Deskripsi Teoritis LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

untuk menghasilkan gagasan dan produk baru, melihat suatu pola antara hal satu dengan yang lain yang semula tidak nampak, yakni menemukan cara-cara baru untuk mengungkap suatu hal, menggabungkan gagasan yang ada untuk menghasilkan gagasan baru dan lebih baik, atau dapat dikatakan berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkanmemunculkan suatu ide baru. Sedangkan dalam berpikir analitis, biasanya lebih mendahulukan suatu situasi, masalah, subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang ketat dan langkah yang logis. Kedua cara berpikir tersebut tidak saling bertentangan, tetapi harus saling melengkapi, yaitu berpikir kreatif berarti mencari alternatif-alternatif baru dalam pemecahan masalah dan berpikir analitik berarti memutuskan untuk memilih alternatif terbaik di antara pilihan yang ada. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Menurut Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan di Universitas Harvard, “menjadi kreatif berarti anda melakukan sesuatu yang pertama- tama terasa tidak biasa.” 8 Berpikir kreatif merupakan benteng pertahanan manusia pada era ketika mesin, terutama komputer, tampaknya mengambil alih aktivitas rutin yang membutuhkan ketrampilan dan aktivitas berpikir sehari-hari. 9 Hampir semua ahli berpendapat bahwa setiap individu memiliki potensi menjadi kreatif, hanya tingkatan dan bidang kreatifnya berbeda- beda. 10 Hal ini juga dijelaskan dalam Al- Qur’an bahwa Berpikir kreatif dapat dikembangkan pada setiap orang, karena terdapat potensi kreatif yang dapat dimiliki seseorang sesuai dengan Q.S. Ar- Ra’du : 11 8 Daniel Goleman, dkk., The Creative Spirit : Nyalakan Jiwa Kreatifmu Di Sekolah, Tempat Kerja dan Komunitas, Bandung : Mizan Learning Center, 2005, cet. I, hlm. 41 9 Jamal Badi, dan Mustapha Tajdin, Islamic Creative Thinking : Berpikir Kreatif Berdasarkan Metode Qur’ani, Bandung : Mizania, 2007, hlm. 121 10 Tim Pustaka Familia, Warna-Warni Kecerdasan Anak dan Pendampingannya, Yogyakarta : Kanisius, 2006, hlm.253 هَّلا َّإ ۗ ْم سفْنأب ام ا رِّغي ٰىَّح مْ قب ام رِّغي ال “…sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…” Dalam berpikir kreatif, kita harus menebak agar mendapatkan berbagai hal baru untuk melihat informasi dan agar bisa mengeksplorasi berbagai kemungkinan ide baru. 11 Dalam proses berpikir kreatif, biasanya siswa lebih memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar. Karena berpikir kreatif melibatkan rasa ingin tahu dan bertanya, maka guru dituntut menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan keterampilan, mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari serta mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatau masalah dan mengungkapkan gagasan-gagasannya, agar siswa terlatih untuk menjadi seorang pemikir kreatif. Krutetskii memberikan indikasi berpikir kreatif 12 , yaitu 1 produk aktivitas mental mempunyai sifat kebaruan novelty dan bernilai baik secara subjektif maupun objektif; 2 proses berpikir juga baru, yaitu meminta suatu transformasi ide-ide awal yang diterimanya maupun yang ditolak; 3 proses berpikir dikarakterisasikan oleh adanya sebuah motivasi yang kuat dan stabil, serta dapat diamati melebihi waktu yang dipertimbangkan atau dengan intensitas yang tinggi. Indikasi berpikir kreatif dari segi hasil produk menekankan pada kebaruan dan bernilai baik. Hurlock mengatakan kreativitas memiliki berbagai tingkatan sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena kreativitas merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka 11 Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward de Bono, Terj. Dari Teach Your Child How to Think oleh Ida Sitompul dan Fahmy Yamani, Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2007, cet.1, hlm. 252 12 Tatag Yuli Eko Siswanto, “Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika ”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 2 http:tatagyes.files.wordpress.com200911paper07_jurnal_univadibuana.pdf berpikir kreatif juga mempunyai tingkat atau level, oleh sebab itu tingkat kemampuan berpikir kreatif masing-masing anak tidaklah sama. De Bono dalam Barak Doppelt 2000 mendefinisikan 4 tingkat pencapaian dari perkembangan ketrampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran. Tabel 2.1 Tingkat Berpikir Kreatif dari De Bono Level 1: Awareness of Thinking General awareness of thinking as a skill. Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular subject. Willingness to listen to others . Level 2: Observation of Thinking. Observation of the implications of action and choice, consideration of peers’ points view, comparison of alternative . Level 3 : Thinking strategy. Intentional use of a number of thinking tools, organization of thinking as a sequence of steps. Reinforcing the sense of purpose in thinking. Level 4: Reflection on thinking. Structured use of tools, clear awareness of reflective thinking, assesment of thinking by thinker himself. Planning thinking tasks and methods to perform them. Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Bono adalah sebagai berikut: Tingkat 1 merupakan tingkat berpikir kreatif yang rendah, karena hanya mengekspresikan terutama kesadaran siswa terhadap keperluan menyelesaikan tugasnya saja. Tingkat 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena siswa harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah implikasi pilihannya, seperti penggunaan komponen- komponen khusus atau algoritma-algoritma pemrograman. Tingkat 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya karena siswa harus memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan antara bermacam-macam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana tingkat detail yang diinginkan dan bagaimana menyajikan urutan tindakan atau kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan. Tingkat 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat- sifat produk final membandingkan dengan sekumpulan tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran untuk meningkatkan perencanaan dan proses konstruksi. Tingkat berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir tidak hanya dalam matematika. b. Ciri-ciri Berpikir Kreatif Seseorang dikatakan kreatif tentu ada ciri-ciri yang menyebabkan seseorang itu disebut kreatif. Munandar menyebutkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif Aptitude antara lain: 13 1 Keterampilan berpikir lancar Keterampilan berpikir lancar didefinisikan sebagai kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalahpertanyaan, memberikan banyak carasaran untuk melakukan berbagai hal, dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Perilaku siswa yang digambarkan yaitu mengajukan banyak pertanyaan, menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah, 13 S.C. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta : Rineka Cipta, 1999, cet. 3, hal. 88 lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya, bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada anak-anak lain, dan dapat dengan cepat melihat kesalahan kekurangan pada suatu aspeksituasi. 2 Kemampuan berpikir luwes fleksibel Kemampuan berpikir luwes didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatifarah yang berbeda-beda, dan mampu mengubah cara pendekatancara pemikiran. Perilaku siswa yang digambarkan yaitu memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran interpretasi terhadap suatu gambar, cerita masalah, menerapkan suatu konsepasas dengan cara yang berbeda-beda, memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain, dalam membahasmendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbedabertentangan dari mayoritas kelompok, jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya, menggolongkan hal-hal menurut pembagian kategori yang berbeda-beda, dan mampu mengubah arah berpikir secara spontan. 3 Keterampilan berpikir orisinil Keterampilan berpikir orisinil didefinisikan sebagai kemampuan melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untnk mengungkapkan diri, dan mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian dan unsur-unsur. Perilaku siswa yang digambarkan yaitu melahirkan masalah- masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain, mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru, memiliki a-simetri dalam menggambarkan atau membuat disain, memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain, mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip, setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, dan lebih senang bersintesis dari pada mengandali sesuatu. 