Deskripsi Teoritis LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN
untuk menghasilkan gagasan dan produk baru, melihat suatu pola antara hal satu dengan yang lain yang semula tidak nampak, yakni
menemukan cara-cara
baru untuk
mengungkap suatu
hal, menggabungkan gagasan yang ada untuk menghasilkan gagasan baru
dan lebih baik, atau dapat dikatakan berpikir kreatif merupakan suatu
proses yang digunakan ketika kita mendatangkanmemunculkan suatu ide baru. Sedangkan dalam berpikir analitis, biasanya lebih
mendahulukan suatu situasi, masalah, subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang ketat dan langkah yang logis. Kedua cara berpikir
tersebut tidak saling bertentangan, tetapi harus saling melengkapi, yaitu berpikir kreatif berarti mencari alternatif-alternatif baru dalam
pemecahan masalah dan berpikir analitik berarti memutuskan untuk memilih alternatif terbaik di antara pilihan yang ada.
Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi
masih dalam kesadaran. Menurut Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan di Universitas Harvard, “menjadi kreatif berarti anda
melakukan sesuatu yang pertama- tama terasa tidak biasa.”
8
Berpikir kreatif merupakan benteng pertahanan manusia pada era ketika mesin,
terutama komputer, tampaknya mengambil alih aktivitas rutin yang membutuhkan ketrampilan dan aktivitas berpikir sehari-hari.
9
Hampir semua ahli berpendapat bahwa setiap individu memiliki potensi menjadi kreatif, hanya tingkatan dan bidang kreatifnya berbeda-
beda.
10
Hal ini juga dijelaskan dalam Al- Qur’an bahwa Berpikir kreatif
dapat dikembangkan pada setiap orang, karena terdapat potensi kreatif yang dapat dimiliki seseorang sesuai dengan Q.S. Ar-
Ra’du : 11
8
Daniel Goleman, dkk., The Creative Spirit : Nyalakan Jiwa Kreatifmu Di Sekolah, Tempat Kerja dan Komunitas, Bandung : Mizan Learning Center, 2005, cet. I, hlm. 41
9
Jamal Badi, dan Mustapha Tajdin, Islamic Creative Thinking : Berpikir Kreatif Berdasarkan Metode Qur’ani, Bandung : Mizania, 2007, hlm. 121
10
Tim Pustaka Familia, Warna-Warni Kecerdasan Anak dan Pendampingannya, Yogyakarta : Kanisius, 2006, hlm.253
هَّلا َّإ ۗ ْم سفْنأب ام ا رِّغي ٰىَّح مْ قب ام رِّغي ال
“…sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…”
Dalam berpikir kreatif, kita harus menebak agar mendapatkan berbagai hal baru untuk melihat informasi dan agar bisa mengeksplorasi
berbagai kemungkinan ide baru.
11
Dalam proses berpikir kreatif, biasanya siswa lebih memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar. Karena
berpikir kreatif melibatkan rasa ingin tahu dan bertanya, maka guru dituntut menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam,
memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan keterampilan, mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari serta
mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatau masalah dan mengungkapkan gagasan-gagasannya, agar siswa
terlatih untuk menjadi seorang pemikir kreatif. Krutetskii memberikan indikasi berpikir kreatif
12
, yaitu 1 produk aktivitas mental mempunyai sifat kebaruan novelty dan bernilai baik
secara subjektif maupun objektif; 2 proses berpikir juga baru, yaitu meminta suatu transformasi ide-ide awal yang diterimanya maupun
yang ditolak; 3 proses berpikir dikarakterisasikan oleh adanya sebuah motivasi yang kuat dan stabil, serta dapat diamati melebihi waktu yang
dipertimbangkan atau dengan intensitas yang tinggi. Indikasi berpikir kreatif dari segi hasil produk menekankan pada kebaruan dan bernilai
baik. Hurlock mengatakan kreativitas memiliki berbagai tingkatan sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena
kreativitas merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka
11
Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward de Bono, Terj. Dari Teach Your Child How to Think oleh Ida Sitompul dan Fahmy Yamani, Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2007, cet.1,
hlm. 252
12
Tatag Yuli Eko Siswanto, “Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika
”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 2 http:tatagyes.files.wordpress.com200911paper07_jurnal_univadibuana.pdf
berpikir kreatif juga mempunyai tingkat atau level, oleh sebab itu tingkat kemampuan berpikir kreatif masing-masing anak tidaklah sama.
