Keragaan Umum Hasi Estimasi Model Ekonometrika

57 Tabel 17. Produksi Kakao Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008-2009 000 Ton Provinsi 2008 2009 Provinsi 2008 2009 Aceh 27.30 25.10 Nusa Tengga Barat 1.70 1.70 Sumatera Utara 60.30 59.30 Nusa Tenggara Timur 11.90 12.00 Sumatera Barat 32.20 32.40 Kalimantan Barat 2.20 2.20 Riau 4.10 4.00 Kalimantan Tengah 0.30 0.30 Kepulauan Riau 0.00 0.00 Kalimantan Selatan 0.30 0.20 Jambi 0.40 0.50 Kalimantan Timur 23.90 21.40 Sumatera Selatan 1.20 1.70 Sulawesi Utara 4.00 2.80 Kepulauan Bangka Belitung 0.00 0.00 Gorontalo 3.40 3.60 Bengkulu 5.40 5.00 Sulawesi Tengah 151.90 154.80 Lampung 25.70 26.00 Sulawesi Selatan 112.00 111.40 DKI Jakarta - - Sulawesi Barat 149.50 149.50 Jawa Barat 3.70 2.30 Sulawesi Tenggara 117.00 75.60 Banten 2.40 2.60 Maluku 6.90 7.10 Jawa Tengah 2.70 2.90 Maluku Utara 12.50 11.30 DI Yogyakarta 1.20 1.20 Papua 11.30 11.50 JawaTimur 18.30 20.30 Papua Barat 2.70 4.00 Bali 6.80 5.40 Total 803.60 758.40 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN, PENAWARAN DAN HARGA BIJI KAKAO DI INDONESIA

6.1 Keragaan Umum Hasi Estimasi Model Ekonometrika

Program estimasi parameter model perdagangan kakao di Indonesia menggunakan metode 2SLS Lampiran 4. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dengan periode pengamatan dari tahun 1990 sampai dengan 2010 Lampiran 3. Model ekonometrika merupakan model simultan dinamis yang dibangun dari 11 persamaan, terdiri dari tujuh persamaan struktural dan empat persamaan identitas. Hasil estimasi model dihasilkan setelah melalui beberapa tahapan respesifikasi model. Secara keseluruhan estimasi model yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari kriteria ekonomi kesesuaian tanda, kriteria statistik, dan kriteria ekonometrika. Setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tanda sesuai hipotesis dan logis dari sudut pandang ekonomi. Secara keseluruhan masing-masing persamaan memiliki R-Sq yang lebih besar dari 60 persen, menunjukkan bahwa secara umum masing- 58 masing keragaman variabel endogen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan struktural Lampiran 5. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh hasil bahwa keseluruhan persamaan struktural memiliki P-value uji statistik-F lebih keci l dari taraf α sebesar 10 persen yang berarti variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural secara bersama- sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogennya. Hasil uji statistik-t menunjukkan bahwa dengan pengujian satu arah secara individual ada beberapa variabel penjelas yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada taraf nyata α sebesar 10 persen, namun yang diutamakan adalah kelogisan serta kesesuaian tanda dan besaran dengan kriteria ekonomi.

6.1.1 Hasil Uji Autokorelasi

Pendeteksian masalah autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik DW dan statistik Durbin-h. Nilai statistik Durbin-h yang diperoleh pada persamaan perdagangan biji kakao Indonesia berkisar antara -0.04 sampai 1.47 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan masing-masing persamaan tidak terdapat serial korelasi. Ada tidaknya masalah serial korelasi, Pindyck dan Rubinfeld 1991 telah membuktikan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, dengan mempertimbangkan periode pengamatan yang cukup panjang maka hasil estimasi model dapat dikatakan cukup menggambarkan fenomena ekonomi kakao di Indonesia.

6.2 Luas Areal Tanam Biji Kakao Indonesia