Elemen Tasawuf dan Sejarahnya

18

BAB II SPIRITUALITAS ISLAM

A. Elemen Tasawuf dan Sejarahnya

Spiritualitas Islam memanifestasikan dirinya terhadap masayarakat Muslim dari berbagai golongan, nilai spiritualitas menjadi bagian dari tasawuf, sebab ajaran-ajaran bersifat spiritual baik dari berbagai sekte kebatinan Islam terkristalisasikan dalam tasawuf. 1 Tasawuf sebagai ajaran agama tidak begitu fulgar bagi masyarakat awam, terlebih dalam kontekstualnya, seperti wahdat al-wujūd dan pembahasan al-insān al-kāmil, alasannya karena posisi tasawuf dianggap sebagai instrument paling rumit mengenal Tuhan jika dibandingkan Ilmu syarīah yang tekstual. Argumentasi tersebut disepakati dengan sikap mementingkan pengalaman syarīah dalam proses awal mengenal Tuhan daripada pendekatan tasawuf, sehingga masyarakat awam lebih kenal dengan ilmu syarīah dibanding ilmu tasawuf. Antara syarīah dan tasawuf memang berdiri sendiri-sendiri, namun fungsinya tidak, eksistensinya saling membutuhkan dan tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, sebab keduanya menjadi salah satu parameter dari kesempurnaan seorang Muslim selain dari aspek aqidah. 2 1 Seyyed Hossein Nasr, “Pembukaan: Signifikansi Spiritual Dalam Kebangkitan Dan Perkembangan Tarekat-tarekat Sufi,” dalam Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Penerjemah Mizan Bandung: Mizan, 2003, h. 3. 2 Said Aqil Siradj, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial Bandung: Mizan, 2006, h. 30. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 19 Masyarakat tidak faham terhadap tasawuf berpengaruh pada definisinya, mereka menyimpulkan tasawuf identik pada tharīqah. 3 Argumentasinya, banyak pelaku tharīqah bertasawuf, sedangkan yang tidak ber-tharīqah tidak bertasawuf, atau secara sporadis mengatakan tidak berkesempatan menjadi Sufi. Pendefinisian tersebut akibat puas melihat formalitas luar, seperti atribut jubah, sorban, sarung, mencium tangan habib, atau membawa tasbih dengan tidak memperhatikan esensi internal sama sekali. Praktik tasawuf demikian oleh Imam al-Ghazālī dikategorikan maghfur tertipu penampilan luar. 4 Tasawuf adalah salah satu cabang dari ilmu Islam yang unik dan banyak mengundang perhatian. Bukan saja karena parameter ontology, epistimologi dan aksiologi di dalamnya, tetapi karena ada kemungkinan spiritual dengan ragam terkaya disampaikan oleh nilai spiritual Islam, hal ini mendorong perempuan dan laki-laki dari berbagai simbol baik secara psikologis, etnis, mental, dan budaya bisa beradaptasi dan dipersilahkan berada pada pengajaran tasawuf. 5 Spiritualitas dalam ranah tasawuf adalah ontologis yang diyakini oleh para Sufi, mereka memandang dunia spiritual lebih hakiki dan real diabandingkan dengan alam jasmani, 6 “Dunia ini tidak lain kecuali hanya senda gurau dan permainan belaka, sementara akhirat 3 Tharīqah mempunyai arti sebuah gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan- latihan rohani dan jasmani menurut ajaran-ajaran dan keyakinan tertentu. Aboebakar Atjeh, Sejarah Sufi Dan Tasawwuf Bandung: Tjerdas, 1962, h. 36. 4 Said Aqil Siradj, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial, h. 433. 5 Seyyed Hossein Nasr, “Pembukaan: Signifikansi Spiritual Dalam Kebangkitan Dan Perkembangan Tarekat-tarekat Sufi,” h. 4. 6 Spiritualitas sebagai ontology dilatarbelakangi oleh keidentikan memandang inti awal dengan yang Satu “QulhuAllāhu Ahad,” meyakini yang Satu, menyaksikan yang Satu, mengenal yang Satu, mencintai yang Satu, yaitu Tuhan dalam kemutlakan realitas-Nya melampaui segala manifestasi dan determinasi, sang Esa dalam al-Qurān ditegaskan dengan nama Allāh. Lihat Seyyed Hossein Nasr, “Pengantar,” dalam Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis: Spiritualitas Islam. Penerjemah Tim Penerjemah Mizan Bandung: Mizan, 2003, h. xxiii. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 20 adalah kehidupan hakiki Q.s. Al-Ankabūt: 62.” Dimensi tasawuf dalam ranah keagamaan lebih mementingkan aspek esoteric dari kesalehan imajinatif dengan motifasi al-Qur’ān dan Hadīts ketimbang aspek eksoterik, jadi lebih mementingkan penafsiran batini ketimbang penafsiran filsafat. 7 Tujuannya cinta terhadap ilahi adalah dermaga dengan resiko hamba mampu menikmati segala sakit dan penderitaan anugrah Allah SWT untuk evaluasi derajat. 8 Tasawuf sebagai disiplin ilmu dianggap sebagai ilmu plagiat, sebab jauh sebelum Islam berbagai metode Asketisme telah dikembangkan baik oleh agama ataupun aliran kebatinan. Uniknya, legitimasi pakar mistik terhadap tasawuf sebagai disiplin ilmu tidak mampu memberikan kejelasan tentang hakikat dan ruang lingkup tasawuf secara pasti. Mereka memberikan pandangan tentang sulitnya membangun kerangka teori dalam tasawuf, sebagian dari mereka taqlid pada pernyataan Rūmī tentang cerita orang buta memegang gajah pada bab awal. 9 Argumentasi lain gejala tasawuf tidak mampu diberikan batasan karena sifatnya berupa misteri pengalaman spiritual masing-masing orang bermuara pada subyektifitas, bahkan realitanya menunjukkan dengan sikap lebih mudah daripada menjelaskannya dengan teori. 10 7 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf Jakarta: Erlangga, 2006, h. 2-3. Lihat pula Marshal G.S. Hodgson, The Venture Of Islam: Iman Dan Sejarah Dalam Peradaban Dunia Masa Klasik Islam. Penerjemah Mulyadhi Kartanegara Jakarta: Paramadina, 2002, cetakan I, h. 208. 8 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam. Penerjemah Sapardi Djoko Damono, dkk., Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, h. 2. 9 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 2. 10 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 6. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 21 Istilah tasawuf telah dikenal sebelum tahun 200H.816M. Tetapi ajaran pokok dan sistematisasi tasawuf muncul signifikan pada abad ke-3H. Pada abad ke-2H., belum diketahui as-Sufi ahli tasawuf, adanya adalah aliran Zuhūd. 11 Menurut beberapa Ulama, ahli kebatinan pertama dengan gelar Sufi ialah Abū Hasyim dari Kuffah w.150H.. 12 Karena kehidupan normalnya jauh dari hedonisme melambangkan hidup Nabi SAW dan para Sahabat. Abū al-Qāsim al-Junayd al-Baghdādī w.2979H.909M. disimbolkan sebagai Sufi pertama peletak dasar metode belajar mengajar bagi guru dan murid pada disiplin tasawuf, sehingga pantas Junayd al-Baghdādī mendapat gelar Abū al-Tasawuf al-Islamī, Imam al-tharīqah al-Qawmiyah atau Syeīkh al-Tayfah. 13 Pada masa awal selama empat sampai lima abad pertama Islam, pengajaran tasawuf dilakukan inklusif. Sedangkan kemunculan oragnisasi tasawuf yang lebih solid tersetruktur dengan aturan- aturan khusus dan lebih definitive, baik meliputi pelajaran etika, wirid, teknik meditasi melalui pernapasan dan lain-lain baru muncul belakangan, gerakan dengan sebutan tharīqah mayoritas dinamai sesuai nama pendirinya, seperti tharīqah Qādiriyyah didirikan oleh Syeīkh ‘Abd al-Qādir al-Jilānī dan tharīqah Syādziliyyah didirikan oleh Abū al-Hasan al-Syādzili. 14 11 Penganutnya disebut zahīd lihat Abdul Aziz Dahlan, ed. Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: PT. Intermasa, 1997, jilid 4, h. 1640. Lihat pula Hamka, Tasawuf Moderen Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1990, h. 13. 12 Hamka, Tasawuf Perkembangan Dan Pemurniannya Jakarta: Pustaka Panji Mas,1986, h. 85. Lihat pula Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 36. dan Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa Yasa Dipura I Jakarta: Ushul Press, 2009, h. 217. 13 Azyumardi Azra, dkk., Ensiklopedi Tasawuf, Heri MS Faridy dkk., ed. Bandung: Angkasa, 2008, Jilid III, h. 1285. 14 Seyyed Hossein Nasr, “Pembukaan: Signifikansi Spiritual Dalam Kebangkitan Dan Perkembangan Tarekat-tarekat Sufi,” h. 3. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 22 Tidak hanya sulit dalam history memetakan awal mula perkembangan tasawuf dan Sufi, pendekatan linguistic muasal kata tasawuf dan Sufi mengalami problematika mendasar, ini tidak lain karena pencarian muasal kata tasawuf dilakukan dengan berbagai metode, baik besifat bahasa secara praktis dengan gramatika lingguistic ilmu Nahwu dan Sharaf, pendekatan sosial – pengaruh eksternal Islam – dan pendekatan pengaruh filsafat Yunani. Sehingga perkembangan teori dewasa ini mengenai tasawuf dan Sufi diantaranya berasal dari kata “safā” berarti bersih Murni, 15 mempunyai makna tulus atau suci pada Allah SWT. Pendapat lain tentang asal kata tasawuf adalah Shuffah, memiliki arti serambi masjid Nabawi di Madinah sebagai domisili Sahabat Nabi berkehidupan miskin dari golongan Muhajirin. Mereka disebut ahl-Suffah, sebab antara si kaya dan si miskin tidak ada bedanya, keduanya tetap tekun beribadah. 16 Ulama lain beranggapan kata Sufi adalah bahasa Arab “Sūf,” berarti bulu domba Wol. 17 Menurut Annemarie Schimmel dinukil dari pendapat ‘Alī bin Uthman al-Hujwiri, beberapa beranggapan demikian sebab bagi para pelaku tasawuf “as-Sufi” mengenakan jubah Wol. 18 Filsafat Yunani yang lekat dengan peradaban Islam dikaitkan dalam tasawuf, kata tasawuf diadopsi dari theosophy Theo: Tuhan dan Shopos: 15 Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama: Institut Agama Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Tasawuf Medan: Naspar Djaja, 1981, h. 9. 16 Abudin Nata, Ilmu kalam, Filsafat Dan Tasawuf Jakarta: Rajawali Pers, 1993, h. 152. 17 Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, h. 1640. 18 Definisi dikembangkan dan memandang Sufi dengan bangku dan Wol hanya mengartikulasikan luar, sebab Sufi adalah orang-orang yang telah meninggalakan kehidupan dunia, meninggalkan rumahnya, dan berpisah dengan teman-temannya. Mereka mengembara ke berbagai negeri, membunuh nafsu jasmani, menelanjangi tubuh dengan maksud mempergunakan benda duniawi sekedar bisa menutupi ketelanjangan tubuhnya dan menghilangkan laparnya. Lihat Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h 16-17. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 23 Hikmah, berarti hikmah ke-Tuhanan. Namun adopsi filsafat Yunani dalam kata tasawuf dikritik oleh Ibrāhīm Basyuni, sebab huruf sigma dalam bahasa Yunani ditrnaslitrasikan ke bahasa Arab dengan huruf “sīn,” bukan dengan huruf “sād.” Sehingga kalau kata tasawuf berasal dari kata Yuniani “theosophy,” maka pelafalannya adalah tashawuf, sebagaimana terlihat pada kata falsafah yang berasal dari kata philosophia. 19 Setelah sumbangan dari bahasa Yunani, kata tasawuf dikembangkan dari kata saff “barisan,” argumentasinya dibangun dari tabiat Sufi yang tidak pernah meninggalkan sholat jama’ah dan memilih barisan sholat terdepan. Sedangkan pendapat lain mengatakan asal kata tasawuf adalah saufanah, sejenis buah-buahan kecil berbulu tumbuh di padang pasir Jazirah Arab. Khusus pada pengaruh kata saufanah ternyata tidak memiliki riwayat pasti berkaitan dengan asal kata tasawuf, baik secara perinsip spiritual ataupun secara sosial kehidupan Sufi. 20 Dari beberapa pendapat di atas, ada pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf baik secara penukilan maupun kiasannya bersifat morfologis tidak ditemukan dalam bahasa Arab. Sebab istilah tasawuf dan as-Sufi adalah gelar “laqab” dinukil dari bahasa asing kedalam bahasa Arab setelah mengalami asimilasi dan Arabisasi. Argumentasi ini dilatarbelakangi pada masa itu Islam mulai tumbuh dan membentuk beberapa kelompok, baik 19 Yunsaril Ali, “Tasawuf,” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Pemikiran Dan Peradaban Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, tt, h. 142. 20 Yunsaril Ali, “Tasawuf,” h. 141. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 24 Syiah, Khawarij, Murjiah, dll. Kemudian individu atau kelompok memilih zuhud digelari ahli tasawuf. 