De Bono dalam Barak Doppelt 2000 mendefinisikan 4 tingkat pencapaian dari perkembangan ketrampilan berpikir kreatif, yaitu
kesadaran berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran.
Tabel 2.1 Tingkat Berpikir Kreatif dari De Bono
Level 1: Awareness of Thinking
General awareness of thinking as a skill. Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular subject. Willingness
to listen to others
.
Level 2:
Observation of Thinking. Observation of the implications of action and choice, consideration of
peers’ points view, comparison of alternative
.
Level 3 : Thinking strategy.
Intentional use of a number of thinking tools, organization of thinking as a sequence of steps. Reinforcing the sense of purpose in thinking.
Level 4: Reflection on thinking.
Structured use of tools, clear awareness of reflective thinking, assesment of thinking by thinker himself. Planning thinking tasks and
methods to perform them.
Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Bono adalah sebagai berikut:
Tingkat 1 merupakan tingkat berpikir kreatif yang rendah, karena hanya mengekspresikan
terutama kesadaran
siswa terhadap
keperluan menyelesaikan tugasnya saja. Tingkat 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena siswa
harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah
implikasi pilihannya, seperti penggunaan komponen- komponen khusus atau algoritma-algoritma pemrograman.
Tingkat 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya karena siswa harus memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan antara
bermacam-macam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana tingkat detail yang diinginkan dan
bagaimana menyajikan urutan tindakan atau kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan.
Tingkat 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat- sifat produk final membandingkan dengan sekumpulan
tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran
untuk meningkatkan perencanaan dan proses konstruksi. Tingkat berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum
strategi berpikir tidak hanya dalam matematika.
b. Ciri-ciri Berpikir Kreatif
Seseorang dikatakan kreatif tentu ada ciri-ciri yang menyebabkan seseorang itu disebut kreatif. Munandar menyebutkan ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif Aptitude antara lain:
13
1 Keterampilan berpikir lancar Keterampilan berpikir lancar didefinisikan sebagai kemampuan
mencetuskan banyak
gagasan, jawaban,
penyelesaian masalahpertanyaan,
memberikan banyak
carasaran untuk
melakukan berbagai hal, dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
Perilaku siswa yang digambarkan yaitu mengajukan banyak pertanyaan, menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada
pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah,
13
S.C. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta : Rineka Cipta, 1999, cet. 3, hal. 88
lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya, bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada anak-anak lain, dan dapat dengan
cepat melihat kesalahan kekurangan pada suatu aspeksituasi. 2 Kemampuan berpikir luwes fleksibel
Kemampuan berpikir luwes didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi,
dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatifarah yang berbeda-beda, dan mampu
mengubah cara pendekatancara pemikiran. Perilaku siswa yang digambarkan yaitu memberikan aneka
ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran interpretasi terhadap suatu
gambar, cerita masalah, menerapkan suatu konsepasas dengan cara yang berbeda-beda, memberi pertimbangan terhadap situasi, yang
berbeda dari
yang diberikan
oleh orang
lain, dalam
membahasmendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbedabertentangan dari mayoritas kelompok, jika diberikan
suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya, menggolongkan hal-hal
menurut pembagian kategori yang berbeda-beda, dan mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3 Keterampilan berpikir orisinil Keterampilan berpikir orisinil didefinisikan sebagai kemampuan
melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untnk mengungkapkan diri, dan mampu membuat
kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian dan unsur-unsur.
Perilaku siswa yang digambarkan yaitu melahirkan masalah- masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain,
mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru, memiliki a-simetri dalam menggambarkan atau
membuat disain, memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain, mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip, setelah membaca
atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, dan lebih senang bersintesis dari pada
mengandali sesuatu. 4 Keterampilan memperinci mengolaborasi
Keterampilan memperinci didefinisikan sebagai kemampuan memperkaya dan memgembngkan suatu gagasan atau produk, serta
menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Perilaku siswa yang digambarkan yaitu mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji detil-detil
untuk melihat arah yang akan di tempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau
sederhana, serta menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil- detil terhadap gambarnya sendiri atau orang lain.
5 Keterampilan menilai mengevaluasi Keterampilan menilai didefinisikan sebagai kemampuan
menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana,
kemampuan mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan tapi juga melakukannya.
