8
II TINJAUAN PUSTAKA
Sapi adalah hewan ternak terpenting dikarenakan setiap bagian dalam tubuhnya memiliki fungsi dan kegunaan diantaranya sebagai sumber daging, susu,
tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50 persen kebutuhan daging di dunia, 95 persen kebutuhan susu dan 85 persen kebutuhan
kulit. Hal ini menunjukan bahwa sapi memiliki peranan yang penting dalam pemenuhan gizi manusia.
2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah
Menurut Keputusan
Menteri Pertanian
Republik Indonesia
No.940kptsOT.2101097, yang dimaksud usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau
peternakan rakyat, yang diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial atau sebagai
usaha sampingan untuk menghasilkan ternak potong, telur, susu termasuk menggemukan suatu ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan
memasarkan. Menurut Mandaka 2005, usaha ternak sapi perah kerakyatan di Indonesia memiliki komposisi peternak skala kecil memiliki kurang dari empat
ekor sapi perah dengan persentase 80 persen, peternak skala menengah memiliki empat sampai tujuh ekor sapi perah dengan persentase 17 persen dan peternak
skala besar memiliki lebih dari tujuh ekor sapi perah dengan persentase tiga persen.
2.2 Perkembangbiakan Sapi Perah
Perkembangbiakan merupakan faktor yang penting dan mendukung pengembangan peternakan karena peternakan dianggap berhasil diantaranya
apabila produksi dan reproduksi tinggi atau tercapainya efisiensi reproduksi. Perkembangbiakan ini adalah sebagai upaya untuk peningkatan populasi dan
produktivitas susu sapi perah Ginting 2009. Sapi dara untuk pertama kalinya mulai dikawinkan pada umur dua tahun,
sebab pada umur tersebut sapi dara sudah mencapai dewasa kelamin, sehingga diharapkan pada umur ± 3 tahun dapat beranak untuk pertama kali. Hal-hal yang
9
perlu diperhatikan dalam perkembangbiakan ternak sapi perah adalah sebagai berikut:
1 Lama dan Siklus Birahi
Sapi yang sedang dibirahi harus segera dikawinkan, karena bila terlambat kawin harus menunggu datangnya masa birahi berikutnya hingga 40
–60 hari. Akibat yang ditimbulkan dari kejadian tersebut akan berimbas pada produksi susu
yang dihasilkan akan menurun. Periode birahi rata-rata 21 hari sekali, tetapi ada juga sapi-sapi yang memiliki periode birahi bervariasi dari 17-26 hari. Lama masa
birahi ini berlangsung selam 6-36 jam dengan rata-rata 18 jam untuk sapi betina dewasa dan 15 jam untuk sapi dara. Sapi yang sedang birahi akan menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut: 1.
Nampak gelisah dan sering mengeluh. 2.
Sering mengibas-ngibaskan ekornya, atau kalau ekor dipegang akan diangkat keatas.
3. Nafsu makan berkurang.
4. Sering menaiki atau mau dinaiki kawannya.
5. Vulva tampak membengkak dan berwarna agak kemerahan.
6. Dari vagina keluar cairan berwarna putih agak pekat.
7. Produksi susu menurun.
Teramatinya tanda birahi yang merupakan siklus serta mata rantai dari periode menjadi awal proses reproduksi. Birahi setelah beranak terjadi 21-80 hari
atau rata-rata 60 hari setelah beranak, kondisi ini tergantung interval pemerahan, yaitu:
1. Pada sapi yang diperah 4 kali sehari terjadi birahi kurang lebih 69 hari sejak
beranak. 2.
Pada sapi yang diperah 2 kali sehari terjadi birahi 46 hari sejak beranak atau rata-rata 60 hari.
3. Pada induk yang menyusui anaknya, akan kembali birahi pada hari ke-72 sejak
beranak.
10
2 Lama Bunting
Lama bunting sapi perah bervariasi antara 275-287 hari atau rata-rata 280 hari. Umumnya kebuntingan sapi diikuti gejala-gejala berikut:
1 Sapi menjadi tenang
2 Terlihat adanya pertambahan besar dari dinding perut
3 Adanya kecenderungan naiknya berat badan
Sesudah tujuh bulan atau sekitar 224 hari setelah terjadi kebuntingan, sapi perah induk harus dikeringkan dan lamanya kering kandang adalah sekitar dua
bulan atau 60 hari ini bertujuan mengistirahatkan sel-sel ambingnya dan mempersiapkan produksi kolostrum bagi anaknya Hidajati N 1997, diacu dalam
Helmy et al. 2002.
3 Calving Interval
Calving Interval atau selang beranak sapi adalah 12-14 bulan. Jika selang beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu sebesar 3,7-9 persen pada
laktasi yang sedang berjalan atau yang akan datang. Jika selang beranak diperpanjang sampai 450 hari, laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan
datang akan meningkatkan susu yang dihasilkan sebesar 3,5 persen. Meskipun demikian, jika ditinjau dari segi ekonomi akan merugikan karena susu yang
dihasilkan tidak sepadan jika dibandingkan dengan pakan yang diberikan Sudono et al 2003.
4 Perkawinan kembali setelah beranak
Sapi dewasa yang habis beranak bisa dikawinkan kembali sesudah 60-90 hari, sebab pada saat itu jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan
telah pulih kembali. Namun biasanya perkawinan ini sering dilakukan sekitar 60 hari setelah beranak, sebab menurut Siregar 1996 dalam Hutagalung 2008
mengungkapkan bahwa apabila dapat diupayakan kawin per bunting SC tidak lebih dari dua kali dan sapi perah induk mulai dikawinkan sekitar 60 hari setelah
beranak, maka akan dapat diperoleh panjang laktasi dan selang beranak yang optimal.
Metode perkawinan sapi perah yang dilakukan CV. Cisarua Integrated Farming adalah secara buatan, yaitu melalui Inseminasi Buatan IB yang berasal
dari Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. IB adalah satu cara yang dilakukan
11
untuk mempercepat
peningkatan mutu
genetik dan
populasi ternak
Hutagalung 2008. IB merupakan bioteknologi reproduksi pertama yang telah diaplikasi di Indonesia sejak tahun 1956 yang dimulai dengan penggunaan semen
cair fresh semen dan mulai tahun 1972 digunakan semen beku frozen semen. Semen tersebut berasal dari mani sapi jantan yang telah diproses terlebih dahulu,
dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam saluran alat kelamin sapi betina dengan menggunakan metode alat khusus yang disebut inseminator gun. Dengan
inseminasi buatan, daya reproduksi sapi yang jantan dapat ditingkatkan. Bila dengan kawin alami hanya dapat dihasilkan 10-20 keturunan dalam setahun, maka
dengan inseminasi buatan akan dapat dihasilkan 10-20.000 dosis semen yang dapat menghasilkan lebih banyak keturunan.
Tujuan menggunakan sistem IB ini adalah sebagai berikut: 1.
Memperbaiki mutu genetik ternak. 2.
Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ke tempat yang dibutuhkan sehingga biaya lebih efisien.
3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam
jangka waktu yang lebih lama. 4.
Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur. 5.
Mencegah penularan atau penyebaran penyakit kelamin. Sedangkan keuntungan dari penggunaan metode perkawinan IB adalah:
1. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan.
2. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik.
3. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi wanita inbreading
4. Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat disimpan dalam
jangka waktu yang lama. 5.
Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan lalu mati.
6. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena
fisik pejantan terlalu besar. 7.
Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
12
2.3 Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah