64
penentuan nilai agunan, penentuan nilai yang akan diasuransikan, untuk kepentingan pengenaan pajak dan sebagainya.
87
Pasal 79 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan:
1. Dasasr pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP
2. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan setiap 3 tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai
dengan perkembangan wilayahnya. 3. Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan oleh
kepala daerah. Dengan demikian maka salah satu kewenangan yang dialihkan kepada
pemerintah daerah adalah menetapkan NJOP kepada pemerintah daerah. Akan tetapi NJOP yang digunakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai sebagai
dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan masih menggunakan NJOP lama yang diambil dari penetapan NJOP oleh pemerintah pusat,
sehingga pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai belum dapat mematuhi pasal 79 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 20009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
5. Tarif Pajak
Dalam pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan mengenai tarif
yaitu: 1. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai
berikut:
87
Marihot, Op. Cit, hlm. 193
Universitas Sumatera Utara
65
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah ditetapkan sebesar 0,1 nol koma satu persen per tahun;
b. Untuk NJOP diatas Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah ditetapkan sebesar 0,2nol koma dua persen per tahun;
Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menyatakan:
1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesr 0,3.
2. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan oleh Peraturan Daerah.
Sehingga tarif pajak daerah Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat dari besarnya Nilai Jual Objek Pajak bumi dan atau bangunan tersebut yaitu untuk Nilai
Jual Objek Pajak sampai Rp 1.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,1 dan untuk Nilai Jual Objek Pajak di atas Rp 1.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,2. Adapun tarif
PBB P2 0,1 dan 0,2 sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
88
. Penetapan tarif dengan Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai juga sudah
sesuai dengan pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 karena sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
88
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0, 3 nol koma tiga persen.
Universitas Sumatera Utara
66
6. Perhitungan Pajak
Besarnya PBB P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak tax rate dengan basis pajak tax base. Pada PBB P2 yang menjadi basis pajak
adalah nilai jual kena pajak, yaitu dengan mengalikan persentase nilai jual kena pajak dengan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan. Karena tarif pajak bumi dan
bangunan perdesaan dan perkotaan ada dua yaitu 0,1 dan 0,2 sesuai dengan pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor1 tahun 2012 yaitu:
1. Tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan sebagai berikut a. untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah ditetapkan
sebesar 0,1 nol koma satu persen per tahun; b. untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah ditetapkan sebesar
0,2 per tahun. Besaran pokok pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksut dengan Pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksut dalam Pasal 6 ayat 1 setelah
dikurangin oleh Nilai Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksut dalam pasal 3 ayat 4 empat yaitu sebesar Rp 10.000.000 sesuai dengan pasal 77 ayat 4
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dimana mengalami kenaikan dari Rp 8.000.000,00 sesuai dengan pasal 3 ayat 3
Undang Undang nomor 19 tahun 1994 perubahan atas Undang Undang nomor 19 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Universitas Sumatera Utara
67
Pasal 3 ayat 4 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 tahun 2012 berkaitan dengan NJOPTKP adalah Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 10.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Dengan demikian kewenangan yang diberikan undang-undang kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Serdang
Bedagai untuk
menetapkan besarnya
NJOPTKP tidak
bertentangan dengan pasal 77 ayat 4 Undang Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
89
. Maka dapat diuraikan mengenai perhitungan pajak bumi dan bangunan
perdesaan dan perkotaan dengan dua rumusan, yaitu:
Rumus apabila NJOP Rp 1.000.000.000 : PBB P2 terhutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak
= 0,1 x NJOP-NJOPTKP = 0,1 x NJOPKP
Rumus II apabila NJOP Rp 1.000.000.000 : PBB P2 terhutang = tarif Pajak x dasar pengenaan pajak
= 0,2 x NJOP-NJOPTKP
89
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah untuk setiap Wajib Pajak.
Universitas Sumatera Utara
68
= 0,2 x NJOPKP Satu hal yang perlu diperhatikan dalam rumus di atas adalah yang dimaksud
dengan NJOP dasar perhitungan pajak. Karena itu untuk menggunakan rumus tersebut NJOP sebagai dasar pengenaan pajak harus terlebih dahulu dikurangi dengan
NJOPTKP sesuai ketentuan yang berlaku. Perhitungan pajak setelah dialihkan kepada pemerintah daerah berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan memiliki perbedaan dengan sebelum
dialihkan kewenangannya dari pemerintah pusat berdasarkan Undang Undang Nomor 12 tahun 1994 perubahan atas Undang Undangan Nomor 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Dengan keluarnya Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan maka
pemerintah daerah berwenang untuk melakukan pemungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan di Kabupaten Serdang Bedagai sehingga unsur
kewenangan yang dikemukakan oleh H. D. Stound yaitu adanya aturan-aturan hukum dan sifat hubungan hukum telah dipenuhi dalam peralihan kewenangan tersebut.