4 Keterampilan memperinci mengolaborasi Keterampilan memperinci didefinisikan sebagai kemampuan memperkaya dan memgembngkan suatu gagasan atau produk, serta menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Perilaku siswa yang digambarkan yaitu mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan di tempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana, serta menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil- detil terhadap gambarnya sendiri atau orang lain. 5 Keterampilan menilai mengevaluasi Keterampilan menilai didefinisikan sebagai kemampuan menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, kemampuan mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan tapi juga melakukannya. Perilaku siswa yang digambarkan yaitu memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri, menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal, menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis selalu menanyakan “mengapa”?, mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan, merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus, pada waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan tetapi menjadi peneliti atau penilai yang kritis, serta menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya. c. Karakteristik Siswa Berbakat Matematika Kemampuan berpikir kreatif matematika juga didukung oleh bakat siswa dalam matematika. Greenes mengemukakan enam karakteristik siswa berbakat matematika, yaitu 14 : 1 Fleksibilitas dalam mengolah data. 2 Kemampuan luar biasa dalam menyusun data. 3 Ketangkasan mental. 4 Penaksiran yang orisinal. 5 kemampuan luar biasa untuk mengalihkan gagasan. 6 kemampuan yang luar biasa untuk generalisasi. d. Berpikir Kreatif Matematis Berpikir kreatif matematis merupakan hal penting yang harus dikembangkan dalam mempelajari matematika. Menurut pendapat Sumarmo bahwa dalam mempelajari matematika, siswa harus memperhatikan dua hal pokok tentang matematika yaitu pandangan matematika sebagai proses dan matematika sebagai produk. 15 Matematika sebagai produk terkait dengan kemampuan seseorang memahami konsep, prinsip, aturan, hukum dan kesimpulan sedangkan sebagai proses seseorang harus mampu mengetahui cara memperoleh objek matematika tersebut. Dari pendapat Sumarmo tersebut, maka untuk mengembangkan berpikir kreatif matematis, pembelajaran harus tetap memperhatikan bagaimana seseorang siswa mampu berfikir secara 14 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta : Rineka Cipta, 1999, cet. 1, hlm. 150. 15 Awaludin, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis pada Siswa dengan Kemampuan Matematis Rendah Melalui Pembelajaran Open ended dalam Kelompok Kecil dengan Pemberian Tugas Tambahan ”, Tesis Pascasarjana UPI Bandung, Bandung: Perpustakaan UPI Bandung, 2007, hlm. 26, t.d. divergen untuk menyelesaikan suatu soal maupun menghasilkan berbagai jawaban yang tepat atas soal yang diberikan. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengembangkan ide-ide dan menyelesaikan masalah matematika secara orisinil, fleksibel, luwes, elaboratif, dan menilai. 16 Sedangkan Singh mendefinisikan kreatifitas matematika sebagai proses menyatakan dugaan mengenai sebab dan akibat dalam sebuah keadaan matematika, mencoba dan mencoba kembali dugaan tersebut dan membuat perubahanmodifikasi dan akhirnya memberitahukan hasilnya. 17 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengembangkan ide-ide dan menyelesaikan masalah matematika secara orisinil, fleksibel, luwes, elaboratif, dan menilai dengan melalui proses menyatakan dugaan mengenai sebab dan akibat dalam sebuah keadaan matematika, mencoba dan mencoba kembali dugaan tersebut dan membuat perubahanmodifikasi dan akhirnya memberitahukan hasilnya. Anderson mengembangkan suatu taxonomi untuk pembelajaran, pengajaran dan penilaian berdasar dimensi pengetahuan dan proses kognitif yang merevisi taxonomi Bloom. Dimensi pengetahuan meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Sedang proses kognitif meliputi mengingat remember, memahami understand, menerapkan apply, menganalisis analyze, evaluasi evaluate dan mencipta create. Kategori proses kognitif tertinggi berupa create berhubungan dengan proses kreatif. Mencipta artinya meletakkan elemen-elemen secara bersama-sama untuk membentuk suatu keseluruhan yang 16 Awaludin, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif… ,hlm. 31, t.d. 17 Eric Louis Mann, “Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students ”, Disertasi University of Connecticut, 2005, hlm. 7, t.d. http:www.gifted.uconn.edusiegleDissertationsEric20Mann.pdf koheren dan fungsional atau mengatur kembali reorganisasi elemen- elemen ke dalam suatu struktur atau pola-pola baru. Individu atau siswa yang mempunyai tingkat kemampuan, latar belakang ekonomi maupun sosial budaya yang berbeda, tentu akan mempunyai kualitas proses kreatif yang berbeda pula. Karena perbedaan itu umumnya berjenjangbertingkat, maka dapat dikatakan bahwa terdapat jenjang atau tingkat dalam berpikir kreatif itu. Berdasar penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat jenjang atau tingkat berpikir kreatif siswa dalam matematika. Siswono membagi tingkatan berpikir kreatif dalam matematika menjadi 5 tingkatan, yaitu: 18 1 Tingkat Berpikir Kreatif 4 Sangat Kreatif Pada tingkat ini siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda-beda dengan lancar fasih dan fleksibel. 2 Tingkat Berpikir Kreatif 3 Kreatif Pada tingkat ini siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara penyelesaian yang berbeda fleksibel meskipun tidak fasih atau membuat berbagai jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang berbeda tidak fleksibel. Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda dengan lancar fasih meskipun jawaban masalah tunggal atau membuat masalah yang baru dengan jawaban divergen. 3 Tingkat Berpikir Kreatif 2 Cukup Kreatif Pada tingkat ini siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau mampu menunjukkan berbagai cara 18 Tatag Yuli Eko Siswanto, “Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika ”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 9 http:tatagyes.files.wordpress.com200911paper07_jurnal_univadibuana.pdf penyelesaian yang berbeda dengan fasih meskipun jawaban yang dihasilkan tidak baru. 4 Tingkat Berpikir Kreatif 1 Kurang Kreatif Pada tingkat ini siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda baru, meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu cara penyelesaian yang dibuat berbeda-beda fleksibel atau jawabanmasalah yang dibuat beragam fasih. 5 Tingkat Berpikir Kreatif 0 Tidak Kreatif Pada tingkat ini siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar fasih dan fleksibel. e. Pengukuran Kreativitas Matematika Balka memberikan kriteria untuk mengukur potensi kreatifitas matematika sebagai berikut: 19 1 Kemampuan untuk menyatakan dugaan matematika mengenai sebab dan akibat dalam situasi matematika 2 Kemampuan untuk menentukan contoh dalam situasi matematika 3 Kemampuan untuk keluar dari pemikiran yang biasa untuk memperoleh solusi dalam sebuah situasi matematika 4 Kemampuan untuk menimbang dan menilai ide-ide matematika yang luar biasa, untuk memikirkan lebih jauh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin untuk sebuah situasi matematika 5 Kemampuan untuk merasakan kekurangan dari situasi matematika yang diberikan dan untuk mempertanyakan sesuatu yang memungkinkan untuk mengisi kekurangan informasi matematika 6 Kemampuan untuk memisahkan masalah-masalah matematika yang umum ke dalam bagian masalah yang lebih khusus 19 Eric Louis Mann, “Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students ”, Disertasi University of Connecticut, 2005, hlm. 27, t.d. http:www.gifted.uconn.edusiegleDissertationsEric20Mann.pdf f. Indikator Berpikir Kreatif Matematis Indikator berpikir kreatif matematis merupakan suatu ukuran keberhasilan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dalam penelitian ini, penulis menyusun indikator berpikir kreatif matematis berdasarkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar dan pengukuran ktreativitas matematika yang dikemukakan oleh Balka, sebagai berikut: Tabel 2.2 Indikator Berpikir Kreatif Matematis Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif S.C. Utami Munandar Pengukuran Kreativitas Matematika Balka Indikator Berpikir Kreatif Matematis dalam Penelitian Berpikir Luwes Kemampuan untuk menyatakan dugaan matematika mengenai sebab dan akibat dalam situasi matematika Menyatakan hubungan sebab dan akibat matematika Berpikir Lancar Kemampuan untuk menentukan contoh dalam situasi matematika Menyatakan banyak gagasan, jawaban dan penyelesaian masalah Berpikir Orisinil Kemampuan untuk keluar dari pemikiran yang biasa untuk memperoleh solusi dalam sebuah situasi matematika Mengemukakan ide-ide baru dalam menyelesaikan masalah matematika Keterampilan Menilai Mengevaluasi Kemampuan untuk menimbang dan menilai ide-ide matematika yang luar biasa, untuk memikirkan lebih jauh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin untuk sebuah situasi matematika Mempertimbangkan dan menilai ide-ide yang istimewa untuk digunakan pada situasi yang lain Keterampilan Memperinci Mengelaborasi Kemampuan untuk memisahkan masalah- masalah matematika yang umum ke dalam bagian masalah yang lebih khusus Menerapkan sebuah konsep dari konsep yang umum digunakan dalam masalah yang khusus 2. Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pendekatan Open-Ended Menurut Ruseffendi Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijasanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapain tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau khusus, dikelola. 20 Menurut Sudrajat pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. 21 Pendekatan adalah konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu pelajaran untuk mencapai tujuan belajar-mengajar. Sehingga, makin tepat pendekatan yang digunakan, diharapkan maka makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Pengetahuan mengenai pendekatan-pendekatan mengajar sangat penting bagi guru, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pendekatan open-ended merupakan suatu upaya pembaharuan pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang. Pendekatan sekitar dua puluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Simada, dkk. Munculnya pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” frontal teaching; guru menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal. 22 20 Ondi Saondi, “Perbandingan Prestasi Belajar Kalkulus Mahasiswa Antara yang Mendapat Pembelajaran Melalui Pendekatan Open-Ended dengan yang Mendapat Pembelajaran Biasa”, dalam Equilibrium, Vol.1, No.1, Januari-Juni 2005, hlm.95 21 http:akhmadsudrajat.wordpress.com20080912pendekatan-strategi-metode-teknik-dan- model-pembelajaran 11 April 2011 22 Gusni Satriawati, op. cit., hlm. 158. Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem open-ended atau problem terbuka. 23 Maka pembelajaran dengan pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar problem terbuka atau incomplete kepada siswa. Pendekatan open-ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dapat melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. 24 Pendekatan open ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang biasanya dimulai dengan memberikan problem kepada siswa. Problem yang dimaksud adalah problem terbuka yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memformulasikan problem tersebut dengan multijawaban yang benar. 25 Contoh penerapan problem open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawaban hasil akhir. 26 Siswa diharapkan memiliki tujuan utama bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian tidak hanya ada satu cara dalam memperoleh jawaban, namun beberapa atau banyak. Menurut Nohda tujuan dari pendekatan Open ended adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis 23 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung : JICA, 2003, hlm. 123 24 Suyanto, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka, 2009, cet.1, hlm.62 25 Suherman, op. cit., Hal. 125 26 Ibid., hlm. 123 siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan siswa. Hal yang perlu digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir sesuai dengan minat dan kemampuannya. 27 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Open ended adalah sebuah pendekatan yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar problem terbuka atau incomplete kepada siswa, yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif serta melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. b. Mengkonstruksi Problem Open Ended Tidak mudah mengembangkan problem open ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Melalui penelitian yang panjang di Jepang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi problem tersebut, diantaranya: 28 1 Sajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata, di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa. 2 Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu. 3 Sajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun geometri sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur. 4 Sajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika. 27 Ibid., hlm. 124 28 Ibid., hlm. 129-130 5 Berikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat yang umum. 6 Berikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasi dari pekerjaannya. c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Open ended Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended sebagai berikut: 29 1 Mempersiapkan Kelas a Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa, LKS, alat peraga dan lain sebagainya. b Kelompokkan siswa jika perlu sesuai dengan rencana. Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan dipakai hari itu. 2 Kegiatan Pembelajaran a Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan. Mungkin secara individual ataupun secara kelompok. jangan menunjukkan selesaian, boleh mengajukan pertanyaan pancingan. b Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk mengerjakan atau menjawab masalah open ended yang diberikan dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup bagi siswa untuk mengerjakannya. c Jika dalam waktu yang dipandang cukup siswa tidak ada satupun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah guide atau 29 Nur Ayuningsih, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita dengan Pendekatan Open Ended ”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta : Perpustakaan Utama UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, hlm, , t.d. petunjuk seperlunya atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa LKS ataupun bentuk lain. d Mintalah seseorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk menyampaikan hasil kerjanya atau hasil pemikirannya bisa lebih dari satu orang e Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila ada selesaian lebih dari satu, ungkaplah semua. 