I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan  pemerintah  di  sektor  pertanian  yang  bertujuan  meningkatkan kualitas  dan  kuantitas  produksi,  peningkatan  ekspor,  memperluas  lapangan  kerja
dan  mendukung  pembangunan  daerah.  Pada  pembangunan  jangka  panjang  II, orientasi  pembangunan  menitikberatkan  pada  swasembada  “plus”  yaitu
swasembada  pangan  secara  menyeluruh  Khaidar  Z  2009.  Swasembada  pangan ini merupakan salah satu yang mendukung peningkatan pengembangan  pertanian,
salah  satunya  peningkatan  pengembangan  pertanian  di  sektor  peternakan. Disamping  lebih  memantapkan  swasembada  pangan,  pengembangan  peternakan
ini juga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui pengkonsumsian susu. Pendekatan ini  dilakukan melalui pendekatan
agribisnis dan agroindustri yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk peternakan.
Peternakan merupakan salah satu subsektor dalam pertanian yang memiliki peran  strategis  dalam  pemenuhan  akan  pangan  dan  penciptaan  lapangan  kerja.
Hasil  di  bidang  peternakan  berupa  telur,  daging  dan  susu  merupakan  bahan makanan  yang  penting  karena  kandungan  zat-zat  yang  ada  didalamnya.  Menurut
Susilorini  et  al  2008  ada  beberapa  faktor  yang  mendukung  peternakan  selalu berkelanjutan  dan  menjanjikan  peluang  bisnis.  Faktor-faktor  tersebut  adalah
kebutuhan  pangan  yang  akan  meningkat  sejalan  dengan  kecepatan  pertumbuhan populasi manusia. Karakteristik produk pangan yang berasal dari ternak memiliki
nilai  gizi  berkualitas  dan  ternak  merupakan  sumber  pendapatan  dan  lapangan kerja.
Sapi perah merupakan hewan ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein  yaitu  berupa  susu.  Hal  ini  dikarenakan  sapi  perah  memiliki  efisiensi
pengubahan  pakan  menjadi  protein  yang  paling  tinggi  dibanding  hewan  ternak lainnya Tabel 1
2
Tabel 1. Efisiensi Pengubahan Pakan Menjadi Protein dan Energi
Jenis Ternak Pengubahan Pakan Menjadi Protein
Sapi Perah 33.6
Ayam Broiler 16.7
Ayam Petelur 15.6
Kalkun 12.3
Sapi Potong 8.5
Dombakambing 5.4
Sumber: Ensminger 1971, diacu  dalam Sudono 2005
Industri  persusuan  di  Indonesia  pada  saat  ini  cukup  potensial,  hal  ini dikarenakanan  adanya  ketidakseimbangan  antara  permintaan  dan  penawaran.
Berdasarkan  data  Dirjen  Peternakan  2009,  selama  periode  2004-2009  produksi susu  nasional  hanya  mampu  memenuhi  permintaan  konsumen  susu  sebesar
342.000  ton  dari total  kebutuhan  susu  segar  1.306.000  ton  atau  hanya  sekitar  26 persen per tahun. Hal ini berarti setiap tahun negara mengimpor sekitar 74 persen
dari  total  kebutuhan  susu  nasional. Susu  yang  diimpor  utamanya  dalam  bentuk
skim  milk  powder  dan  butter  fat  sebagai  bahan  baku  industri  pengolahan  susu. Sebagian kecil lainnya diimpor sebagai finished produk. Diperkirakan nilai impor
susu, baik sebagai bahan baku maupun finished produk, berkisar Rp 8 triliun atau 800 juta dollar AS Dewan Persusuan Nasional 2008
. Melihat potensi pasar yang dimiliki maka peluang bagi peternakan dalam negeri masih sangat terbuka untuk
mengembangkan produksi susu. Rendahnya penawaran susu yang disebabkan oleh populasi sapi perah yang
cenderung stagnan pada tahun 2005-2007 Tabel 2. Selain itu peningkatan jumlah populasi  yang  terjadi  pada  tahun  2008  belum  dapat  mengatasi  kekurangan
pasokan susu di Indonesia.
Tabel 2. Populasi Ternak Indonesia Tahun 2005-2008
Komoditi ekor 2005
2006 2007
2008 Ayam Buras
278.953.780 291.085.190
272.140.251 290.802.770
Domba 8.327.022
8.979.849 9.514.184
10.391.849 Kambing
13.409.277 13.789.954
14.470.215 15.805.902
Kerbau 2.218.491
2.166.606 2.085.779
2.191.636 Sapi Perah
361.351 369.008
374.067 407.767
Sapi Potong 10.569.312
10.875.125 11.514.871
11.869.158 Babi
6.800.698 6.218.202
6.710.758 7.376.448
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan 2009
3
Saat  ini  masyarakat  semakin  sadar  akan  pentingnya  arti  kesehatan  dan pemenuhan gizi yang baik, permintaan masyarakat akan susu sapi yang sehat dan
berkualitas  mengalami  peningkatan  yang  signifikan  tiap  tahunnya,  hal  ini  dapat dilihat pada Tabel 3, dimana terjadinya perkembangan konsumsi susu nasional.