Konsep kewenangan yang dikemukakan oleh Ateng Syafrudin dimana unsur yang tercantum dalam kewenangan yaitu adanya kekuasaan formal dan kekuasaan
Universitas Sumatera Utara
69
diberikan oleh undang-undang
90
telah dipenuhi dengan pengalihan kewenangan PBB P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
Sehubungan dengan proses pengalihan ini adalah bahwa objek pajak properti lebih bersifat immobile, dalam arti tidak dapat dipindahkan ke daerah lainnya, sehingga
lebih pantas apabila dijadikan pajak daerah. Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1
tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan maka dasar pemungutan pajak untuk Kabupaten Serdang Bedagai bukan lagi Undang-Undang
Nomor 12 tahun 1985 yang di rubah dengan Undang Undang nomor 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sehingga mengalami
perubahan seperti NJOPTKP yang menjadi Rp 10.000.000 dari Rp 8.000.000, dan juga cara perhitungan yang menggunakan persentasi 20 dan 40 melihat nilai
NJOP di rubah manjadi tidak menggunakan persentasi tersebut antara sebelum beralih dan setelah beralihnya pemungutan kepada daerah Kabupaten Serdang
Bedagai dimana perubahan-perubahan tersebut di batasi oleh Undang–Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Adapun pemungutan PBB P2 merupakan kewenangan yang dialihkan dari pelaksanaan tersebut, dimana dalam pasal 1 angka 49 Undang-Undang nomor 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikatakan pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghipunan data objek dan subjek pajak atau
90
Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintah Negara yang bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung: Universitas Parahyangan, 2000, hal 22
Universitas Sumatera Utara
70
retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya.
Setelah kewenangan dialihkan kepada daerah melalui Peratuaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan yang merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka pemungutan Pajak Bumi dan Banguanan Perdesaan dan Perkotaan dipungut oleh pemerintah Daerah Kabupaten
Serdang Bedagai dengan hasil seluruhnya yaitu 100 dimasukan ke dalam APBD Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
71
BAB III PEMENUHAN ASAS KEADILAN TERHADAP TERIF PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
A. Keadilan Menurut Hukum 1. Defenisi Keadilan
Keadilan adalah salah satu topik dalam filsafat yang paling banyak dikaji. Teori-teori hukum alam yang mengutamakan the search for justice sejak Socrates
hingga Francois Geny tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum
91
. Masalah keadilan adalah sebuah masalah yang menarik untuk ditelaah lebih dalam
karena banyak hal yang terkait di dalamnya, baik untuk moralitas, sistem kenegaraan dan kehidupan bermasyarakat. Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius
sejak awal munculnya filsafat Yunani. Dalam alkitab dikatakan, “Semata-mata keadilan, itulah yang harus kukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang
diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu”
92
. Dalam Islam , keadilan mendapat porsi kajian yang paling penting diantara kajian-kajian yang lainnya. Islam memiliki peran
dalam menegakkan keadilan dalam mengembangkan etika keadilan.
93
Karenanya pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas bagi setiap pribadi manusia sejak
lahir hingga akhir hayatnya. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat
91
Theo Hujbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, cet, 8, Yogyakarta: Kanisius,1995, hlm. 196.
92
Alkitab, Ulangan 16: 20
93
Musa Asya’rie dkk. eds, Agama, Kebudayaan dan Pembangunan Menyosngsong Era Industrialisasi ,Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1994, hlm. 99
Universitas Sumatera Utara
72
mudah, namun tentu saja tidak semudah itu menerapkannya dalam kehidupan manusia.
Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai denga haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakui dan diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya, sama derajatnya, dan sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, derajatnya, keturunan dan agamanya. Plato
membagi keadilan menjadi individu adalah kemampuan seseorang menguasai diri dengan cara menggunakan rasio.
94
Sedangkan menurut Aristoteles keadilan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
1. keadilan komulatif, yaitu perlakuan terhadap seseorang tanpa melihat jasa-jasa yang dilakukannya,
2. keadilan distributif, yaitu perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya,
3. keadilan kodrat alam, yaitu memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita,
4. keadilan konvensional, yaitu seseorang yang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar,
Keadilan merupakan
suatu hal
yang abstrak,
sehingga akan
sulit mewujutkannya jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan
defenisi, yang paling tidak mendekati dan dapat memberi gambaran arti keadilan. Defenisi mengenai keadilan sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai
94
Jan Hendrik Raper, Filsafat Politik Plato, Jakarta: Rajawali, 1991, hlm. 81
Universitas Sumatera Utara
73
pendapat yang dikemukakan oleh pakar di bidang hukum yang memberikan defenisi berbeda mengenai keadilan dalam dua kelompok, yaitu:
1. Keadilan Umum Justitia generalis atau keadilan menurut kehendak undang- undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.
2. Keadilan khusus yang didasarkan atas kesamaan atau proporsionalitas.
2. Teori-Teori Keadilan