Pada bagian bawah quare dipasang talang yang kemudian dibawah talang tersebut diletakkan tempurung kelapa untuk menampung getah yang telah
keluar. Talang dan tempurung harus dinaikkan setiap quare bertambah 30 cm. 3. Pelaksanaan Sadap Lanjut
Sadap lanjut merupakan cara dalam melakukan pembaharuan luka dari quare yang telah ada. Jumlah quare pada satu pohon dalam pelaksanaan
pembaharuan luka harus memperhatikan kriteria sebagai berikut : a. Keliling 65-124 sebanyak 1 quare hidup
b. Keliling 125-175 sebanyak 2 quare hidup c. Keliling 176-Up sebanyak 4 quare hidup
Setelah dilakukan pembuatan quare awal dan pembaharuan luka, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah pemungutan getah. Pemungutan
getah umumnya dilakukan setiap 9-10 hari dengan menggunakan alat keruk yang kemudian langsung dibawa ke tempat pengumpulan getah TPG. Untuk
pohon pinus yang bocor getah, pemungutan getah dilakukan setiap 7 hari sekali
Getah yang diterima di TPG ditimbang beratnya, ditentukan mutunya, dan dibuang kandungan air serta kotorannya hingga didapat kadar yang
diperbolehkan yaitu sebesar 5. Setalah diperiksa, getah tersebut kemudian didiamkan beberapa waktu hingga siap diangkut ke pabrik gondorukem dan
terpentin PGT dengan jangka waktu tidak boleh lebih dari 7 hari.
2.3 Tata Usaha Hasil Hutan TUHH Getah Pinus di Perum Perhutani
Menurut buku Buku Petunjuk Penyadapan Getah Pinus 2006, dalam rangka tertib fisik maupun administrasi dan kepentingan pengawasan serta
pengendalian, diperlukan dukungan pelaksanaan administrasi yang memadai, meliputi :
1. Penerimaan Penerimaan getah di TPG, mandor penerimaan wajib menggunakan blangko
DK.PHT.02c. dan gabungannya DK.PHT.3052, dilampiri kuitansi pembayaran.
2. Pengangkutan a. Pengangkutan getah dari TPG ke PGT dalam wilayah KPH, wajib
menggunakan blangko DK.PHT.213 dan gabungannya DK305a2 dilampiri kuitansi pembayaran.
b. Pengangkutan getah dari TPG ke PGT KPH lain,wajib menggunakan SKSHH dilampiri DK.PHT.09 serta dilengkapi Perni 51.
c. Apabila pengangkutan getah diperlukan angkutan antara,maka wajib menggunakan blangko DK.PHT.21a3 dan gabungannya menggunakan
blangko DK 305 b2. 3. Pembetulan
Apabila terdapat perubahan volume atau mutu akibat penerimaan di PGT, maka Mandor Penerimaan wajib membuat daftar pembetulan dengan
menggunakan blangko DK 306 sebagai dasar penyesuaian persediaan. 4. Sisa Persediaan
a. Setiap hari Mandor Penerimaan wajib membuat Pertelaan Persediaan Getah di TPG menggunakan blangko DK 307.
b. Setiap akhir periode pembayaran Mandor Penerimaan wajib membuat laporan :
1 Sisa persediaan getah di TPG menggunakan blangko DK 328 b. 2 Laporan Perubahan Hasil Hutan atas dasar bukti-bukti penambahan,
pengurangan, dan pembetulan menggunakan blangko 311 b. c. Setiap bulan Mandor Penerimaan wajib membuat Laporan Mutasi Getah
di TPG menggunakan blangko DK.PHT12. 5. Pelaporan
a. AsperKBKPH mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah secara harian ke KPH meliputi : Produksi, angkutan, sisa persediaan.
b. KPH wajib mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah ke Unit setiap periode, meliputi : Produksi, angkutan, sisa persediaan.
c. Unit wajib mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah ke Direksi setiap periode2 dua minggu sekali, meliputi : Produksi, angkutan, sisa
persediaan.
2.4 Sertifikasi Hutan dan
Chain of Custody CoC
Pengelolaan hutan tanaman lestari didefinisikan sebagai suatu bentuk pengelolaan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
produksi hasil hutan kayu, dan memberikan manfaat yang besar bagi rakyat baik dalam bentuk hasil hutan maupun jasa dengan tetap memperhatikan kelestarian
ekosistem dalam rentang waktu yang panjang. Berdasarkan tekanan dan desakan atas identifikasi hasil hutan harus berasal dari hutan dengan pengelolaan lestari
maka sistem sertifikasi dipandang sebagai salah satu alat yang dapat digunakan untuk memantau dan melaporkan asal usul bahan kayu. Sertifikasi adalah suatu
nilai dalam bentuk pernyataan tertulis mengenai asal bahan baku kayu dan status atau kualifikasinya yang diperiksa oleh badan ke tiga yang independen Anwar
2000. Badan sertifikasi hutan FSC menurut Anwar 2000, menekankan bahwa
pengelolaan hutan lestari harus didasarkan pada : 1. Kelayakan lingkungan environmental appropriate yaitu pemanenan hasil
hutan kayu dan non kayu harus memperhatikan keanekaragaman dan produktivitas hutan serta proses ekologinya.
2. Manfaat sosial social beneficial yaitu masyarakat local mendapatkan manfaat dari kegiatan pemanenan hutan dalam kurun waktu yang panjang.