21 Masyarakat Modern mengidentifikasi tasawuf pada ritual-ritual penderitaan, alasannya tasawuf dianggap sebagai ajaran kemlaratan dan kemiskinan, lihat saja beberapa ucapan Sufi menyatakan banyak meninggalkan dunia dan memilih hidup mlarat. Pertanyaannya, apakah selamanya dimensi Sufistik identik dengan kemlaratan dan kemiskinan? Kita bisa jawab dengan sebuah Hadīts: ﻻو لﻼﳊا ﱘﺮﺤﺘﻳ ﻦﻳﺪﻟا ﰲ ةدﺎﻫﺰﻟا ﺲﻴﻟ ﰲ ةدﺎﻫﺰﻟا ﻦﻜﻟو لﺎﳌا ﺔﻋﺎﺿا نا ﺎﻴﻧﺪﻟﺎﻓ ﺎﲟ نﻮﻜﺗﻻ ﰱ ﺎﲟ ﻚﻨﻣ ﻖﺛوا ﻚﻳﺪﻳ نﻮﻜﺗ ناو ﷲا ﺪﻳ ﰲ ﻚﻟ ﺔﻴﻘﺑا ﺎاﻮﻟ ﺎﻬﻴﻓ ﻚﻨﻣ ﺐﻏرا ﺎ ﺖﺒﺻا اذا ﺔﺒﻴﺼﳌا باﻮﺜ9ﻓ . Artinya: “Zuhūd terhadap dunia bukan berarti mengharamkan harta perkara yang halal, juga bukan menyia-nyiakan harta. Tetapi agar jangan sampai apa yang kamu miliki lebih kamu andalkan daripada apa yang ada pada kuasa Allah SWT, dan agar pahala musibah lebih kamu sukai jika kamu tertimpa musibah yang dahsyat.” Hadīts di atas menerangkan, bahwa hidup secara zuhūd membolehkan kita untuk menjadi orang kaya dan memilih pekerjaan halal. Dari sini letak pentingnya aspek syarīah memberikan batasan antara mana yang halal dan mana yang haram. Duet lain antara syarīah dan tasawuf akan lebih jelas jika kita perhatikan dalam Hadīts di atas terdapat teks yang mengatakan, “Tetapi agar jangan sampai apa yang kamu miliki lebih 21 Dari berbagai sudut pemahaman akar kata tasawuf di atas sebenarnya hanya merujuk pada satu hal, yaitu ketertarikan individu pada pengetahuan esoteris yang menyelami dan masuk jauh pada pengetahuan ilmu agama, agar jiwa masing-masing individu merasakan kenikamatan dan kedamaian. Sejarah luarnya merupakan ritme gerakan-gerakan rohani, teologi, dan sastra dalam Islam. Karena berakar dalam latihan ritual ajaran al-Qurān, Hadīts, dan inspirasi kisah- kisah adaptif para zahid antara hubungannya dengan Allah SWT, dengan masyarakat, dan dengan alam, tasawuf mencerminkan sikap plural masyarakat Muslim terhadap dunia. Lihat Said Aqil Siradj, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial, h. 37. Lihat pula Muhammad Shādiq ‘Arjūn, Sufisme: Sebuah Refleksi Kritis. Penerjemah Arief B. Iskandar Bandung: Pustaka Hidayah, 2003, h. 104. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 25 kamu andalkan daripada apa yang ada pada kuasa Allah SWT.” Maksudnya, bahwa harta yang kita cari dan peroleh meskipun itu dengan cara halal, jangan sampai keberadaannya melupakan kita pada Allah, kemudian aspek syarīah memberi jalan keluar dengan adanya zakat harta benda, sebab zakat bisa dikatakan sebagai pelajaran humainisme. Lebih sepesifiknya, disiplin syarīah adalah ritual wajib dari nilai- nilai doktrinal lingkupnya dunia nyata, seperti contoh zakat di atas, sedangkan tasawuf adalah nilai-nilai plus dari klimaksnya doktrin syarīah, selain sebagai obat hati, tugas tasawuf mengartikan amaliyah syarīah dilihat dari manusia sebagai ihsan, biyarpun secara hukum syarīah zakat dikeluarkan dengan takaran tertentu dinyatakan sah, namun secara tasawuf bisa lebih explor dalam kajian maknanya. Dengan tafsiran sederhana, harta kita keluarkan zakat dalam tasawuf adalah isyarat pengingat, bahwa kepemilikan bersifat dunia hanya sebatas titipan dan rintisan awal kehidupan akhirat, suatu saat mengalami rotasi manifesto kebentuk lain. Karena urgen dan kompleks, Imam Ghazālī memberikan fatwa fardu ain bagi setiap Muslim mempelajari tasawuf, karena aturan syarīah hanya mengajarkan moral pada kehidupan badani, sedangkan upaya pembersihan penyakit hati secara pasti semua orang memiliki - kecuali para Nabi dan kekasih Allah SWT - bisa didapat melalui tasawuf. 22 Syeīkh Muhammad Amīn al-Kurdī mengatakan: 22 Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul, Saefulloh Maslul Menjawab 165 Masalah Bandung: CV. Wahana Karya Grafika, 2006, h. 32. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 26 فﻮﺼﺘﻟا ﻢﻠﻋ ﻮﻫ فﺮﻌﻳ ﺲﻔﻨﻟا لاﻮﺣا ﻪﺑ ﺎﻬﻣﺬﻣوا ﻩدﻮﻤﳏ ﺔﻴﻔﻴﻛو ﻫﲑﻬﻄﺗ ﻨﻣ مﻮﻣﺬﳌا ﻦﻣ ﺎ ﺎﺑا ﻪﺘﻴﻠﲢو ﺎﻬ فﺎﺼﺗﻻ ﺎﻫدﻮﻤﺤﲟ . كﻮﻠﺴﻟا ﺔﻴﻔﻴﻛو ﱄﺎﻌﺗ ﷲا ﱄا ﲑﺴﻟاو ﻪﻴﻟا راﺮﻔﻟاو . Artinya: “Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhoan Allah SWT dan meninggalkan larangannya menuju kepada-Nya.” 23 Pendapat Syeīkh Muhammad Amīn al-Kurdī bertentangan dengan pendapat Junayd Dannūri menyatakan bahwa tasawuf tidak tersusun dari praktik dan ilmu, tetapi merupakan akhlāq, pendapat ini diperkuat Mawlana ‘Abdurahman Jami’ dalam Nafahat al-Unsh, siapapun yang melebihimu dalam nilai akhlāq, berarti melebihimu dalam Tasawuf. 24 Argumentasi tasawuf adalah seputar etika tidak salah, namun cakupannya bisa lebih variatif, sebab tasawuf benar-benar mencakup kaidah aksiologi secara sempurna. Sempurna karena tidak hanya seputar etika dengan baik-tercela, namun juga masuk pada estetika indah-jelek. Karena tasawuf terkait pada jiwa, roh, dan intuisi, eksistensi tasawuf tidak hanya membangun dunia bermoral, tetapi harmoni keindahan pada dunia. Sedangkan esensi pokok tasawuf merupakan jalan keluar agar manusia bisa hidup dengan benar, rajin beribadah, dan bermoral baik, sehingga manusia merasakan indahnya hidup dan nikmatnya ibadah. 25 Imam al-Ghazālī dalam kitabnya Ihyā ‘Ulūm al-Dīn menggambarkan kehidupan Sufi, barang siapa memandang dunia karena itu karya Tuhan, 23 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 44. 24 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 17. 25 Said Aqil Siradj, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial, h. 36. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 27 dan mengenalnya karena itu karya Tuhan, dan mencintainya karena itu karya Tuhan, tidak memandang kepada apapun selain Tuhan, dan tidak mengetahui apapun selain Tuhan, dan tidak mencintai apapun selain Tuhan, ia adalah penyatu sejati, yang tidak memandang apapun selain Tuhan, bahkan tidak memandang kepada dirinya untuk dirinya sendiri, melainkan karena Ia hamba Tuhan. Orang seperti itu dinamakan sirna dalam penyatuan dan disebut sebagai sirna darinya sendiri. 26 Annemarie Schimmel menggambarkan tasawuf dinukil dari Junayd seorang pemimpin mistik di Irak didasarkan pada delapan sifat adaptip delapan Rasul, yaitu: Kedermawanan Ibrāhīm yang mengorbankan putranya. Kepasrahan Ismā‘īl yang menyerahkan diri pada perintah Tuhan dan menyerahkan hidupnya. Kesabaran Ayyūb, dengan sabar menahan penderitaan penyakit gatal dan kecemburuan Maha Pemurah. Perlambang Zakaria, yang menerima sabda Tuhan, “Kau tidak akan berbicara dengan manusia selama tiga hari kecuali dengan mempergunakan lembang- lambang” sūrah 3: 36, dan juga, “Tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut” sūrah 19: 2. Keasingan Yūnus, yang merupakan orang asing di negerinya sendiri dan terasing ditengah-tengah kaumnya sendiri. Sifat penziarah ‘Īsā, yang begitu melepaskan keduniawian sehingga hanya menyimpan sebuah mangkuk dan sebuah sisir, mangkuknyapun dibuang ketika ia melihat orang minum dari telapak tangannya, dan juga sisirnya ketika dilihatnya seorang menyisir rambut dengan jari-jarinya. Pemakaian jubah Wol oleh Mūsā, dan kemelaratan 26 Abū Hamid Muhammad al-Ghazālī, Ihyā ‘Ulūm ad-Dīn Beirut: Darul Fikr, 1995, jilid 3, h. 276. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 28 Muhammad, yang dianugrahi kunci segala harta di muka bumi oleh Tuhan, sabda-Nya, “Jangan menyusahkan diri sendiri, tapi nikmati setiap kemewahan dengan harga ini,” namun jawabnya, “Ya Allah, hamba tidak menghendakinya, biarkan hamba sehari kenyang dan sehari lapar.” 27 Sufi sebagai individu berjiwa suci merupakan orang-orang pilihan, ini memungkinkan salah satu dari golongannya menjadi seorang Walīallāh. Sehingga seorang Walīallāh adalah seorang Sufi, dan seorang Sufi belum tentu dia seorang Walīallāh, kecuali dia telah menyelesaikan pendidikan kesufiannya hingga maqāmāt terakhir. 28 Kewalian adalah dasar dan landasan tasawuf terhadap pengetahuan tentang Tuhan, tema kewalian telah didiskusikan oleh para Sufi pada abad sembilan akhir. 