Pengendalian Demam Berdarah Dengue

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengendalian Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD di Indonesia pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968. Di Indonesia, penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat khususnya anggota kelompok keluarga yang belum dapat ditanggulangi. Hindra, 2003. Untuk mengurangi kasus DBD diharapkan ada peran serta dari masyarakat khususnya keluarga karena nyamuk mampu bertelur dalam jumlah yang cukup banyak sehingga pemberantasan sarang nyamuk dan pemerdayaan masyarakat khususnya keluarga yang menjadi sasaran utama ASEAN Dengue Day, ADD 2011 Dampak demam berdarah dengue DBD masih banyak menimbulkan kesakitan dan kematian yang tinggi serta menimbulkan berbagai masalah yang sangat merugikan keluarga baik ditinjau dari aspek sosial maupun ekonomi. Cara yang dianggap tepat untuk memberantas sarang nyamuk DBD atau untuk mencegah DBD adalah membasmi jentik Aedes aegypti dengan cara 3M M1: Menguras tempat penampungan air seperti bak airwc, tempayan, dan drum , M2 : Memberi tutup yang rapat pada tempat penampungan air; dan M3 : Mengubur atau menyingkirkan barang- barang bekas, sehingga tidak menjadi sarang atau tempat bertelur dan berkembang- biaknya nyamuk penular penyakit DBD dan ini sangat memerlukan partisipasi seluruh masyarakatkeluarga. Kegiatan 3M yang bertujuan untuk membasmi jentik Universitas Sumatera Utara nyamuk penular penyakit DBD tersebut dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue atau disingkat PSN DBD. Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru adalah abatesasi dan penyemprotan fogging untuk memutuskan rantai penyebaran dan perkembangbiakan vektor. Namun karena tingginya biaya dan keterbatasan anggaran maka upaya tersebut kurang berkesinambungan Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2009. Fakta di lapangan yang ditemui oleh peneliti jika sudah ditemui kasus DBD, petugas baru turun ke lapangan untuk melakukan penyemprotan fogging. Fogging hanya dilakukan tanpa ada dilakukan penyuluhan mengenai pencegahan DBD. Masyarakat juga tidak diberitahu oleh petugas kesehatan untuk melaporkan kasus yang ada. Untuk membantu dan mengatasi keadaan ini di masyarakat, hendaknya petugas kesehatan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara-cara pencegahan dan pengendalian DBD. Penelitian Hidajat 1998 menyebutkan ketidak berhasilan program Pencegahan dan Pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD didaerah Mampang Prapatan, khususnya di RW 04, RT 07, RT 016 yang berhubungan erat dengan belum adanya peran serta warga masnyarakat khususnya keluarga. Hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat berperan dalam pengendalian DBD. Dengan demikian, masyarakat tidak merasa kekurangan informasi dari petugas kesehatan tentang cara pencegahan dan pengendalian DBD yang sebenarnya. Universitas Sumatera Utara 5.2. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Partisipasi Keluarga 5.2.1. Ukuran Keluarga