Subjek Pajak Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

39 perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk, termasuk perairan dan kekayaan alam terkandung di dalamnya mempunyai fungsi peran yang penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak. Sebelum berlakunya Undan-Undang Nomor 12 Tahun 1985, terhadap tanah yang tunduk pada hukum adat telah dipungut pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1959 dan terhadap tanah yang tunduk pada hukum barat dipungut pajak berdasarkan Ordonasi Verponding Indonesia 1923 dan Ordonansi Verponding 1928.

2. Subjek Pajak

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan: 1.Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. 2. Subjek pajak sebagaimana dimaksut dalam ayat 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak wajib menjadi menurut undang-undang ini. 3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sebagai wajib pajak. Universitas Sumatera Utara 40 4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap obyek pajak dimaksud 5. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. 6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai dengan alasan- alasanya. 7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui. Sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang mempunyai subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dari ketentuan ini pada dasarnya ada empat pihak yang menjadi subjek pajak, yaitu orang atau badan yang: a. Mempunyai hak atas atau menguasai bumi atau tanah dan atau b. Memperoleh manfaat atas bumitanah dan atau c. Memiliki menguasai bangunan, dan atau d. Memperoleh manfaat atas bangunan Dalam batang tubuh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 dan dalam penjelasannya secara khusus tidak ada dirumuskan apa yang dimaksud dengan orang atau badan. Oleh sebab itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor Universitas Sumatera Utara 41 12 Tahun 1985, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang KUP serta peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam Undang-Undang KUP terdapat ketentuan yang berkenaan dengan badan, yaitu dalam Pasal 1 huruf b yaitu bahwa badan adalah perseroan terbatas, perseroan konditer, badan usaha milik negara atau daerah dan bentuk apapun, persekutuan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi perkumpulan koperasi, yayasan atau lemabaga dan bentuk usaha tetap 59 . Sedangkan perumusan tentang orang tidak diuraikan. Hanya saja secara umum dapat dikatakan orang adalah manusia yang memiliki darah dan daging. Seseorang dapat menjadi subjek pajak tanpa memandang pada usia, jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Siapa saja, baik tua maupun muda, perempuan atau laki-laki dan apapun agama atau sukunya dapat menjadi subjek pajak, asalkan ia memenuhi syarat yaitu mempunyai dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan 60 .

3. Objek Pajak

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN PERKOTAAN (PBB-PP) DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

1 10 44

EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 16

ANALISIS PERALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DARI PAJAK PUSAT KE PAJAK DAERAH DAN KONTRIBUSI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA.

0 0 16

DAMPAK PENGALIHAN PENANGANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN WONOGIRI.

0 1 14

Pelimpahan Wewenang Pengelolaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Daerah besturc

0 0 7

Perencanaan Pemerintah Kabupaten Kudus Dalam Mempersiapkan Pengalihan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perdesaan Dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah

0 0 13

BAB II KEWENANGAN PEMUNGUTAN PBB P2 SEBELUM DAN SETELAH PERALIHAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Pajak Bumi dan Bangunan 1. Sejarah PBB di Indonesia - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pa

0 0 46

BAB I - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 24

KAJIAN YURIDIS TERHADAP BERALIHNYA KEWENANGAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

0 4 15

ANALISIS TUNGGAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TERHADAP REALISASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PASCA PENGALIHAN PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN BOJONEGORO

0 0 17