3. Kelayakan ekonomi economically viable yaitu hasil hutan memiliki nilai ekonomi yang wajar dan hal ini tercermin dari perbandingan harga produksi
hasil hutan dengan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dapat dijadikan modal kembali didalam memelihara keberadaan sumber daya hutan.
CoC merupakan salah satu bagian dalam usaha penilaian sertifikasi hutan lestari oleh pihak ke tiga yang independen. CoC adalah suatu rangkaian proses
pelacakan produk hasil hutan dari kegiatan di dalam hutan, transportasi menuju industri, keseluruhan fase produksi dalam industri hingga produk tersebut dapat
dijual kepada konsumen dengan tujuan memisahkan produk yang telah tersertifikasi dengan produk yang tidak tersertifikasi Gomes et al. 2002.
Standard FSC mengenai CoC seperti yang telah dikutip oleh Gomes et al. 2002, memiliki 6 prinsip yaitu :
1. Sistem pengendalian dokumen, dimana suatu perusahaan perlu melakukan suatu sistem pengendalian dokumen mengenai produk hasil hutan sesuai
dengan prinsip CoC yang telah ditetapkan secara spesifik. 2. Konfirmasi dari input, yaitu suatu sistem yang menjamin bahwa input yang
ada merupakan input yang tersertifikasi 3. Separasi danatau penandaan hasil hutan yang tersertifikasi dengan hasil hutan
yang belum tersertifikasi, yaitu suatu sistem yang menjamin suatu input telah diterima dan secara jelas telah diberi tanda label sebagai input yang
tersertifikasi untuk diidentifikasi lebih lanjut dan dipisahkan dengan input yang tidak tersertifikasi.
4. Label pengamanan produk, yaitu suatu sistem pengamanan yang dioperasikan oleh perusahaan terhadap pemberian label sertifikasi dari suatu badan
sertifikat yang sah secara hukum. 5. Identifikasi dari output yang tersertifikasi, yaitu suatu produk output yang
telah tersertifikasi harus memiliki label sertifikat dan memiliki identitas yang tertera dengan jelas. Indentitas yang harus dimiliki oputput tersebut adalah
deskripsi produk, catatan mengenai volume dan kuantitas, serta kode registrasi dan tanggal kadaluwarsa.
6. Penyimpanan catatan dokumen, yaitu suatu perusahaan harus memiliki catatan mengenai input, proses, dan output yang sesuai dengan kondisi nyata.
Catatan tersebut harus memuat data minimal 5 lima tahun terakhir. Pada pelaksanaan CoC terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan
dalam penelusuran hasil hutan agar dapat berjalan secara sistematis dan praktis antara lain Gomes et al. 2002 :
1. Identifikasi secara visual dari material yang telah tersertifikasi penandaan pada fisik material.
2. Pemisahan secara fisik antara produk yang tersertifikasi dengan produk yang tidak tersertifikasi.
3. Sistem pengawasan terhadap dokumen-dokumen mengenai produk. 4. Jaminan keaslian produk dalam setiap fase kegiatan produksi.
5. Catatan mengenai kegiatan proses dan penyimpanan catatan 6. Identifikasi dan pemberian karakteristik pada produk yang telah tersertifikasi.
7. Progam pelatihan pada pekerja 8. Bekerjasama dengan FSC danatau lembaga sertifikasi lainnya.
Menurut FSC 2004, standar sistem manajemen sertifikasi dalam melakukan CoC memiliki beberapa elemen dasar yang harus diperhatikan yakni:
a. Kualitas Manajemen b. Ruang Lingkup Material
c. Asal Usul Material d. Penerimaan dan Penyimpanan Material
e. Kontrol Produksi f.
Penjualan dan Pengiriman g. Pemberian Label
Struktur pengawasan kontrol yang diterapkan pada sertifikasi CoC meliputi kegiatan sebagai berikut Gomes et al. 2002 :
1. Pemasukan produk inputs
2. Proses processing 3. Inventaris, penjualan, dan pengapalan inventory, sales, and shipping
4. Penggunaan logo logo use Pada setiap kegiatan tersebut diatas selalu terdapat kegiatan identifikasi,
separasi, dan pengawasan. Hal ini diharuskan ada agar CoC yang dilaksanakan dapat berjalan secara sistematis dan terukur.
Dalam setiap kegiatan sertifikasi harus melaksanakan minimal 1 satu monitoring CoC secara terprogam dalam 1 satu tahun yang dilaksanakan
mendekati waktu pemberian sertifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengawasi jalannya CoC, apakah sudah berjalan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan atau tidak Gomes et al. 2002. Keuntungan yang akan didapat dari sertifikasi CoC apabila telah terlaksana
adalah Gomes et al. 2002 : 1. Mendeteksi kelemahan dalam proses produksi.
2. Akses ke dalam pasar dunia yang saat ini memusatkan perhatiannya pada produk yang berasal dari hutan yang telah tersertifikasi.
3. Meningkatkan harga jual. 4. Meningkatkan kesediaan untuk mencoba jenis dan produk baru.
5. Identitas umum FSC. 6. Kemungkinan melakukan bisnis yang menjanjikan dalam waktu yang panjang
dan menghindari campur tangan middlemen. Hasil dari CoC merupakan produk yang telah tersertifikasi dan diketahui
asal usulnya. CoC hanya memberikan jaminan terhadap bahan baku yang digunakan berasal dari hutan yang telah mendapatkan sertifikat. CoC tidak
memberikan jaminan terhadap kualitas produk, kualitas pelayanan yang ditawarkan, dan penetapan harga produk karena jaminan tersebut hanya didapat
dari proses produksi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan Gomes et al. 2002
2.5 CoC pada Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK