64
3. Arti Zikir dan Hakikatnya dalam Esensi Sufistik
Zikir bukanlah doa aneh yang disusun sedemikian rupa dan dijalankan berdasarkan gerakan-gerakan tertentu lalu diberi alunan nada
sehingga terdengar suara gemuruh layaknya lebah melindungi madunya. Zikir adalah doa bebas dan merupakan kebutuhan rohani manusia, tujuannya
dirancang hanya untuk mengingat Allah SWT, baik disusun seunik mungkin maupun disela dengan gerakan tertentu, pengaturan nafas, dan diberi
sentuhan estetik dengan alunan nada. Pesan melaksanakan zikir paling fenomenal sepanjang sejarah adalah
khutbah Ulama besar Syeīkh ‘Abd al-Qādir al-Jilānī w.1165M., tepat pada Jum’at pagi 12 Dzulhijjah 545H. di madrasah An-Namurah Syeīkh berkata:
Rasulallah SAW bersabda, “Sesungguhnya hati ini berat dan sesungguhnya penjernihannya adalah membaca al-Qurān, ingat mati, dan menghadiri
majelis untuk berzikir.”
143
Komentar ini tidak jauh beda dengan uacapan Hasan al-Basri, “Carilah kegembiraan dalam tiga hal, Sholat, mengingat
Allah SWT, dan membaca al-Qurān. Jika engkau tidak menjalankannya, budak dunia akan membelenggu kita, dan jika saja kita faham, bahwa tiga
itu sebenarnya adalah satu, yaitu zikir. Karena sholat dan membaca al- Qurān adalah zikir.
144
Zikir adalah siklus dari setiap pencapain maqāmāt. Sebagaimana tembok besar dibangun di atas pondasi kokoh, dan atap dibangun di atas
143
‘Abd al-Qādir al-Jilani, Ajaran Tasawuf Syeīkh ‘Abd al-Qādir al-Jilani: Petunjuk Jalan Menuju Ma’rifah. Penerjemah ‘Abdullah Zaki al-Kaff Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.
149.
144
Mir Valliuddīn, Zikir Dan Kontemplasi Dalam Tasawuf, h. 91.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
65 tembok besar.
145
Untuk itu zikir adalah santapan awal membiasakan diri melafalkan kata Allāh disetiap gerak, baik secara emosional atau pengaruh
psikologis. Zikir atau dalam istilah Persia yād kard merupakan satu dari sebelas perinsip guru-guru Naqsabandiyyah pada abad ke-13M. dan ke-14M.
dengan esensi zikir adalah aturan awal perjalanan nurani menuju kepasrahan makhluk pada Tuhan.
146
Karena perbedaan sepiritual individu satu dengan individu lain terlihat dari kualitas dan kuantitas zikir.
Zikir diibaratkan sebagai tiyang kokoh untuk berdiri fokus pada Allah SWT, karena orang tidak akan mampu mencapai kepasrahan pada
Allah SWT tanpa mengingat-Nya terus menerus. Karena hidup tanpa sebuah ingatan kepada-Nya adalah angin lalu.
147
Ingat pada Allah SWT merupakan sebuah praktik sekaligus keadaan esoteris yang mengandung paradoks-paradok kedahagaan dari sebuah
pencarian. Asal katanya adalah ingat, justru pada muaranya “lupa” melupakan segala-galanya kecuali Allah SWT. Semua syaraf tubuh dikonsep
untuk konsentrasi mengingat Allah SWT sampai-sampai orbit fikiran kosong dan hanya terisi lafal Allāh, Allāh, Allāh.
148
Karena sebagai salah satu jalan cinta, zikir telah memberi manusia hasrat tidak terhingga, karena hanya
dengan rindu dan cinta kristalisasi spiritual manusia terbentuk dari ingatan yang berulang-ulang.
149
145
‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 86.
146
Sara Sviri, Cita Rasa Mistis: Demikianlah Sufi Berbicara. Penerjemah Ilyas Hasan Bandung: Pustka Hidayah, 2006, h. 173
.
147
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 212.
148
Sara Sviri, Cita Rasa Mistis: Demikianlah Sufi Berbicara, h. 159.
149
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 213. Lihat pula pada Mir Valliuddīn, Zikir Dan Kontemplasi Dalam Tasawuf, h. 85.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
66 Pada masa awal, zikir tidak terlalu terikat oleh ruang dan waktu,
sebab Allah SWT bisa dikenang di mana saja, kapan saja dan dalam keadaan apapun tanpa batasan keadaan.
150
Baik secara formal dalam upacara syarīah, seperti bacaan sholat dan membaca al-Qurān, atau secara santai
seperti pergi ke pasar dan mencangkul. Karena segala isi dunia menjadikan segalanya mampu mengingatkan manusia pada Tuhan.
151
Pada masa selanjutnya, terlebih mulai berkembangnya tharīqah, aturan zikir dirintis
dengan memberlakukan batasan-batasan thaharahkesucian dari ikatan ketat ilmu syarīah. Sebab taraf awal seorang murid untuk bermeditasi adalah
kesucian badani – wudhu terhindar dari hadas – menuju pada kesucian hati, karena kesucian hati adalah inti konsentrasi mecapai klimaks dalam
zikir.
152
Wudhu misalnya, ketika esensi syarīah disandingkan dengan tasawauf, maka akan terjadi dua penafsiran, pertama secara syarīah wudhu
ditafsirkan sebagai syarat suci dari keabsahan sholat, sebab tanpa wudhu sholat seseorang dianggap tidak sah. Kedua penafsiran tasawuf, wudhu lebih
bersifat eksternal dan netral tidak sekedar ikatan mutlak keabsahan suatu ibadah tertentu, sebab kesucian secara pisikologis dan mental adalah aturan
untuk menjaga pandangan terhadap hal-hal munkar. Dari membasuh muka fungsinya menjaga pandangan dari maksiat, membasuh kedua tangan
bertujuan agar tangan terjaga dari hal-hal haram “kosrupsimencuri,” begitu seterusnya hingga membasuh kedua kaki, secara syarīah memang
150
‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 105.
151
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 212.
152
Tentang adab zikir selengkapnya bisa dibaca pada ‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 111.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
67 membersihkan anggota tubuh, tetapi esensial tasawuf menyucikan sifat dan
sikap.
153
Perpaduan mencolok antar zikir dan badan adalah gerakan, disadari ataupun tidak, ketika mulut sedang basah dalam zikir, tiba-tiba anggota
badan ikut bergerak sesuai irama lafal zikir.
154
Pelaku zikir mampu menikmati zikir dengan gelengan kepala, tepuk tangan, dan terjadinya tarian
fantastis pada tharīqah Mawlawiyyah Jalāl al-Dīn Rūmī, pada saat mabuk zikir tenggelam dalam putaran tubuh dengan gaya estetis seperti gangsing.
Kisah-kisah hilangnya kesadaran dalam zikir Sufi memang sering terjadi, apalagi jika dikaitkan dengan Wali-wali agung, simak saja kisah
antara Ibn ‘Abdullāh at-Tustari dan muridnya. Diriwayatkan Abdullāh at- Tustari berkata pada muridnya, “Teruslah mengingat kata Allāh, Allāh,
Allāh setiap hari, lakukan itu esok dan seterusnya, sampai ucapan kata Allāh benar-benar basah dalam ingatan.” Kemudian ‘Abdullāh at-Tustari
berkata, “Stop, jangan kau ucapkan lagi kata Allāh, tetapi resapi dalam setiap fisik, indara, dan mentalmu, sampai-sampai titik pisikologismu
membaur dengan kalimah Allāh.” Diceritakan selanjutnya pada suatu hari kepala murid tertimpa balok besar dan membuat kepalanya pecah, dari
kepalanya meneteskan darah di lantai dengan tulisan Allāh, Allāh, Allāh.
155
Dalam cerita lain yang nampaknya berlebihan dari puncak kenikmatan zikir adalah kisah pertapa Hindia, diceritakan sejumlah Sufi mengalami ekstase
153
Mehdy Zidane, ed., Mengenal Tharekat Ala Habib Lutfi Bin Yahya, h. 40.
154
Sara Sviri, Cita Rasa Mistis: Demikianlah Sufi Berbicara, h. 181.
155
Sara Sviri, Cita Rasa Mistis: Demikianlah Sufi Berbicara, h. 161. Lihat pula Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 214.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
68 dalam zikir sampai anggota badannya lepas-lepas dan masing-masing
menyebut asma Allah SWT.
156
Pemilihan murid dalam dunia sufistik dilakukan dengan seleksi ketat, seleksi model ini bukan berarti mempersulit individu atau golongan belajar
kesufian. Semua bisa masuk dan mendalami ilmu tharīqah, tetapi aturan
final dari masing-masing mursyid terhadap psikologis atau seberapa parah
kerusakan pada jiwa Salīk berdampak pada racikan zikir sebagai obat pendidikan Salīk. Mula-mula seorang guru melihat secara psikologis siapa
muridnya, kemudian memilihkan zikir yang sesuai dengan kebutuhan rohaniahnya. Menurut Ibn Khafif, pelaku mistik dalam taraf harapan
memiliki racikan zikir yang berada dengan pelaku mistik tahap kepasrahan.
157
Nampak dari sini bahwa guru tharīqah tidak bisa dibedakan layaknya seorang dokter perujuk obat pada pasien, sehingga dokter tharīqahmursyid
memiliki hak prerogative atas masing-masing murid dari pembagian racikan zikir.
158
Peran pemandu tharīqahmursyid sangat penting, karena barang siapa berjalan tanpa pemandu, maka dia memerlukan waktu dua ratus tahun
untuk perjalanan dua hari. Diceritakan ketika seorang murid melakukan pengabdian pada Syeīkh, murid diberi tugas sebagai pembersih kakus.
Ibunya seorang dokter yang berlimpah materi tahu keberadaan putranya menyedihkan, kemudian berinisiatif agar putra kesayangannya tidak diberikan
tugas demikian dengan mengirimkan dua belas budak bangsa Turki untuk menggantikan pekerjaan putranya, tetapi Syeīkh menjawab, “Anda seorang
156
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 219.
157
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 216.
158
‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 120.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
69 dokter?. Andaikata putra anda menderita radang kantung empedu, apakah
obatnya harus saya berikan pada dua belas budak Turki?. Kisah adaptif abad ke-12M. tersebut merupakan gambaran menarik dari kepasrahan
seorang murid pada ketetapan guru.
159
Zikir bagi murid pemula adalah berpura-pura – sekedar lidah, belum tumbuh pada sikap dan hati. – Artinya, murid dalam masa awal sangat
berat memberikan porsi lebih pada Tuhan, dengan sistem berpura-pura cinta pada Tuhan merupakan pelatihan dasar spiritual murid. Karena dengan
pengawasan ketat ilmu syarī’ah dan dilaksanakan secara konsisten, rasa
awal tentang pura-pura cinta pada Tuhan berubah total pada kepasrahan, klimaksnya seorang murid akan merasa kehilangan jika tidak memanjakan
dirinya “zikir” pada Allah SWT.
160
Tidak berlebihan jika Sufi berkata, “Tidak dikabulkannya doa adalah hal menyebalkan, akan tetapi lebih
menyebalkan jika aku tidak berdoa”.
161
Saya terinspirasi penafsiran kisah adaptip dari Hasan ibn ‘Ali cucu Rasulallah SAW. Ketika ditanya tentang
siapa perempuan paling cantik di dunia?. Jawabnya, “Perempuan paling cantik di dunia adalah yang berzikir dimalam hari.” Mengapa?, “Karena
saat itu dia hanya berteman dengan Tuhan dan melupakan kekasihnya di dunia.”
162
Selain pada taraf pemaksaan diri menerima lafal Allāh, biasanya seorang Guru memberikan nama khusus pada muid-muridnya, hal ini
disesuaikan pada karakteristik murid dan perkembangan spiritualnya, nama-
159
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 127.
160
Muhammad Shādiq ‘Arjūn, Sufisme: Sebuah Refleksi Kritis. h. 99.
161
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 197.
162
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 197
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
70 nama diadopsi dari asma mulia sembilan puluh sembilan pada al-Qurān,
maksudnya agar amarah pada diri murid berubah pada sifat-sifat yang lekat dengan asma mulia sembilan puluh sembilan.
163
Syeīkh ‘Abdul Qādir ‘Isa menyimpulkan ada tiga bentuk bacan zikir dari pengajaran mursyid tharīqah
pada murid, pertama istighfar, “Astaghfirullāh,” kedua sholawat pada Nabi Muhammad SAW, “Allāhumma shalli ‘alā syyidina Muhammad ‘abdika wa
rasūlikanan-nabiyī al-ummī wa ‘alā ālihi wa sahbihi wa sallim,” dan ketiga kalimat tauhid, “Lā ilāha illallāh wahdahu lā syarīkalah, lahu al-mulk
walahul hamd, wa hua ‘alā kulli syai’ qadīr.”
164
Perkambangan meditasi sufistik tidak hanya inklusif pada rumusan zikir, masa berikutnya deferensial dengan mengasimilasi unsur eksternal,
seperti sejak abad ke-9M. penggunaan tasbihsubha untuk menghitung dan mengingat-ingat jumlah bacaan zikir. Sebagian Sufi kontradiksi dengan
pendapat itu, karena penggunaan tasbih melalikan hakikat awal pada Tuhan, karena dalam penggunaan tasbih terdapat unsur permainan, sehingga tidak
mampu menenggelamkan Sufi pada doa.
165
Penambahan unsur luar tidak hanya berhenti pada obyek tasbih, pengatuaran nafas semacam sistem Yoga
mulai diadopsi, hal ini dilakukan kembali pada alasan dasar, agar murid bisa lebih masuk pada kesadaran tuggal, sehingga menghantarkan murid
pada keadaan klimaks akan zikir.
163
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik Bandung: Pustaka Hidayah, 2004, h. 89.
164
Lebih cenderung menyebut “wirid” pada ritual zikir Sufi, lengkapnya bisa dibaca di ‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 154.
165
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 215.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id
71
F. Al-Qurān dalam Dimensi Sufistik