsumen. Jika produk menimbulkan kerugian pada
konsumen, maka konsumen dapat meminta ganti rugi kepada produsen atas dasar tanggung jawab kontraktual contractual liability.
62
Dalam hal terdapat hubungan perjanjian privity of contract antara pelaku usaha barang atau jasa dengan
konsumen, maka tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada contractual liability pertanggung-jawaban kontraktual, yaitu tanggung jawab perdata atas dasar
perjanjiankontrak dari pelaku usaha, atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkannya.
63
Perjanjiankontrak dari pelaku usaha kepada konsumen terjadi karena adanya transaksi jual beli. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan “Proses terjadinya
peralihan kepemilikan barang danatau jasa pemanfaatan jasa dari pelaku usaha kepada konsumen”. Tahap transaksi konsumen terdiri dari 3 tiga tahap dikaitkan
dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu
64
a. Tahap pra-transaksi konsumen;
:
“Pada tahap ini, transaksi atau penjualanpembelian barang danatau jasa belum terjadi. Konsumen bijak yang akan mengadakan transaksi barang
danatau jasa tertentu harus mempertimbangkan pembeliannya dengan mengaitkan pada danauang yang dimilikinya. Oleh karena itu, dalam
tahap ini yang paling vital bagi konsumen adalah informasi atau
62
Lihat juga : Fauzul A., “Product Liability”, Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur, Kamis, 30 Juni 2011, hal. 2.
63
Harjono, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Menderita Kerugian Dalam Transaksi Properti Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Studi Pada Pengembang
Perumahan PT. Fajar Bangun Raharja Surakarta”, Majalah Yustisia, Edisi No. 68, Mei-Agustus 2006, hal. 4-5.
64
AZ. Nasution, “Perlindungan Konsumen : Tinjauan Singkat Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 – LN. 1999 No. 42”, Op.cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
keterangan yang benar, jelas dan jujur serta akses untuk mendapatkannya dari pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung-jawab Pasal 3
huruf d, Pasal 4 huruf c, Pasal 7 huruf a, dan b Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”.
b. Tahap transaksi konsumen; dan
“Tahap terjadinya proses peralihan kepemilikan barang danatau pemanfaatan jasa tertentu dari pelaku usaha kepada konsumen. Pada saat
ini, telah terdapat kecocokan pilihan barang danatau jasa dengan persyaratan pembelian serta harga yang harus dibayarnya. Syarat-syarat
perjanjian peralihan kepemilikan barang danatau pemanfaatan jasa harus diperhatikan dan merupakan hal yang menentukan”.
c. Tahap purna transaksi konsumen.
“Tahapan pemakaian, penggunaan danatau pemanfaatan barang danatau jasa yang telah beralih kepemilikannya atau pemanfaatannya dari pelaku
usaha kepada konsumen. Pada tahap ini, apabila informasi lisan atau tertulis dari barang danatau jasa yang disediakan oleh pelakuu usaha
sudah sesuai dengan pengalaman konsumen dalam pemakaian, penggunaan danatau pemanfaatan produk konsumen tersebut, maka
konsumen akan terpuaskan. Bahkan bukan tidak mungkin konsumen tersebut akan menjadi pelanggan tetap pelaku usaha tertentu itu”.
Konsumen dan produsen merupakan para pihak yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan bisnis. Adapun ketergantungan di antara para pihak tersebut yang
menunjang terciptanya suatu kehidupan perekonomian. Hubungan hukum antara produsen dan konsumen atas suatu produk merupakan hubungan hukum yang selalu
berkesinambungan. Hal ini dapat ditinjau dari aktivitas dari kedua belah pihak dalam kegiatan perekonomian. Produsen membutuhkan dan bergantung kepada
kepercayaan konsumen sebagai pelanggan atas produk yang diproduksinya. Adanya kepercayaan konsumen membuat bisnis usaha produsen akan selalu terjamin. Selain
itu, konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya tergantung kepada hasil produksi
Universitas Sumatera Utara
dari produsen. apabila ditinjau dari perspektif ekonomi, maka anggota masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 dua bagian, yaitu
65
a. Produsen adalah pihak yang menghasilkan komoditi barang atau jasa
dalam pengertian luas; :
b. Konsumen adalah orang yang berusaha untuk menggunakan komoditi
yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perkembangan perekonomian yang pesat menghasilkan berbagai jenis barang
danatau jasa yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Hal ini tentunya bermanfaat bagi konsumen, karena kebutuhan akan barang atau jasa yang
diinginkan konsumen dapat terpenuhi dan kebebasan dalam memilih produk yang bervariatif tersebut. Adanya variasi terhadap produk barang dan jasa yang ada, maka
produsen termotivasi terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas produk yang diproduksinya untuk tetap mempertahankan keberadaan barang dan jasa tersebut di
pasaran.
66
Konsumen seringkali menjadi korban kenakalan dari produsen. Kenakalan dari Produsen terhadap barang atau jasanya adalah produsen akan menghasilkan
barang atau jasa yang tidak memperhatikan kualitas barang atau jasa tersebut. Pengurangan kualitas dilakukan oleh produsen sesuai dengan penghematan biaya
65
Zakyah Eryunica, “Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Produsen Atas Pernyataan Kadaluarsa Pada Pokok Makanan dan Minuman Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen”, Jakarta : Tesis, Magister Hukum Universitas Indonesia, 2006, hal. 17-18.
66
Dauri Lukman, “Analisa Yuridis Terhadap Peranan Pers Sebagai Sarana Perlindungan Konsumen Melalui Surat Pembaca Studi Kasus : Sengketa Antara PT. Duta Pertiwi, Tbk. vs. Pemilik
Kios – Apartemen Mangga Dua Court”, Jakarta : Tesis, Program Studi Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Indonesia, 2010, hal. 61-62.
Universitas Sumatera Utara
produksi yang dikeluarkan, sehingga produsen dapat memperoleh keuntungan finansial sebanyak-banyaknya. Konsumen terkadang tidak mampu untuk
menghentikan tindakan kenakalan dari produsen, karena kebutuhan dari konsumen tergantung dari produsen, tidak memadai sarana pengaduan bagi konsumen, dan
keadaan keuangan konsumen yang tidak mendukung untuk mendapatkan keadilan. Tindakan kenakalan produsen ini akan terus menerus dilakukan sepanjang tidak ada
keluhan secara besar-besaran dari masyarakat.
67
Kesadaran untuk memberikan kedudukan yang seimbang antara konsumen dengan produsen melahirkan suatu konsep perlindungan konsumen. Adapun
perlindungan konsumen ini diterapkan dalam hukum yang khusus melakukan perlindungan konsumen, sehingga memberikan kepastian hukum terhadap konsumen
dan mencegah tindakan sewenang-wenang dari produsen tersebut. Sehingga, konsumen dapat memanfaatkan barang atau jasa dengan aman dan mendapatkan
keuntungan secara maksimal.
68
Selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan hukum antara konsumen dan produsen. Dalam hal ini, pertama kali dilihat adalah mengenai hak-hak konsumen
dalam pengaturan perlindungan konsumen barulah kewajiban-kewajiban produsen. Untuk selanjutnya barulah ditinjau dari perspektif produsen, hak-hak dan kewajiban
produsen harus juga diketahui agar dapat menghasilkan analisis hukum yang adil bagi produsen dan konsumen.
67
Ibid., hal. 62.
68
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Hak-hak konsumen berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah :
a. “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang danatau jasa; b.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa;
c. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa
yang digunakan; d.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
e. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; g.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya; h.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Kewajiban konsumen adalah yang terdapat di dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :
a. “Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut”.
Sebaliknya hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hak pelaku
usaha adalah : a.
“Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang
diperdagangkan;
Universitas Sumatera Utara
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik; c.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya”.
