mengakibatkan biji-biji dari luar kawasan dapat masuk hingga ke bagian dalam sebagai spesies asing.
Introduksi spesies asing lebih banyak berpengaruh secara langsung pada spesies dan ekosistem. Dampak yang muncul biasanya tidak langsung terlihat.
Distribusi spesies asing dapat merubah seluruh sistem dalam ekosistem, seperti sistem hidrologi, siklus nutrisi dan proses ekosistem lainnya.
Melalui pemodelan spasial distribusi dan kesesuaian habitat kirinyuh dengan menggunakan teknologi informasi spasial yang diperkuat melalui survey
lapangan diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengenai hubungan antara faktor-faktor biofisik sebagai peubah-peubah ekologi yang mempengaruhi pola
distribusi dan kesesuaian habitat kirinyuh. Selanjutnya pemodelan spasial yang dibangun berdasarkan data yang diambil pada sampel lokasi yang representatif ini
dapat dikembangkan untuk diterapkan pada seluruh area studi dan dikaji implikasinya untuk merumuskan masukan strategis bagi pengelolaan spesies
tumbuhan asing invasif di TNGGP khususnya kirinyuh.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengidentifikasi distribusi dan karakteristik habitat kirinyuh di Resort Mandalawangi TNGGP.
2. Membangun model spasial distribusi dan kesesuaian habitat kirinyuh di
Resort Mandalawangi TNGGP.
3. Merumuskan strategi pengendalian dan pengelolaan spesies asing invasif di
TNGGP.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar sebagai masukan strategis pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif di TNGGP khususnya
kirinyuh, sehingga program pengelolaan dan pengendalian spesies tumbuhan
asing invasif di TNGGP dapat dilaksanakan secara terfokus dan komprehensif.
1.5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1.
Pola distribusi spasial kirinyuh dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor biofisik lingkungan antara lain ketinggian elevasi dan kelerengan tempat slope,
arah kelerengan aspect, land cover, suhu dan kelembaban tanah. 2.
Faktor gangguan aktivitas manusia merupakan faktor dominan yang menyebabkan tingginya laju invasi atau distribusi kirinyuh pada suatu
kawasan.
1.6. Kerangka Pemikiran
Salah satu penyebab menginvasinya tumbuhan luar asing yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango TNGGP adalah
melalui aktivitas manusia baik berupa penanaman secara langsung di dalam kawasan sebelum ditetapkan menjadi kawasan konservasi, seperti
dikembangkannya kebun aklimatisasi di hutan Cibodas oleh Pemerintah Hindia Belanda, atau secara tidak langsung dari tumbuhan di luar hutan yang menginvasi
kawasan hutan melalui biji yang menyebar secara alamiah oleh angin, hewan dan air. Tingginya kecepatan angin di wilayah ini dan banyaknya burung yang ada di
kawasan ini yang mencari makan di tepi kawasan dan areal penduduk , mengakibatkan biji-biji dari luar kawasan dapat masuk hingga ke bagian dalam
sebagai spesies asing. Introduksi spesies asing lebih banyak berpengaruh secara langsung pada
spesies dan ekosistem. Dampak yang muncul biasanya tidak langsung terlihat. Distribusi spesies asing dapat merubah seluruh sistem dalam ekosistem, seperti
sistem hidrologi, siklus nutrisi dan proses ekosistem lainnya. Sampai saat ini pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif di TNGGP
belum dilakukan secara optimal. Idealnya, semua spesies asing harus dieradikasi, dan ekosistemnya direstorasi ke tingkat seperti sediakala. Namun demikian hal
tersebut secara teknis dan ekonomis tidak selalu mudah, mengingat banyak spesies yang mungkin sudah beradaptasi dan membentuk ekosistem baru,
sehingga eradikasi yang tidak terkendali justru dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yang mungkin tidak diinginkan. Untuk itu dalam
penanganan IAS harus dilakukan secara sistematis dan terencana, melalui sebuah rencana strategis yang didasarkan pada kaidah ilmiah yang memadai.
Sifat invasif suatu tumbuhan asing pada ekosistem hutan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah struktur landsekap dan gangguan yang
dihadapi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor-faktor tersebut memberikan peluang besar bagi tumbuhan asing seperti kirinyuh untuk
menginvasi ekosistem hutan. Sebagai upaya mitigasi invasi tumbuhan asing yang terpenting adalah mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi invasi
tumbuhan-tumbuhan asing tersebut. Studi mengenai pola distribusi invasi kirinyuh dan kesesuaian habitatnya dapat memberikan informasi bagaimana
faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi proses invasi. Pemodelan spasial menjadi salah satu cara yang dapat diunggulkan untuk
mengidentifikasi dan memetakan pola distribusi tumbuhan asing invasif. Melalui pemodelan spasial ini hubungan antara faktor-faktor biofisik sebagai peubah-
peubah ekologi yang mempengaruhi pola distribusi kirinyuh dapat diidentifikasi dan diuji signifikansinya. Selanjutnya pemodelan spasial yang dibangun
berdasarkan data yang diambil pada sampel lokasi yang representatif ini dapat dikembangkan untuk diterapkan pada seluruh areal dan dikaji implikasinya untuk
merumuskan masukan strategis bagi pengelolaan dan pengendalian spesies tumbuhan asing invasif di TNGGP khususnya kirinyuh. Kerangka pemikiran
dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Ketinggian
Pengelolaan Belum Optimal
Kaw asan TNGGP
Invasi Spesies Asing Invasif Kirinyuh Akibat Ativitas Manusia dan Faktor Biofisik Lingkungan
Dampak Ekologi
Upaya Mitigasi Dengan Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi Kirinyuh
Analisis Spasial
Model Spasial Sebaran dan Kesesuaian Habitat Kirinyuh Strategi Pengelolaan
dan Pengendalian Spesies Asing
Invasif TNGGP
Slope NDVI
Jarak terdekat dari jalur
patrolitrek Jarak
terdekat dari pemukimana
ktivitas manusia
Aspect Suhu
NDMI
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Bioekologi Kirinyuh
2.1.2. Taksonomi
Berdasarkan taksonominya, klasifikasi kirinyuh menurut Global Invasive Species Database modifikasi terakhir 16 Agustus 2010 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta Divisi
: Magnoliophyta Kelas
: Magnoliopsida Sub Kelas
: Asteridae Ordo
: Asterales Famili
: Asteraceae Genus
: Austroeupatorium Spesies
: Austroeupatorium inulifolium Kunth R. M. King H. Rob
2.1.3. Morfologi
Kirinyuh adalah tumbuhan perdu dengan tinggi 1,5 – 2 meter dan kadang- kadang mencapai 6 – 7 m apabila terdapat pohon-pohon yang menompangnya.
Tumbuhan bersifat herba pada waktu masih muda, kemudian berkayu dan bercabang-cabang banyak. Batang hijau, berbentuk silindris dan sedikit berbulu.
Daun berhadapan, berbentuk bulat telur dengan ujung runcing, bergerigi kasar atau hampir rata dan permukaannya berbulu halus Tjitrosoedirdjo 1989.
Bunga kirinyuh tersusun dalam tipe malai rata, terdiri atas 25-30 kepala, bunga bertangkai 1-2 cm. Kelopak 5, bunga putih keunguan dan sedikit berbau.
Mahkota bunga seperti genta, berlobi 5, masing-masing lobi berbentuk segitiga. Putik berbelah 2 dan panjang. Buah bersudut, berukuran panjang 5 mm coklat
atau hitam dengan rambut-rambut pendek pada sudut-sudutnya. Kirinyuh berkembang biak dengan bijinya Tjitrosoedirdjo 1998. Pada
tingkat kepadatan yang tinggi, seperti di Pantai Gading, tumbuhan ini dapat menghasilkan sekitar 10
9
bijiha. Pelepasan buah sangat memerlukan kondisi
cuaca yang kering dan berangin. Penyebaran buah secara khas dilakukan oleh angin dan mungkin juga oleh binatang Binggeli 1997.
Gambar 2 Spesies tumbuhan asing invasif kirinyuh Austroeupatorium inulifolium Kunth R. M. King H. Rob
2.1.4. Ekologi dan Penyebaran
Kirinyuh merupakan tumbuhan asli Amerika bagian selatan McFadyen et al. 2003. Tumbuhan ini sengaja diintroduksi ke Calcuta India sebagai
tumbuhan hias pada tahun 1840-an yang kemudian menyebar ke Myanmar, Assam, Benggala dan Srilanka pada tahun 1920 Tjitrosemito 1997. Setelah itu
kirinyuh dengan cepat tersebar luas ke Asia Tenggara. Di Indonesia, kirinyuh pertama kali dilaporkan pada tahun 1934 dari koleksi herbarium di Lubuk Pakam
Sumatera Utara oleh Van Meer Mohr dan saat ini masih berada di Herbarium Bogoriense Bogor. Saat ini, peneybaran kirinyuh meliputi seluruh wilayah
Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah lainnya Tjitrosemito 1999.
Kirinyuh merupakan gulma penting bagi sistem produksi pertanian, tumbuhan budidaya dan hutan tumbuhan industri jati karena dapat berkompetisi
secara kuat dengan tumbuhan budidaya Setiadi 1989; Syamsudin et al. 1993; Tjitrosemito 1998. Di daerah pengembalaan hutan lindung Pananjung, Jawa
Barat dan Taman Nasional Baluran, keberadaan kirinyuh dapat mengurangi hamparan padang pengembalaan banteng dan rusa. Selain itu, kirinyuh juga dapat
menimbulkan keracunan pada hewan-hewan ternak yang memakannya karena kandungan nitrat yang sangat tinggi terutama pada tunas-tunas muda yang tumbuh
kembali sesudah pemangkasan Torres Paller 1989. Di Afrika bagian barat, tumbuhan ini mampu menekan regenerasi spesies pohon pada daerah yang
mengalami suksesi, sedangkan di Afrika bagian selatan, mengurangi keanekaragaman spesies dan merupakan ancaman pada daerah tepi hutan
Binggeli 1997. Dibalik kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan kirinyuh di suatu
tempat, kirinyuh juga ternyata memiliki sejumlah potensi besar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Menurut Direktorat Perlindungan Perkebunan
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2012, dari pengolahan gulma kirinyuh dapat dihasilkan pupuk organik, biopestisida, obat, dan herbisida.
