DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG BERAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. DISTRIBUSI FREKUENSI PANJANG BERAT

Pengukuran panjang berat ikan bilih dilakukan di sekitar 6 keramba jaring apung KJA milik PT.AN yaitu Panahatan, Pangambatan, Lontung, Silimalombu, Sirungkungon dan Muara Sungai Haborsahan Ajibata. Ikan ditangkap dengan menggunakan jaring yang diletakkan di sekitar KJA dan muara sungai. Jumlah sampel ikan pada daerah sekitar KJA adalah 5000 ekor, dan di muara sungai adalah 1000 ekor. Hasil distribusi frekuensi panjang disajikan pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.1. Hasil distribusi frekuensi berat disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2. Tabel 4.1. Distribusi frekuensi panjang ikan bilih Panjang cm Frekuensi Keramba Jaring Apung Muara Sungai 5 0,02 0,00 7 0,58 0,00 8 7,98 5,50 9 18,38 25,90 10 13,36 25,60 11 12,60 24,30 12 12,10 13,10 13 13,40 2,90 14 12,48 2,40 15 0,00 0,20 16 8,42 0,10 17 0,48 0,00 18 0,14 0,00 19 0,06 0,00 Total 100,00 100,00 Universitas Sumatera Utara Dari Tabel di atas diperoleh hasil bahwa distribusi frekuensi panjang ikan bilih di sekitar keramba jaring apung KJA, tertinggi ditemukan pada ukuran 9 cm 18,38. Distribusi frekuensi panjang di muara sungai tertinggi juga ditemukan pada ukuran 9 cm 25,90. Distribusi frekuensi panjang tertinggi semua lokasi KJA dan muara sungai adalah 9 cm. Ukuran ini menurun jika dibandingkan dengan penelitian Bruijne 2009 dimana distribusi frekuensi panjang tertinggi untuk semua lokasi adalah 10 cm. Distribusi frekuensi panjang ikan bilih juga dapat dijelaskan melalui Gambar 4.1. berikut ini: Gambar 4.1. Distribusi frekuensi panjang ikan bilih Penurunan ukuran panjang ikan bilih tersebut diduga karena adanya kegiatan penangkapan secara intensif oleh masyarakat dengan menggunakan lift net baik di sekitar KJA maupun di sekitar muara sungai. Penangkapan tersebut mengakibatkan ikan bilih tidak diberi kesempatan untuk bertumbuh sehingga ukuran panjang ikan yang berada di lokasi penelitian mengalami penurunan secara tajam. Universitas Sumatera Utara Penggunaan jaring lift net seperti juga yang telah terjadi di Danau Singkarak telah mengakibatkan penurunan populasi ikan bilih yang ditandai dengan penurunan ukuran ikan. Semakin kecil ukuran tubuh ikan yang tertangkap dari tahun ke tahun membuktikan tingkat eksploitasi ikan tersebut sangat tinggi Purnomo, 2003. Dari hasil pengamatan distribusi frekuensi berat ikan bilih, diketahui bahwa distribusi frekuensi berat ikan bilih menyebar di hampir semua ukuran dengan persentase yang beragam. Tabel 4.2. Distribusi frekuensi berat ikan bilih Berat g Frekuensi Berat g Frekuensi KJA Muara Sungai KJA Muara Sungai 3 0,10 0,00 30 0,72 0,10 4 1,56 0,30 31 0,88 0,10 5 6,64 5,10 32 0,72 0,00 6 7,80 13,00 33 0,76 0,00 7 7,86 13,10 34 0,60 0,00 8 6,24 12,30 35 0,40 0,00 9 4,78 11,80 36 0,64 0,00 10 4,06 9,80 37 0,46 0,00 11 4,34 7,40 38 0,62 0,00 12 5,26 7,30 39 0,20 0,00 13 4,06 5,40 40 0,22 0,00 14 3,74 3,30 41 0,16 0,00 15 2,86 3,40 42 0,20 0,00 16 2,72 1,40 43 0,18 0,00 17 2,78 0,70 44 0,22 0,00 18 2,86 0,90 45 0,08 0,00 19 2,84 0,20 46 0,20 0,00 20 3,00 0,80 47 0,14 0,00 21 2,44 0,30 48 0,02 0,00 22 2,92 0,30 49 0,08 0,00 