Kinerja Kelembagaan Petani Pemberdayaan

21 Kinerja kelembagaan petani di Indonesia sebagaimana yang dipaparkan oleh Dwi Purnomo 2010, masih belum sesuai yang diharapkan. Hal ini menurutnya disebabkan oleh : 1. Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis dan berdasarkan konsep cetak biru blue print approach yang seragam untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok. 2. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan. 3. Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontak tani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach. 4. Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia. Sehingga partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah

2.2.4. Kinerja Pengelolaan Usahatani

Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada 22 peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani Soetrisno, 2003 dalam Anomim, 2006. Program intensifikasi usahatani, khususnya padi sebagai makanan pokok, terutama diprioritaskan pada pemakaian benih varietas unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pemberantas hama dan penyakit. Kebijakan pemerintah saat itu secara jelas merekomendasikan penggunaan energi dari luar, serta didukung dengan pemberian subsidi harga pupuk dan obat-obatan, sehingga sangat terjangkau oleh petani-petani kecil. Penerapan program intensifikasi pertanian berbasis teknologi revolusi hijau telah mengubah pola bertani, di antaranya pola pemupukan, pola tanam dan pemakaian pestisida. Revolusi hijau dimotori oleh penggunaan varietas unggul responsif terhadap pupuk anorganik tetapi sering memerlukan pestisida untuk proteksi dari serangan hama penyakit, sehingga boros sumber daya dan tidak ramah lingkungan Praptono, 2010. Sejalan dengan format penumbuhan gapoktan menjadi kelembagaan tani di perdesaan sesuai Peraturan Menteri Pertanian Permentan Nomor 273KptsOT.16042007, maka Gapoktan penerima BLM PUAP harus menunjukkan bahwa lembaga ini mampu mengelola dan mengembangkan usahataninya menjadi lembaga ekonomi ataupun lembaga keuangan mikro agribisnis. Kemudaian lembaga ini menjadi salah satu unit usaha dalam Gapoktan sehingga dapat mengelola dan melayani pembiayaan bagi petani anggota secara berkelanjutan. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKM-A merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota Kementerian Pertanian, 2010. Dana yang dikelola LKM-A dimanfaatkan secara maksimal untuk membiayai usaha agribisnis anggota. Pengukuran kinerja aspek managemen pengelolaan LKM-A pada Gapoktan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui pola pengelolaan keuangan manajemen keuangan di tingkat Gapoktan PUAP oleh pengurus. Sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan, pencatatan keuangan bertujuan untuk: a Meningkatkan tata cara pengelolaan keuangan dan pelaksanaan teknis di lapangan; b Mengetahui tata cara penggunaan dana; c Dalam tahap awal dapat diketahui tingkat efesiensi atau adanya penyimpangan dalam penggunaan dana; d Memudahkan dalam pembuatan laporan