BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Pinus dan Produktivitasnya
Tusam termasuk kayu daun jarum konifer dengan nama famili pinaceae. Ciri-ciri tusam dapat ditemukan pada daunnya yang berbentuk jarum dan terdapat
dalam berkas yang terdiri dari 2 sampai 3 helai, pangkal tiap berkas daun diliputi oleh beberapa sisik tipis bangun tubuh Darmawan et al. 2000.
Hampir keseluruhan dari bagian pohon tusam pinus dapat dimanfaatkan baik kayu, daun, maupun getahnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pinus
memiliki pertumbuhan optimum pada ketinggian 400-1500 mdpl. Perakaran pinus sangat dalam, terdiri dari akar tunggang dan banyak akar-akar lateral yang
membantu distribusi air tanah secara kontinyu. Jenis ini dapat bertahan terhadap kekurangan zat asam selama 40-50 hari. Batang pohon pinus memiliki kulit yang
tebal dan relatif tahan terhadap kebakaran hutan Darsidi 1983. Salah satu jenis tanaman tusam yang memiliki penyebaran terluas di
Indonesia setelah jati adalah tusam jenis Pinus merkusii. Pinus merkusii pertama kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh
seorang botanis jerman bernama Dr. F. R. Junghuhn pada 1841 Purwadi dan Rusli 1994.
Pohon pinus yang terdapat di KPH Banyuwangi Utara termasuk jenis Pinus merkusii yang menurut Darsidi 1983, pertumbuhannya dapat mencapai tinggi
maksimum 70 meter tetapi umumnya mencapai tinggi 35 meter. Pinus jenis ini tumbuh pada tanah yang kurang subur dan pada tipe iklim tipe A dan B menurut
klasifikasi Schmidt Ferguson dengan curah hujan minimal 1500 mmtahun. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 17
C dan 27 C,
dimana juga cahaya sangat berpengaruh bagi pertumbuhan pinus. Pinus merupakan pohon yang berpotensi menghasilkan getah. Getah yang
dihasilkan dari pohon pinus adalah hasil dari sebagian proses fisiologi pohon. Getah dapat diambil dari pohon pinus yang telah masak sadap melalui
penyadapan. Pohon pinus dianggap sudah masak sadap bila telah mencapai umur 11 tahun atau bila diameter pohonnya telah mencapai 18 cm. Potensi getah setiap
hektarnya bervariasi tergantung pada cara dan kondisi penanaman yang dilakukan disamping keadaan pohon pinus itu sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor
setempat Ditjen Kehutanan 1973. Produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Jenis Pohon Sugiyono 2001 mengatakan bahwa produksi getah pada setiap jenis
Pinus berbeda-beda. Pinus yang umum berada di wilayah pulau Jawa adalah Pinus merkusii dengan produksi getah tertinggi kedua setelah Pinus kasya
Tabel 1. Tabel 1 Produksi Getah Tiap Tahun pada Beberapa Jenis Pinus
Jenis Produksi getah Kgphnthn
Pinus kasya 7.0
Pinus merkusii 6.0
Pinus palustris 4.2
Pinus maritima 3.2
Pinus longifolia 2.5
Pinus austriaco 2.1
Pinus exelsa 1.2
Sumber : Sugiyono, 2001
2. Diameter, Tajuk, dan Tinggi Pohon Panshin et al. 1950 menyebutkan bahwa naval store yang baik yaitu
pohon dengan hasil getah yang banyak, dicirikan dengan lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan berbentuk kerucut, dan memiliki tinggi tajuk
yang berukuran setengah dari tinggi pohonnya. Namun keadaan diameter tersebut sangat dipengaruhi oleh umur pohon, dimana pohon yang masih
muda dengan diameter sama dengan pohon yang lebih tua cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak.
3. Umur Tegakan Menurut Sofyan 1999, produksi getah pinus selain dipengaruhi oleh
ketinggian tempat juga dipengaruhi umur pohon. Semakin tua suatu pohon pinus maka semakin tinggi produksi getah yang dihasilkan. Tegakan Pinus
merkusii yang berumur muda cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak daripada yang berumur tua. Berpengaruhnya kelas umur terhadap
produksi getah juga dikatakan oleh Poedjoraharjo dan Kamarudin 1933 yang telah melakukan penelitian di Jawa Timur pada bulan November 1990. Dari
hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara pertambahan umur pohon dengan produksi getah yang dihasilkan.
Tabel 2 Hubungan Antara Produksi Getah dengan Umur Tegakan Pinus
Umur daur th
Rata-rata diameter cm
Produksi getah gphhr
15 28
6 20
34 7
25 38
7 30
41 8
35 43
8 40
45 9
45 46
10 50
48 10
55 49
11 60
49 12
Sumber : Poedjorahardjo dan Kamarudin, 1993
4. Kerapatan Jumlah Pohon per Hektar Menurut Harfeni 1998, produksi getah tiap hektar tegakan pinus
merupakan seluruh hasil yang disadap yang terdapat di dalam kawasan tersebut. Sehingga apabila kerapatan tegakan adalan N pohon per hektar dan
produksi rata-rata tiap pohon adalah P gam, maka hasil getah dalam satu hektar kawasan yang bersangkutan adalah N x P gam. Dengan diadakannya
penjarangan bila tegakan masih terlalu rapat maka produksi getah per pohon dapat naik, sebaliknya jumlah pohon pohon per hektar berkurang.
5. Ketinggian Tempat Hermawan 1992 yang melakukan penelitian di KPH Kediri dan KPH
Lawu DS, mengemukakan bahwa tegakan pinus yang tumbuh pada elevasi rendah sampai dengan 500 mdpl memiliki produksi yang tinggi apabila
dibandingkan dengan tegakan pinus dengan elevasi yang sedang 500-1000 mdpl dan tinggi diatas 1000 mdpl. Hal ini dapat terjadi karena semakin
tinggi elevasi maka suhu udara semakin dingin sehingga menyebabkan getah cepat membeku dan menutup saluran getah.
6. Metode Penyadapan dan Arah Penyadapan Soetomo 1968 mengemukakan potensi getah yang dapat dipungut setiap
tahun dengan cara Quare adalah 0,5 ton per hektar tiap tahunnya. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Kasmudjo 1992 menunjukkan bahwa
pemberian bahan stimulansia campuran asam sulfat dan nitrat memberikan produksi getah pinus sebesar 18-34 atau rata-rata 22 untuk konsentrasi
7,5 dan yang terbaik pada tegakan berumur 18 tahun dengan konsentrasi 15 memberi kenaikan 36-76 atau rata-rata 33.
Menurut Rochiyat dan Sukawi 1978, penyadapan getah pinus dengan metode Quare dengan arah sadap menghadap Timur akan lebih cepat
mendapatkan penyinaran matahari, sehingga saluran akan terbuka lebih lama dan menjadikan getah tidak cepat menggumpal karena suhu yang relatif tinggi.
7. Kekerasan dan Intensitas Penjarangan Menurut Panshin et al. 1950 jumlah pohon yang baik untuk kelas
perusahaan pinus adalah 200-400 batang setiap hektar untuk pohon-pohon yang masak sadap umur 10 tahun ke atas. Pengaturan tingkat kerapatan
tegakan sesuai ketentuan tersebut dengan cara penjarangan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi getah hingga
diperoleh jumlah N x P gram yang optimum Harfeni 1998. Riyanto 1980 menjelaskan, kesinambungan keluarnya getah pada
sadapan antara lain ditentukan oleh aktifitas penyadap dalam pembaharuan luka tiga hari sekali setiap koakan. Jumlah pohon yang dikerjakan oleh
penyadap dalam siklus tiga hari adalah 800-1000 pohon dengan satu koakan tiap pohon.
8. Tenaga Penyadap Potensi keluarnya getah secara kualitatif pada dasarnya dipengaruhi oleh
dua faktor pokok yaitu faktor aktif dan faktor pasif. Salah satu dari faktor aktif tersebut menyangkut kualitas dan kuantitas tenaga sadap. Hal tersebut akan
berpengaruh besar terhadap tingkat produksi getah pinus yang dihasilkan Riyanto 1980.
Menurut Mahar 1990, tegakan Pinus merkusii yang produktif untuk disadap di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah KU III sampai KU VI atau
berumur 11 tahun hingga 30 tahun. Produksi yang dapat dicapai Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah rata-rata sebesar 50 kghatahun dengan hasil rata-rata sebesar
2,5 kg per hari atau 75 kg per bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan antara bulan Oktober 1990 sampai Maret 1991 pada lahan berbonita IV, KU IV
dan KU V memberikan hasil sadapan rata-rata per Ha per hari sebagai berikut :
1. Tegakan dilokasi dengan elevasi 500 mdpl mempunyai produksi per Ha terendah adalah 2,660 g dan tertinggi 7,895 g dengan rata-rata 5,846 g
2. Tegakan dilokasi dengan elevasi 500-1000 mdpl mempunyai produksi per Ha terendah adalah 3,421 g dan tertinggi 5,829 g dengan rata-rata 4,096 g
3. Tegakan dilokasi dengan elevasi 1000 mdpl mempunyai produksi per Ha terendah adalah 2,224 g dan tertinggi 3,889 g dengan rata-rata 3,090 g.
2.2 Penyadapan Getah Pinus di Perum Perhutani