6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP dan Pemanfaatannya
Untuk mempermudah pengelolaan perikanan tangkap maka dilakukan pembagian wilayah pengelolaan perikanan WPP dalam 9 WPP, dengan
mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10Men2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan yang tertuang
dalam Bab III pasal 3 ayat 2, pada tanggal 28 april 2003. Adapun kesembilan WPP tersebut sebagai berikut:
1 Perairan Selat Malaka, 2 Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan,
3 Perairan Laut Jawa dan Sunda, 4 Perairan Laut Flores dan Selat Makasar,
5 Perairan Laut Banda, 6 Perairan Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut Seram,
7 Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 8 Perairan Laut Arafura, dan
9 Perairan Samudera Hindia. Dengan berdasarkan pembagian WPP tersebut maka perairan Selat
Madura berada pada WPP tiga. Berdasarkan taksonomi ikan dikelompokkan kepada ikan pisces dan non-ikan crustacea, Moluska, Reptilia, Holoturaeda
dan Mamalia. Ikan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan habitatnya yaitu ikan pelagis dan ikan demersal dan ikan karang Aziz et al, 1998. Ikan pelagis adalah
ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada di kolom air. Ikan demersal adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada pada atau di dekat
dasar perairan, dan ikan karang adalah ikan yang kehidupannya terikat dengan perairan karang Wahyudin. Y, 2005. Dimana berdasarkan tempat habitatnya
sumberdaya yang ada di Selat Madura didominasi oleh ikan demersal. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, 2005
diacu dalam Suseno 2007 didapatkan bahwa potensi lestari dari Sumberdaya Ikan SDI laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,408 juta tontahun, pelagis
besar sekitar 1,165 juta ton per tahun, pelagis kecil sekitar 3,605 juta ton per tahun, demersal sekitar 0,145 juta ton per tahun dan udang, termasuk cumi-cumi
sekitar 0,128 juta ton per tahun. Bila dilihat berdasarkan WPP maka, potensi SDI
7 sebesar terdapat di WPP 9 Samudera Hindia, yaitu tercatat memiliki potensi
SDI sebesar 1.076.890 ton per tahun. Kemudian diikuti WPP 2 Laut Cina Selatan sebesar 1.057.050 ton per tahun. Sedangkan potensi SDI terkecil
terdapat di WPP 1 Selat Malaka, yaitu hanya sebesar 267.030 ton per tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi SDI laut dan tingkat pemanfaatannya
menurut WPP sebagai berikut:
Tabel 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP
WPP Potensi
1000 ton Produksi
1000 ton Status Pemanfaatan
1 Selat Malaka
276,03 389,28
Overfishing 100
2 Laut Cina Selatan 1.057,05
379,90 Underfishing 35,94
3 Laut Jawa 796,64
1.094,41 Overfishing 100
4 Selat Makassar dan Laut Flores
929,72 655,45
Underfishing 70,50 5 Laut Banda
277,99 228,48
Underfishing 82,19 6 Laut Seram dan Teluk Tomini
590,82 197,64
Underfishing 33,46 7 Laut Sulawesi dan Samudera
Pasifik 632,72
237,11 Underfishing 37,47
8 Laut Arafura 771,55
263,37 Underfishing 34,14
9 Samudera Hindia
1.076,89 623,78
Underfishing 57,92
Total Nasional
6.409,21 4.069,42
Underfishing 63,49 Sumber: DKP 2003 diacu dalam Suseno 2007
Menurut Suseno 2007, pemanfaatan SDI menurut jenis SDI diperoleh, jenis ikan demersal dan pelagis besar telah dieksploitasi masing-masing 85
persen dan 63,17 persen dari potensi yang ada. Sementara itu, jenis pelagis kecil baru dimanfaatkan sekitar 49 persen, sedangkan jenis ikan karang dan udang
peneid masih belum dapat dikonfermasi datanya. Berdasarkan hasil kajian stok maka ditetapkan JTB jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 80 persen
dari MSY, penetapan JTB bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi sumberdaya untuk dapat pulih.
2.2 Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi