Sejarah PBB di Indonesia

25 BAB II KEWENANGAN PEMUNGUTAN PBB P2 SEBELUM DAN SETELAH PERALIHAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Sejarah PBB di Indonesia

Pajak Bumi dan Bangunan PBB yang saat ini dikenal oleh masyarakat luas sebagai pajak atas kepemilikan bumi dan bangunan di Indonesia merupakan perubahan atas berbagai jenis pajak atas bumi dan juga bangunan yang sebelum tahun 1986 diberlakukan di Indonesia. Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pajak atas bumi yang sebelum tahun 1986 diberlakukan di Indonesia. Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pungutan yang dikenakan atas bumi dan hasil bumi telah dikenakan oleh penguasa kepada rakyat sejak masa penjajahan, bahkan sebenarnya sudah sejak zaman kerajaan-kerajaan. Hanya saja nama pungutan tersebut mungkin belum dibakukan, tetapi pada dasarnya sama saja dengan pajak bumi dan bangunan. Pada abad ke-17 dan seterusnya, pada saat Indonesia berada dalam penjajahan Belanda dan Inggris, pajak atas bumi diberlakukan secara resmi dengan nama yang baku. Berbagai jenis pajak atas bumi dan juga bangunan kemudian diterapkan di Indonesia dengan berbagai nama dan aturan, dimana ketentuan tentang pajak tersebut disesuaikan oleh pemerintah yang ketentuan tentang pajak tersebut disesuaikan oleh pemerintah yang berkuasa pada masa tertentu di Indonesia 42 . 42 Marihot, Pajak Bumi dan Baangunan di Indonesia teori dan praktik,Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal. 4 Universitas Sumatera Utara 26

a. Pemungutan Pajak atas Tanah Sampai Masa VOC

Pajak atas tanah sebenarnya sudah berlangsung sejak dahulu kala. Hanya saja dalam berbagai buku sejarah Indonesia tidak dapat ditemukan adanya bukti pemungutan pajak atas tanah di Indonesia pada masa pra sejarah. Hal ini wajar saja mengingat pada masa pra sejarah belum ada bukti-bukti tulisan, yang dapat menggambarkan adanya pemungutan pajak kepada masyarakat. Bukti tertulis tentang adanya pengenaan pajak atas tanah di Indonesia baru ditemukan pada masa sejarah. Dalam sejarah Indonesia suatu pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelius de Houtman datang ke Indonesia dengan maksud untuk berdagang di Indonesia pada akhir abad ke-16 43 . Pada tahun 1602 didirikan “Verenigde Oost-Indische Compagnie” disingkat dengan VOC atau kompeni, yang merupakan suatu persekutuan dagang. Kompeni memperoleh hak monopoli dari pemerintah Belanda, sehingga hanya Kompeni yang boleh berdagang di antara Tanjung Harapan dan Selat Megalhaes. Untuk itu kompeni memperoleh kekuasaan dari pemerintah Belanda, sehingga hanya kompeni yang boleh berdagang di antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaes. Untuk itu kompeni memperoleh kekuasaan sebagai pemerintahan dari pemerintah Belanda. Tujuannya adalah untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya. Kompeni melakukan aturan Verplicte leverantien atas masyarakat jajahan di Nusantara, yaitu pemberian yang diwajibkan, rata-rata 20 15 dari semua hasil produksi 44 . 43 Ibid, hal. 5 44 Redaksi Majalah Berita Pajak, Meninjau Sejarah Perkembangan IPEDA Sebelum Era PBB, Jakarta: Majalah Berita Nomor 1186, hlm. 38 Universitas Sumatera Utara 27

b. Pemungutan Pajak Atas Tanah Masa Penjajahan Inggris

Perebutan kekuasaan oleh negara-negara di Eropa terhadap negara jajahan di Asia menjadi awal masuknya Inggris ke nusantara. Tentara Inggris dalam bulan Agustus 1811 mendarat dari di Pulau Jawa dan menyerang Belanda. Sampai pada tanggal 17 September 1811 Janssens menyerah kepada Inggris. Pemerintah Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles menjadi kepala pemerintahan di jawa dan daerah taklukannya. 45 Sistem pemajakan atas tanah yang diterapkan oleh Raffles diambil dari pajak tanah di Bombay yang sedikit banyak disesuaikan dengan keadaan di Pulau Jawa dan daerah taklukan Inggris lainnya pada waktu itu. Untuk itu Raffles mengeluarkan suatu instruksi yang disebut Landrevenue Instruction yang dilaksanakan di Pulau Jawa dan daerah taklukan Inggris lainnya yang merupakan saduran dari landrevenue tersebut diciptakan oleh Sultan Akhbar dan Kerajaan Islam Mongol. 46 Landrent diberlakukan menurut peraturan yang sudah berlaku di Brits Indie India. Peraturan baru ini didasarkan kepada dalil, yang dibawa dari India, yaitu bahwa semua tanah adalah milik “souverign” raja dan kepal-kepala desa dianggap sebagai penyewa dari tanah-tanah yang diusahakan oleh desa. Oleh sebab itu mereka harus membayar sewa atau landrent, berupa barang natura hasil yang tetap. 47 Landrent sebagai pajak tanah merupakan pengganti dua macam pungutan yang dipungut pada masa kompeni VOC yaitu: 45 Ibid, hlm. 38 46 Ibid., hlm. 39 47 Soemitro Rochmat, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994, Bandung: PT. Eresco, hlm. 202 Universitas Sumatera Utara 28 a. Contingenten, yaitu pungutan sebagian dari hasil bumi yang jenis tanamannya dipaksakan, dengan harga yang murah sekali di daerah yang langsung dikuasai kompeni. b. Verplichte Leveratien, yaitu pungutan oleh pemerintah VOC dengan diberi ganti rugi atas dasar persetujuan dengan penduduk dengan perantara raja-raja yang bersangkutan.

