Sejarah Introduksi Spesies Tumbuhan Asing Invasif di TNGGP

3.1.8. Fauna

Keanekaragaman flora di kawasan ini membentuk keanekaragaman habitat berbagai spesies satwa liar antara lain ; mamalia, reptilia, amfibia, aves, insecta dan kelompok satwa tak bertulang belakang. Dari kelompok burung Aves hidup 251 spesies atau lebih dari 50 dari spesies burung yang hidup di Jawa. Salah satunya adalah “elang jawa” Spizaetus bartelsi yang ditetapkan sebagai “Satwa Dirgantara” melalui Keputusan Presiden No. 4 tanggal 9 Januari 1993. Dari kelompok mamalia tercatat sekitar 110 spesies, diantaranya owa jawa Hylobates moloch yang langka, endemik dan unik; anjing hutan Cuon alpinus yang sudah semakin langka dan kijang Muntiacus muntjak. Selain itu terdapat serangga insecta lebih dari 300 spesies, reptilia sekitar 75 spesies, katak sekitar 20 spesies dan berbagai spesies binatang lunak molusca.

3.2. Sejarah Introduksi Spesies Tumbuhan Asing Invasif di TNGGP

Kawasan hutan TNGGP merupakan salah satu kawasan terbasah dengan curah hujan yang tinggi. Angin yang berhembus merupakan angin Muson yang bergerak dengan kecepatan tinggi Cyclon Tropic terutama di musim hujan sehingga sering menyebabkan kerusakan hutan. Kecepatan angin yang tinggi terutama di bulan Desember hingga Maret selain mampu merobohkan pohon juga turut mengakomodasi penyebaran dan dominasi spesies asing tertentu ke dalam kawasan terutama di areal-areal terbuka Gap hutan. Banyaknya tumbuhan asing yang telah menginvasi kawasan hutan TNGGP ini tidak terlepas dari sejarah berdirinya kawasan konservasi ini. Sejak tahun 1800-an kawasan ini telah dilindungi dan di gunakan untuk tujuan penelitian oleh pihak Pemerintah Kolonial Belanda yang ditunjukkan oleh terbitnya buku Vegetation von Cibodas tahun 1811 – 1813 yang mendeskripsikan spesies-spesies tumbuhan yang ada di hutan hujan pegunungan Cibodas. Pada tahun 1839 didirikan Kebun Pegunungan Cibodas yang ditandai dengan dibuatnya kebun aklimatisasi untuk pertama kalinya oleh JA. Teysman di bawah air terjun Cibeureum walau menuai kritik dari beberapa peneliti di kala itu, salah satunya adalah oleh Junghun. Pembuatan kebun aklimatisasi ini terus berlanjut ke beberapa lokasi lainnya dalam wilayah pegunungan ini termasuk di Puncak Gunung Pangrango. Kebun pegunungan inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal berdirinya Kebun Raya Cibodas yang kini dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI. Baru pada tahun 1889 kawasan ini ditetapkan menjadi Cagar Alam Cibodas yang memiliki luas 240 ha. Kesadaran akan pentingnya kawasan konservasi untuk menyelamatkan ekosistem hutan pegunungan Jawa yang masih tersisa, menyebabkan Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan kawasan ini menjadi taman nasional pada tahun 1980 dengan luas 15.961 ha dimana spesies-spesies asing yang dimasukkan masih tetap dalam kawasan konservasi. Pada tahun 2003 TNGGP mengalami perluasan menjadi 22.851 ha dimana areal perluasan tersebut merupakan areal ex hutan produksi yang dikelola PT Perhutani dengan spesies tanaman asing monokultur seperti pinus dan damar. Walaupun tidak bersifat invasif, kondisi ini juga memerlukan penanganan untuk segera dikembalikan ke ekosistem aslinya. Tumbuhan asing yang ditemukan di kawasan hutan TNGGP juga berasal dari kawasan yang berbatasan atau berdekatan dengan kawasan ini, namun diduga ada beberapa spesies yang berasal dari wilayah yang jauh dari kawasan. Hal ini dimungkinkan karena terbawanya biji-biji tumbuhan yang berasal dari wilayah yang jauh oleh kawanan burung yang bermigrasi setiap tahun dimana kawasan TNGGP merupakan salah satu jalur dan tempat persinggahan sementara bagi burung-burung tersebut. Terbentuknya celah akibat robohnya pohon oleh penyakit atau sebab-sebab alam lain memungkinkan masuknya sinar matahari yang merangsang tumbuhnya dan memberi kesempatan tumbuh dan berkembangnya biji-biji spesies asing di dalam kawasan. Menurut Tjitrosemito 2004, walaupun tumbuhan asing non invasif berasal dari luar habitat alaminya namun karena keberadaannya tidak bersifat mengancam ekosistem suatu kawasan maka keberadaannya masih dapat ditolerir. Tumbuhan asing yang bersifat invasif atau lebih dikenal dengan invasive alien plant species adalah spesies tumbuhan yang tumbuh di luar habitat alaminya yang berkembang pesat dan menimbulkan gangguan dan ancaman kerusakan bagi ekosistem, habitat dan spesies tumbuhan lokal serta berpotensi menghancurkan habitat tersebut, oleh karena itu keberadaannya perlu di waspadai dan di kendalikan. Untuk itu dalam renstra ini spesies IAS yang dijadikan objek merupakan IAS yang ditetapkan berdasarkan prioritisasi terhadap kecepatan tumbuhan ini berkembang dan mengancam keberadaan tumbuhan asli TNGGP.

3.3. Jumlah dan Penyebaran