Industri Pengolahan kakao TINJAUAN PUSTAKA

14 nasional masih belum tercukupi sehingga tidak heran bila Indonesia masih harus mengimpor biji kakao untuk kepentingan bahan baku industri. Volume dan nilai impor kakao Indonesia disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Kakao Indonesia Tahun 2007-2011 Tahun Impor Volume Ton Nilai 000 US 2007 19 655.40 39 221.30 2008 22 967.90 59 573.50 2009 27 230.00 76 312.40 2010 24 830.60 89 497.00 2011 19 100.00 62 881.00 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2012

2.3 Industri Pengolahan kakao

2.3.1 Bahan Baku Industri Pengolahan kakao

Industri pengolahan kakao menggunakan biji kakao sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya. Biji kakao pada umumnya digunakan oleh industri pengolahan kakao Indonesia untuk dijadikan produk olahan setengah jadi atau makanan cokelat jadi yang kemudian dikonsumsi lansung oleh konsumen atau sebagai bahan baku bagi beberapa industri makanan dan minuman. Biji kakao yang baik untuk diolah adalah biji kakao yang telah melewati tahap fermentasi, karena pada tahap fermentasi bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan untuk memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji Widyotomo et al, 2004. Pangsa produksi Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ketiga di dunia dengan nilai sebesar 15.68 persen. Suatu potensi untuk dapat mengembangkan industri pengolahan nasional. Akan tetapi kualitas biji kakao Indonesia pada umumnya masih rendah, karena biji kakao Indonesia tidak melewati tahap fermentasi terlebih dahulu, walaupun demikian biji kakao Indonesia tetap diminati di beberapa negara. Biji kakao Indonesia yang dijual dengan kualitas rendah tanpa fermentasi dikenakan potongan harga oleh negara pengimpor seperti kebijakan automatic detention yang diberlakukan USA terhadap komoditas biji kakao Indonesia. 15

2.3.2 Kondisi Industri Pengolahan Kakao Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki biji kakao yang besar, tetapi industri pengolahan kakao di Indonesia belum berkembang dengan baik. Produksi industry pengolahan kakao Indonesia disajikan pada Tabel 7. Perusahaan General Food Industries merupakan perusahaan yang memiliki kapasitas produksi terbesar yaitu 80 000 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 100 000 ton pada tahun 2011. Tabel 7. Produksi Industri Pengolahan Kakao Indonesia Tahun 2010-2011 No Perusahaan PT 2010 2011 Kapasitas Produksi Kapasitas Produksi 1 General Food Industries 80 000 66 055 83 100 000 70 000 70 2 Bumi Tangerang Mesindotama 48 000 37 000 77 96 000 85 000 89 3 Cocoa Ventures Indonesia 7 000 7 000 10 14 000 14 000 100 4 Asia Cocoa Indonesia 85 000 50 000 59 5 Teja Sekawan 15 000 8 000 53 24 500 8 000 33 6 Kakao Mas Gemilang 375 205 55 450 275 61 7 Mas Ganda 5 000 4 860 97 5 000 5 000 100 8 Tri Keeson Utama 7 800 6 300 81 7 800 7 200 92 9 Symbioscience Indonesia 17 000 15 000 88 17 000 15 000 88 10 Budidaya Kakao Lestari 15 000 15 000 5 000 33 11 Jaya Makmur Hasta 15 000 15 000 5 000 33 12 Unicom Kakao Makmur 10 000 3 000 30 10 000 7 000 70 13 Davomas Abadi 140 000 55 000 39 140 000 110 000 79 14 Maju Bersama Cocoa Industries 20 000 6 500 33 20 000 15 000 75 15 Poleco Indonesia 4 000 3 000 75 4 000 4 000 100 16 Kopi Jaya Cocoa 24 000 24 000 3 000 13 17 Industri Kakao Utama 25 000 25 000 Total Industri Pengolahan Kakao 433 175 211 920 49 602 750 403 475 67 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2011 Kapasitas produksi yang besar tersebut ternyata tidak termanfaatkan dengan maksimal, hanya berproduksi sebanyak 66 055 ton pada tahun 2010 atau berkisar 83 persen dan kinerja menurun pada tahun 2011 sebesar 70 persen, disebabkan oleh kurangnya pasokan biji kakao dalam proses produksi.

2.3.3 Kendala Industri Pengolahan Kakao

Industri pengolahan kakao di Indonesia sulit untuk berkembang, padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki biji kakao yang besar. Disebabkan beberapa kendala yang menghambat proses produksi industri pengolahan kakao 16 Indonesia. Beberapa kendala tersebut adalah infrastruktur yang terbatas, ketersediaan dan kemudahan akses terhadap sumber permodalan, serta kualitas biji kakao yang masih rendah. Di Indonesia pembangunan infrastruktur belum bisa sepenuhnya mendukung industri pengolahan kakao, seperti sarana dan prasarana penyimpanan, pengangkutan, transportasi, dan telekomunikasi. Akses permodalan yang sulit didapat oleh para pelaku agribisnis kakao membuat mereka sulit untuk mengembangkan usahanya sampai ke tahap industri. Selain itu, kualitas biji kakao sebagai bahan baku industri pengolahan kakao masih belum cukup baik karena biji kakao yang diproduksi di Indonesia belum melalui tahap fermentasi.

2.4 Penelitian Terdahulu