29 Derajat kewalian bisa dimiliki oleh semua orang. Said Agil Siradj memberikan dua metode bagi personal yang menghendaki dirinya pada derajat kewalian, yaitu Walīallāh secara mutlak dan Walīallāh hukukillāh, dalam fersi Tirmidhi adalah Walī as-sidq Allāh dan Walī minnat Allāh. 30 Pertama Walīallāh secara mutlak, adalah derajat kewalian langsung diberikan oleh Allah SWT tanpa dengan prosedur normatif. Beberapa Wali kategori ini diantaranya adalah Rabīah al-‘Adawiyah, dari seorang pernyanyi taubatnya mengantar kederajat Wali dengan tingkatan sangat tinggi, dan Ibrāhīm bin Adham, seorang pangeran kerajaan taubatnya mengantar kederajat Wali. Kedua 27 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 16. 28 Maqāmāt adalah tahapan jalan bagi seorang Sufi untuk mencapai derajat kewalian. Tahapan-tahapan ini dimulai dari tingkatan paling rendah sesuai ajaran dan praktik yang diajarkan Mursyid, tahapannyapun baik yang awal dan yang paling puncak dari masing-masing Mursyid berbeda-beda. Lihat Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, h. 17. Lihat pula Yunsaril Ali, “Tasawuf,” h. 144. 29 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 252. 30 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 257. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 29 Walīallāh hukukillāh, derajat kewalian dicapai dengan berbagai macam metode, bisa dimulai dari ‘ilm syarīah, taubat, wara’, menjadi lebih selektif, zuhud atau menganggap kecil dunia, al-shabr ikhlas menghadapi cobaan, tawakkal, ridhā, syukur berterimakasih atas sesuatu dari Tuhan apapun bentuknya, tahalli membiasakan diri bersifat dan bersikap baik, tajalli, sampai akhirnya mencapai ma’rifah. 31 Metode kewalian dari masing-masing guru berbeda, Imam al-Ghazālī misalnya, membagi tahapan kewalian pada delapan maqāmāt, yaitu: Taubat, al-shabr, faqr, zuhud, al-tawakkul, mahabbah, ma’rifah, dan ridhā. 32 Sedangkan al-Yusi dalam fatwanya memberikan empat syarat agar manusia secara personal sampai pada derajat kewalian: ﲔﺑو قﻮﻠﺨﳌاو ﻖﻠﳋا ﲔﺑ قﺮﻔﻳ ﱴﺣ ﻦﻳﺪﻟا لﻮﺻﺎﺑ ﺎﻓرﺎﻋ نﻮﻜﻳ نا ةﻮﺒﻨﻟا ﻰﻋﺪﻣ ىا ﱮﻨﺘﳌاو ﱮﻨﻟا . ﻮﻟ ﺚﻴﲝ ﺎﻤﻬﻓو ﻼﻘﻧ ﺔﻌﻳﺮﺸﻟا ﻢﻜﺣﺎﺑ ﺎﳌﺎﻋ نﻮﻜﻳ نا ﷲا ﺐﻫذا ﻢﻠﻋ ﻩﺪﻨﻋ ﺪﺟﻮﻟ ضرﻻا ﻞﻫا . ﺎﻨﻣ ﺪﻤﶈﺎﺑ ﻒﺼﺘﻴﻧا ﻞﻤﻋ ﻞﻜﻴﻓ صﻼﺧﻻاو عرﻮﻟﺎﻛ ﻒﺻوﻻ ىرﺪﻳ ﻻذا ،ﲔﻋ ﺔﻓﺮﻃ ﺔﻨﻴﻧﺄﻤﻃ اﺪﳚ ﻻ نﺎﺑ ﺪﺑا فﻮﳋا مزﻼﻳ نا ةوﺎﻘﺸﻟا ﻖﻳﺮﻓ ﻦﻣوأ ةدﺎﻌﺴﻟا ﻖﻳﺮﻓ ﻦﻣ ﻮﻫأ . Artinya: Mengetahui dasar agama, sehingga bisa membedakan antara pencipta dan makhluk. Mengetahui hukum-hukum syarīah baik secara Naqli maupun dalam pemahaman dalil dengan perumpamaan, seandainya Allah mencabut ilmunya penduduk bumi, nisacaya akan bisa ditemukan pada orang tersebut. 31 Said Agil Siradj, “Kiai Said Yakin 100 persen Gus Dur Wali,” artikel diakses pada, 22 Maret 2011 dari http:www.nu.or.idpage? 32 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, h. 17. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 30 Mempunyai sifat-sifat terpuji seperti wira’i dan ikhlas dalam beramal. Selama-lamanya dalam keadaan takut, tidak pernah dalam keadaan tenang sedikitpun, karena ia merasa orang yang beruntung ataupun bukan.” 33 Pernyataan ke empat dengan menekankan kata “takut” dari fatwa di atas bertentangan dengan ayat al-Qurān yang justru kontradiktif, ayat yang paling popular membahas Auliy’a Allāh “Teman Allah” Q.s. Yūnus: 62 mengatakan: Iωr āχÎ uuŠÏ9÷ρr « Ÿω ê’öθyz óΟÎγøŠn=tæ Ÿωuρ öΝèδ šχθçΡt“øts† ∩∉⊄∪ Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya Wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” Dalam ayat ini menerangkan pengingkaran rasa takut dan khawatir pada derajat kewalian, rasa takut dan rasa khawatir menunjukkan harapan, seperti pernyataan Sufi pekerjaan apapun ketika berada dalam derajat kewalian “maqam ma’rifah” adalah manifesto sikap pasrah, baik itu termasuk orang beruntung dalam golongan ahli surga ataupun tidak, karena prioritas Sufi hanyalah bersyukur dan mengabaikan pencarian mereka mengaharap surga. Cerita menarik ketika Sufi perempuan Rābiah dari Basrah Iraq berlari di jalanan dengan membawa jambangan berisi air di salah satu tangannya, dan membawa obor menyala di tangan lainnya, ditanya apa maksudnya? Rābiah menjawab, Saya membawa jambangan berisi air akan pergi ke neraka untuk memadamkan apinya, sedangkan obor menyala di tangan satunya bermaksud pergi ke surga untuk membakar taman-taman surga. Tingkah laku Rābiah dengan simbol ingin 33 Ridwan Qoyyum Said, Fikih Klenik Kediri: Mitra Gayati, 2004, h. 14. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 31 merusak surga dan memadamkan api neraka adalah kepatuhan menyembah Allah SWT bukan karena mengharap surga dan bebas dari neraka, tetapi benar-benar menyembah karena kepasrahan tidak pamrih pada surga atupun neraka. 34 Syeīkh Abū Turob an-Nakhsyā’i mengatakan: أ ﺔﻔﺻ نﻮﻜﻳﻻ نا ﱄو ﳋا نﻻ فﻮﺧ ﻪﻟ ﰲ ﻞﳛ ﻩوﺮﻜﻣ ﺐﻗﺮﺗ فﻮ ﻪﻴﻓ ﺲﻴﻟ ﻪﺘﻗو ﻦﺑا ﱄﻮﻟاو ﻒﻧﺄﺘﺴﳌا ﰲ تﻮﻔﻳ بﻮﺒﳏ رﺎﻈﺘﻧاوا ﻞﺒﻘﺘﺴﳌا ﻻ ﺎﻤﻛو ﺄﻴﺷ فﺎﺨﻴﻓ ﻞﺒﻘﺘﺴﻣ راﺎﻀﺘﻧا ءﺎﺟﺮﻟا ناﻻ ﻪﻟ ءﺎﺟرﻻو ﻪﻟ فﻮﺧ وا ﻞﺼﳛ بﻮﺒﳏ ﻒﺸﻜﻳ ﻩوﺮﻛو . Artinya: “Bahwa sifat Wali harus tidak memiliki sifat cemas. Karena perasaan cemas adalah berasal dari penantian akan terjadi sesuatu yang tidak disenangi, pada masa-masa mendatang atau penyesalan akan hilangnya kesenangan pada masa-masa yang sudah lewat. Sedangkan Wali ibarat anak waktu, ia tidak pernah berandai-andai tentang masa depan. Sebagaimana tidak mempunya rasa cemas, seorang Wali juga tidak punya rasa harapan. Karena sebuah harapan adalah penantian akan tercapainya kesenangan atau akan hilangnya kesusahan. 35 Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengatakan: “Seorang Waliyullāh dekat dengan Allah SWT ketika kalbunya dipenuhi cahaya Ilahi. Sehingga ketika itu apabila Ia melihat, Ia melihat bukti-bukti Tuhan-Nya, apabila Ia mendengar, Ia mendengar ayat-ayat ke-Esaan-Nya, apabila Ia bercakap, percakapannya adalah pujian pada Allah SWT, apabila Ia bergerak, maka gerakannya adalah untuk memperjuangkan agama-Nya dan apabila Ia bersungguh- sungguh, maka kesunguhannya dalam ketaatan pada-Nya.” Wali sebagai individu kudus telah memiliki daerah dan peranan masing-masing, berpusat pada Wali dengan kekuasaan ruhani tertinggi adalah Wali Qutb “poros utama” atau Wali Ghauth “pertolongan,” ia 34 Marshal G.S. Hodgson, The Venture Of Islam: Iman Dan Sejarah Dalam Peradaban Dunia Masa Klasik Islam, h. 218. 35 Marshal G.S. Hodgson, The Venture Of Islam: Iman Dan Sejarah Dalam Peradaban Dunia Masa Klasik Islam, h. 24. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 32 dikelilingi oleh tiga Nuqaba “pengganti,” empat Autad “tiang-tiang” dengan julukan ‘Abdul Hayyi, ‘Abdul ‘Alim, ‘Abdul Qādir dan ‘Abdul Murid, tujuh Abrar “saleh,” empat puluh Abdal “pengganti-pengganti,” tiga ratus Akhyar “baik,” dan empat ribu Wali tersembunyi. 36 Pada masa awal munculnya tharīqah, Syeīkh ‘Abd al-Qādir al-Jīlānī dianggap sebagai Wali tertinggi “Qutb,” pendapat ini dikatakan oleh Ibn ‘Arabī. 37 Diskusi membahas kewalian memang rumit. Hal ini tidak lain karena ranah epistimologinya adalah disiplin ilmu tasawuf. Kewalian bukan sebuah ilmu turunan dari saudara atau orang tua yang sebelumnya Auliya’ Allāh, kecuali jika Allah menghendaki. Para Ulama Sufi selalu berhati-hati dalam membincangkan keanehan Wali. Sebab hanya orang tertentu dapat mengerti dan menerima kewalian seseorang. Berbeda dengan Nabi, identifikasi Nabi mudah, sebab Nabi mendeklarasikan dirinya adalah Nabi, sedangkan Wali selalu merahasiakan kewaliannya, bahkan ketika tersingkap karomahnya secara cepat menutupi. Cerita menarik adalah pengalaman ketua umum PBNU Pengurus Besar Nahdlatul Ulama K.H. Said Aqil Siradj ketika umrah Ramādhan dengan Gus Dur. Peristiwa ini ketika Gus Dur masih menjabat sebagai ketua umum PBNU. Diceritakan oleh K.H. Said Aqil Siradj setelah sholat tarawih Gus Dur mengajak beliau untuk mencari orang khowas ”khusus” semata-mata beribadah untuk Allah SWT. Mereka mengunjungi berbagai forum-forum pengajian, ada jenggotnya panjang, ada kitabnya setumpuk dan mampu menjawab segala macam pertanyaan, ada 36 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 253. 