Tarif Proposional Tarif Tetap

78

1. Tarif Proposional

Tarif proposional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya 101 . Semakin besar dasar pengenaan pajak maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan yang proposional atau sebanding. Adapun contoh tarif sebanding adalah: No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak 1. Rp 1.000.000,00 10 Rp 100.000 2. Rp 2.000.000,00 10 Rp 200.000 3. Rp 5.750.000,00 10 Rp 575.000 4. Rp 50.000.000,00 10 Rp 5.000.000 2.Tarif Progresif meningkat Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat, dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif ini penggunaannya terutama ditujukan kepada pajak-pajak subyektif yang memperhatikan gaya pikul wajib pajak. 102 Dengan tarif progresif, maka jumlah pajak yang terutang menjadi semakin besar sesuai dengan kenaikan tarif dan besarnya jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Contoh dari tarif progresif adalah tarif pajak penghasilan, dalam pasal 17 Undang Undang Pajak Penghasilan dikatakan: 101 Siti, Teori dan Kasus,Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2003, hal. 13 102 Brotodihardjo R., Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi ketiga, Bandung: PT. Eresco, 1993, hlm.183. Universitas Sumatera Utara 79 sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 5 diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 = 15 diatas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 = 25 diatas Rp 500.000.000,00 = 30

3. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif pemugutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. 103 Tarif ini diterapkan dalam Undnag-undang No. 13 Tahun 1985 tentang bea materai BM. Dalam undang- undang Bea Materai, tarif yang digunakan adalah bea materai, tarif yang digunakan adalah bea materai dengan nominal sebesar Rp 500,00 – Rp 1000,00. Nilai nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Bedasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1995 tarif bea materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1000,00 – Rp 2000,00 yang selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan menjadi Rp 3000,00 – Rp 6000,00. Contoh dari tarif tetap adalah: No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak 1. Rp 1.000.000,00 Rp 6.000,00 2. Rp 2.000.000,00 Rp 6.000,00 3. Rp 5.750.000,00 Rp 6.000,00 4. Rp 50.000.000,00 Rp 6.000,00 103 Wirawan B. Ilyas, Richard Burton, Hukum Pajak , Bandung: PT. Eresco, 1993, hlm. 31. Universitas Sumatera Utara 80

D. Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Serdang Bedagai

Dasar pengenaan, tarif dan cara menghitung pajak diatur dalam pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu: 1. Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah NJOP 2. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah. 3. Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan oleh bupati. 104 Dalam pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 tahun 2012 mengenai tarif yaitu: Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut: 1. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000 satu milyar rupiah ditetapkan sebesar 0,1 nol koma satu persen per tahun. 2. Untuk NJOP diatas Rp 1.000.000.000 satu milyar rupiah ditetapkan sebesar 0,2nol koma dua persen per tahun. 105 Konsepsi pajak dapat dipahami pada masa dan konteksnya. Konsepsi pajak pada masa peradaban dan pemerintahan kuno berbeda dengan konsep pemerintahan modern dan demokratis 106 . Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai denga haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sama derajatnya, dan sama hak dan kewajibanya, tanpa membedakan suku, derajatnya, keturunan dan 104 Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 105 Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 106 Paulus Lotulotung dan Rukmana Amanwinata, Judical Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal.101 Universitas Sumatera Utara 81 agamanya. Plato membagi keadilan menjadi individu adalah kemampuan seseorang menguasai diri dengan cara menggunakan rasio. Dalam perpajakan sendiri keadilan sering dikaitkan dengan keadilan vertikal dan horizontal. Dalam teori keadilan ini erat kaitannya dengan kedudukan orang yang mampu dan orang yang tidak mampu. Dengan melihat keadaan ekonomi berdasarkan NJOP PBB Perdesaan dan Perkotaan dari wajib pajak tersebut. Keadilan vertikal berpedoman pada orang keadaan ekonomi lebih tinggi atau orang mampu dikenakan pajak lebih tinggi pula sedangkan orang yang lebih miskin atau tidak mampu dikenakan pajak yang lebih rendah. Sedangkan keadilan horizontal dikaitkan apabila keadaan ekonomi seseorang dan orang lain yang mempunyai kemampuan yang sama, maka dikenakan pajak yang sama pula. Dengan adanya penentuan NJOP sebagai dasar perhitungan pajak di Kabupaten Serdang Bedagai melalui Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 yaitu Nilai Jual Objek Pajak lebih kecil dari Rp 1.000.000.000 yaitu sebesar 0,1 dan untuk Nilai Jual Objek Pajak lebih besar dari Rp 1.000.000.000 yaitu sebesar 0,2 sudah mencerminkan rasa keadilan untuk wajib pajak Kabupaten Serdang Bedagai, dimana sudah adanya penggolongan nilai jual objek pajak lebih besar dan sampai dengan Rp1.000.000.000 sehingga sudah dapat mewakili masyarakat yang kurang mampu dan masyarakat yang mampu. Contoh keadilan vertikal dalam perhitungan pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah: Universitas Sumatera Utara 82 Tuan A, bekerja sebagai pengusaha bidang properti, mempunyai sebidang tanah dan bangunan pada tahun 2013 di Kabupaten Serdang Bedagai dengan NJOP sebesar Rp 990.000.000, maka pajak bumi dan bangunan perdesaan perkotaan terutang tahun 2013 sebesar: PBB P2 = 0,1 x Dasar Pengenaan Pajak = 0,1 x NJOP - NJOPTKP = 0,1 x Rp 990.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 = 0,1 x Rp 980.000.000,00 = Rp 980.000,00 Tuan B, bekerja sebagai pegawai negeri sipil, mempunyai sebidang tanah dan bangunan pada tahun 2013 di Kabupaten Serdang Bedagai dengan NJOP sebesar Rp 1.025.000.000, maka pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan terutang tahun 2013 sebesar: PBB P2 = 0,2 x Dasar Pengenaan Pajak = 0,2 x NJOP – NJOPTKP = 0,2 x Rp 1.025.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 = 0,2 x Rp 1.015.000.000,00 = Rp 2.030.000,00 Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan keadilan vertikal adalah ketika NJOP lebih tinggi maka dikenakan tarif yang lebih tinggi pula sesuai dengan penetapan peraturan daerah masing-masing. Pajak bumi dan bangunan Universitas Sumatera Utara 83 perdesaan perkotaan merupakan pajak objektif sehingga tidak melihat status sosial pekerjaan atau penghasilan yang didapat oleh orang tersebut. Contoh keadilan horizontal dalam perhitungan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah: Tuan C, seorang pengusaha properti, mempunyai sebidang tanah dan bangunan pada tahun 2013 di Kabupaten Serdang Bedagai dengan NJOP sebesar Rp 700.000.000,00 maka Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan terutang tahun 2014 sebesar: PBB P2 = 0,1 x Dasar Pengenaan Pajak = 0,1 x NJOP - NJOPTKP = 0,1 x Rp 700.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 = 0,1 x Rp 690.000.000,00 = Rp 690.000,00 Tuan D, seorang pegawai negeri sipil, mempunyai sebidang tanah dan bangunan pada tahun 2013 di Kabupaten Serdang Bedagai dengan NJOP sebesar Rp 700.000.000,00 maka Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutang tahun 2014 sebesar: PBB P2 = 0,1 x Dasar Pengenaan Pajak = 0,1 x NJOP – NJOPTKP = 0,1 x Rp 700.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 = 0,1 x Rp 690.000.000,00 = Rp 690.000,00 Universitas Sumatera Utara 84 Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan keadilan horizontal adalah ketika NJOP sama, maka dikenakan tarif yang sama pula walaupun subjek pajaknya berbeda sesuai dengan penetapan peraturan daerah masing-masing. pajak bumi dan bangunan perdesaan perkotaan merupakan pajak objektif sehingga tidak melihat status sosial pekerjaan atau penghasilan yang didapat oleh orang tersebut. Universitas Sumatera Utara 85

BAB IV UPAYA HUKUM UNTUK MENAGIH UTANG PBB P2 SEBELUM

PENGALIHAN KEWENANGAN PEMUNGUTAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Utang Pajak

1. Timbulnya Utang Pajak

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN PERKOTAAN (PBB-PP) DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

1 10 44

EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 16

ANALISIS PERALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DARI PAJAK PUSAT KE PAJAK DAERAH DAN KONTRIBUSI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA.

0 0 16

DAMPAK PENGALIHAN PENANGANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN WONOGIRI.

0 1 14

Pelimpahan Wewenang Pengelolaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Daerah besturc

0 0 7

Perencanaan Pemerintah Kabupaten Kudus Dalam Mempersiapkan Pengalihan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perdesaan Dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah

0 0 13

BAB II KEWENANGAN PEMUNGUTAN PBB P2 SEBELUM DAN SETELAH PERALIHAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Pajak Bumi dan Bangunan 1. Sejarah PBB di Indonesia - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pa

0 0 46

BAB I - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 24

KAJIAN YURIDIS TERHADAP BERALIHNYA KEWENANGAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

0 4 15

ANALISIS TUNGGAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TERHADAP REALISASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PASCA PENGALIHAN PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN BOJONEGORO

0 0 17