Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian di Indonesia menyumbang sekitar 1 311 037.30 miliar rupiah untuk nilai pendapatan Produk Domestik Bruto PDB atas dasar harga yang berlaku menurut lapangan usaha Badan Pusat Statistik, 2014. Sektor pertanian terdiri dari subsektor perkebunan, subsektor hortikultura, subsektor peternakan, dan subsektor tanaman pangan. Diantara keempat subsektor tersebut, hanya subsektor perkebunan yang memiliki surplus neraca perdagangan Tabel 1. Tabel 1. Nilai Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Menurut Subsektor Tahun 2010-2013 Subsektor Tahun 2010 2011 2012 2013 TW I TW II Nilai US 000

1. Tanaman Pangan

Ekspor 477 708 584 861 150 705 31 602 32 853 Impor 3 893 840 7 023 936 6 306 808 1 116 501 1 557 943 Neraca -3 416 131 -6 439 075 -6 156 103 -1 084 899 -1 525 089

2. Hortikultura

Ekspor 390 740 491 304 504 538 91 218 98 795 Impor 1 292 868 1 686 131 1 813 405 266 528 556 841 Neraca -902 128 -1 194 827 -1 308 868 -175 310 -458 047

3. Perkebunan

Ekspor 30 702 864 40 689 768 32 479 157 7 672 423 7 211 465 Impor 6 028 160 8 843 792 4 518 784 612 457 675 362 Neraca 24 674 704 31 845 976 27 960 373 7 059 965 6 536 103

