Proses Pembuatan Tahu Skala Laboratorium

28 penggumpal mengikat air dalam jumlah yang tinggi Shurtleff dan Aoyagi, 1984. Tahu yang dihasilkan dengan menggunakan koagulan kalsium sulfat memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi Koswara, 1992. GDL yang digunakan ditentukan tetap, karena penambahan GDL sebesar 0.5 dapat memperbaiki tekstur tahu biasa Subardjo et. Al, 1987. Jenis koagulan secara visual sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Shurtleff dan Aoyagi 1984 menyatakan bahwa penggunaan kalsium sulfat menghasilkan tahu yang memiliki tekstur yang lembut, halus, dan lunak. Sedangkan tahu koagulan campuran antara CaSO 4 + GDL menghasilkan tahu yang kenyal, lembut dan lebih kompak. Menurut shutleff dan Aoyagi 1984, tahu yang dibuat dengan bahan penggumpal batu tahu dan lakton, protein tahu membentuk struktur yang menyerupai gumpalan spon elastik dan kompak, sehingga dapat dipres dengan tekanan yang sesuai sehingga dihasilkan tekstur yang dinginkan dan daya kerekatan yang besar sehingga tahu tidak mudah pecah. Parameter yang digunakan pada tahap ini adalah rendemen, penerimaan organoleptik, dan tekstur. Variasi penambahan koagulan tersebut diharapkan menghasilkan formula tahu yang memiliki rendemen yang relatif tinggi, penerimaan organoleptik yang baik ,dan tekstur yang baik pula.

1. Proses Pembuatan Tahu Skala Laboratorium

Pada prinsipnya, cara pembuatan tahu adalah mengekstrak protein dari kedelai kemudian menggumpalkannya menggunakan garam tertentu. Proses pembuatan tahu dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pencucian dan perendaman, penggilingan dan pemasakan, ekstraksi dan koagulasi, serta pencetakan dan pengepresan tahu. Pencucian kedelai dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang terdapat pada bahan mentah. Selain itu, kedelai yang kurang bersih akan menghasilkan tahu yang berasa pahit, warnanya gelap, dan daya tahan simpan yang rendah Muchtadi, 1989. Perendaman ini dilakukan untuk melunakkan struktur seluler, mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk menggiling, dan meningkatkan kecepatan ekstraksi. 29 Lamanya perendaman juga dipengaruhi oleh suhu air dan varietas yang digunakan Muchtadi, 1989. Apabila perendaman kurang sempurna, baik waktunya terlalu lama atau singkat, jumlah dan rasa tahu yang diperoleh akan menjadi kurang baik tidak sesuai yang diinginkan. Perendaman yang terlalu lama ditandai dengan terbentuknya busa yang berlebihan dipermukaan air karena fermentasi menghasilkan CO 2 dan mengkerutnya kulit biji. Sedangkan perendaman yang kurang, ditandai dengan masih sulitnya biji dibelah dan bagian biji sebelah dalam masih keras dan berwarna gelap Shurtleff dan Aoyagi, 1984. Proses penggilingan menggunakan air panas dengan tujuan menginaktivasi enzim lipoksigenase yang dapat menghasilkan bau langu pada tahu yang dihasilkan. Pada waktu penggilingan bubur kedelai ditambah air. Perbandingan berat kacang awal dan air yang baik adalah 1 : 10 Shurtleff dan Aoyagi 1984. Apabila air yang ditambahkan kurang, maka protein yang terekstrak sedikit dan apabila air yang terlalu banyak, maka energi yang dipakai untuk pemasakan lebih besar dan hal ini tidak sebanding dengan meningkatnya jumlah protein yang terekstrak sehingga tidak meningkatkan nilai rendemen Subardjo et. al. 1987. Setelah penggilingan, bubur yang dihasilkan segera dimasak. Tujuan dari pemasakan ini adalah menginaktivasi tripsin inhibitor yang terkandung dalam kedelai serta mendenaturasi protein sehingga meningkatkan nilai gizi protein tahu, mengurangi bau langu, meningkatkan daya tahan simpan dengan cara inaktivasi bakteri, mempermudah ekstraksi protein, dan mengubah sifat kimia protein sehingga pada saat dikoagulasikan menghasilkan tahu yang kompak Muchtadi, 1989. Koagulan kalsium sulfat mengkoagulasi susu lebih lambat daripada Campuran koagulan CaSO 4 + GDL. Setelah pengendapan sempurna, bagian atas yang berupa air bening whey dipisahkan sebelum dimasukkan dalam cetakan. Kombinasi cetakan dan tekanan ini akan memadatkan tahu dan menguatkan matriksnya. 30

2. Hasil Pengamatan