Keterbatasan Penelitian Heat strain

66 e. Seluruh pekerja tidak mengonsumsi obat selama penelitian berlangsung. Sebanyak 56 orang mengalami heat strain dan 23 orang tidak mengalami heat strain .

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasn sebagai berikut : 1. Pengukuran variabel penyakit kronis dan konsumsi obat hanya melalui wawancara dan dapat terjadi bias informasi. 2. Pengukuran tinggi badan menggunakan tidak menggunakan mikrotois, hanya menggunakan meteran biasa. 67

6.2 Heat strain

Heat strain merupakan dampak baik akut ataupun kronis yang diakibatkan paparan tekanan panas. Gejala umum heat strain yang dirasakan antara lain kram otot, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut nadi, kelemahan, peningkatan suhu kulit, pengeluaran keringat dan penurunan tingkat kesadaran OSHS, 1997. Pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu tubuh dan denyut nadi yang diukur saat pekerja melakukan pekerjaan. Peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi merupakan indikasi terjadinya heat strain. Heat strain perlu di evaluasi terhadap pekerja karena efek kesehatannya serius. Menurut OSHS 1997 dampak fisik yang ditimbulkan pada seseorang yang mengalami heat strain dapat bervariasi mulai dari keluhan ringan seperti ruam pada kulit atau pingsan sampai situasi yang mengancam kehidupan saat terjadi terhentinya pengeluaran keringat dan heat stroke. Penelitian ini dilakukan di tiga pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur. Pengukuran heat strain dilakukan menggunakan Heat strain Score Index HSSI untuk menilai kejadian heat strain secara subjektif dan metode Phsyological Strain Index PSI untuk menilai kejadian heat strain secara objektif. Hasil pengukuran heat strain menggunakan kuesioner HSSI menunjukan bahwa sebanyak 43 pekerja 54,43 mengalami heat strain. Sedangkan hasil pengukuran heat strain menggunakan PSI menunjukan bahwa sebanyak 56 pekerja 70,9 mengalami heat strain dari total 79 orang pekerja. Hal tersebut menggambarkan bahwa kejadian heat strain pada pabrik kerupuk cukup tinggi. 68 Bekerja di pabrik kerupuk berarti pekerja harus melakukan pekerjaannya di lingkungan yang panas dan lembap. Kondisi ini jelas dapat memicu terjadinya heat strain . Saat tubuh manusia terpapar oleh tekanan panas dan memproduksi panas hasil metabolisme, total panas yang ada di dalam tubuh akan meningkat. Sistem termoregulasi yang berfungsi untuk mengontrol dan mengurangi panas dalam tubuh dapat mengalami kegagalan atau tidak mampu menangani panas dalam tubuh. Saat kondisi tersebut, tubuh manusia akan mengalami heat strain sebagai respon. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata suhu tubuh dan denyut nadi pekerja yang diukur saat pekerja melakukan pekerjaan adalah 37,03 o C dan 93,8 denyut nadi per menit. Walaupun suhu tubuh pekerja masih dibawah standar yang disarankan oleh NIOSH untuk pekerja yang teraklimatisasi yaitu dibawah 38 o C, namun berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Phsyological Heat Starin PSI, pekerja dengan suhu tubuh lebih dari 36,5 o C sebagai standar suhu tubuh terendah dan menghasilkan nilai indeks 2 sudah termasuk dalam kelompok pekerja yang mengalami heat strain. Hasil pengukuran heat strain secara subjektif menggunakan kuesioner Heat strain Score Index HSSI didapatkan beberapa keluhan yang dirasakan oleh pekerja. Keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah keringat di seluruh tubuh yaitu sebanyak 86. Pekerja yang merasa sangat haus sebanyak 54 orang 68, merasa lelah sebanyak 41 orang 52 dan merasa nyeri otot sebanyak 23 orang 29. Keluhan heat strain yang dirasakan oleh pekerja akan berdampak buruk jika tidak dilakukan pengendalian. Penyebab keluhan seperti pengeluran keringat yang berlebih dan rasa haus dapat disebabkan oleh lingkungan kerja yang panas dan tidak 69 didukung oleh sistem ventilasi yang tidak memadai. Pengendalian yag dapat dilakukan menurut NIOSH 1986 yaitu melalui pengendalian secara