Uji T-Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN

66 Tabel 19. Uji T-Statistik terhadap Penggunaan BenihBibit No Indikator Jenis Kelompok X ± SB T-Value P-Value Ket PUAP Non PUAP 1 Luas lahan garapan 1,34 ± 0,88 1,33 ± 1,47 0,02 0,49 TN 2 Kualifikasi benih 1,30 ± 0,47 1,33 ± 0,48 - 0,27 0,61 TN 3 Jumlah benih 27,2 ± 14,7 28,4 ± 30,3 - 0,20 0,58 TN 4 Nilai benih 269.433 ± 215.020 276.533 ± 460.095 - 0,08 0,53 TN Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata Pada kegiatan usahatani padi di Gapoktan Kecamatan Rengasdengklok, rata- rata jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk Urea, SP 36 dan NPK. Kegiatan pemupukan dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu musim tanam. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani responden di duaGapoktan yang telah dan belum menerima dana PUAP yaitu Urea sebesar 227 kgha untuk kelompok PUAP dan 316 untuk kelompok Non PUAP, SP 36sebesar 186 kgha untuk kelompok PUAP dan 230 untuk kelompok Non PUAP, NPK sebesar 482 kgha untuk kelompok PUAP dan 198 untuk kelompok Non PUAP. Hasil wawancara dengan beberapa petani responden diperoleh informasi bahwa para petani responden di dua kelompok menggunakan dosis pupuk yang tidak sesuai karena mereka menganggap bahwa dengan memberikan pupuk yang banyak akan menyuburkan tanaman padi. Selain itu petani responden juga beranggapan bahwa teknik yang pemupukan yang dilakukan sudah benar. Sebenarnya pengaturan penggunaan dosis pupuk sudah disosialisasikan oleh petugas penyuluh pertanian lapang PPL yang bertugas di masing-masing desa baik di desa yang telah menerima maupun yang belum menerima dana PUAP, namun kebanyakan petani belum melaksanakan dengan benar apa yang telah dianjurkan pleh PPL tersebut. Hal ini terlihat dari besarnya simpangan baku dari masing-masing nilai rata-rata penggunaan pupuk per hektarnya. 67 Hasil uji T-statistik yang di lakukan terhadap penggunaan pupuk Urea, Sp 36 dan NPK, secara umum menyatakan bahwa penggunaan pupuk di kedua kelompok tersebut tidak menunjukkan perbedaan secara signfikan. Uraian lengkap hasil T-Statistik terhadap penggunaan pupuk dapat dilihat pada Tabel 20 berikut. Tabel 20. Uji T-Statistik terhadap Penggunaan Pupuk No Indikator Jenis Kelompok X ± SB T-Value P-Value Ket PUAP Non PUAP 1 Urea 277 ± 153 316 ± 403 - 0,43 0,68 TN 2 SP 36 186 ± 118 230 ± 374 - 0,56 0,71 TN 3 NPK 482 ± 593 198 ± 150 1,47 0,09 N Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata Berdasarkan Tabel 20 di atas disimpulkan bahwa kedua kelompok gapoktan tersebut menggunakan pupuk Urea dan SP 36 dalam jumlah yang relatif sama. Namun penggunaan NPK antara Gapoktan Non PUAP dan PUAP berbeda nyata secara signifikan pada taraf nyata 90. Artinya, penggunaan NPK pada anggota Gapoktan PUAP relatif lebih tinggi dibandingkan anggota Gapoktan Non PUAP. Hal ini disebabkan pengetahuan penggunaan pupuk NPK di Kelompok PUAP lebih baik daripada kelompok non PUAP sehingga mereka lebih memilih menggunakan NPK yang diangap kandungan unsur haranya lebih lengkap dibandingkan jenis pupuk yang lain Urea dan SP-36. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan produksi tanaman padi sawah namun kenyataannya minat tenaga kerja produktif sangat kurang dan kita ketahui bahwa dalam budidaya padi sawah ini kebutuhan tenaga kerja sangat diperlukan dan setiap tahunnya biaya tenaga kerja selalu meningkat. Sehingga hal ini dapat membengkakkan biaya produksi sehingga dapat mengurangi pendapatan bagi petani. Pada dasarnya pelaksanaan budi daya padi sawah yang dilakukan para petani responden di kecamatan Rengasdengklok tidak jauh berbeda dengan para petani 68 yang berada didaerah lainya di wilayah Kabupaten Karawang. Ada beberapa tahapan yang dilakukan para petani dalam malakukan budi daya padi sawah diantaranya yaitu : persemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan dan pemangkasan, penyemprotan hama dan panen. Kesemua tahapan tersebut menggunakan tenaga kerja, namun hasil uji t-statistik menunjukkan bahwa sebagian besar indikator tidak memiliki perbedaan secara signifikan diantara kedua kelompok. Perbedaan yang nyata secara signifikan hanya terdapat pada indikator penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih besar pada kelompok PUAP dbandingkan dengan kelompok Non PUAP. Hal ini disebabkan karena ikatan organisasi Gapoktan yang kuat terhadap anggotanya, sehingga mereka banyak yang saling membantu sesama anggotanya. Tabel.... berikut menyajikan hasil uji T-Statistik terhadap penggunaan tenaga kerja. Tabel 21 Uji T-Statistik terhadap Penggunaan tenaga kerja No Indikator Jenis Kelompok X ± SB T- Value P-Value Ket PUAP Non PUAP 1 Tenaga kerja TK manusia 585 ± 571 364 ± 398 1,70 0,05 N 2 TK persemaian dan perbibitan 91,3 ± 63,4 152 ± 159 - 1,84 0,96 TN 3 TK penanaman 817 ± 520 903 ± 1455 - 0,31 0,62 TN 4 TK pemupukan 139,2 ± 74 168,0 ± 134 - 1,04 0,85 TN 5 TK penyiangan dan pemangkasan 392 ± 220 308 ± 354 1,03 0,16 TN 6 TK penyempotan 282 ± 227 267 ± 2 80 0,23 0,41 TN 7 TK panen 175.383 ± 566.176 2.457 ± 2.151 1,30 0,11 TN Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata Berdasarkan Tabel 21 di atas, terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja di tahapan persemaian dan perbibitan, penanaman, pemupukan, penyiangan dan pemangkasan, penyemprotan hama dan panen antara kelompok PUAP dan Non PUAP tidak berbeda secara signifikan. Hal ini artinya kedua akelompok tersebut menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif sama nilainya. 69 Produksi padi secara angka dilapangan menunjukkan bahwa nilai produksi pada kelompok PUAP lebih baik atau tinggi dibandingkan kelopok Non PUAP. Hal ini merupakan hasil adanya peran program PUAP dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Keberadaan PUAP dalam mendorong dan memotivasi petani dalam meningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksinya menurut responden sudah cukup baik. Walaupun, secara uji T-Statistik nilai produksi antara kelompok PUAP dan Non PUAP tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil lengkap mengenai uji T-statistik terhadap nilai produksi dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22 Uji T-Statistik terhadap Nilai produksi No Indikator Jenis Kelompok X ± SB T- Value P-Value Ket PUAP Non PUAP 1 Produksi kotor 8.755 ± 6.185 7.769 ± 11.801 0,41 0,34 TN 2 Bawon 1.427 ± 957 1.284 ± 1.893 0,37 0,36 TN 3 Produksi bersih 7.328 ± 5.238 6.208 ± 10.110 0,54 0,30 TN 4 Harga jual 3.009 ± 185 2.900 ± 500 1,12 0,14 TN 5 Nilai hasil 22.178.328 ± 16.794.549 18.485.745 ± 31.778.682 0,56 0,29 TN Keterangan : TN = Tidak berbeda nyata; N = berbeda nyata Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan bahwa indikator nilai produksi kelompok seperti Produksi kotor, Bawon, Produksi berih, harga jual dan nilai hasil produksi di kelompok PUAP maupun Non PUAP memiliki jumlah dan tingkat hasil yang relatif sama. Berdasarkan keseluruhan hasil uji T-Statistik yang dilakukan secara umum disampaikan bahwa Program PUAP dinilai belum berhasil atau belum berjalan dengan baik karena berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Gapoktan Non PUAP dan PUAP, seperti kepemilikan lahan, jenis benih yang digunakan, jumlah pupuk yang digunakan serta produksi dan nilai hasil produksi yang diperoleh. Dengan demikian, tujuan dari diadakannya program PUAP belum tercapai. Sehingga diperlukan ketepatan dan kecermatan dalam merumuskan strategi untuk perbaikan program PUAP kedepan. 70