23 2,84 0,50 52 0,12 0,00 24 2,46 0,60 55 0,04 0,00 25 1,90 0,70 57 0,04 0,00 26 2,02 0,50 60 0,02 0,00 27 1,54 0,30 65 0,02 0,00 28 1,44 0,10 76 0,02 0,00 29 1,18 0,30 Total 100,00 100,00 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel distribusi frekuensi berat di atas, maka diketahui bahwa distribusi frekuensi berat tertinggi di keramba jaring apung KJA adalah 7 g 7,86. Distribusi frekuensi berat tertinggi di muara sungai juga pada 7 g 13,10. Secara keseluruhan distribusi frekuensi berat tertinggi semua lokasi KJA dan muara sungai adalah 7 g. Ukuran ini menurun jika dibandingkan dengan penelitian Bruijne 2009 dimana distribusi frekuensi berat tertinggi semua lokasi adalah 8 g. Distribusi frekuensi berat ikan bilih juga dapat dijelaskan melalui Gambar 4.2. berikut ini: Gambar 4.2. Distribusi frekuensi berat ikan bilih Sama halnya dengan penurunan panjang ikan bilih, penurunan berat ikan bilih diduga karena adanya over fishing dengan menggunakan lift net oleh masyarakat sejak awal 2009 sampai sekarang. Lift net yang menggunakan perangkap cahaya light trap mengakibatkan banyak ikan bilih yang bersifat fototaksis positif tertarik untuk mendekati alat tersebut. Penangkapan yang terjadi secara terus menerus menyebabkan penurunan ukuran berat ikan bilih yang berada di lokasi penelitian. Universitas Sumatera Utara Belum adanya pengaturan tentang ukuran mata jaring lift net yang dipakai oleh nelayan juga diduga menjadi penyebab menurunnya ukuran berat ikan bilih yang ditangkap oleh peneliti. Nelayan pada umumnya menggunakan mata jaring lift net dengan ukuran 0,75 inchi. Ukuran mata jaring ini menyebabkan ikan-ikan kecil dan masih muda ikut tertangkap. Penurunan distribusi frekuensi panjang dan berat juga menyebabkan penurunan panjang dan berat rata-rata ikan bilih di semua lokasi. Penurunan panjang dan berat rata-rata dapat dilihat pada Tabel di bawah 4.1.3. Tabel 4.3. Panjang dan berat rata-rata ikan bilih Aspek Biologi Ikan Bilih Bruijne 2009 Barus 2011 KJA Muara Sungai Semua Lokasi KJA Muara Sungai Semua Lokasi Distribusi frek. panjang cm 10 9 9 9 Panjang rata-rata cm 11,72 14 11,96 11,18 10,11 11 Distribusi frek. berat g 8 7 7 7 Berat rata-rata g 16,18 28,87 17,53 15,25 9,94 14,37 Dari Tabel di atas diketahui bahwa dalam kurun waktu 2 tahun terjadi penurunan panjang dan berat rata-rata ikan bilih di keramba jaring apung KJA sebesar 0,54 cm dan 0,93 g. Lift net yang berada di sekitar KJA, diduga merupakan penyebab utama penurunan panjang dan berat rata-rata ikan bilih di sekitar KJA. Pada muara sungai panjang dan berat rata-rata ikan bilih menurun sebesar 3,89 cm dan 18,93 g. Penurunan ukuran panjang dan berat rata-rata diduga juga disebabkan oleh adanya penangkapan ikan bilih secara intensif oleh masyarakat di sekitar muara sungai. Adanya pembuangan limbah domestik oleh masyarakat setempat menyebabkan kejernihan muara sungai berkurang jika dibandingkan dengan penelitian Bruijne tahun 2009. Penguraian senyawa organik dari limbah masyarakat mengakibatkan kandungan O 2 berkurang, kelimpahan plankton yang menjadi Universitas Sumatera Utara makanan alami ikan bilih mengalami penurunan sehingga berat rata-rata ikan bilih juga mengalami penurunan secara drastis.

4.2. HUBUNGAN PANJANG BERAT