3 Kriteria Penilaian untuk Soal Open ended Soal open ended memungkinkan ragam jawaban siswa, sehingga guru kesulitan menilai hasil pekerjaan siswa. Menurut sawada untuk mengatasi hal tersebut, prestasi atau hasil pekerjaan siswa dapat dinilai dengan menggunakan beberapa kriteria berikut ini: Kemahiran, diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan beberapa metode penyelesaian. Fleksibilitas, adalah peluang siswa menjawab benar untuk beberapa soal serupa. Keaslian, kategori ini dimaksudkan untuk mengukur keaslian gagasan siswa dalam memberikan jawaban yang benar. Henddens dan Speer menyarankan untuk menilai hasil kerja pendekatan open ended problem salah satu caranya adalah dengan menentukan scoring dan jawaba n siswa melalui “rubrik”. Rubrik ini merupakan skala penilaian baku yang digunakan untuk menilai jawaban siswa dalam soal-soal open ended. Banyak jenis rubrik berbeda yang digunakan oleh individu dan sekolah. Salah satu contoh rubrik yang digunakan untuk menentukan scoring jawaban siswa dalam soal-soal open ended adalah: 1. Memberikan skor 4 jika jawaban siswa itu lengkap. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah: a. Jawaban yang dikemukakan lengkap dan benar. b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Jika respon dinyatakan terbuka, semua jawaban benar. d. Hasil digambarkan secara lengkap. e. Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada. 2. Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah: a. Jawaban yang dikemukakan benar. b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar. d. Hasilnya dijelaskan. e. Beberapa kesalahan kecil yang matematika mungkin ada. 3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah: a. Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan. b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi. d. Kesimpulan dinyatakan tetapi tidak akurat. e. Kesalahan kecil yang matematika mungkin muncul. 4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekedar upaya mendapatkan jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah: a. Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan ide-ide matematik. b. Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Beberapa perhitungan dinyatakan salah. d. Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik. e. Siswa sudah berupaya untuk menjawab soal. 5. Memberikan skor 0 jika jawaban siswa hanya sekedar berupaya mendapatkan jawaban. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah: a. Jawaban betul-betul tidak tepat. b. Tidak ada penggambaran problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi. c. Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali. d. Tidak mengemukakan jawaban. Penggunaan skala jawaban siswa ini berada pada rentang 0 sampai 4, tergantung pada kekuatan jawabannya. d. Aplikasi Pendekatan Open-Ended dalam Matematika Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendekatan Open ended dimulai dengan memberikan suatu masalah yang bersifat terbuka atau memiliki banyak jawaban yang mungkin. Maka aplikasi Open ended dalam matematika adalah melalui masalah-masalah terbuka yang dituangkan ke dalam soal-soal matematika. Berikut ini penulis mencoba memberikan contoh aplikasi pendekatan Open ended dalam materi peluang yaitu soal dengan masalah terbuka yang dibandingkan soal dengan masalah rutin. 1 Berapakah peluang dari pelemparan dua buah dadu untuk kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 ? Penyelesaian: nS = 36 A = kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 A = {1,5,2,4,3,3,4,2,5,1} nA = 5 Peluang kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 PA = nA nS = 536 Jadi, peluang kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 adalah 536 2 Diberikan dua belas orang calon untuk pasangan pemain bulu tangkis, lima orang dari kota A dan tujuh orang dari kota B. Tentukan aturan-aturan penyusunan pemain berdasarkan pada kota asalnya dan tentkan pula banyaknya susunan pasangan pemain yang sesuai dengan aturan tersebut Penyelesaian: a Penyusunan pasangan pemain harus berasal dari kota A. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C5,2 = 10. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C5,2 = 10 b Penyusunan pasangan pemain harus berasal dari kota B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C7,2 = 21. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C7,2 = 21 c Penyusunan pasangan pemain satu orang harus berasal dari kota A dan satu orang lagi harus berasal dari kota B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C5,1 . C7,1 = 35. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A dan B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C5,1 . C7,1 = 35. d Penyusunan pasangan pemain berasal dari kota A atau B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C12,2 = 66. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A atau B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C12,2 = 66. Berdasarkan soal-soal diatas, dapat dikategorikan bahwa masalah 1 merupakan masalah rutin dan tidak termasuk masalah terbuka, karena prosedur yang digunakan untuk menentukan penyelesaiannya sudah tertentu dan hanya memiliki satu jawaban yang benar. Sedangkan masalah 2 termasuk masalah terbuka open-ended problem dan bukan masalah rutin, karena tidak memiliki prosedur tertentu untuk menjawabnya. e. Keunggulan Pendekatan Open-Ended Keunggulan pendekatan Open ended antara lain Suherman, dkk, 2003: 1 siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide. 2 siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif. 3 siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri. 4 siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan. 5 siswa memiliki banyak pengalaman untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan. 3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional Pendekatan pembelajaran konvensional yaitu sebuah pendekatan dalam pembelajaran secara konvensional, dimana kegiatan mengajar yang dilakukan oleh para guru merupakan aktivitas menyimpan informasi dalam pikiran siswa yang pasif dan dianggap kosong. Pembelajaran konvensional juga dapat dikatan sebagai pembelajaran yang dilakukan dengan komunikasi satu arah, karena gurulah yang berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya menerima informasi verbal guru. Freire memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber- “gaya bank” banking concept of education. Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang diajarkan kepada mereka. Burrowes menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: 1 pembelajaran berpusat pada guru, 2 terjadi passive learning, 3 interaksi di antara siswa kurang, 4 tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan 5 penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks Brooks 1993, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. 30 Jadi, dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional yang lebih diutamakan bukanlah bagaimana proses pembelajaran berlangsung, melainkan hasil dari pembelajaran tersebut. a. Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Kovensional Setiap metode maupun pendekatan pasti memliki kekurangan, begitu pula dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Kekurangan pendekatan pembelajaran konvensional adalah: 1 Pembelajaran berjalan membosankan, siswa menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuka catatan saja. 30 http:edukasi.kompasiana.com20091220pendekatan-pembelajaran-konvensional 2 Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. 3 Pendekatan konvensional menyebabkan belajar siswa menjadi “belajar menghafal” rote learning yang mengakibatkan tidak timbulnya pengertian. 4. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan a. Nur Ayuningsih dalam skripsinya yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita dengan Pendekatan Open ended, memberikan kesimpulan bahwa: 1 Penggunaan pendekatan Open ended dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. 2 Penggunaan pendekatan Open ended dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan, komunikasi, semangat dan persaingan yang sehat antarsiswa dan dapat menumbuhkan semangat dan tanggung jawab antara anggota kelompok. Siswa lebih aktif dalam melakukan aktivitas seperti ke depan mengerjakan soal, mengerjakan soal dengan cepat, bertanya tentang materi yang sulit dan lain sebagainya. Siswa tidak takut dan malu lagi untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya. b. M. Ali Yazid dalam skripsinya yang berjudul Pendekatan Open ended dalam Pembelajaran Matematika Penelitian Eksperimen di SD Islam Al-Mukhlishin Ciseeng Bogor, memberikan kesimpulan bahwa: 1 Prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan pendekatan Open ended lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata siswa yang menggunakan pendekatan Open ended lebih besar dari nilai rata-rata siswa yang menggunakan pendekatan konvensional.