Kewajiban pelaku usaha adalah : a.
“Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b.
Memberikan informasi yang benar, jeas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan; c.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau
mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang
danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”.
Hubungan hukum antara hak dan kewajiban konsumen dengan produsen lahirlah pertanggung-jawaban hukum. Secara umum hubungan hukum antara
produsen dengan konsumen dari suatu produk merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena adanya saling
keterkaitan kebutuhan antara produsen dengan konsumen. Menurut Sudaryatmo, hubungan hukum antara produsen dengan konsumen karena keduanya menghendaki
Universitas Sumatera Utara
dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan yang lain.
69
Produsen membutuhkan dan bergantung kepada dukungan konsumen sebagai pelanggan, dimana tanpa adanya dukungan konsumen maka tidak mungkin produsen
dapat menjamin kelangsungan usahanya, sebaliknya konsumen membutuhkan barang dari hasil produksi produsen. saling ketergantungan kebutuhan tersebut dapat
menciptakan suatu hubungan yang terus dan berkesinambungan sepanjang masa. Hubungan hukum antara produsen dengan konsumen yang berkelanjutan terjadi
sejak proses produksi, distribusi, pemasaran, dan penawaran.
70
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam hal memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
SNI yang telah diberlakukan secara wajib ataupun pelaku usaha yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dari lembaga
sertifikasi produk tetapi masih tetap mengedarkannya maka dapat dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Sanksi administratif pelanggaran SNI diatur pada Pasal 24 ayat 1, ayat 2,
ayat 3, dan ayat 4 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 yaitu dapat berupa pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI,
pencabutan izin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran. Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh Lembaga
69
Sudaryatmo dalam Abdillah Sinaga, “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya pada Produk Makanan di Indonesia”, Medan : Tesis, Program Studi Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 53.
70
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Sertifikasi Produk. Sanksi pencabutan izin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah
Daerah. Sedangkan sanksi pidana adalah berdasarkan Pasal 24 ayat 5 yang diterapkan adalah berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional maka setiap pelaku usaha yang memproduksi barang dan jasa terkait dengan kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat atau pelestarian
fungsi lingkungan hidup dan pertimbangan ekonomis wajib untuk memiliki sertifikat SNI. Oleh karena itu, pengaturan SNI tersebut berlaku pada saat implementasi SNI
bukan pada saat barang dan jasa dilepas di pasaran. Untuk barang dan jasa yang sudah dilepas di pasaran maka berlakulah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen karena barang dan jasa yang sudah dilepas di pasaran bersentuhan dengan masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu, pastilah
ada yang dirugikan apabila produk atau jasa tersebut tidak sesuai dengan SNI. Perusahaan yang pernah dikenakan sanksi terhadap penerapan Peraturan
Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, antara lain : 1.
PT. Tjipto Langgeng Abadi, sebagai produsen lampu swaballast; 2.
PT. Panca Aditya Sejahtera, sebagai produsen lampu swaballast; 3.
CV. Panca Surabaya Steel, sebagai produsen Baja Tulangan Beton BJTB.
Universitas Sumatera Utara
Dalam contoh kasus PT. Neo National dalam penelitian ini, apabila ditinjau melalui prinsip tanggung jawab mutlak strict liability di atas, maka PT. Neo
National tidak dapat dipersalahkan karena PT. Neo National sedang mengimplementasikan SNI di dalam pabriknya. Produk Kipas Angin merk
“SiJempol” yang diduga beredar di pasaran haruslah dapat dibuktikan bahwa produk-produk tersebut tidak pernah keluar dari pabrik. Tidak ada hubungan
konsumen dengan PT. Neo National dikarenakan produk-produk tersebut tidak pernah keluar dari lokasi produksi.
Konsep hukum perlindungan konsumen dapat diketahui maknanya lebih dalam dari pengertian yang dikemukakan oleh AZ. Nasution, yang menyatakan
bahwa
71
“Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah yang mengatur melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah
penyediaan dan penggunaan produk barang danatau jasa antara penyedia dan penggunaannya, dalam kehidupan bermasyarakat”.