Daun segarnya dipakai untuk menyembuhkan luka-luka, mengobati malaria, serta gangguan maag dan mata. Selain itu kayu dan rantingnya yang ringan sangat
mudah dikeringkan untuk dijadikan kayu bakar. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan, sekaligus dapat mengurangi dampak buruk keberadaannya. .
2.2. Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Indrawan et all. 2007 menyebutkan bahwa spesies asing atau eksotik adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Akibat kegiatan manusia
sebaran mereka meluas. Spesies asing yang dikenal dengan sebutan alien species, dibedakan atas dua kategori, yaitu spesies asing yang tidak bersifat invasif dan
spesies asing yang bersifat invasif. Di Asia Tenggara banyak spesies tumbuhan yang termasuk kategori spesies asing seperti karet Hevea brasiliensis, kelapa
sawit Elaeis guinensis, cabai Capssicum annum, jagung Zea mays dll, namun tidak bersifat invasif sehingga keberadaannya tidak menimbulkan ancaman
kerusakan bagi ekosistem, habitat dan spesies tumbuhan lokal yang ada di dalam suatu area Utomo 2006. Menurut Tjitrosemito 2004 a di pulau Jawa ditemui
tidak kurang dari 2.000 spesies tumbuhan eksotik dan beberapa di antaranya bersifat invasif.
Tjitrosemito 2004 b menyebutkan bahwa tumbuhan eksotik yang bersifat invasif atau lebih dikenal dengan invasive alien plant species IAS adalah spesies
tumbuhan yang tumbuh di luar habitat aslinya yang berkembang pesat dan menimbulkan gangguan dan ancaman kerusakan bagi ekosistem, habitat dan
spesies tumbuhan lokal dan berpotensi menghancurkan habitat tersebut. Tumbuhan-tumbuhan ini mempunyai karakter yang menyebabkan mampu
mendominasi kawasan tempat tumbuhnya yaitu : 1. Pertumbuhannya yang cepat
2. Cepat mengalami fase dewasa, sehingga cepat menghasilkan biji 3. Biji yang dihasilkan juga banyak sehingga cepat mendominasi areal
4. Metode penyebaran biji yang efektif, contoh kirinyuh Austroeupatorium inulaefolium dan babakoan Eupatorium sordidum yang bijinya ringan
sehingga mudah terbawa angin; kecubung Brugmansia suaveolens yang banyak menyebar melalui air
5. Beberapa spesies tumbuhan eksotik tidak begitu memerlukan serangga penyerbuk karena dapat berkembang secara vegetatif, contoh : kecubung
Brugmansia suaveolens , konyal Passiflora suberosa. 6. Mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga dapat memproduksi biji
7. Cepat membentuk nuangan, produksi bunga lebih cepat daripada tumbuhan lokal sehingga memberi perlindungan dan pangan bagi penyerbuk bila
sumber pangan dari spesies tumbuhan lokal belum tersedia. 8. Selain tajuk yang rapat, perakarannya juga banyak dan rapat sehingga
mendominasi perakaran di sekitarnya 9. Seringkali mempunyai allelopathy yang menghambat pertumbuhan spesies
lokal, contoh : seustreum Cestrum aurantiacum 10. Bebas hama karena berada di luar habitat alaminya.
Invasi adalah pergerakan satu atau beberapa spesies tumbuhan dari satu tempat ke tempat lain yang pada akhirnya tempat tersebut mereka kuasai Weafer
1938 diacu dalam Utomo 2006. Invasi merupakan proses yang kompleks dimana migrasi dan kompetisi memegang peran yang penting. Invasi ke tempat yang baru
dimulai dengan migrasi perpindahan tempat, diikuti dengan agregasi pengumpulan dan kompetisi persaingan. Invasi tumbuhan eksotik dan
dominasinya pada kawasan bekas hutan merupakan salah satu bentuk disklimaks dalam dinamika komunitas. Menurut Oosting 1948 disklimaks terjadi karena
adanya gangguan manusia pada suatu kawasan dan munculnya spesies yang
mendominasi. Spesies dominan ini muncul karena adanya kondisi yang tidak normal dan umumnya menginvasi kawasan yang relatif luas dan cepat.
2.3. Peraturan dan Kebijakan Terkait Spesies Asing Invasif