c. Pemungutan Pajak atas Tanah Masa Penjajahan Hindia Belanda

Tidak berapa lama aturan landrent berlaku di Pulau Jawa, sudah tersiar kabar, bahwa Napoleon jatuh dan Negeri Belanda mendapat kemerdekaannya kembali. Conventie London tahun 1814 menetapkan, bahwa Belanda akan mendapat tanah jajahannya kembali, kecuali Ceylon dan kedudukannya di Afrika Selatan. Kabar ini mengecewakan Raffles dan pemerintah Inggris umumnya. Penggantiannya, John Fendall, menyerahkan Indonesia kepada Belanda pada tanggal 19 Agustus 1816. 48 Saat pemerintah penjajahan Hindia Belanda kembali berkuasa, nama landrent diganti manjadi landrente. Tata cara dan pelaksanaan pajak atas tanah dengan sistem yang dianut oleh Raffles dilanjutkan dengan beberapa perbaikan yang ditunjuk untuk keadilan dan kepentingan rakyat. Setelah pemerintah Penjajahan Hindia Belanda berkuasa di India Belanda sekarang Indonesia, diundangkan Staatsblad Lembaran Negara 1818 Nomor 14, yang berlaku untuk tahun 1818 saja kemudian diganti dengan Staatsblad 1819 Nomor 5 yang berlaku untuk tahun 1819 dan untuk tahun tahun berikutnya yang menentukan bahwa landrente ditetapkan perdesa. 48 Op.Cit, Redaksi Majalah Berita Pajak, hal. 40 Universitas Sumatera Utara 29

d. Pemungutan Pajak atas Tanah Masa Penjajahan Jepang

Selama pemerintahan Bala Tentara Jepang berkuasa di Indonesia mulai bulan Maret 1942 sampai saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pajak tanah dilaksanakan terus seperti biasa dengan segala kegiatannya dan tetap menurut undang-undang pajak tanah 1939, Staatsblad 1939 No. 240 sampai dengan 243. Dalam penerapannya pajak tanah Landrente diganti menjadi pajak bumi. Instansi yang menyelenggarakan pajak bumi dan bangunan adalah Gunaekanbu Zaimubu bagian pajak bumi. Pimpinan-pimpinan instansi yang menangani pajak bumi bangsa Belanda diganti dengan pimpinan-pimpinan bangsa Indonesia. Departemen Van Financaien diubah menjadi Gunaekanbu Zaimubu dan sebagai bagian dari Zaimubu dibentuk Zaimubu Shuzeika yang mengurus macam- macam pajak dan beacukai. Pendudukan Jepang atas daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan Madura berada di bawah kekuasaan bagian lain dari Bala Tentara Jepang, yaitu Minseibu sehingga kekuasaan Kantor Besar bagian Pajak Bumi hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura.

e. Pajak atas tanah yang Berlaku Setelah Indonesia Merdeka

Setelah Indonesia merdeka, berbagai jenis pajak yang sebelumnya dipungut oleh pemerintah penjajahan Belanda maupun Jepang tetap dipungut oleh pemerintah Indonesia, antara lain Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan, Aturan Bea Materai 1921 dan Pajak Bumi. Pemungutan pajak pajak tersebut didasarkan pada ordonansi Universitas Sumatera Utara 30 undang-undang yang dibuat pada masa penjajahan Belanda karena belum ada undang-undang yang menggantikannya. Penerapan berbagai ordonansi tersebut didasarkan pada ketentuan Peralihan Undang-Undang 1945 yang menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan yang telah ada sebelum Indonesia merdeka masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa perubahan dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut di Indonesia. Dalam hal pengenaan pajak atas bumi di Indonesia, Landrente yang dipungut berdasarkan Staatsblad 1939 yang ada pada masa penjajahan Jepang diubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN PERKOTAAN (PBB-PP) DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

1 10 44

EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 16

ANALISIS PERALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DARI PAJAK PUSAT KE PAJAK DAERAH DAN KONTRIBUSI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA.

0 0 16

DAMPAK PENGALIHAN PENANGANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN WONOGIRI.

0 1 14

Pelimpahan Wewenang Pengelolaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Daerah besturc

0 0 7

Perencanaan Pemerintah Kabupaten Kudus Dalam Mempersiapkan Pengalihan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perdesaan Dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah

0 0 13

BAB II KEWENANGAN PEMUNGUTAN PBB P2 SEBELUM DAN SETELAH PERALIHAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Pajak Bumi dan Bangunan 1. Sejarah PBB di Indonesia - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pa

0 0 46

BAB I - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 24

KAJIAN YURIDIS TERHADAP BERALIHNYA KEWENANGAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

0 4 15

ANALISIS TUNGGAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TERHADAP REALISASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PASCA PENGALIHAN PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN BOJONEGORO

0 0 17