Al-Qurān dalam Dimensi Sufistik

71

F. Al-Qurān dalam Dimensi Sufistik

Al-Qurān bukan satu-satunya inspirasi bagi dunia sufistik, masih ada Muhammad SAW dan Hadītsnya sebagai prototipe kehidupan Sufi. Dari tiga macam inspirasi, al-Qurān adalah prototipe utama bagi spiritual Sufi, bukan karena eksistensi al-Qurān sebagai rujukan semua macam ilmu, namun lebih pada al-Qurān sebagai tongkat mutlak manusia dari kebutaannya di dunia. Manusia sebagai makhluk buta terhadap dunia memerlukan tongkat pemandu, dan tongkat itu adalah al-Qurān dari Sang pemberi cinta supaya manusia mampu berjalan tanpa terperosok pada jurang kemunafikan dan tergelincir pada persendian kungkungan nafsu, dengan representatif baik membacanya berkali-kali, merenungkan isinya, dan tujuan pokoknya menjalankan isi setiap ayat al-Qurān. Penyair Turki Yūnus Emre dalam syairnya mengatakan, Orang yang tidak pernah mengenal al-Qurān seperti tidak pernah dilahirkan. 166 Sufi menganggap al-Qurān sebagai Ibu Umm, ibu kebijaksanaan, ibu keadilan bersosial bagi manusia, dan ibu pendidikan etika setiap Muslim. 167 Mulyadhi Kartanegara menyampaikan, al-Qurān bagi kaum Sufi adalah surat cinta, dan Allah SWT adalah kekasih pemberi surat cinta. Psikologis manusia saat mabuk dalam cinta tidak ada hal lain dalam intuisinya kecuali kebahagiaan yang menggairahkan, terlebih saat sang kekasih memberikan surat cinta, daya magnet surat cinta mendorong hasrat untuk berulang-ulang membaca tanpa ada kejenuhan. Dalam kesempatan lain Mulyadhi Kartanegara menyampaikan, al-Qurān bagi Sufi ibarat perempuan sholihah bercadar, dia hanya mau membuka cadarnya pada 166 Ali Audah, “Sastra,” dalam Taufik Abdullah dkk., ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Pemikiran Dan Peradaban Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, t.t., h. 352. 167 M.R. Bawa Muhayyaddīn, Tasawuf Mendamaikan Dunia, h. 171. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 72 laki-laki yang paling sah mencintai dan dicintainya. Kecintaan Sufi pada al-Qur’ān telah menghasilkan energi supra irasional, tabir-tabir yang tadinya sekedar dipahami dari semiotik setiap hurufnya oleh ahli bahasa, berubah seolah-olah al-Qurān membuka pintu dan memperlihatkan isi sejati di dalam dirinya bagi personal yang mampu jatuh cinta pada al-Qurān melebihi cinta pada dirinya sendiri. 168 Al-Qurān adalah leksikon unik bagi Sufi, kesepakatan mutlak eksistensinya qadim adalah ungkapan kesetiaan betapa suci isi kandungan al- Qurān, sehingga keyakinan tertinggi Sufi menyimpulkan kesahihahan atas muara segala macam Ilmu, baik ilmu bersifat rohaniahtasawuf dan ilmu jasmani dengan dialektika ilmu syari’āh. 169 Kehidupan sosial akan terus berevolusi, tapi eksistensi al-Qurān qadim tidak akan berubah sedikitpun, sesuai instruksinya apabila manusia dan jin bersatu, mereka tidak mampu meniru ataupun merubahnya, Sungguh, jika berkumpul manusia dan jin berusaha untuk mendatangkan yang semisal al-Qurān, mereka tidak akan dapat mendatangkannya yang semisalnya, walaupun sebagian mereka menjadi penolong buat sebagian yang lain Q.s. Al-Isra: 88. Konsistensi al-Qurān bukan berarti sifatnya setatis, karena al-Qurān memiliki elastisitas menjawab perubahan zaman, untuk itu penafsiran al-Qurān tidak akan berhenti pada satu masa, seperti informasi di dalamnya yang mengatakan tidak akan ada batasnya menggali ilmu dalam al-Qurān, Seandainya pohon 168 Keterangan ini disampaikan Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara guru besar Filsafat Islam dan Tasawuf pada mata kuliah Metodologi Penelitian Filsafat semester tujuh pada jurusan Aqidah Filsafat fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010M. 169 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 28. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 73 di dunia ini dijadikan penanya dan air laut dijadikan tintanya maka tidak akan habis Ilmu Allah untuk dipelajari. 170 Sufi memulyakan al-Qurān sebagi pesan Tuhan pada Nabi Muhammad SAW. Kesibukan Sufi tidak stigma pada semiotik al-Qurān, Sufi menggali potensi spiritual pada kandungan ayatnya, seperti nilai spiritual dalam sembilan puluh sembilan al-Asmā’ al-Husnā sebagai simbol kepribadian Allah SWT. Pengulangan kata-kata al-Asmā’ al-Husnā dalam zikir sebagai media mengasah dan memunculkan kekuatan pencitraan kepribadian Tuhan dalam rohaniah Sufi. Sehingga estetika dan etika Sufi tidak sekedar idiom sifat pamer, melainkan kepantasan sikap dan sifat rohaniah di hadapan Tuhan. 