Kemampuan Entrepreneurial Marketing Analysis of The Influences of Entrepreneurial Marketing and Government Policies to The Competitiveness of The Footwear Industry in Bogor.

76 hingga 100 persen. Melalui perolehan omset Rp rata-rata per bulan yang semakin besar, maka pelaku usaha memiliki kecenderungan semakin mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Tabel 15. Tabulasi Silang Omset per Bulan Rp dan Terpenuhi Kebutuhan Faktor Terpenuhi kebutuhan Total 26-50 persen 51-75 persen 76-100 persen Omset rata-rata per bulan Rp 10 jt 2 17 16 35 10-30 jt 2 9 28 39 30-60 jt 1 1 18 20 60-100 jt 1 5 6 Total 5 28 67 100 Sumber: Data sekunder, diolah 2012

4.6 Kemampuan Entrepreneurial Marketing

Berdasarkan analisis indek, diketahui bahwa kemampuan entrepreneurial marketing secara keseluruhan pelaku usaha alas kaki di wilayah Bogor mencapai 61 persen. Meski mayoritas dari pelaku usaha tergolong sebagai pengrajin, akan tetapi kemampuan entrepreneurial marketing yang mereka miliki ternyata cukup besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku usaha yang bertindak sebagai pengrajin memiliki potensi untuk berkembang menjadi mandiri. Bahkan, sebagian dari pelaku usaha yang ahli dalam mendesain produk serta memiliki jiwa visioner, telah berencana untuk membuat merk produk sendiri. Hal ini dapat terfasilitasi dengan memanfaatkan kemudahan prosedur pengajuan HAKI melalui pihak UPT. Pelaku usaha 3 : “ memang saya juga ada pemikiran, saya pengen usaha, membuat stempel nama saya sendiri, semua kita pengen merk sendiri, saya memberanikan diri mau melawan arus.. “ Kemampuan methods yang memfokuskan pada pendekatan pemasaran interaktif atau berkontak langsung dengan pelanggan, merupakan kemampuan entrepreneurial marketing terbesar yang dimiliki pelaku usaha alas kaki, yaitu sebesar 71 persen. Dalam melakukan usahanya, para pengrajin alas kaki selalu berkontak langsung dengan pihak grosir sebagai konsumen industrinya. Demikan juga para pengusaha mandiri yang juga melakukan pemasaran interaktif dengan konsumen ritel pada saat melakukan direct selling. Se inovasi, d persentase usaha tela yang mer beragam, Ke yang signi dalam me namun tin kemampu Tabel 16 Concept No. 1. Tingk Ker Sumber: D Ba yang mer pelaku usa diversifika Gam elanjutnya, diversifikasi e sebesar 65 ah cukup lam reka miliki, serta intuiti emampuan ifikan deng embuat alas ngkat pendid an pelaku u

6. Signifika

Faktor kat pendidikan ragaman prod Data sekund agi pelaku u reka miliki aha yang ta asi produk p 20 40 60 80 Conc mbar 4. In Sumber: D kemampua i produk se 5 persen. H ma dalam m , mereka s if terhadap k dalam hal gan tingkat p s kaki mem dikan yang usaha dalam ansi Hubu r n: duk der, diolah usaha yang termasuk p amat sekolah pada katego 65 cept Strat dek Entrep Data sekund an pada ti erta intuitif Hal ini dapa menjalankan sudah terbia kebutuhan p diversifikas pendidikan mang tidak semakin tin m mengemba ungan Ting Approx. S Spearma Correlatio 0,011 2012 g tidak tam pada kateg h SDMI h ori beragam 61 tegy Meth preneurial M der, diolah 2 ingkat con f terhadap at dimenger n usahanya asa dalam pasar. si produk te pelaku usa diperoleh m nggi mema angkan prod gkat Pend Sig. an on App Pea at sekolah, gori kurang hingga PT, Tabel 17 71 hods Mar Marketing 2012 ncept yang kebutuhan rti karena m , sehingga menciptaka ernyata mem aha Tabel 1 melalui ban inkan peran duknya yang didikan da prox. Sig. rson’s R 0,009 tingkat ke beragam. umumnya . 50 rket Intelligen mencerm pasar, mem mayoritas p dari pengal an produk miliki hubu 16. Kemam ngku pendid nan penting g lebih bera n Kemam Interpret α = 0,05 Ada hubun signifika ragaman pr Sedangkan memiliki ti nce 56 inkan miliki pelaku laman yang ungan mpuan dikan, g pada agam. mpuan tasi 5 ngan an roduk n bagi ngkat Tabel 17. Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dan Kemampuan Concept Faktor Keragaman produk Total Kurang beragam Cukup beragam Beragam Sangat beragam Tingkat pendidikan Tidak tamat sekolah 7 3 4 1 15 SDMI 15 10 19 3 47 SMPMTs 6 7 12 3 28 SMASMKMA 1 8 9 PT 1 1 Total 28 21 44 7 100 Sumber: Data sekunder, diolah 2012 Ide-ide untuk melakukan inovasi produk biasanya dilakukan dengan melihat model-model alas kaki di majalah, buku-buku desain, atau mendatangi toko-toko sepatu. Bahkan, bagi pelaku usaha yang tamat sekolah, akses internet telah menjadi salah satu media yang lazim mereka gunakan dalam mencari ide-ide untuk berinovasi. Di samping itu, karena sebagian besar dari pelaku usaha sudah lama menjalankan usahanya, maka kemampuan intuitif yang mereka miliki sudah terbentuk cukup kuat. Pelaku usaha 3 : “ kalau merk pribadi, menurut pemikiran saya majunya yakin bikin pasangan, majunya ke kelas elit, bukan ke kelas kodian.. ingin punya perusahaan yang maju.. tapi harus sesuaikan tata cara kelas elit dengan kemampuan kita..” Meski sebagian besar pelaku usaha melakukan sistem grosir, namun ketika tidak ada pesanan, perilaku entrepreneurial marketing lebih terlihat dalam hal membuat produk yang beragam, dimana mereka telah terbiasa membuat model- model alas kaki atau hanya sekedar foto dari ragam produk yang akan mereka tawarkan. Keragaman produk yang ditawarkan meliputi: ragam produk berdasarkan usia dan jenis kelamin, ragam desain atau model, serta ragam ukuran alas kaki. Tetapi, pada umumnya, setiap IK alas kaki mengkhususkan pada salah satu jenis alas kaki saja, selain untuk mempertahankan mutu alas kaki, juga untuk efisiensi biaya. Kemampuan pada tingkat strategy, yang membahas mengenai pendekatan bottom-up juga memiliki persentase yang cukup besar yaitu sebesar 61 persen. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha alas kaki di wilayah Bogor memiliki kemampuan yang baik dalam menyesuaikan produknya dengan selera pelanggan. Dalam menciptakan produk-produk yang sesuai dengan selera pelanggannya, para pelaku usaha melakukan benchmarking secara informal. Pada industri kecil alas kaki, mayoritas pelaku usaha tidak menetapkan segmentasi dari produk yang mereka buat, karena pada dasarnya segmen dan target pasar dibentuk oleh proses eliminasi dan seleksi mandiri. Hasil observasi menunjukkan bahwa, mayoritas pelaku usaha mandiri memasuki segmen pasar menengah ke bawah dan cukup sulit untuk menembus segmen menengah atas. Namun, bagi mayoritas para pengrajin dengan sistem grosir, produknya dapat memasuki segmen pasar menengah ke bawah dan menengah atas, meski terkadang melalui perantara. Pihak UPT : “.. beberapa alas kaki ber-merk branded, itu kan dibikin di Ciomas.. dan merupakan pesanan resmi dari merk branded tersebut…” Dalam hal pengumpulan informasi pasar, kemampuan market intelligence pelaku usaha alas kaki Bogor memiliki persentase paling rendah diantara variabel lainnya, yaitu sebesar 50 persen. Hal ini terjadi karena mayoritas pelaku usaha alas kaki di wilayah Bogor masih memiliki akses terbatas dalam menjalin hubungan dengan pihak luar, baik dengan pihak usaha menengah, usaha besar hingga instansi Pemerintah. Selain itu, tingkat pendidikan mayoritas pelaku usaha yang masih rendah menjadi salah satu penyebab minimnya hubungan dengan para stakeholder yang bersangkutan. Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan pada kemampuan pelaku usaha dalam menjalin hubungan dengan pihak usaha menengah dan usaha besar Tabel 18. Kemampuan menjalin hubungan dengan usaha yang berskala lebih besar, berkaitan dengan mindset jangka panjang dalam membaca peluang yang ada. Dikarenakan sebagian besar pelaku usaha masih berpendidikan rendah, maka mereka masih memiliki mindset jangka pendek dan kurang peka terhadap potensi-potensi jangka panjang yang dapat diperoleh melalui hubungan baik dengan usaha yang berskala lebih besar. Tabel 18. Signifikansi Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kemampuan Market Intelligence No. Faktor Approx. Sig. Spearman Correlation Approx. Sig. Pearson’s R Interpretasi α = 0,05 1. Tingkat pendidikan: Hubungan dengan usaha menengah Hubungan dengan usaha besar 0,013 0,000 0,009 0,000 Ada hubungan signifikan Sumber: Data sekunder, diolah 2012 Berdasarkan tabulasi silang diketahui bahwa, pelaku usaha yang mampu menjalin hubungan baik dengan usaha menengah dan usaha besar adalah mereka yang berpendidikan SMASMKMA dan PT Tabel 19 dan Tabel 20. Hasil ini mencerminkan bahwa, tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan berkaitan dengan kemampuan networking yang semakin baik dari pelaku usaha. Di sisi lain, dalam hal hubungan dengan pemerintah setempat, keberadaan UPT dapat menjadi salah satu solusi untuk memperoleh informasi-informasi pasar yang dibutuhkan. Tabel 19. Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dan Kemampuan Market Intelligence – Hubungan dengan Usaha Menengah Faktor Hubungan dengan usaha menengah Total Kurang mampu Cukup mampu Mampu Sangat mampu Tingkat pendidikan Tidak tamat sekolah 14 1 15 SDMI 28 4 15 47 SMPMTs 17 2 9 28 SMASMKMA 3 1 5 9 PT 1 1 Total 62 7 30 1 100 Sumber: Data sekunder, diolah 2012 Tabel 20. Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dan Kemampuan Market Intelligence – Hubungan dengan Usaha Besar Faktor Hubungan dengan usaha besar Total Kurang mampu Cukup mampu Mampu Tingkat pendidikan Tidak tamat sekolah 15 15 SDMI 34 4 9 47 SMPMTs 16 6 6 28 SMASMKMA 3 1 5 9 PT 1 1 Total 68 11 21 100 Sumber: Data sekunder, diolah 2012

4.7 Implementasi Kebijakan Pemerintah