37 Khalik Ahmad Nizami “Tareqat Qādiriyah,” dalam Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis: Spiritualitas Islam. Penerjemah Tim Penerjemah Mizan Bandung: Mizan, 2003, h. 16. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 33 pula jama’ahnya banyak, namun tidak satupun dari mereka menarik perhatian Gus Dur. Kemudian sampailah Gus Dur dan Kang Said Sapaan akrab K.H. Said Aqil Siradj pada seorang pria sederhana dari bangsa Mesir, sorbannya tidak besar, duduk di sebuah sudut. Spontan Gus Dur meminta pada Kang Said untuk memperkenalkan dirinya sebagai ketua umum Nahdlatul Ulama dari Indonesia memohon untuk didoakan. Tidak seperti biasa, orang Mesir terkenal dengan keramahannya ketika menerima tamu, tetapi yang satu ini bersikap agak judes ketika berbincang bersama. Kemudian Kang Said menyampaikan niat Gus Dur meminta sekedar doa selamat dari orang tersebut. Anehnya setelah berdoa ia langsung lari, dan menarik sajadahnya sambil berteriak, “Dosa apa aku yā rabbi sampai engkau buka rahasiaku dengan orang ini.” Kang Said berkesimpulan bahwa orang tersebut merupakan Wali bersembunyi, jangan sampai orang lain tahu bahwa ia adalah Wali, tetapi kewaliannya diketahui oleh Gus Dur. Derajat kewalian Gus Dur lebih tinggi sehingga mampu melihat kewalian seseorang, sampai-sampai orang Mesir berjumpa Gus Dur merasa rahasianya terungkap karena ia memiliki dosa. 38 Karomah dalam dunia Wali bersifat urgen meskipun bukan hal utama, sebab eksistensi karomah adalah bonus dari tingginya derajat kewalian, jadi jangan harap masuk dimensi Sufi sebatas mengejar kegaibannya, akan sangat mustahil mendapatkan kegaiban secara benar, ujung-ujungnya menghamba pada iblis. Membicarakan seorang Wali tidak akan pernah lepas dengan karomahnya – Nabi adalah mu’jizat, sedangkan 38 NU Online, “Wali Yang Lari Dari Hadapan Gus Dur,” artikel diakses pada 6 April 2010 dari http:www.nu.or.idpage.php UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 34 Wali adalah karomah – dan tidak selesai sekali diskusi. Keanehan-keanehan tersebut dalam istilah kitab Kuning disebut Qoriq al-Adat sesuatu yang merusak kebiasaan. Dalam menunjukkan kuasanya Allah SWT menghendaki rusaknya rangkaian kausalitas sebagai keyakinan dan legitimasi resmi aturan ilmiah. 39 Contoh kecil tentang Qoriq al-Adat terdapat pada kisah Mawlana Rūmī, Rūmī pernah ada dalam tujuh belas majelis pertemuan pada waktu bersamaan, dan sempat menulis sajak pada setiap tempat pertemuan. 40 Sedangkan Gus Miek juga demikian, beliau pernah dijumpai ada dalam dua tempat berbeda dalam waktu bersamaan. Diceritakan ketika wafatnya Kyai Ramli Jombang, Gus Miek diajak segenap keluaga melayat ke Jombang, namun ajakan itu tidak diterimanya dan memilih tetap di Ploso Kediri. Ketika keluaraga Gus Miek sampai di Jombang telah melihat Gus Miek bermain di sekitar rumah Kyai Ramli, kemudian istri Kyai Ramli menceritakan sebelum suaminya wafat, Gus Miek telah menemaninya di sini selama satu minggu. 41 Kiranya sudah tidak diragukan lagi tentang kekuatan mistik irasional menjadi platform dan menempel ketat pada pencitraan kepribadian Wali, keajaiban-keajaiban metafisik luar biasa seolah-olah adalah bagian penting dalam dunia kewalian, meskipun itu bukan tujuan utama. Tingginya derajat kewalian Mursyid bisa menolong muridnya dari jalan sukar dan penuh goda keduniawian pada jalan kebenaran. Benar jika merespon perkataan Wali, 39 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h, 260. 40 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h, 259. 41 Wawancara Pribadi dengan K.H. Abdullah Ashfar Pengasuh Pondok Pesantren al-Falah Sukoanyar Pakel Tulungagung. Tulungagung, 9 Maret 2011M. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 35 ”Lebih baik mengembalikan hati mati pada kehidupan kekal dari pada mengembalikan seribu tubuh mati ke kehidupan fana.” 42

B. Argumentasi Doktrin Tasawuf