FAKTOR KONDISI PAKAN ALAMI ANALISA ISI PERUT

ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan yang lebih banyak di sekitar keramba jaring apung KJA menyebabkan ukuran panjang dan berat ikan bilih lebih besar daripada ikan bilih di muara sungai. Berdasarkan data-data kandungan protein pada ikan bilih yang terdapat di keramba jaring apung KJA, diketahui bahwa kadar protein ikan bilih sebesar 48,8 Bruijne, 2009 dan 48,6 Situmorang, 2010. Tingginya kandungan protein pada tubuh ikan bilih diperoleh karena makanan tinggi protein yang dikonsumsi oleh ikan bilih. Berdasarkan analisa pakan buatan pelet pada KJA diketahui bahwa pelet memiliki kandungan protein 36 dan lemak7 Situmorang, 2010.

4.5. FAKTOR KONDISI

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara kualitas, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan Effendie, 1997. Nilai FK dipengaruhi oleh keadaan makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad Weatherly, 1972. Menurut Lagler 1961, kemontokan ikan dinyatakan dalam bentuk angka. Menurut Effendie 1979, harga K berkisar antara 2 – 4, apabila badan ikan agak pipih harga K berkisar antara 1 – 3. Tabel 4.8. Faktor Kondisi ikan bilih No. Lokasi Pengamatan L rataan W rataan A B FK=WaL b 1. Panahatan 107,2 12,6 0,00003 2,76 1,044 2. Pangambatan 112,5 16,1 0,00001 2,99 1,185 3. Silimalombu 110,3 13,4 1,66626E-05 2,87 1,104 4. Lontung 131,3 23,3 0,000016 2,90 1,045 5. Sirungkungon 100,7 10,9 2,09333E-05 2,83 1,113 6. Muara Sungai 101,2 9,9 2,76573E-05 2,76 1,050 7. Gabungan 110,5 14,4 1,36137E-05 2,92 1,137 Universitas Sumatera Utara Dari hasil analisa Faktor Kondisi didapatkan nilai FK gabungan sebesar 1,37. Nilai FK yang didapat, menggambarkan bahwa kondisi ikan bilih termasuk dalam kategori agak pipih. Hal ini berbanding lurus dengan nilai panjang berat yang bersifat allometrik negatif. Adanya dugaan terjadinya overfishing oleh jaring lift net, mengakibatkan ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan-ikan muda, dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari pada beratnya, baik yang terjadi muara sungai maupun di sekitar keramba jaring apung KJA.

4.6. PAKAN ALAMI ANALISA ISI PERUT

Hasil analisa isi perut ikan bilih pada KJA dan muara sungai dapat dilihat pada Tabel 4.9. Hasil pengamatan di mikroskop disajikan pada Gambar 4.4. ` Gambar 4.4. a Isi perut ikan nila di KJA Bruijne, 2009; b Isi perut ikan bilih di muara sungai; c Isi perut ikan bilih dari keramba jaring apung KJA Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa komposisi jenis makanan ikan bilih yang berasal dari keramba jaring apung KJA didominasi oleh substansi kasar kecoklatan sebanyak 70, setelah dilihat di mikroskop ternyata substansi kecoklatan ini sama seperti yang ditemukan pada lambung ikan nila. Hal ini sangat mungkin karena ikan bilih yang berada di sekitar keramba memanfaatkan dengan sangat baik sisa-sisa pakan yang masuk ke danau Situmorang, 2010 . Hasil analisis lambung terhadap ikan bilih yang berasal dari Sungai Haborsahan didapatkan substansi halus kekuningan sebanyak 70. Setelah dilakukan identifikasi diketahui subtansi ini berupa fitoplankton dari kelas Chlorophycea. Ikan b a c Universitas Sumatera Utara bilih yang berada di muara sungai memanfaatkan pakan alami yaitu lumut dan fitoplankton Purnomo, 2008. Berdasarkan sifat kebiasaan makannya, ikan bilih termasuk ikan benthopelagis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan benthic maupun di lapisan tengah dan permukaan air pelagic Kartamihardjo dan Sarnita, 2008. Tabel 4.9. Persentase kelompok makanan dalam perut ikan bilih Mystacoleucus padangensis Bleeker. Lokasi Kelompok Makanan Persentase Keramba Jaring Apung Substansi kasar kecoklatan Tidak terdeteksi 70 30 Muara Sungai Substansi halus kekuningan Tidak terdeteksi 70 30

4.7. ECHO SOUNDER