4. Peternakan

Ekspor 951 662 1 599 071 556 527 134 054 135 989 Impor 2 768 339 3 044 801 2 698 100 530 489 802 963 Neraca -1 816 677 -1 445 730 -2 141 573 -396 435 -666 974 Total Pertanian Ekspor 32 522 975 43 365 004 33 690 927 7 929 297 7 479 102 Impor 13 983 207 20 598 660 15 337 098 2 525 976 3 593 109 Neraca 18 539 768 22 766 344 18 353 830 5 403 321 3 885 993 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 Subsektor perkebunan memiliki nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan nilai impornya, yang menjadikan nilai neraca perdagangan 2 subsektor perkebunan surplus dari tahun ke tahun. Subsektor perkebunan menyumbang ekspor lebih dari 96 persen terhadap total ekspor pertanian yaitu sebesar US 32.47 miliar dari total ekspor pertanian US 33.69 miliar Badan Pusat Statistik, 2014. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan nilai neraca perdagangan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar US 7.2 miliar Badan Pusat Statistik, 2014. Hal ini membuktikan bahwa subsektor perkebunan memiliki keunggulan pada sektor pertanian di Indonesia. Nilai dan volume ekspor komoditas perkebunan di Indonesia disajikan pada Tabel 2. Komoditas unggulan sektor perkebunan Indonesia diantaranya kelapa, karet, kelapa sawit, kopi, teh, lada, tembakau, kakao, cengkeh, kapas, tebu, pinang dan lainnya. Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kakao. Kakao Indonesia merupakan komoditas utama perkebunan yang menyumbang devisa negara untuk ekspor hasil perkebunan. Nilai ekspor kakao Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet dengan total nilai ekspor sebesar US 1.64 miliar pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik, 2014. Hal ini menunjukkan potensi dan peluang komoditas kakao dalam perdagangan internasional. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut terwujud dalam bentuk penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada saat ini, sebagian besar produksi kakao Indonesia di ekspor dan hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi dalam negeri. Indonesia tercatat sebagai negara produsen biji kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana International Cocoa Organization, 2011. Volume ekspor biji kakao Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat. Pada tahun 2008 volume ekspor biji kakao mencapai 380 512.9 ton, meningkat dibanding tahun 2007 yang mencapai 379 829.2 ton. Pada tahun 2009 volume ekspor biji kakao kembali meningkat menjadi 439 305.3 ton dari total produksi biji kakao nasional pada tahun 2009 sebesar 577 000 ton Kementerian Perindustrian, 2012. Dengan demikian, pada tahun 2009 hampir 76 persen dari total produksi biji kakao Indonesia diekspor ke mancanegara. 3 Tabel 2. Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun 2010-2013 Komoditas Tahun 2010 2011 2012 2013 TW I TW II Kelapa Volume Ton 1 045 960 1 200 206 1 519 353 383 775 288 529 Nilai US000 703 239 1 189 240 1 192 334 238 454 159 796 Karet Volume Ton 2 420 716 2 638 382 2 444 438 630 794 676 444 Nilai US000 7 470 112 11 969 058 7 861378 1 852 430 1 800 233 Kelapa Sawit Volume Ton 20 394 174 20 972 382 23 811 342 7 065 002 6 228 464 Nilai US000 15 413 639 19 753 190 19 560 136 4 721 829 4 334 758 Kopi Volume Ton 433 594 346 493 448 591 96 354 122 665 Nilai US000 814 311 1 036 671 1 249 519 243 854 289 168 The Volume Ton 87 101 75 450 70 071 18 509 16 984 Nilai US000 178 549 166 717 156 741 43 903 38 483 Lada Volume Ton 62 599 36 487 62 608 7 309 5 428 Nilai US000 245 924 214 681 423 477 51 814 39 722 Tembakau Volume Ton 117 158 99 485 37 110 12 334 11 318 Nilai US000 672 597 710 070 159 564 59 244 50 807 Kakao Volume Ton 552 892 410 257 387 803 95 072 94 982 Nilai US000 1 643 773 1 345 430 1 053 615 250 434 250 900 Cengkeh Volume Ton 6 008 5 397 5 941 1 443 1 052 Nilai US000 12 581 16 304 24 767 5 360 4 153 Kapas Volume Ton 36 584 25 361 23 727 7 367 7 827 Nilai US000 45 663 61 564 41 588 12 145 12 361 Tebu Volume Ton 485 031 544 297 388 875 11 411 80 021 Nilai US000 81 901 78 447 46 191 5 106 10 933 Pinang Volume Ton 213 601 187 109 173 461 56 906 60 709 Nilai US000 115 501 154 010 125 606 43 178 46 302 Lainnya Volume Ton 1 161 888 1 322 441 453 123 152 013 151 768 Nilai US000 3 305 073 3 962 680 584 241 144 670 173 848 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 Meskipun ekspor biji kakao terus meningkat, ekspor tersebut sebagian besar masih dalam bentuk mentah. Kurang lebih 90 persen dari total ekspor biji kakao Indonesia masih dalam bentuk biji kakao yang belum difermentasi Kementerian Perindustrian, 2012. Akibatnya harga ekspor biji kakao Indonesia selalu didiskon atau mendapat potongan harga karena harga biji kakao yang tercantum di terminal New York adalah harga untuk biji kakao yang telah difermentasi. Sementara itu, volume ekspor produk kakao olahan 95 885.80 ton masih relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan volume ekspor biji kakao 439 305.3 ton Kementerian Perindustrian, 2012. 