Perilaku siswa yang digambarkan yaitu memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri, menentukan pendapat sendiri
mengenai suatu hal, menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis selalu menanyakan “mengapa”?, mempunyai alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk
mencapai suatu
keputusan, merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus,
pada waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan tetapi menjadi
peneliti atau penilai yang kritis, serta menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya.
c. Karakteristik Siswa Berbakat Matematika
Kemampuan berpikir kreatif matematika juga didukung oleh bakat siswa dalam matematika. Greenes mengemukakan enam karakteristik
siswa berbakat matematika, yaitu
14
: 1
Fleksibilitas dalam mengolah data. 2
Kemampuan luar biasa dalam menyusun data. 3
Ketangkasan mental. 4
Penaksiran yang orisinal. 5
kemampuan luar biasa untuk mengalihkan gagasan.
6
kemampuan yang luar biasa untuk generalisasi. d.
Berpikir Kreatif Matematis Berpikir kreatif matematis merupakan hal penting yang harus
dikembangkan dalam mempelajari matematika. Menurut pendapat Sumarmo bahwa dalam mempelajari matematika, siswa harus
memperhatikan dua hal pokok tentang matematika yaitu pandangan matematika sebagai proses dan matematika sebagai produk.
15
Matematika sebagai produk terkait dengan kemampuan seseorang memahami konsep, prinsip, aturan, hukum dan kesimpulan sedangkan
sebagai proses seseorang harus mampu mengetahui cara memperoleh objek matematika tersebut. Dari pendapat Sumarmo tersebut, maka
untuk mengembangkan berpikir kreatif matematis, pembelajaran harus tetap memperhatikan bagaimana seseorang siswa mampu berfikir secara
14
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta : Rineka Cipta, 1999, cet. 1, hlm. 150.
15
Awaludin, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis pada Siswa dengan Kemampuan Matematis Rendah Melalui Pembelajaran Open ended dalam
Kelompok Kecil dengan Pemberian Tugas Tambahan ”, Tesis Pascasarjana UPI Bandung,
Bandung: Perpustakaan UPI Bandung, 2007, hlm. 26, t.d.
divergen untuk menyelesaikan suatu soal maupun menghasilkan berbagai jawaban yang tepat atas soal yang diberikan.
Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengembangkan ide-ide dan menyelesaikan masalah
matematika secara orisinil, fleksibel, luwes, elaboratif, dan menilai.
16
Sedangkan Singh mendefinisikan kreatifitas matematika sebagai proses menyatakan dugaan mengenai sebab dan akibat dalam sebuah keadaan
matematika, mencoba dan mencoba kembali dugaan tersebut dan membuat
perubahanmodifikasi dan
akhirnya memberitahukan
hasilnya.
17
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan seseorang
dalam mengembangkan ide-ide dan menyelesaikan masalah matematika secara orisinil, fleksibel, luwes, elaboratif, dan menilai dengan melalui
proses menyatakan dugaan mengenai sebab dan akibat dalam sebuah keadaan matematika, mencoba dan mencoba kembali dugaan tersebut
dan membuat perubahanmodifikasi dan akhirnya memberitahukan hasilnya.
Anderson mengembangkan suatu taxonomi untuk pembelajaran, pengajaran dan penilaian berdasar dimensi pengetahuan dan proses
kognitif yang merevisi taxonomi Bloom. Dimensi pengetahuan meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Sedang
proses kognitif
meliputi mengingat
remember, memahami
understand, menerapkan apply, menganalisis analyze, evaluasi evaluate dan mencipta create.
Kategori proses kognitif tertinggi berupa create berhubungan dengan proses kreatif. Mencipta artinya meletakkan elemen-elemen
secara bersama-sama untuk membentuk suatu keseluruhan yang
16
Awaludin, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif… ,hlm. 31, t.d.
17
Eric Louis Mann, “Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students
”, Disertasi University of Connecticut, 2005, hlm. 7, t.d.
http:www.gifted.uconn.edusiegleDissertationsEric20Mann.pdf
koheren dan fungsional atau mengatur kembali reorganisasi elemen- elemen ke dalam suatu struktur atau pola-pola baru. Individu atau siswa
yang mempunyai tingkat kemampuan, latar belakang ekonomi maupun sosial budaya yang berbeda, tentu akan mempunyai kualitas proses
kreatif yang berbeda pula. Karena perbedaan itu umumnya berjenjangbertingkat, maka dapat dikatakan bahwa terdapat jenjang
atau tingkat dalam berpikir kreatif itu. Berdasar penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat jenjang atau tingkat berpikir kreatif
siswa dalam matematika. Siswono membagi tingkatan berpikir kreatif dalam matematika
menjadi 5 tingkatan, yaitu:
18
1 Tingkat Berpikir Kreatif 4 Sangat Kreatif
Pada tingkat ini siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian
atau membuat masalah yang berbeda-beda dengan lancar fasih dan fleksibel.