teknis dengan menurunkan temperature proses atau jika tidak dimungkinakan untuk menurunkan temperatur dapat dipasang pembatas yang membatasi sumber panas dengan pekerja. Selain itu pemasangan ventilasi yang mencukupi juga diperlukan untuk memasukan suhu udara yang lebih dingin ke dalam ruangan agar pengeluaran keringat dapat dikendalikan dan tubuh tidak terlalu banyak kekurnagan cairan tubuh sehingga rasa haus juga akan berkurang. Pengendalian secara administratif juga dapat dilakukan dengan menyediakan tempat beristirahat dengan suhu yang lebih dingin atau dengan meningkatkan jumlah minum pada saat melakukan pekerjaan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya heat strain anatara lain faktor yang bersumber dari pekerjaan dan lingkungan yaitu beban kerja, jam kerja dan tekanan panas serta faktor karakterisitik individu seperti umur, obesitas, penyakit kronis dan konsumsi obat. Menurut NIOSH 1986, faktor umur yang semakin menua akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami heat strain akibat kelenjar keringat yang menjadi lembam sehingga menghambat proses pengeluran keringat. Selain umur, NIOSH 1986 menambahkan bahwa faktor obesitas juga menjadi faktor yang mempengaruhi heat strain. Timbulnya lapisan lemak pada seseorang dengan status obesitas menghambat perpindahan panas dari dalam tubuh ke luar tubuh. Selanjutnya menurut Kenny 2010, seseorang yang menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk beradaptasi saat berada pada lingkungan yang panas sehingga akan meningkatkan risiko untuk mengalami heat strain. Namun, dalam 70 hasil penelitian ini tidak menunjukan hubungan antara peningkatan umur, obesitas dan penyakit kronis dengan heat strain. Selain faktor karakteristik individu, faktor pekerjaan dan lingkungan yaitu beban kerja, jam kerja dan tekanan panas juga dapat mempengaruhi timbulnya heat strain . Menurut Gagnon 2011, durasi jam kerja menjadi faktor yang penting dalam mempengaruhi kemampuan sistem termoregulasi tubuh seseorang. Selanjutnya menurut OSHS 1997, heat strain merupakan respon tubuh seseorang akibat pajanan tekanan panas yang diterima. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja, jam kerja dan tekanan panas dengan tingginya kejadian heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2014. Temuan ini perlu menjadi perhatian bagi pihak terkait dalam peningkatan kondisi keselamatan pekerja sektor informal seperti pekerja Pabrik Kerupuk. Hal ini dikarenakan heat strain memiliki dampak yang cukup serius. Bureau of Labor Statistics BLS melaporkan angka kematian yang tinggi akibat kejadian heat strain yaitu lebih dari 200 kematian dan 15.000 kasus dalam periode tahun 1999-2003. Federal and California Occupational Safety and Health Administrations OSHA menempatkan heat strain sebagai heat illness dalam prioritas utama dalam tiga tahun terakhir. Menurut NIOSH 1986 pada tahun 1979 di Amerika, total dari insiden heat strain dengan kehilangan hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus. Dampak jangka pendek yang dapat ditimbulkan adalah menurunya produktivitas kerja. Menurut Poulton 1970, produktivitas pekerja menurun seiring 71 dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Menurunnya produktivitas pekerja ini dapat mengakibatkan kerugian biaya. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan akibat heat strain yaitu terhentinya pengeluran keringat dan dapat menyebabkan kematian. Selain merugikan pekerja, heat strain juga dapat menurunkan produktivitas perusahaan akibat menurunnya kinerja pekerja. Menurut Bureau of Labor Statistics 2009 estimasi biaya yang dihabiskan untuk satu kejadian heat strain adalah 7500 Rata-rata upah yang hilang per hari adalah 150 atau setara dengan 100 juta selama periode 5 tahun atau lebih dari 20 juta per tahun. Jumlah tersebut hanya untuk kejadian heat strain yang akut dan belum termasuk kasus heat strain yang sampai menyababkan kematian. Brown, 2013

6.3 Hubungan Tekanan Panas dengan Heat strain