:
Apabila ditinjau dari perspektif pendapat di atas, maka konsep perlindungna konsumen tersebut dititikberatkan terhadap arus lalu lintas barangjasa yang
dihasilkan produsen, terutama terhadap masalah penyediaan dan penggunaan barnag atau jasa tersebut. Konsep hukum perlindungan konsumen juga dapat ditinjau dari
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, walaupun tidak dijelaskan hanya pengertian perlindungan konsumen tersebut.
Pengertian perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan tersebut adalah “Segala
71
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, Cet. 2, Jakarta : Diadit Media, 2002, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
usaha yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen”. Berdasarkan pengertian dari AZ. Nasution dan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka dapat dinyatakan bahwa hukum perlindungan konsumen adalah asas-asas, kaidah-kaidah
hukum, dan segala peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum untuk melindungi konsumen.
Apabila dilihat pada contoh dalam penelitian ini, maka apa yang dimaksud dengan AZ. Nasution dan pengertian perlindungan konsumen tersebut di atas dapat
diartikan dengan layanan purna servis. Layanan purna servis yang didirikan oleh PT. Neo National sudah ada sejak Pabrik PT. Neo National didirikan. Setiap konsumen
yang datang ke Pabrik dan mengeluh mengenai barang-barang yang sudah dibelinya selalu dilayani dengan baik dan diberikan kepastian waktu kapan barang tersebut
selesai diperbaiki. Layanan ini adalah tidak lain untuk memuaskan pelanggan PT. Neo National.
72
C. Keterkaitan Pengaturan Standar Nasional Indonesia dengan Pengaturan
Perlindungan Konsumen
Kaitan SNI dengan hak-hak konsumen adalah bahwa SNI mampu melindungi hak-hak konsumen. SNI menjamin konsumen untuk mendapatkan barang-barang
yang bagus di pasaran sesuai dengan standardnya. Artinya SNI juga berpihak kepada konsumen. Dengan kata lain SNI adalah kepastian hukum kepada konsumen.
Kepastian hukum untuk mendapatkan barang yang SNI bagi konsumen dijamin Pasal
72
Wawancara dengan Sjarifuddin selaku Komisaris PT. Neo National, Medan, 12 Januari 2013.
Universitas Sumatera Utara
8 ayat 1 huruf a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Karena standar yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan
adalah SNI yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
Berbeda dengan apa yang dialami oleh PT. Neo National dalam kaitan pengaturan SNI dengan pengaturan perlindungan konsumen adalah pada saat
produknya dijadikan barang bukti. Berdasarkan pengaturan SNI dalam Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, mengandung
banyak frase “di dalam lokasi produksi dan di luar lokasi produksi”. Artinya di dalam lokasi produksi adalah di dalam pabrik tempat produksi barang tersebut,
sedangkan di luar lokasi produksi adalah di luar pabrik tempat barang tersebut diproduksi tetapi ditekankan disini bahwa pengaturan SNI tidak melihat barang
tersebut di pasaran melainkan hanya di lingkungan lokasi pabrik. Apabila dilihat melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, maka barang tersebut sudah jelas haruslah berada di pasaran. Hal ini dikarenakan sudah adanya konsumen yang dirugikan terhadap suatu
produk tersebut. Frase “memproduksi danatau memperdagangkan” disini haruslah berorientasi tujuan komersil, barulah sanksi pidana dapat diterapkan. Jadi, kaitan
pengaturan SNI dengan pengaturan perlindungan konsumen adalah jelas sangat terkait karena guna melihat suatu produk tersebut apakah ada di lokasi pabrik
ataukah di pasaran.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan pelaku usaha yang sedang mengimplementasikan SNI tetapi diberikan sanksi pidana ini bisa saja diasumsikan dikarenakan oleh pemisahan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia.
1. Pemisahan Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI Menjadi