4 Tabel 3. Produksi Biji Kakao Dunia Tahun 2001-2010 Negara Produksi 000 Ton 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 AFRIKA 1 952 2 232 2 550 2 375 2 642 2 391 2 692 2 519 2 458 Kamerun 131 160 166 185 166 166 185 227 190 Pantai Gading 1 265 1 352 1 407 1 286 1 408 1 292 1 382 1 222 1 242 Ghana 341 497 737 599 740 614 729 662 632 Nigeria 185 173 180 200 200 190 230 250 240 Lainnya 30 50 60 105 128 129 166 158 154 AMERIKA 370 428 462 445 446 411 469 488 522 Brazil 124 163 163 171 162 126 171 157 161 Ekuador 81 86 117 116 114 114 118 134 160 Lainnya 165 179 182 158 170 171 180 197 201 ASIA DAN OCEANIA 539 510 525 559 636 597 592 599 633 Indonesia 455 410 430 460 530 490 485 490 535 Lainnya 84 100 95 99 106 107 107 109 98 TOTAL DUNIA 2 861 3 170 3 537 3 379 3 724 3 399 3 753 3 606 3 613 Sumber: International Cocoa Organization, 2011 Indonesia pernah berada di peringkat kedua sebagai negara penghasil biji kakao terbesar di dunia pada tahun 20012002, namun pada tahun berikutnya, Indonesia berada di peringkat ketiga Tabel 3. Tingkat persaingan ekspor Indonesia dengan negara utama penghasil kakao lainnya sangat ketat, disebabkan kualitas biji kakao Indonesia masih rendah. Kualitas kakao Indonesia masih didominasi oleh biji kakao yang belum terfermentasi, biji dengan kadar kotoran yang tinggi, serta terkontaminasi serangga, jamur, atau mikotoksin sehingga kakao Indonesia dihargai paling rendah di pasar internasional, yang menyebabkan volume dan nilai ekspor kakao Indonesia fluktuatif dari tahun ke tahun. Volume dan nilai ekspor impor komoditas kakao Indonesia disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Volume dan Nilai Ekspor Impor Biji Kakao Indonesia Tahun 2007-2011 Tahun Ekspor Impor Volume Ton Nilai 000 US VolumeTon Nilai 000 US 2007 379 829.2 622 600.4 19 655.4 3 922.3 2008 380 512.9 854 584.8 22 967.9 59 573.5 2009 439 305.3 1 087 484.6 27 230.0 76 312.4 2010 432 426.8 1 190 739.6 24 830.6 89 497.0 2011 210 066.9 614 496.3 19 100.0 62 881.0 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2012 5 Fluktuasi perdagangan komoditas kakao di pasar internasional terlihat dari perkembangan volume dan nilai ekspor impor biji kakao Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2011 biji kakao menjadi komoditas unggulan dengan volume ekspor sebesar 210 066 ton dan nilai ekspor US 614 496.3 ribu Kementerian Perindustrian, 2012. Sementara itu, Nilai ekspor kakao olahan yang disajikan pada Gambar 1 sebesar US 325 956.628 yang berasal dari cocoa butter, fat and oil sebesar US 230 055.963, cocoa powder, not contang added sugar or other sweetening matter sebesar US 45 207.673, chocolate confectionary in blocks, slab or bars, weighing 2 kg sebesar US 17 540.817, cocoa paste, wholly or partly defatted sebesar US 14 645.172 dan lain-lain Kementerian Perindustrian, 2012. Sumber: Kementerian Perindustrian, 2012. Gambar 1. Persentase Nilai Ekspor Kakao Olahan Indonesia Tahun 2009 Jika dilihat dari persentase olahan kakao Indonesia, cocoa butter mendominasi produk olahan kakao yang di ekspor yaitu sebesar 71 persen dari total nilai ekspor kakao olahan Indonesia US 325 956.628 Kementerian Perindustrian, 2012, sehingga dalam cocoa butter akan mewakili produk olahan kakao Indonesia. Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang besar, memiliki peluang dan potensi untuk menciptakan sistem industrialisasi yang baik dengan cara mengembangkan potensi industri yang ada dan menghubungkan rantai produksi dari industri hulu ke industri hilir. Besarnya biji kakao yang dimiliki Indonesia belum mampu menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir utama kakao olahan. Indonesia hanya berperan sebagai penyedia bahan baku bagi industri hilir kakao cokelat di luar negeri. Industri hilir cokelat justru berkembang di negara-negara yang relatif tidak memiliki sumber bahan 71 14 4 5 2 3 Cocoa butter, fat and oil Cocoa paste, not defatted Chocolate confectionary in blocks, slab or bars, weighing 2 kg Cocoa paste, wholly or partly defatted Cocoa powder, not containing added sugar or other sweetening matter Oth chocolate oth food preparations cont. cocoa, weighing 2 kg 6 baku biji kakao seperti Netherland, Malaysia, Perancis dan Jerman International Trade Centre , 2012. Posisi Indonesia masih jauh berada dibawah Malaysia untuk kategori eksportir olahan kakao padahal produksi dan luas areal tanam kakao Malaysia jauh lebih kecil dibanding Indonesia International Trade Centre, 2012. Perkembangan nilai ekspor kakao olahan oleh negara eksportir utama tahun 2010- 2011 disajikan pada Gambar 2. Sumber: International Trade Centre, 2012 Gambar 2. Nilai Ekspor Kakao Olahan Negara Eksportir Utama Tahun 2010-2011 Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan industri hilir pengolahan kakao. Untuk itu pemerintah mengadakan pengembangan industri hilir kakao nasional. Diharapkan Indonesia akan mampu meningkatkan perolehan nilai tambah di dalam negeri yang nantinya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan perolehan devisa dari kegiatan ekspor produk olahan biji kakao. Sebelumnya, ada beberapa kebijakan yang kurang mendukung upaya pengembangan industri hilir kakao dalam negeri sehingga industri hilir kakao nasional kurang berkembang, diantaranya adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang PPN atas komoditas primer. Pengenaan PPN sebesar 10 persen mengakibatkan beralihnya biji kakao yang semula diolah di dalam negeri menjadi diekspor dalam bentuk biji. Sebagai akibatnya, pasokan bahan baku untuk perusahaan pengolahan biji kakao dalam negeri berkurang. Dalam rangka mengembangkan industri pengolahan kakao, pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak ekspor, atau lebih dikenal dengan kebijakan Bea Keluar BK. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 200000 400000 600000 800000 2010 2011 N il ai Ekspor U S 000 Tahun Netherlands Malaysia Perancis Jerman Indonesia 7 PMK No 67PMK.0112010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan Tarif BK. Peraturan tersebut diterapkan secara progresif. Besaran tarif BK dan harga patokan ekspor biji kakao ditentukan berdasarkan harga referensi biji kakao. Harga referensi yang dimaksud adalah harga rata-rata internasional yang berpedoman pada harga rata-rata CIF terminal New York. Besaran harga referensi dan Harga Patokan Ekspor HPE ditetapkan setiap bulan oleh menteri perdagangan. 1.2 Perumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki produksi biji kakao yang besar. Pada tahun 2010, produksi biji kakao Indonesia mencapai 600 000 ton. Akan tetapi besarnya biji kakao Indonesia belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh industri pengolahan kakao nasional. Sebanyak 72 persen nya di ekspor dalam bentuk mentahannya berupa biji yaitu sebanyak 432 427 ton, hanya sebagian kecil yang diekspor dalam bentuk kakao olahan dan cokelat olahan yang masing-masing sebanyak 103 055 ton dan 11 764 ton dan bahan baku industri kakao dan cokelat juga berasal dari biji kakao impor sebanyak 24 831 ton Kementerian Perindustrian, 2011. Upaya pengembangan industri pengolahan kakao sudah dilakukan pemerintah sejak awal tahun 2000. Namun baru pada akhir tahun 2010 terbit kebijakan-kebijakan pro industri pengolahan kakao, seperti dihapuskannya Pajak Pertambahan Nilai PPN di tahun 2007 untuk perdagangan biji kakao dalam negeri, dan diterapkannya kebijakan pajak ekspor yang kemudian disebut dengan kebijakan BK pada tahun 2010 Kementerian Perindustrian, 2011. Penghapusan PPN yang besarnya sepuluh persen dimaksudkan untuk memperlancar pasokan biji kakao kepada industri pengolahan kakao dalam negeri, sedangkan kebijakan BK ditujukan untuk menghambat ekspor biji kakao dan mendorong pasokan biji kakao untuk industri domestik. Kebijakan penghapusan PPN sepuluh persen pada tahun 2007 belum mampu menciptakan iklim usaha industri pengolahan kakao yang kondusif. Selanjutnya pada 1 April 2010 pemerintah secara resmi menerapkan kebijakan BK secara progresif terhadap ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 67PMK.0112010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK. Secara umum, pengambilan 8 keputusan penetapan tarif BK dilakukan melalui koordinasi antar instansi terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan. PMK ditetapkan oleh tim penentuan tarif atas dasar masukan beberapa pelaku pasar dan tim ahli dari instansi terkait. Proses penetapan PMK disajikan pada Gambar 3. Sumber: Kementerian Keuangan, 2012 Gambar 3. Proses Penetapan Peraturan Menteri Keuangan di Indonesia Tahun 2012 PMK tersebut menjelaskan bahwa untuk harga referensi biji kakao sampai dengan US 2 000 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar nol persen. Harga referensi di atas US 2 000 sampai dengan US 2 750 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar lima persen. Harga referensi di atas US 2 750 sampai dengan US 3 500 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar sepuluh persen. Harga referensi di atas US 3 500 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar 15 persen. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan harga biji kakao di Indonesia? 2. Bagaimana dampak perubahan faktor ekonomi terhadap penawaran, permintaan, harga biji kakao dan produksi cocoa butter di Indonesia? 3. Bagaimana dampak perubahan faktor ekonomi terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen biji kakao di Indonesia? PMK Menteri Keuangan Biro Hukum Kementerian Keuangan Terbitkan Kajian Draft Draft PMK Pelaku Pasar Tim Tarif Kementerian Perdagangan Kementerian Pertanian Kementerian Perindustrian Pendapat Pendapat Draft dan Kajian Koordinasi Koordinasi Koordinasi 9

1.3 Tujuan Penelitian