171 Informasi dalam al-Qurān tidak hanya dicerna tentang Tuhan dan akhirat, Sufi memandangnya dalam bentuk lain, ayat-ayat al-Qurān ditransformasikan dalam nilai-nilai estetika melalui permainan suara dalam qirāatul Qurān. Alunan nada-nada indah ber-lyrics al-Qurān mampu menciptakan gairah spiritual bagi orang-orang salih, meskipun lebih dari seper empat jumlah masyarakat muslim tidak mengerti bahasa Arab al- Qurān, tapi dengan sentuhan nada mereka mampu meresapi energy spiritual kalam ilahi. Bentuk luar bahasa Arab al-Qurān diakui sangat memilki nilai-nilai estetika, kontribusinya sempat menggoyang peradaban sastra bangsa Arab Qurays. Peng-Qurān-nan kebudayaan Arab Jahiliyah berhasil merubah pemikiran mereka tentang sastra, inilah salah satu upaya 170 M.R. Bawa Muhayyaddīn, Tasawuf Mendamaikan Dunia, h. 171. 171 Marshal G.S. Hodgson, The Venture Of Islam: Iman Dan Sejarah Dalam Peradaban Dunia Masa Klasik Islam, h. 209. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 74 membangun peradaban Islam. Ungkapan estetika Persia, Turki, dan bangsa- bangsa yang pernah menjadi simbol peradaban Islam mengenal jelas, bahwa betapa kuatnya campur tangan al-Qurān dalam kesusastraan peradaban mereka melalui syair-syair imajinatif, sampai masa berikutnya semiotic al- Qurān dikembangkan keberbagai bentuk kaligrafi, sebuah bentuk estetika semiotic ciri khas kesenian Sufi. 172 Al-Qurān sebagai inspirator transcendental bukan semata-mata konsumsi Sufi, jauh sebelum tendensi sufistik berkembang, sastra dalam al- Qurān telah tumbuh di tengah masyarakat, sejarah deskriptif masuknya masyarakat Arab Makkah bukan dipicu semata-mata karena melihat Muhammad SAW sebagai Nabi, tetapi kekaguman mereka terhadap firman Tuhan dengan nilai tinggi dalam khasanah kesusastraan Arab, karena bahasa al-Qurān tidak tetrtandingi esensinya, eksistensinyapun menjungkir balikkan sastra-sastra terbaik yang dipaku pada dinding-dinding Kabah. 173 Maha karya sastra Sufi dengan inspirasi al-Qurān terbaik dan terfenomenal sepanjang masa adalah Matsnawī karya Mawlana Rūmī, gazal- gazal sastra dengan nilai estetik tertinggi dalam sejarah peradaban manusia hingga saat ini sampai dijuluki al-Qurān berbahsa PahlaviPersia. 174 Penyebutan kitab Matsnawī sebagai al-Qurān berbahasa Persia dikritik oleh Baha al-dīn Walad putra Mawlana Rūmī, “Apakah seharusnya Matsnawī dikatakan sebagi tafsir al-Qurān daripada dikatakan al-Qurān berbahasa PahlaviPersia,” Rūmī menjawab, Apakah kamu temui dalam kitab 172 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 30-31. 173 Ismil R. Faruqi dan Lois Lamaya al-Faruqi, Atlas Budaya: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang Islam. Penerjemah Ilyas Hasan Bandung: Mizan, 2003 cetakan IV, h. 370. 174 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, h. 400. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 75 Matsnawī ungkapan yang tidak ada dalam al-Qurān? Matsnawī adalah satu dari sekian juta karya tulis Sufi yang terinspirasi oleh al-Qurān. 175 Adopsi Sufi pada al-Qurān tidak tunggal dalam maslah sastra, al- Qurān di tangan Sufi direkonstruksi dengan kemajemukan nilai-nilai spiritual Islam hingga merambah dunia tafsir, dengan menjelaskan tafsir al- Qurān secara alegoris dan jenaka, bahkan terkesan temporal dan mirip cerita fiksi dengan penuh imajinatif. Lihat tafsir Mawlana Rūmī terhadap ayat al-Qurān Q.s. An-Nisā: 4, Q.s. Luqmān: 34, atau Q.s. Al-Jumuah: 8, penafsiran Mawlana Rūmī terhadap ayat-ayat kematian disajikan jauh dari suasana angker dengan tidak menghilangkan esensitas pesan dari setiap ayat. “Semua yang bernyawa pasti akan mati,” Mawlana Rūmī menafsirkan dengan dialog ringan ketika Nabi Sulaiman AS didatangi seorang tamu, tidak lama kemudian datang lagi seorang tamu dengan mata melotot memandangi tamu pertama, tamu pertama merasa risih dan takut sambil berbisik pada Nabi Sulaiman AS agar disembunyikan di tempat yang jauh dari negeri ini. Nabi Sulaiman mengatakan, Ikutlah pergi bersama anginku ke India. Sekejap tamu pertama pergi ke India dibawa angin, kemudian Nabi sulaiman bertanya pada tamu kedua yang ternyata adalah malaikat Izrail pencabut nyawa, Apa maksudmu melihat tamuku dengan tatapan menakutkan? Izrail menjawab, Aku hanya heran, mengapa orang tadi ada di sini Yerusalem, padahal Allah SWT telah mengutusku beberapa detik lagi mencabut nyawanya di India. Izrail balik bertanya, Pergi ke mana 175 Keterangan ini disampaikan Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara guru besar Filsafat Islam dan Tasawuf pada mata kuliah Metodologi Penielitian Filsafat semester tujuh pada jurusan Aqidah Filsafat fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 76 orang tadi?, Nabi Sulaiman menjawab, Dia ikut anginku pergi ke India, Izrail menarik nafas lega dan berkata, Oh yah, kalo begitu aku segera menyusul dan mencabut nyawanya di India. 176 Tafsir al-Qurān dengan gaya sufistik bisa dijumpai pada karya-karya besar seperti dalam kitab Tarjuman al-Aswaq karya Ibn ‘Arābi. 177 176 Ali Audah, “Sastra,” dalam Taufik Abdullah dkk., ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Pemikiran Dan Peradaban, h. 351. 177 Kautsar Azhzri Noer, Ibn al-Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, h. 27. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id 77

BAB III BIOGRAFI K.H. HAMIM DJAZULI GUS MIEK

A. Seting Sosial Lingkungan Keluarga

Gus Miek adalah sosok Ulama dengan dialektika kultur pesantren tradisional, peran kontradiksi dijalani dengan gemar mondok pada alam semesta, mencari ilmu berdasarkan realita masyarakat dari pada harus menghafal rumus-rumus matan Alfiyah ibn Malik dan sorogan kitab kuning pada Kyai. Dedikasi atau dalam bahasa kaum sarungan tirakat pada diri Gus Miek tercermin dari seorang ayah, yaitu Sang Blawong atau Kyai Ahmad Djazuli Utsman 16 Mei 1900M.10 Januari 1976M., seorang bapak bagi Gus Miek dan seorang Ulama bagi para santrinya. Beliau adalah tokoh intelektual pesantren kontemporer dan sesepuh Nahdlatul Ulama khususnya regional Kediri, sekaligus pendiri Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, termashur sebagai pesantren berpengaruh dan penyumbang kontribusi besar dalam mencetak kader-kader koleksi Islam di Nusantara. Untuk itu lebih koheren sebelum mendeskripsikan biografi Gus Miek kita lihat terlebih dahulu sosok ayah dengan peran besar mendidik mental spiritual pada karakter Gus Miek. Genetika sebagai pemimpin umat telah diwarisi Gus Miek dari Kyai Djazuli, diriwayatkan dalam biografi Kyai Ahmad Djazuli berbagai macam cobaan saat mencari ilmu sangat berat, diantaranya adalah cita-cita Kyai UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 USHULUDDIN AQIDAH FILSAFAT Muhammad Makinudin Ali NIM. 1070 3310 1470 email: el_pahleviyahoo.co.id