Tabel 3. Konsumsi Susu Nasional 2004-2009
Tahun Konsumsi KgKapitaTahun
2004 9.47
2005 9.32
2006 9.45
2007 9.0
2008 10.0
2009 10.47
Sumber:Dirjen Peternakan 2009 diolah
Seiring  dengan  perkembangan  permintaan  susu  sapi  yang  terus  meningkat ternyata penawaran yang tersedia di pasar sangat terbatas. Ditambah lagi dengan
sedikitnya  peternak-peternak  dalam  negeri  yang  mampu  menghasilkan  susu  sapi untuk  memenuhi  permintaan  konsumen  di  pasar.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  data
yang menunjukan bahwa Indonesia lebih banyak melakukan kegiatan impor susu dari luar negeri  yang digunakan untuk menutupi kekurangan pasokan susu lokal,
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Neraca Perdagangan Susu Indonesia Tahun 2008
Keterangan Supply
ribu ton Penggunaan
Ekspor ribu ton
Konsumsi ribu ton
Lokal 574.4
574.4 100
Impor 2427.9
233.1 9.6
2194.7 90.39
Total 3002.3
233.1 7.76
2709.1 92.23
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2009
Terdapat  dua  faktor  yang  menyebabkan  rendahnya  produksi  susu  dalam negeri  yaitu  faktor  teknis  dan  faktor  ekonomis.  Dari  faktor  teknis,  perbandingan
produktivitas sapi perah di Indonesia  yang hanya 10 liter per hari atau 3.650 Kg susu  per  laktasitahun  lebih  kecil  dari  produktivitas  sapi  perah  di  Amerika  yang
bisa  menghasilkan  20  liter  per  arinya  atau  7.254  Kg  susu  per  laktasitahun.
4
Produktivitas  potensial  sapi  perah  di  Indonesia  masih  jauh  dibawah  standar produktivitas potensial sapi perah dunia.
Sapi  perah  jenis  Fries  Holland  yang  dikembangbiakan  di  Indonesia harusnya  bisa  berproduksi  sebanyak  5.205  Kg  susu  per  laktasitahun.  Sedangkan
dari faktor ekonomi, peternak sapi perah kurang mendapatkan insentif yang sesuai dengan  yang  mereka  keluarkan,  ditambah  lagi  biaya  produksi  yang  besar  tidak
sebanding  dengan  harga  susu  sapi  yang  sangat  rendah.  Sehingga  hal  ini  dapat mengurangi minat peternak untuk terus memproduksi susu sapi.
Perbaikan  pakan  dengan  acuan  peningkatan  produksi  susu  akan  menambah biaya  pakan  yang  berdampak  pada  meningkatnya  biaya  produksi.  Akan  tetapi,
peningkatan  biaya  produksi  tersebut,  akan  berbanding  lurus  dengan  pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan,
salah satunya menurut Siregar 1996, diacu dalam Kusnadi U dan Juarini E 2006,
mengemukakan bahwa pemberian pakan yang memilliki kandungan suplementasi konsentrat  yang  lebih  tinggi  berupa  protein  dan  energinya  sebanyak  3  kghari
dapat  meningkatkan  kemampuan  berproduksi  susu  sampai  dengan  22.3    yang berdampak  pada  peningkatan  pendapatan  rata-rata  Rp.  685.23hari.  Peningkatan
kemampuan  berproduksi  susu  pada  sapi-sapi  laktasi  melalui  peningkatan suplementasi  pakan  yang  lebih  berkualitas  yang  dibarengi  dengan  peningkatan
frekuensi  pakan  juga  telah  dilakukan  dan  ternyata  memberikan  dampak  yang positif.  Penelitian  dilakukan  pada  sapi-sapi  di  daerah  Tanjungsari  dengan
suplementasi pakan konsentrat yang lebih berkualitas sebesar  2,3 kg  hari  yang disertai dengan peningkatan frekuensi pemberian pakan dari 2 kali menjadi 3 kali
sehari  ternyata  dapat  meningkatkan  produksi  rata-rata  sebesar  3.1  kghari Kusnadi U dan Juarini E 2006.
Dengan  demikian,  peningkatan  produksi  susu  ini  memiliki  sasaran  ke depannya  berupa  memperluas  pangsa  pasar  untuk  memenuhi  permintaan  dan
peningkatan pendapatan  oleh perusahaan yang menggunakan sistem atau metode baru berupa peningkatan produksi susu sapi melalui peningkatan pakan. Penelitian
yang  dilakukan  oleh  Kusnadi  U  dan  Juarini  E  menunjukan  bahwa  masih terbukannya potensi yang terkandung dalam kegiatan peternakan sapi perah dalam
rangka  memperluas  pangsa  pasar  dan  meningkatkan  pendapatan  usaha
5
pemeliharaan sapi perah melalui peningkatan pakan. Bila dilihat dari sisi produksi susu  yang  dihasilkan,  yang  apabila  dilakukan  secara  berkala  dan  intensif  dapat
menghasilkan susu sebanyak 5.205 Kg susu per laktasitahun, maka akan menjadi industri yang sangat menjanjikan. Analisis mengenai kelayakan usaha peternakan
sapi perah menjadi penting untuk dilakukan karena sapi perah yang komoditinya berupa susu menjadi salah satu alternatif pemenuhan gizi dan juga menekan laju
impor pemerintah yang pada akhirnya berimplikasi pada penerimaan negara yang semakin besar.
Dalam  perencanaan  peningkatan  produksi  susu  melalui  perbaikan  pakan, memerlukan perencanaan yang sesuai agar dana yang diinvestasikan memberikan
keuntungan  bagi  pihak  yang  terlibat.  Dengan  kata  lain,  analisis  kelayakan finansial diperlukan untuk mendukung perencanaan ini.
1.2 Perumusan Masalah