2 Tingkat Berpikir Kreatif 3 Kreatif
Pada tingkat ini siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara penyelesaian yang berbeda fleksibel meskipun
tidak fasih atau membuat berbagai jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang berbeda tidak fleksibel. Selain itu, siswa
dapat membuat masalah yang berbeda dengan lancar fasih meskipun jawaban masalah tunggal atau membuat masalah yang
baru dengan jawaban divergen. 3
Tingkat Berpikir Kreatif 2 Cukup Kreatif Pada tingkat ini siswa mampu membuat satu jawaban atau
masalah yang berbeda dari kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau mampu menunjukkan berbagai cara
18
Tatag Yuli Eko Siswanto, “Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika
”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 9 http:tatagyes.files.wordpress.com200911paper07_jurnal_univadibuana.pdf
penyelesaian yang berbeda dengan fasih meskipun jawaban yang dihasilkan tidak baru.
4 Tingkat Berpikir Kreatif 1 Kurang Kreatif
Pada tingkat ini siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda baru, meskipun salah satu kondisi
berikut dipenuhi, yaitu cara penyelesaian yang dibuat berbeda-beda fleksibel atau jawabanmasalah yang dibuat beragam fasih.
5 Tingkat Berpikir Kreatif 0 Tidak Kreatif
Pada tingkat ini siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda
dengan lancar fasih dan fleksibel.
e. Pengukuran Kreativitas Matematika
Balka memberikan kriteria untuk mengukur potensi kreatifitas matematika sebagai berikut:
19
1 Kemampuan untuk menyatakan dugaan matematika mengenai sebab
dan akibat dalam situasi matematika 2
Kemampuan untuk menentukan contoh dalam situasi matematika 3
Kemampuan untuk keluar dari pemikiran yang biasa untuk memperoleh solusi dalam sebuah situasi matematika
4 Kemampuan untuk menimbang dan menilai ide-ide matematika yang
luar biasa, untuk memikirkan lebih jauh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin untuk sebuah situasi matematika
5 Kemampuan untuk merasakan kekurangan dari situasi matematika
yang diberikan dan untuk mempertanyakan sesuatu yang memungkinkan untuk mengisi kekurangan informasi matematika
6 Kemampuan untuk memisahkan masalah-masalah matematika yang
umum ke dalam bagian masalah yang lebih khusus
19
Eric Louis Mann, “Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students
”, Disertasi University of Connecticut, 2005, hlm. 27, t.d.
http:www.gifted.uconn.edusiegleDissertationsEric20Mann.pdf
f. Indikator Berpikir Kreatif Matematis
Indikator berpikir kreatif matematis merupakan suatu ukuran keberhasilan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa. Dalam penelitian ini, penulis menyusun indikator berpikir kreatif matematis berdasarkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang
dikemukakan oleh Munandar dan pengukuran ktreativitas matematika yang dikemukakan oleh Balka, sebagai berikut:
Tabel 2.2 Indikator Berpikir Kreatif Matematis
Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif
S.C. Utami Munandar Pengukuran
Kreativitas Matematika Balka
Indikator Berpikir Kreatif Matematis
dalam Penelitian
Berpikir Luwes Kemampuan
untuk menyatakan
dugaan matematika
mengenai sebab dan akibat dalam
situasi matematika Menyatakan hubungan sebab
dan akibat matematika
Berpikir Lancar Kemampuan
untuk menentukan contoh dalam
situasi matematika Menyatakan banyak gagasan,
jawaban dan penyelesaian masalah
Berpikir Orisinil Kemampuan untuk keluar
dari pemikiran yang biasa untuk memperoleh solusi
dalam
sebuah situasi
matematika Mengemukakan ide-ide baru
dalam menyelesaikan masalah matematika
Keterampilan Menilai Mengevaluasi
Kemampuan untuk
menimbang dan menilai ide-ide matematika yang
luar biasa,
untuk memikirkan lebih jauh
konsekuensi-konsekuensi yang
mungkin untuk
sebuah situasi matematika Mempertimbangkan
dan menilai ide-ide yang istimewa
untuk digunakan pada situasi yang lain
Keterampilan Memperinci
Mengelaborasi Kemampuan
untuk memisahkan
masalah- masalah matematika yang
umum ke dalam bagian masalah yang lebih khusus
Menerapkan sebuah konsep dari konsep yang umum
digunakan dalam
masalah yang khusus
2. Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Pendekatan Open-Ended
Menurut Ruseffendi Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijasanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapain
tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau khusus, dikelola.
20
Menurut Sudrajat pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
21
Pendekatan adalah konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu pelajaran untuk mencapai tujuan belajar-mengajar.
Sehingga, makin tepat pendekatan yang digunakan, diharapkan maka makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Pengetahuan mengenai
pendekatan-pendekatan mengajar sangat penting bagi guru, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Pendekatan open-ended merupakan suatu upaya pembaharuan pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli
pendidikan matematika Jepang. Pendekatan sekitar dua puluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Simada, dkk. Munculnya
pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” frontal
teaching; guru menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa
soal.
22
20
Ondi Saondi, “Perbandingan Prestasi Belajar Kalkulus Mahasiswa Antara yang Mendapat Pembelajaran Melalui Pendekatan Open-Ended
dengan yang Mendapat Pembelajaran Biasa”, dalam Equilibrium, Vol.1, No.1, Januari-Juni 2005, hlm.95
21
http:akhmadsudrajat.wordpress.com20080912pendekatan-strategi-metode-teknik-dan- model-pembelajaran
11 April 2011
22
Gusni Satriawati, op. cit., hlm. 158.
Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem open-ended atau
problem terbuka.
23
Maka pembelajaran dengan pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang
memiliki banyak jawaban yang benar problem terbuka atau incomplete kepada siswa.
Pendekatan open-ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan
menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dapat
melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi.
24
Pendekatan open ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang biasanya dimulai dengan memberikan problem kepada siswa.
Problem yang dimaksud adalah problem terbuka yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memformulasikan problem
tersebut dengan multijawaban yang benar.
25
Contoh penerapan
problem open-ended
dalam kegiatan
pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan
yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawaban hasil akhir.
26
Siswa diharapkan memiliki tujuan utama bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada
suatu jawaban. Dengan demikian tidak hanya ada satu cara dalam memperoleh jawaban, namun beberapa atau banyak.
Menurut Nohda tujuan dari pendekatan Open ended adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis
23
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung : JICA, 2003, hlm. 123
24
Suyanto, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka, 2009, cet.1, hlm.62
25
Suherman, op. cit., Hal. 125
26
Ibid., hlm. 123
siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan siswa. Hal yang perlu digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk
berpikir sesuai dengan minat dan kemampuannya.
27
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Open ended adalah sebuah pendekatan yang dimulai dengan
memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar problem terbuka atau incomplete kepada siswa, yang membantu siswa
melakukan penyelesaian masalah secara kreatif serta melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis,
komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi.
b. Mengkonstruksi Problem Open Ended
Tidak mudah mengembangkan problem open ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Melalui penelitian yang
panjang di Jepang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi problem tersebut, diantaranya:
28
1 Sajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata, di mana
konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa. 2
Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam
persoalan itu. 3
Sajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun geometri sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
4 Sajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan
aturan matematika.
27
Ibid., hlm. 124
28
Ibid., hlm. 129-130
5 Berikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga
siswa bisa mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat yang umum.
6 Berikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat
menggeneralisasi dari pekerjaannya.
c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Open ended
Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended sebagai berikut:
29
1 Mempersiapkan Kelas
a Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan,
misalnya buku siswa, LKS, alat peraga dan lain sebagainya. b
Kelompokkan siswa jika perlu sesuai dengan rencana. Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai
serta cara belajar yang akan dipakai hari itu. 2
Kegiatan Pembelajaran a
Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang
diberikan. Mungkin secara individual ataupun secara kelompok. jangan menunjukkan selesaian, boleh mengajukan pertanyaan
pancingan. b
Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk mengerjakan atau menjawab masalah open ended yang diberikan
dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup bagi siswa untuk mengerjakannya.
c Jika dalam waktu yang dipandang cukup siswa tidak ada satupun
yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah guide atau
29
Nur Ayuningsih, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita
dengan Pendekatan Open Ended ”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta :
Perpustakaan Utama UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, hlm, , t.d.
