Karakteristik Usaha Analysis of The Influences of Entrepreneurial Marketing and Government Policies to The Competitiveness of The Footwear Industry in Bogor.

Tabel 9. Lanjutan 1 Karakteristik Pelaku Usaha Alas Kaki Persentase Kurang bermanfaat Bermanfaat Sangat bermanfaat 33 67 Total 100 Alasan berusaha : Mengikuti jejak orang tua Mengikuti temantetangga Tidak punya pilihan lain Usaha ini ada harapan menguntungkan Lainnya 19 7 16 26 32 Total 100 Alasan berusaha lainnya : Keahlian Usaha ini andalan daerah setempat Keinginan sendiri Mengikuti saudara Menciptakan lapangan kerja 9 21 65 3 2 Total 100 Keinginan pindah usaha : Selalu Sering Jarang Tidak pernah 3 33 37 27 Total 100 Awal mula jalankan usaha : Dari awal-sekarang ikut keluarga Awal ikut keluarga, sekarang mandiri Tidak ikuti keluarga 3 24 73 Total 100 Frekuensi keluar daerah dalam berusaha : Tidak pernah Jarang Sering Selalu 76 6 8 10 Total 100 Sumber: Data sekunder, diolah 2012

4.4 Karakteristik Usaha

Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, diketahui bahwa mayoritas pelaku usaha menjalankan usahanya sudah lebih dari 10 tahun 52. Jika dilihat lebih detail, ada beberapa pelaku usaha yang menjalankan usahanya lebih dari 20 tahun, bahkan mencapai 30 tahun. Meskipun jumlah pelaku usaha yang lama usahanya mencapai 30 tahun tidak banyak, hal ini menunjukkan bahwa karakteristik usaha warisan juga terpotret pada penelitian ini. Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa usaha alas kaki yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun, memiliki kecenderungan tidak pure dalam melakukan sistem “bon putih”. Artinya pelaku usaha IK alas kaki di wilayah Bogor melakukan mix antara sistem “mandiri” dan sistem “bon putih” pada usahanya. Dengan semakin lama waktu usaha, pelaku usaha cenderung semakin mempelajari bagaimana mengembangkan usahanya menjadi mandiri. Pelaku usaha 3 : “ masa kita begini aja.. ada keinginan untuk mandiri.. semua dipelajari caranya bisa sampe bagus gini, tata caranya gimana.. dipelajari tata cara sistem grosir gimana..” Jenis usaha pada industri alas kaki di wilayah Bogor tergolong pada industri kecil, dengan persentase sebesar 54 persen. Hal ini sesuai dengan rata-rata jumlah pekerja yang dimiliki pelaku usaha yaitu sekitar 5 orang pekerja, dengan waktu kerja 8-12 jam kerja per hari. Meski demikian, jenis usaha yang termasuk pada industri rumah tangga juga cukup banyak di wilayah Bogor yaitu sebesar 46 persen. Sehingga, selisih persentase jenis usaha industri kecil dan industri rumah tangga tidak begitu besar 8. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat indikasi keterbatasan tenaga kerja pada sebagian pelaku usaha. Pihak UPT : “mayoritas industri alas kaki di sini punya 5-6 orang pekerja, dengan investasi 5-15 juta” Dikarenakan terdapat beberapa data yang missing, maka dilakukan interpolasi pada data omset per kodi dan omset per Rp. Hasil data di lapangan menunjukkan bahwa, mayoritas industri alas kaki di wilayah Bogor memiliki omset rata-rata 100-250 kodi per bulan dengan persentase sebesar 53 persen. Meski demikian, industri alas kaki yang memiliki omset rata-rata kurang dari 100 kodi per bulannya juga cukup besar, yaitu 44 persen. Selisih diantara keduanya yang tidak begitu besar 9 diduga berkaitan dengan selisih pada jenis usaha yang juga relatif kecil. Berbeda dengan informasi mengenai omset rata-rata per bulan kodi yang didapatkan hampir lengkap, pada informasi mengenai omset rata-rata per bulan Rp, hampir sebagian dari pelaku usaha tidak mengetahui secara pasti besarnya omset mereka. Penggunaan giro berjangka 1-2 bulan serta potongan charge dalam sistem bon putih, merupakan salah satu penyebab pelaku usaha tidak mengetahui secara pasti besarnya omset mereka dalam jumlah Rupiah. Setelah dilakukan interpolasi data, maka diketahui bahwa sebagian besar memiliki omset rata-rata lebih dari 10 juta sampai 30 juta per bulannya 39. Meski demikian, pelaku usaha yang bermoset kurang dari 10 juta per bulannya juga cukup banyak 35. Di sisi lain, industri kecil alas kaki di wilayah Bogor memiliki peluang prospektif untuk berkembang menjadi lebih besar. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan 20 persen pelaku usaha yang memiliki omset rata- rata lebih lebih dari 30 juta sampai 60 juta per bulan dan 6 persen yang mencapai omset rata-rata lebih dari 60 juta hingga 100 juta per bulannya. Jenis usaha yang masih tergolong pada industri kecil, membuat usaha alas kaki di wilayah Bogor memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya. Mayoritas pelaku usaha alas kaki di wilayah Bogor merasa kurang memadai dalam hal alat produksi 58, modal 51 serta sumber daya manusia 64. Dalam hal alat produksi, hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha masih menggunakan alat-alat produksi manual, sehingga hal ini akan berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi mereka. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan memanfaatkan keberadaan UPT, yang notabenenya berfungsi sebagai workshop untuk melayani pengrajin-pengrajin yang tidak memiliki peralatan yang memadai. Pihak UPT : “yang perlu dipertimbangkan itu jelas ya, pertama mesin, mesin berpengaruh pada hasil produksi, kualitas.. kemudian mesin-mesin juga memang standarnya harus cukuplah, tidak terlalu manual.. di sini ada seperti mesin seset, dll.. pertama jelas hasilnya, kedua ini bisa mendongkrak kecepatan produksi.. sehari itu minimal 30 kodiorang, 600 pasang.. “ Keberadaan UPT yang baru berdiri 3 tahun ini, memang masih kurang terdengar di kalangan pelaku usaha. Sehingga, perlu dilakukan sosialisasi secara intensif untuk memperkenalkan fungsi UPT. Surat edaran terkait sosialisasi keberadaan dan fungsi kerja UPT sebenarnya telah ada, namun sosialisasi tersebut belum terdistribusi merata. Pihak UPT yang juga didukung oleh pihak Desa terkait, akan terus melakukan sosialisasi hingga menjangkau seluruh pelaku usaha pada sentra alas kaki. Pihak UPT : “nanti akan dibikin selayang pandang dengan durasi 1 jam kedepannya, kemudian kita sosialisasikan di TV sinilah minimal, Megaswara.. cuma kita perlu waktu dulu untuk membenahi persiapan-persiapan itu..” Di lain hal, kepemilikan modal yang kurang memadai jelas terlihat dari banyaknya pelaku usaha yang menggunakan modal dari pihak grosir, meski dengan seperti ini posisi tawar mereka menjadi lemah. Berdasarkan hasil interview , masalah lain yang terjadi adalah keterbatasan sumberdaya manusia, dimana hal ini terlihat dari beberapa jumlah order yang tidak terpenuhi karena kekurangan tenaga kerja. Biasanya pada saat peak season dengan order yang melimpah, para pelaku usaha sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja yang memadai, para tenaga kerja lebih memilih untuk bekerja di bengkel-bengkel kerja yang lebih besar dengan upah yang lebih besar. Usaha alas kaki memiliki posisi yang berbeda-beda bagi para pelakunya. Ada yang menjadikan usaha ini sebagai tambahan pendapatan keluarga, ada pula yang menempatkannya sebagai sumber utama pendapatan keluarga. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa, usaha alas kaki ini sangat menjadi sumber utama pendapatan keluarga mereka 70. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar pelaku usaha alas kaki, yaitu 87 persen dari mereka tidak memiliki usaha lain atau usaha sampingan. Usaha alas kaki di wilayah Bogor juga merupakan tumpuan hidup bagi mayoritas pelakunya, mayoritas pelaku usaha 67 menyatakan bahwa sekitar 76 hingga 100 persen kebutuhan keluarga, terpenuhi melalui pendapatan dari usaha alas kaki. Tabel 10. Karakteristik Usaha Alas Kaki di Bogor Karakteristik Usaha Alas Kaki Persentase Lama usaha : 5 thn 5-10 thn 10 thn 10 38 52 Total 100 Jenis usaha : Industri Rumah Tangga Industri Kecil 46 54 Total 100 Omset rata-rata per bulan kodi : 100 kodi 100-250 kodi 250-400 kodi 400 kodi 44 53 2 1 Total 100 Omset rata-rata per bulan Rp : 10 juta 10-30 juta 30-60 juta 60-100 juta 35 39 20 6 Tabel 10. Lanjutan 1 Karakteristik Usaha Alas Kaki Persentase Total 100 Kepemilikan alat produksi : Sangat kurang memadai Kurang memadai Memadai Sangat memadai 4 58 37 1 Total 100 Kepemilikan modal : Sangat kurang memadai Kurang memadai Memadai Sangat memadai 13 51 36 Total 100 Kepemilikan sdm : Sangat kurang memadai Kurang memadai Memadai Sangat memadai 6 64 27 3 Total 100 Posisi usaha bagi pendapatan pengusaha : Sebagai tambahan pendapatan keluarga Menjadi sumber utama Sangat menjadi sumber utama 1 29 70 Total 100 Terpenuhinya kebutuhan pengusaha : Terpenuhi 26-50 persen Terpenuhi 51-75 persen Terpenuhi 76-100 persen 5 28 67 Total 100 Kepemilikan usaha lain : Tidak punya Punya 1 Punya 2 87 11 2 Total 100 Sumber: Data sekunder, diolah 2012

4.5 Hubungan Karakteristik Pelaku Usaha dan Karakteristik Usaha