Karakteristik Pelaku Usaha Analysis of The Influences of Entrepreneurial Marketing and Government Policies to The Competitiveness of The Footwear Industry in Bogor.

di wilayah Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciomas, Desa Parakan dengan persentase masing-masing sebesar 75 persen. Cikal bakal keberadaan industri kecil alas kaki di Kota Bogor berawal di Kelurahan Cikaret, dimana daerah ini pada mulanya juga merupakan sebuah desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Ciomas.

4.3 Karakteristik Pelaku Usaha

Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar pelaku usaha alas kaki Bogor merupakan lulusan SDMI, yaitu sebesar 47 persen. Hal ini sesuai dengan rata-rata lama sekolah pelaku usaha alas kaki yang baru mencapai 6 tahun. Rendahnya tingkat pendidikan pelaku usaha yang rata-rata hanya lulusan SDMI, disumbang cukup besar oleh pengrajin lama. Pengrajin lama sebagian besar tidak berusaha untuk menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi. Mindset ini terbentuk turun temurun kepada generasi berikutnya. Pihak UPT : “… terutama di desa... orang tua akan berpikir daripada sekolah udahlah terusin usaha saya bapaknya… itu turun dari kakeknya yang dulu tidak sekolah.. ke anaknya.. kecucunya.. lingkungan yang sudah membentuk itu” Meski demikian, jika dilihat secara general, mayoritas pelaku usaha alas kaki 85 merupakan kalangan yang tamat sekolah, mulai dari tamat pada jenjang pendidikan SDMI, SMPMTs, SMASMKMA, dan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka semakin menyadari arti pentingnya pendidikan sebagai penunjang usaha mereka. Pihak UPT : “Tapi, ada juga, tidak semua pengrajin yang punya pemikiran demikian, ada juga misalkan bapaknya memang melihat ke depan. Contoh Pa Haji Pepen, pengrajin sepatu baby, omset per bulan pernah 800jt, punten-punten ya dia tidak sekolah tapi anaknya sarjana semua… Ketika orang tua itu melihat bagaimana pentingnya sekolah, dia sebagai bapak, seolah-olah dia juga sekolah tinggi, bahwa anda harus sekolah, anda tidak boleh seperti saya..” Disadari atau tidak, pendidikan berperan penting dalam pengembangan usaha mereka, meski bukan pada konteks keahlian membuat alas kaki, karena keahlian di bidang ini bukan ditempuh dengan pendidikan formal, namun otodidak. Pendidikan yang kurang menunjang mengakibatkan lemahnya posisi pelaku usaha alas kaki, sehingga rentan terhadap penipuan yang berujung pada kerugian. Untuk meminimalisir penipuan mereka mulai membekali diri dengan menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi. Pihak UPT : “Ketika dia menerima order, cukup dengan tulisan di cangkang rokok saja… ketika dia ngirim barang diklaim ini jelek dan sebagainya… banyak ditipu… penipuan terjadi karena kelemahan, karena ketidaktahuan pengrajin… dia giro main terima aja, ternyata gironya blong.. dan itu harus ditempuh dengan pendidikan yang formal, walaupun tidak sampai ke perguruan tinggi” Para pelaku usaha alas kaki yang ada di wilayah Bogor sebagian besar 48 merupakan mantan buruh di bengkel-bengkel sepatusandal. Sehingga, mayoritas dari mereka sudah memiliki skill di bidang pembuatan alas kaki. Dengan bermodalkan pengalaman yang mereka miliki dan keyakinan bahwa usaha alas kaki berpotensi menguntungkan, membuat mereka beralih untuk mendirikan usaha alas kaki secara mandiri. Di sisi lain, potensi usaha alas kaki telah jauh disadari oleh beberapa pelaku usaha, dimana sebanyak 45 persen pelaku usaha alas kaki menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pertama dan utama bagi mereka. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh dimana sebanyak 81 persen pelaku usaha alas kaki telah meninggalkan pekerjaan mereka sebelumnya dan fokus untuk menjalani usaha alas kaki yang mereka dirikan. Mengingat sebagian besar pelaku usaha merupakan mantan buruh di bengkel-bengkel sepatusandal, maka mayoritas dari mereka sudah berpengalaman dalam memahami berbagai proses produksi usaha alas kaki. Hal ini menyebabkan rendahnya keikutsertaan para pelaku usaha alas kaki dalam mengikuti kursus 6. Pelaku usaha 1 : “ saya kuli dulu dari Jakarta, Tangerang, daerah sini juga kuli, ada 7 tahun, di Jakarta 3 tahun, Tangerang 3 tahun, di orang-orang Cina sini 1 tahun.. “ Pihak UPT : “... dan ada juga yang dulunya dia kerja di pabrik-pabrik di Tangerang, Jakarta, Bogor seperti PT Spasi, PT Jaly Indonesia, CV Mulia, dan Paswapres kesini- sininya… Berdasarkan data, diketahui bahwa kursus yang dijalani oleh para pelaku usaha mencakup bidang produksi dan pemasaran. Bagi pelaku usaha alas kaki yang mengikuti kursus, keikutsertaannya dalam kursus dirasa bermanfaat 67 bagi usaha mereka. Hal ini dikarenakan kegiatan kursus mampu menambah pengetahuan mereka untuk lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya. Banyak hal yang melatarbelakangi para pelaku usaha alas kaki dalam menjalankan bisnisnya. Beberapa hal tersebut antara lain: mengikuti jejak orang tua, mengikuti temantetangga, potensi keuntungan yang akan didapat, keinginan sendiri atau bahkan keinginan untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas latar belakang mereka menjalankan usaha alas kaki adalah karena keinginan sendiri 65. Karakter usaha alas kaki sebagai usaha turun temurun tidak signifikan terlihat dalam penelitian ini, dimana sebanyak 73 persen pelaku usaha memulai usahanya dengan tidak mengikuti keluarga atau murni merintisnya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar 26 dari pelaku usaha sudah memiliki kemampuan dalam membaca peluang menguntungkan pada usaha ini. Meskipun pelaku usaha memiliki keturunan berusaha di bidang alas kaki, namun ini tidak serta merta menjadi alasan berusaha bagi mereka. Ada diantara mereka yang mengikuti jejak orang tuanya, ada juga yang tidak mengikutinya. Pelaku usaha 1 : “ saya nggak turun temurun.. tapi, dulunya kan orang tua usaha pabrik kulit.. saya sekolah sambil kerja begini, ga mampu juga sampe sekolah atas, karena orang tua bangkrut.. jadi saya buka sendirilah gitu ” Pihak UPT : “Keinginan usaha akan timbul karena dua hal, ada yang sudah memiliki jiwa wirausaha yang diterapkan bapaknya, ada juga yang memang melihat tetangga lingkungan… Contoh : Pak x dulunya tukang ojek, tapi karena 3 bulan menghadapi bulan puasa, permintaan sepatusandal membludak, ditambah dulunya orang tuanya pernah berbisnis di bidang alas kaki, maka Pak x akan masuk pada usaha alas kaki.” Jika dikelompokkan berdasarkan kontinuitasnya, pelaku usaha alas kaki terbagi menjadi dua kategori, pelaku usaha tetap dan pelaku usaha musiman. Menjelang 3 bulan sebelum bulan puasa sampai Idul Adha, pelaku usaha alas kaki musiman marak bermunculan. Pihak UPT mendata bahwa persentase pelaku usaha alas kaki musiman berkisar 5 hingga 10 persen dari total populasi yang ada. Beberapa rintangan sering ditemukan dalam menjalankan usaha alas kaki ini, diantaranya adalah dalam hal permodalan serta pemasaran produk. Meski para pelaku usaha alas kaki acap kali menghadapi kesulitan dalam menjalankan usahanya, namun keyakinan terhadap potensi menguntungkan pada usaha ini membuat mayoritas dari mereka jarang 37 bahkan tidak pernah 27 berkeinginan untuk pindah dari usaha ini. Salah satu hal yang dapat dilakukan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya adalah dengan mengamati usaha sejenis pada wilayah yang berbeda. Frekuensi keluar daerah dalam menjalankan usaha, akan berdampak pada sudut pandang serta pengetahuan dalam berbisnis. Dengan mengamati bisnis serupa di luar daerah, mereka dapat melakukan benchmarking pada usahanya. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada pelaku usaha alas kaki di Bogor, dimana sebagian besar dari mereka 76 mengaku tidak pernah keluar daerah dalam menjalankan usahanya. Selain karena keterbatasan modal dan lama usaha yang dijalankan, hal ini juga dipicu karena pola pikir pelaku usaha alas kaki Bogor yang masih berorientasi jangka pendek, hanya pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Permasalahan terkait frekuensi keluar daerah, sebenarnya telah difasilitasi oleh pemerintah, khususnya pihak UPT yang sering mengadakan berbagai pelatihan di luar wilayah Bogor. Namun, hal tersebut bergantung pada minat dan partisipasi para pelaku usaha itu sendiri. Tabel 9. Karakteristik Pelaku Usaha Alas Kaki di Bogor Karakteristik Pelaku Usaha Alas Kaki Persentase Pendidikan formal : Tidak tamat sekolah SDMI SMPMTs SMASMKMA Perguruan Tinggi 15 47 28 9 1 Total 100 Pekerjaan sebelumnya : Petani Karyawan swasta Tidak ada Lainnya 1 6 45 48 Total 100 Pekerjaan masih berlangsung : Ya Tidak 19 81 Total 100 Keikutsertaan dalam kursus : Mengikuti Tidak mengikuti 6 94 Total 100 Dampak kursus bagi yang mengikuti : Tidak bermanfaat Tabel 9. Lanjutan 1 Karakteristik Pelaku Usaha Alas Kaki Persentase