petunjuk seperlunya atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa LKS ataupun bentuk lain.
d Mintalah seseorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk
menyampaikan hasil kerjanya atau hasil pemikirannya bisa lebih dari satu orang
e Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan
pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila ada selesaian lebih dari
satu, ungkaplah semua. 3
Kriteria Penilaian untuk Soal Open ended Soal open ended memungkinkan ragam jawaban siswa, sehingga
guru kesulitan menilai hasil pekerjaan siswa. Menurut sawada untuk mengatasi hal tersebut, prestasi atau hasil pekerjaan siswa dapat
dinilai dengan menggunakan beberapa kriteria berikut ini: Kemahiran, diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan
beberapa metode penyelesaian. Fleksibilitas, adalah peluang siswa menjawab benar untuk beberapa soal serupa. Keaslian, kategori ini
dimaksudkan untuk mengukur keaslian gagasan siswa dalam memberikan jawaban yang benar.
Henddens dan Speer menyarankan untuk menilai hasil kerja pendekatan open ended problem salah satu caranya adalah dengan
menentukan scoring dan jawaba n siswa melalui “rubrik”. Rubrik ini
merupakan skala penilaian baku yang digunakan untuk menilai jawaban siswa dalam soal-soal open ended. Banyak jenis rubrik
berbeda yang digunakan oleh individu dan sekolah. Salah satu contoh rubrik yang digunakan untuk menentukan
scoring jawaban siswa dalam soal-soal open ended adalah: 1.
Memberikan skor 4 jika jawaban siswa itu lengkap. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah:
a. Jawaban yang dikemukakan lengkap dan benar.
b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi. c.
Jika respon dinyatakan terbuka, semua jawaban benar. d.
Hasil digambarkan secara lengkap. e.
Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada. 2.
Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a. Jawaban yang dikemukakan benar.
b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi. c.
Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar.
d. Hasilnya dijelaskan.
e. Beberapa kesalahan kecil yang matematika mungkin ada.
3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari
jawaban siswa ini adalah: a.
Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan. b.
Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.
c. Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi.
d. Kesimpulan dinyatakan tetapi tidak akurat.
e. Kesalahan kecil yang matematika mungkin muncul.
4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekedar upaya
mendapatkan jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah: a.
Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan ide-ide matematik.
b. Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta
kemampuan berkomunikasi. c.
Beberapa perhitungan dinyatakan salah. d.
Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik. e.
Siswa sudah berupaya untuk menjawab soal.
5. Memberikan skor 0 jika jawaban siswa hanya sekedar berupaya
mendapatkan jawaban. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah: a.
Jawaban betul-betul tidak tepat. b.
Tidak ada penggambaran problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.
c. Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali.
d. Tidak mengemukakan jawaban.
Penggunaan skala jawaban siswa ini berada pada rentang 0 sampai 4, tergantung pada kekuatan jawabannya.
d. Aplikasi Pendekatan Open-Ended dalam Matematika
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendekatan Open ended dimulai dengan memberikan suatu masalah yang bersifat terbuka
atau memiliki banyak jawaban yang mungkin. Maka aplikasi Open ended dalam matematika adalah melalui masalah-masalah terbuka yang
dituangkan ke dalam soal-soal matematika. Berikut ini penulis mencoba memberikan contoh aplikasi pendekatan Open ended dalam materi
peluang yaitu soal dengan masalah terbuka yang dibandingkan soal dengan masalah rutin.
1 Berapakah peluang dari pelemparan dua buah dadu untuk kejadian
munculnya mata dadu berjumlah 6 ? Penyelesaian:
nS = 36 A = kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6
A = {1,5,2,4,3,3,4,2,5,1} nA = 5
Peluang kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 PA = nA nS = 536
Jadi, peluang kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 adalah 536
2 Diberikan dua belas orang calon untuk pasangan pemain bulu tangkis, lima orang dari kota A dan tujuh orang dari kota B.
Tentukan aturan-aturan penyusunan pemain berdasarkan pada kota asalnya dan tentkan pula banyaknya susunan pasangan pemain yang
sesuai dengan aturan tersebut Penyelesaian:
a Penyusunan pasangan pemain harus berasal dari kota A.
Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C5,2 = 10. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan
pada kota asal A. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C5,2 = 10
b Penyusunan pasangan pemain harus berasal dari kota B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C7,2 = 21.
Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan,
maka banyaknya pasangan pemain adalah C7,2 = 21 c
Penyusunan pasangan pemain satu orang harus berasal dari kota A dan satu orang lagi harus berasal dari kota B. Banyaknya
susunan pasangan pemain adalah C5,1 . C7,1 = 35. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan
pada kota asal A dan B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C5,1 . C7,1
= 35. d
Penyusunan pasangan pemain berasal dari kota A atau B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C12,2 = 66.
Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A atau B. Pemasangan pemain tidak memerlukan
urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C12,2 = 66.
Berdasarkan soal-soal diatas, dapat dikategorikan bahwa masalah 1 merupakan masalah rutin dan tidak termasuk masalah terbuka, karena
prosedur yang digunakan untuk menentukan penyelesaiannya sudah tertentu dan hanya memiliki satu jawaban yang benar. Sedangkan
masalah 2 termasuk masalah terbuka open-ended problem dan bukan masalah rutin, karena tidak memiliki prosedur tertentu untuk
menjawabnya.
e. Keunggulan Pendekatan Open-Ended
Keunggulan pendekatan Open ended antara lain Suherman, dkk, 2003:
1 siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan ide. 2
siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
3 siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka sendiri. 4
siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
5 siswa memiliki banyak pengalaman untuk menemukan sesuatu
dalam menjawab permasalahan.
3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Pendekatan pembelajaran konvensional yaitu sebuah pendekatan dalam pembelajaran secara konvensional, dimana kegiatan mengajar yang
dilakukan oleh para guru merupakan aktivitas menyimpan informasi dalam pikiran siswa yang pasif dan dianggap kosong.
Pembelajaran konvensional juga dapat dikatan sebagai pembelajaran yang dilakukan dengan komunikasi satu arah, karena gurulah yang
berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya menerima informasi verbal guru.
Freire memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber-
“gaya bank” banking concept of education. Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu
aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib
diingat dan dihafal. Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan siswa. Guru
sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang diajarkan
kepada mereka. Burrowes
menyampaikan bahwa
pembelajaran konvensional
menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan,
menghubungkannya dengan
pengetahuan sebelumnya,
atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: 1 pembelajaran berpusat pada guru, 2 terjadi passive learning, 3 interaksi
di antara siswa kurang, 4 tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan 5 penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks Brooks 1993,
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar
dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis
atau tes terstandar.
30
Jadi, dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional yang lebih diutamakan bukanlah bagaimana proses pembelajaran berlangsung,
melainkan hasil dari pembelajaran tersebut. a.
Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Kovensional Setiap metode maupun pendekatan pasti memliki kekurangan,
begitu pula
dengan pendekatan
pembelajaran konvensional.
Kekurangan pendekatan pembelajaran konvensional adalah: 1
Pembelajaran berjalan membosankan, siswa menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang
diajarkan. Siswa hanya aktif membuka catatan saja.
30
http:edukasi.kompasiana.com20091220pendekatan-pembelajaran-konvensional
2 Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa
tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. 3
Pendekatan konvensional menyebabkan belajar siswa menjadi “belajar menghafal” rote learning yang mengakibatkan tidak
timbulnya pengertian.
4. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
a. Nur Ayuningsih dalam skripsinya yang berjudul Upaya Meningkatkan
Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita dengan Pendekatan Open ended, memberikan kesimpulan bahwa:
1 Penggunaan pendekatan Open ended dalam pembelajaran dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. 2
Penggunaan pendekatan Open ended dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan keaktifan,
komunikasi, semangat
dan persaingan yang sehat antarsiswa dan dapat menumbuhkan semangat
dan tanggung jawab antara anggota kelompok. Siswa lebih aktif dalam melakukan aktivitas seperti ke depan mengerjakan soal,
mengerjakan soal dengan cepat, bertanya tentang materi yang sulit dan lain sebagainya. Siswa tidak takut dan malu lagi untuk bertanya
dan mengemukakan pendapatnya. b.
M. Ali Yazid dalam skripsinya yang berjudul Pendekatan Open ended dalam Pembelajaran Matematika Penelitian Eksperimen di SD Islam
Al-Mukhlishin Ciseeng Bogor, memberikan kesimpulan bahwa: 1 Prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan pendekatan
Open ended lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata
siswa yang menggunakan pendekatan Open ended lebih besar dari nilai rata-rata siswa yang menggunakan pendekatan konvensional.