B. Kerangka Berpikir

Setiap kemajuan yang diraih manusia selalu melibatkan kreativitas. 31 Kreativitas memang penting, namun bangsa Indonesia ternyata masih menghadapi persoalan dalam masalah ini. Khususnya dalam pendidikan, pakar-pakar bidang pendidikan melihat bahwa kreativitas bangsa Indonesia masih tergolong rendah. 32 Menurut Munandar, pendidikan formal di Indonesia terutama menekankan pada pemikiran konvergen. Murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah. 33 Berdasarkan persoalan di atas, maka harus dicari sebuah pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, yang dapat membantu siswa untuk berpikir secara kreatif. Berpikir kreatif sangat perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, karena selama ini pembelajaran matematika dimaknai sebagai pembelajaran yang permasalahannya hanya dapat diselesaikan dengan satu cara dan hanya mendapatkan satu hasil one problem- one solution atau dapat dikatakan seragam. 34 Maka untuk menghindari keseragaman jawaban hasil, kita dapat memunculkan sebuah masalah yang sifatnya terbuka open problem dalam pembelajaran, sehingga nantinya akan timbul banyak jawaban yang benar dari permasalahan tersebut. pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar problem terbuka atau incomplete kepada siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan open-ended. Pendekatan open-ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Dengan demikian diduga terdapat 31 Nashori, op. cit., hlm. 21. 32 Ibid., hlm. 24. 33 Ibid., hlm. 25. 34 Kadir, op. cit., hlm. 2. pengaruh penggunaan pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

C. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang sudah dikemukakan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sementara hipotesis penelitian sebagai berikut : Kemampuan berpikir kreatif siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012, yang bertempat di Madrasah Tsanawiyah MTs Annajah Jakarta, yang beralamat di Jl. Ciledug Raya Petukangan Selatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen eksperimen semu, yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen misalnya cara dan intensitas belajar siswa saat di luar sekolah. Penelitian quasi eksperimen yaitu penelitian yang mendekati percobaan sungguhan yang tidak mungkin mengadakan kontrolmemanipulasi semua variabel yang relevan, sehingga harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batasan yang ada. Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam penelitian ini, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen digunakan pendekatan open ended dalam pembelajarannya, sedangkan kelompok kontrol digunakan pendekatan pembelajaran konvensional. Penulis menggunakan desain pen elitian “Two group randomized subject post test only ”, dinyatakan sebagai berikut: 36 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Kel. Perlakuan Treatment Post Test R E X E Y R C X C Y Keterangan : E = Kelompok eksperimen C = Kelompok kontrol X E = Perlakuan pada kelompok eksperimen X C = Perlakuan pada kelompok kontrol Y = Tes akhir yang sama pada kedua kelompok R = Proses pemilihan subjek secara random Rancangan penelitian menggunakan post test only. Rancangan penelitian post test only yaitu tes di akhir pembelajaran yang bertujuan agar dapat mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen menggunakan pendekatan open ended dalam pembelajaran, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 120 siswa yang terbagi dalam empat kelas. Kemudian dari empat kelas tersebut dipilih 2 kelas untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimennya. Pemilihan kelas dan penentuan kelas eksperimen atau kelas kontrol dilakukan dengan teknik random sampling, karena dengan teknik ini setiap anggota dari populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Kelas VIII-1 dengan jumlah 24 orang sebagai kelas