Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi

7 sebesar terdapat di WPP 9 Samudera Hindia, yaitu tercatat memiliki potensi SDI sebesar 1.076.890 ton per tahun. Kemudian diikuti WPP 2 Laut Cina Selatan sebesar 1.057.050 ton per tahun. Sedangkan potensi SDI terkecil terdapat di WPP 1 Selat Malaka, yaitu hanya sebesar 267.030 ton per tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi SDI laut dan tingkat pemanfaatannya menurut WPP sebagai berikut: Tabel 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP WPP Potensi 1000 ton Produksi 1000 ton Status Pemanfaatan 1 Selat Malaka 276,03 389,28 Overfishing 100 2 Laut Cina Selatan 1.057,05 379,90 Underfishing 35,94 3 Laut Jawa 796,64 1.094,41 Overfishing 100 4 Selat Makassar dan Laut Flores 929,72 655,45 Underfishing 70,50 5 Laut Banda 277,99 228,48 Underfishing 82,19 6 Laut Seram dan Teluk Tomini 590,82 197,64 Underfishing 33,46 7 Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik 632,72 237,11 Underfishing 37,47 8 Laut Arafura 771,55 263,37 Underfishing 34,14 9 Samudera Hindia 1.076,89 623,78 Underfishing 57,92 Total Nasional 6.409,21 4.069,42 Underfishing 63,49 Sumber: DKP 2003 diacu dalam Suseno 2007 Menurut Suseno 2007, pemanfaatan SDI menurut jenis SDI diperoleh, jenis ikan demersal dan pelagis besar telah dieksploitasi masing-masing 85 persen dan 63,17 persen dari potensi yang ada. Sementara itu, jenis pelagis kecil baru dimanfaatkan sekitar 49 persen, sedangkan jenis ikan karang dan udang peneid masih belum dapat dikonfermasi datanya. Berdasarkan hasil kajian stok maka ditetapkan JTB jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 80 persen dari MSY, penetapan JTB bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi sumberdaya untuk dapat pulih.

2.2 Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi

Hardin, G 1968 mengatakan tragedy of the common terjadi saat sumberdaya alam yang berada dalam rezim common property dengan akses yang terbuka open access akan menyebabkan hilangnya rente ekonomi optimal 8 dissipated dari yang semestinya diperoleh. Dengan mengacu sintesis yang dikemukakan oleh Hardin, G 1968, maka kondisi perikanan Indonesia yang menerapkan rezim common property, dan akses terbuka open access akan memberikan peluang terjadinya pemanfaatan berlebih over fishing sehingga akan mengakibatkan degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan. Kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi economic driven dan kegagalan kebijakan policy failure driven. dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran di laut tidak sedikit. UNEP badan PBB yang menangani masalah lingkungan hidup memperkirakan bahwa kerugian ekonomi global dalam bentuk penyakit dan kematian yang diakibatkan oleh pencemaran laut telah mencapai lebih dari US 12,8 miliar per tahun. Nilai ini hampir mendekati separuh dari dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program konservasi global dalam rangka menjaga ekosistem dunia dalam kondisi yang sehat. Fauzi, 2005. Menurut Carlisle. F.R. 1982, Pencemaran lingkungan diakibatkan oleh adanya Eksternalitas negatif yang di lakukan oleh pelaku ekonomi. Eksternalitas negatif adalah biaya yang dibebankan kepada seseorang akibat adanya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya atau penurunan barang publik seperti mutu air dan udara tercemar, sisa buangan, suara gaduh, dan pengurangan lain di dalam mutu hidup. Itu semua adalah eksternalitas negatif yang dapat mengurangi total kesejahteraan. Deplesi, degradasi dan depresiasi ketiga istilah ini sering diartikan salah atau bahkan mengartikan dari ketiga istilah tersebut dengan pengertian yang sama. Padahal ketiganya memiliki arti yang berbeda, walaupun nyaris sama. Deplesi diartikan sebagai tingkat laju pengurangan stok dari sumberdaya alam tidak dapat diperbaharukan non-renewable resource. Degradasi mengacu pada penurunan kualitas kuantitas sumberdaya alam dapat diperbaharukan renewable resource. Depresiasi sumberdaya lebih ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam. Depresiasi juga 9 dapar diartikan sebagai pengukuran deplesi atau degradasi yang dirupiahkan. Fauzi, A dan Anna, S. 2005. Deplesi, degradasi maupun depresiasi sumberdaya pesisir dan laut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun faktor manusia, faktor endogenous maupun eksogenous dan juga kegiatan yang bersifat produktif maupun non produktif. Secara umum ketiga hal tersebut disebabkan karena adanya berbagai gejala kerusakan lingkungan termasuk pencemaran, overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, konflik penggunaan ruang dan lain sebagainya di kawasan-kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunannya.Fauzi, A dan Anna, S. 2004. Pemanfaaatan secara berkelanjutan sustainable use dan dengan kebijakan pengelolaan yang tepat akan dapat menghindari terjadinya pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berlebih. Pengelolaan perikanan yang keberlanjutan sustainable menurut Charles 2001, dengan mengatur pengelolaan perikanan yang meliputi: pengendalian input upaya effort control, pengendalian output tangkapan catch control, pengaturan teknis technical measures, pengaturan berbasis lingkungan ecologically based measures dan instrumen ekonomi economic intruments.

2.3 Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan