3.4. Dampak Ekologi, Sosial dan Ekonomi
Invasi dan dominasi spesies tumbuhan asing invasif pada areal terbuka di TNGGP mengakibatkan terhambatnya regenerasi spesies tumbuhan asli.
Dalam banyak hal pertumbuhan dan perkembangan spesies asing invasif, kerapatan tajuk, banyaknya biji yang dihasilkan sepanjang tahun serta
kemampuan untuk menghasilkan dan melepaskan senyawa allelopathy yang dimilikinya sehingga mengakibatkan kematian anakan spesies pohon endemik atau
lokal karena lambatnya pertumbuhan serta kekalahan dalam memperebutkan sumberdaya baik unsur hara dari dalam tanah maupun cahaya
matahari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Utomo 2006 diketahui bahwa
terdapat 17 spesies pohon endemik yang populasinya terancam menurun sebagai dampak adanya spesies tumbuhan asing invasif di hutan pegunungan bawah
dan 19 spesies pohon endemik di hutan pegunungan atas TNGGP. Spesies- spesies tersebut diantaranya adalah rasamala Altingia excelsa, puspa Schima
wallichii, manglid Maglonia blumei, suren Toona sureni, kisireum Syzigium rostrattum, salam Eugenia clavimirtus, serta berbagai spesies tumbuhan obat
dan jasad renik. Populasi yang menurun dari spesies pohon endemik tersebut terlihat dari sedikitnya jumlah permudaan pohon di daerah invasi baik di tingkat
semai, pancang maupun tiang, bahkan beberapa spesies diantaranya sama sekali tidak memiliki permudaan.
Disebutkan pula bahwa konyal Passiflora suberosa dan kirinyuh Austroeupatorium inulaefolium merupakan 2 spesies tumbuhann asing invasif
yang sangat membahayakan kelestarian spesies endemik di TNGGP. Konyal mampu memanjat dan menutup tajuk pohon endemik diantaranya
rasamala Altingia excelsa, puspa Schima wallichii, manglid Maglonia blumei, suren
Toona sureni dan pada akhirnya seluruh tajuk akan tertutup oleh daun-daun konyal sehingga menyebabkan kematian pada pohon yang dirambatinya.
Dengan patahnya dahan dan atau robohnya pohon akan menyebabkan masuknya sinar matahari dan menstimulir tumbuh dan berkembangnya spesies
tumbuhan asing invasif lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sofian petugas TNGGP yang telah
berpengalaman hampir 30 tahun, bahwa terdapat 7 spesies tumbuhan endemik yang saat ini terancam oleh IAS yaitu :
a. Kibima Podocarpus amarus, hanya tinggal 10 pohon di wilayah penyebaran aslinya,
b. Jamuju Dacrycarpus imbricatus c. Kiputri Podocarpus nerifolius
d. Saninten Castanopsis argentea e. Pasang Batu Lithocarpus inditus
f. Huru Koneng Litsea tomentosa
g. Sintok Cinnamomum sintox Penyebab turunnya populasi ketujuh spesies tersebut adalah karena:
a. Habitatnya telah di dominasi IAS terutama aster dan pisang kole Musa acuminata
b. Perkecambahan dan pertumbuhan anakan terhambat oleh IAS c. Penyebaran biji yang tidak terlalu jauh dari habitat induk, selain itu tidak ada
agen satwaanginmanusia yang dapat menyebarkan ke aeral yang lebih luas.
d. Gangguan iklim pada masa reproduksi seperti tingkat kelembaban tinggi, angin dan curah hujan yang tinggi.
e. Hama dan penyakit tanaman pada biji, f.
Proses eradikasi IAS yang turut membunuh biji dan bibit tumbuhan. Keberadaan IAS di kawasan TNGGP berdasarkan hasil inventarisasi dan
identifikasi telah memperlihatkan bahwa: a. Beberapa spesies spesies IAS seperti babakoan, kirinyuh, pisang kole dan
teklan telah terkolonisasi secara lokal di wilayah-wilayah tertentu di TNGGP; b. Pada beberapa wilayah kolonisasi tersebut tidak ditemukan tumbuhan lain
selain spesies IAS yang mengkolonisasi tersebut lantai hutan telah tertutup secara rapat
c. Beberapa spesies tanaman endemik seperti Puspa, Saninten, Jamuju dan Rasamala terhambat pertumbuhannya bahkan mati karena kanopinya tertutup
ataupun batang yang terlilit sehingga kekurangan cahaya dan unsur hara
i
d. Banjir kecepatan air permukaan meningkat karena tidak adanya pohon2 besar yang mampu menahan air terutama di areal2 yang telah terkolonisasi
oleh IAS. e. Perubahan perilaku satwa. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan terlihat
bahwa telah terjadi proses adaptasi beberapa satwa primata seperti lutung dan owa terhadap keberadaan pohon konyal Passiflora suberosa dan Passiflora
edulis dimana buah konyal telah menjadi salah satu sumber pakan bagi mereka.
Keanekaragaman hayati TNGGP merupakan investasi terbesar untuk perekonomian nasional melalui pemanfaatan berkelanjutan sumber daya alam
seperti plasma nutfah, air dan keragaman ekosistem. Penyebaran IAS yang tidak terkendali akan menyebabkan menurunnya atau hilangnya potensi
keanekaragaman hayati TNGGP serta menimbulkan dampak negatif yang membutuhkan biaya mitigasi yang tinggi untuk mengendalikannya.
Selama ini, pengelolaan IAS di TNGGP telah melibatkan dan bekerjasama dengan relawan volunteer serta mayarakat lokal yang berada di sekitar kawasan.
Beberapa spesies IAS menghasilkan buah yang memiliki pasar dan nilai jual untuk masyarakat lokal. Pada tahun 2007-2008, masyarakat lokal dan BBTNGGP
melakukan kerjasama dalam mengeradikasi konyal Passiflora suberosa dan Passiflora edulis. Pengambilan konyal oleh masyarakat dilakukan untuk
membantu kehidupan ekonomi mereka dengan cara menjualnya. Namun kegiatan ini, ternyata memiliki dampak seperti terganggunya kehidupan satwa dan
dimungkinkan membantu penyebaran spesies konyal itu sendiri sehingga upaya ini dihentikan.
Secara umum, masyarakat lokal di sekitar kawasan mendukung usaha pengelolaan IAS karena kesadaran dari masyarakat tersebut terhadap dampak
negatif IAS terhadap kawasan konservasi TNGGP. Tetapi di lain pihak pengendalian IAS di TNGGP berpotensi mengandung konflik kepentingan antara
ekologi dan ekonom masyarakati. Namun demikian, sesuai tujuan pengelolaan taman nasional, kepentingan ekologis harus di atas kepentingan ekonomi.
IV. METODOLOGI
4.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan selama 1 satu bulan yaitu pada bulan Mei 2012 di kawasan Resort Pengelolaan Taman Nasional Model Mandalawangi pada Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Cibodas, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Cianjur, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGGP.
Lokasi penelitian merupakan jalur trekkingpendakian Cibodas – Puncak Pangrango sepanjang 11 km pada ketinggian 800 mdp – 3019 mdpl.
Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Gambar 4 Peta area studi Resort Cibodas TNGGP
4.2. Pemilihan Spesies
Pemilihan spesies kirinyuh Austroeupatorium inulaefolium Kunth R. M. King H. Rob dalam penelitian ini didasarkan pada kondisi dimana spesies ini
tersebar di semua resort pada kawasan TNGGP dan telah menginvasi hampir
seluruh kawasan di hutan sub montana, hutan montana dan sub alpin hingga Puncak Pangrango.
Spesies tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan ini ditemukan pada tepi kawasan yang berbatasan dengan penggunaan kawasan
perluasan. Umumnya spesies ini menyebar dan berpengaruh ke dalam kawasan sampai tingkat tiang, pengaruh ini dicirikan dengan sifatnya yang mempunyai
percabangan banyak, semak menahun dan seringkali mencapai ketinggian 7 m. Laju perkembangbiakannya sangat cepat, memiliki senyawa allelopaty pada
anakan pohon, berkompetisi sangat kuat untuk mendapatkan unsur hara tanah dan terlindung dari herbivora karena memiliki minyak esensial dan senyawa sekunder
yang tidak disukai oleh satwa Carrol, 1992. Selain itu spesies ini merupakan pesaing penting bagi regenerasi vegetasi asli, memiliki dampak yang jauh lebih
besar terhadap kebakaran di daerah yang berbatasan dengan lahan pertanian, kepadatan populasinya dapat menentukan resiko dari bahaya kebakaran, karena
memiliki minyak esensial yang tinggi untuk proses kebakaran.
4.3. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 dua bagian yaitu:
1. Perlengkapan lapangan untuk pengukuran komponen fisik seperti: kompas, pita ukur, tally sheet, tambang plastik, meteran, klinometer, GPS, kamera digital,
binokuler. 2. Perangkat lunak komputer:
a. MINITAB 16 b. SPSS Statistics 19
c. Arc GIS versi 9.3 d. Erdas Imagine versi 9.1
4.4. Jenis Data
Data yang diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Data kehadiranketidakhadiran kirinyuh