Faktor Situasional Kelompok Efektif

merupakan upaya untuk mengurangi populasi nyamuk aedes aegypti yang membawa virus dengue penyebab DBD. Kegiatan yang melibatkan pemerintah daerah, institusi pendidikan dan juga masyarakat pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas yang bekerjasama dengan perguruan tinggi dan masyarakat lingkungan kampus dalam upaya pengendalian DBD. Kampus merupakan salah satu tempat perindukan nyamuk aedes untuk daerah perkotaan. Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar kampus serta melakukan fogging di lingkungan kampus dan lingkungan sekitar di luar kampus. Tentunya pemerintah setempat turut berpartsipasi mengerahkan warganya untuk melakukan hal yang sama di lingkungan di luar kampus. Dalam hal ini camat, lurah dan kepala lingkungan turut berperan aktif. Sebelumnya, pihak Dinas Kesehatan Kota Medan memberi penyuluhan untuk para mahasiswa dan karyawan tentang DBD serta cara mencegah penularannya di rumah dan di sekolah-sekolah termasuk di kampus secara singkat dan sederhana.

2.1.2.1. Faktor Situasional

a. Ukuran Kelompok Kelley dan Thibault dalam Rakhmat 2005 menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah anggota kelompok maka semakin sedikit tersedia peluang untuk berinteraksi dengan anggota lainnya dalam jarak waktu tertentu. Akibatnya, sejumlah orang tidak mendapat kesempatan berinteraksi. Pada kelompok besar Universitas Sumatera Utara ada beberapa orang yang dominan, sebagian besar akan membisu. Pada kelompok kecil, tingkat partisipasi setiap anggota akan relatif sama. Sehubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakhmat 2005 menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok, makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. Hare menemukan bahwa kelompok lima orang memiliki tingkat konsensus yang lebih tinggi dari kelompok 12 orang. b. Jaringan Komunikasi Rakhmat 2005 membagi model jaringan komunikasi dalam beberapa bentuk. Pertama, jaringan komunikasi berbentuk roda. Jaringan komunikasi berbentuk roda digambarkan sebagai jaringan komunikasi yang memiliki seorang pemimpin yang menjadi fokus perhatian. Sang pemimpin dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya. Kedua, jaringan komunikasi berbentuk rantai. Pada jaringan komunikasi ini digambarkan seorang anggota kelompok misalnya A hanya dapat berkomunikasi dengan B, B hanya dapat berkomunikasi dengan C, C hanya dapat berkomunikasi dengan D, dan begitu seterusnya. Ketiga, jaringan komunikasi berbentuk Y. Pada jaringan ini tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti jaringan Universitas Sumatera Utara komunikasi rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang di sampingnya saja. Keempat, jaringan komunikasi berbentuk lingkaran. Pada jaringan komunikasi ini setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang di samping kiri dan kanannya. Di dalam jaringan komunikasi lingkaran tidak dikenal adanya pemimpin. Kelima, jaringan komunikasi bintang. Jaringan komunikasi bintang disebut juga sebagai jaringan komunikasi semua saluran all chanels atau semua saluran komunikasi terbuka comcon. Dalam jaringan komunikasi ini setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain. Menurut Rakhmat 2005, pola komunikasi yang paling efektif adalah jaringan komunikasi bintang. Hal ini disebabkan karena jaringan komunikasi bintang tidak terpusat pada satu orang pemimpin. Jaringan komunikasi ini juga mampu memberikan kepuasan kepada anggota-anggotanya. Jaringan komunikasi bintang diakui paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berkenaan dengan masalah yang sukar. c. Kohesi Kelompok Collins dan Raven dalam Rakhmat 2005 mendefenisikan kohesi kelompok sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari dalam Rakhmat 2005 menjelaskan kohesi dapat diukur dari 1 ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, 2 Universitas Sumatera Utara ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan 3 sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya. Selanjutnya menarik untuk melihat hasil kajian Marquis, Guetzkow, dan Heyns dalam Rakhmat 2005 yang menjelaskan semakin kohesif suatu kelompok maka semakin besar tingkat kepuasan anggotanya. Selain itu Likert masih dalam Rakhmat 2005 menemukan bahwa kohesi kelompok berkaitan erat dengan produktivitas, moril, dan efesiensi komunikasi. d. Kepemimpinan Cragan dan Wright dalam Rakhmat 2005 menjelaskan kepemimpinan sebagai bentuk komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. White dan Lippi dalam Rakhmat 2005 mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal. Kepemimpinan yang paling baik adalah tipe kepemimpinan demokratis. Gibb dalam Rakhmat 2005 menyebutkan kepemimpinan demokratis akan efektif bila Universitas Sumatera Utara 1 tidak ada anggota kelompok yang merasa dirinya lebih mampu mengatasi persoalan daripada kelompok yang lain, 2 bila metode komunikasi yang tepat belum diketahui atau tidak dipahami, dan 3 bila semua anggota kelompok berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka.

2.1.2.2. Faktor personal