VI. PERUMUSAN STRATEGIS

Berdasarkan hasil analisis keragaan melalui kajian teoritis, data empiris serta cross-check untuk menguji konsistensi dan objektivitas persepsi pihak-pihak yang terkait di lapangan, disusun suatu perumusan alternatif strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di kabupaten Karawang. Perumusan alternatif strategis tersebut terdiri dari tiga tahap yakni: 1 identifikasi faktor internal dan eksternal yang diperoleh melalui wawancara; 2 tahap penggabungan; serta 3 tahap penggambilan keputusan. Metode yang digunakan dalam merumuskan strategi adalah analisis SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat dan QSPM Quantitative Strategic Planning Matrix.

6. 1. I de ntif ikasi Fak tor I nte r nal dan E ks ter nal

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh beberapa faktor strategis dalam rangka keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Kabupaten Karawang. Faktor strategis tersebut terdiri dari faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman. 6.1.1 Faktor Internal Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan antara lain kekuatan strength dan kelemahan weakness. Faktor kekuatan meliputi: 1 pola komunikasi yang intensif antar anggota Gapoktan; 2 sudah dibentuk unit simpan pinjam; 3 keterampilan anggota Gapoktan yang memadai; 4 kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh pemerintah; 5 potensi pengembangan usaha Gapoktan yang besar; dan 6 Gapoktan memiliki jaringan yang luas. Sedangkan yang menjadi faktor kelemahan meliputi: 1 tingkat pendidikan anggota yang rendah; 2 pengelolaan keuangan belum optimal; 3 pengurus Gapoktan sudah menguasai dana PUAP; 4 pembentukan Gapoktan yang mendadak; 5 keterbatasan kepemilikan lahan anggota Gapoktan; 6 Gapoktan belum memiliki asetsarana memadai; dan 7 modal Gapoktan yang terbatas, sehingga penyaluran dana PUAP tidak lancar. 71 Adapun faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Komunikasi yang Intensif antar Anggota Gapoktan Peran komunikasi antar anggota Gapoktan memiliki fungsi yang sangat penting dalam rangka menghadapi kelambanan dalam penerapan inovasi hasil penelitian dan pengetahuan terbaru dan keterbatasan pendidikan para anggota Gapoktan, diperlukan komunikasi teknologi pertanian untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota Gapoktan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota. 2. Ketersediaan Unit Simpan Pinjam Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di perdesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro. 3. Keterampilan anggota Gapoktan yang memadai Dengan makin banyaknya pengalaman dan juga keterampilan yang dimiliki oleh anggota Gapoktan, maka diharapkan segala permasalahan yang dihadapi oleh para petani dapat diatasi dengan baik, dan juga dapat memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan para petani. 4. Kelembagaan Gapoktan dilegalisasi oleh Pemerintah Sebagai lembaga keuangan mikro yang mengelola dana petani dan masyarakat, status badan hukum merupakan persyaratan penting yang harus dimilki. Gapoktan yang diproyeksikan menjadi LKM-A Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis disarankan menggunakan dasar hukum Undang Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 dan dalam operasionalnya menggunakan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Disamping menggunakan badan hukum koperasi, gapoktan juga dapat menggunakan badan hukum melalui peraturan daerah PERDA walaupun secara teknis belumtidak dapat dipakai sebagai dasar program lingkage dengan perbankanlembaga keuangan. 5. Potensi pengembangan usaha Gapoktan yang besar Adapun usaha-usaha untuk mengembangkan dan membina berbagai potensi masyarakat tani khususnya diwilayah binaan untuk dapat meningkatkan taraf hidup agar dapat hidup layak sebagai insani. Baik pengembangan dan