Gambaran Umum Pelaksanaan Budidaya Jamur Tiram di

57,1 persen petani memiliki pengalaman 0-4 tahun ; 14,3 persen memiliki pengalaman 5-9 tahun ; dan 28,6 persen petani memiliki pengalaman 10-14 tahun. Usaha budidaya jamur tiram putih pertama kali di Kecamatan Tamansari adalah pada tahun 1995 yang dipelopori oleh Ibu Endjah Hodyah. Kemudian seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengenal dan mengetahui cara budidaya jamur tiram dan prospek bisnisnya di masa yang akan datang. Bahkan menurut hasil wawancara dengan petani responden, semua petani jamur tiram yang ada di Kecamatan Tamansari menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai mata pencaharian pokok mereka.

5.3. Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari

Semua petani kelompok tani yang ada di Kecamatan Tamansari menggunakan teknologi drum tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf. Pengertian kelompok tani yang dimaksud adalah hanya sebatas nama, bukan sebagai kelembagaan petani untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani. Petani jamur tiram yang ada di Kecamatan Tamansari yaitu Ibu Cucu Komalasari skala usaha 11000 log, Nilyun skala usaha 5000 log, Ibu Endjah Hodyah skala usaha 21000 log, Mu’min Soleh 12000 log, Pak Narta 10000, Pak Dayat 14000 log, dan Pak Joko 15000 log.

5.3.1. Gambaran Umum Pelaksanaan Budidaya Jamur Tiram di

Kecamatan Tamansari Secara umum pelaksanaan budidaya jamur tiram di Kecamatan Tamansari terdiri dari pengadukan, pengomposan, pembungkusan, sterilisasi, pendinginan, pembibitan inokulasi, inkubasi, produksi dan pemanenan.

A. Pengadukan

Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan media jamur tiram yaitu serbuk kayu gergaji, bekatul dan kapur. Semua petani responden pasti menggunakan ketiga jenis bahan ini, namun dengan komposisi yang berbeda- beda. Keterangan mengenai komposisi bahan yang digunakan masing-masing responden disajikan pada Tabel 13. Bahan lain yang menjadi tambahan dalam membuat media jamur tiram ini adalah gipsum CaSO 4 , tepung kanji, dan serbuk jagung. Namun tidak semua petani menggunakan bahan-bahan tersebut, bahkan ada petani yang sama sekali tidak menggunakannya. Sebelum bahan-bahan tersebut diaduk, serbuk gergaji terlebih dahulu disaring dengan menggunakan ayakan agar sisa kayu yang ada tidak ikut tercampur. Setelah itu bahan diaduk hingga merata dengan menggunakan cangkul. Bahan-bahan tersebut harus benar-benar merata agar pertumbuhan jamur seragam, dan dapat mengurangi kegagalan produksi.

B. Pengomposan

Bahan media jamur tiram yang telah merata, diberi air lalu diaduk kembali. Tidak ada takaran khusus mengenai jumlah kadar air yang diberikan, yang menjadi patokan adalah ketika bahan adukan tersebut dikepal dengan tangan, tidak ada air yang menetes dan bahan tersebut menyatu membentuk gumpalan. Lalu bahan didiamkan selama sehari. Tujuannya adalah untuk menguraikan bahan tersebut agar lebih mudah dicerna olah jamur sehingga pertumbuhan jamur akan lebih baik. Ada dua perlakuan yang berbeda dalam melakukan pengomposan ini, yaitu 1 menutupnya dengan terpalkarung dan 2 sama sekali tidak menutupnya.

C. Pembungkusan

Petani jamur tiram di wilayah ini menyebutnya dengan mendedel. Jenis plastik yang digunakan adalah polipropilen PP, karena plastik ini relatif tahan panas. Sedangkan ukuran plastik yang digunakan adalah 18 x 30 cm. Bahan yang telah dikomposkan selanjutnya disebut dengan adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik dan dipadatkan dengan bantuan tangan atau botol. Setelah dipadatkan, ujung pastik diikat dengan karet dan bagian tengah karet tersebut diselipkan kapas majun. Tujuannya adalah agar jamur dapat tetap memperoleh oksigen.

D. Sterilisasi

Semua media yang telah siap, disterilkan dengan menggunakan alat kukusan selama kurang lebih 12 jam. Tujuannya adalah untuk membunuh kumanbakteri yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur. Berdasarkan bahan pembuatannya, alat kukusan yang digunakan dapat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu alat kukusan yang terbuat dari kayu,beton dan plat. Pemilihan bahan dan besarnya kapasitas alat kukusan tersebut disesuaikan dengan sumber daya keuangan yang dimiliki petani. Sebagian besar petani jamur tiram yang menjadi responden menggunakan kayu sebagai bahan untuk membuat alat kukusannya, karena biayanya yang paling murah, dan paling sedikit menggunakan plat karena biayanya paling mahal. Walaupun demikian, plat dapat menghantarkan panas lebih baik dan lebih merata jika dibandingkan dengan bahan lainnya. Peralatan penunjang lainnya yang digunakan untuk mengukus yaitu drum air, kompor semawar. Petani di Kecamatan Tamansari untuk sterilisasi biasanya menggunakan drum kapasitas 50 log yang dipanaskan dengan kompor minyak tanah

E. Pendinginan

Setelah disterilkan dikukus, media jamur tiram tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum bibit jamur tiram dimasukkan inokulasi. Tidak ada batasan waktu untuk pendinginan ini, yang penting adalah media sudah cukup dingin hangat ketika akan dilakukan pembibitan inokulasi. Tujuannya adalah agar bibit jamur tiram tidak mati karena kepanasan.

F. Pembibitan Inokulasi

Pembibitan dilakukan setelah media didinginkan. Setiap ukuran satu log media jamur tiram diberikan 2-3 sendok makan bibit. Pada saat melakukan pembibitan, media jamur tiram tidak boleh dibuka terlalu lama, selain itu tangan dan sendok untuk membibit harus dalam keadaan bersih. Pada umumnya mereka mencucinya dengan alkohol. Hal ini dikarenakan untuk mengurangi kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan produksi.

G. Inkubasi

Inkubasi adalah pertumbuhan miselia jamur tiram, petani di wilayah ini menyebutnya dengan istilah pemutihan. Proses dilakukan dengan menyimpan media yang telah dibibit ke dalam kumbung yang suhunya lebih hangat. Biasanya untuk kumbung pemutihan, atap yang digunakan adalah yang terbuat dari asbes, atau ada juga yang memodifikasi kumbung pemutihan dengan membuatnya dari plastik berwarna hitam. Proses ini dilakukan selama sebulan, yaitu ditandai dengan telah memutihnya seluruh permukaan media jamur tiram. Banyak kegagalan dalam budidaya jamur tiram terjadi pada proses ini, dikarenakan suhunya terlalu dingin, terutama pada saat musim hujan. Selain itu tidak ada pemisahan kumbung yang digunakan baik untuk pemutihan maupun untuk produksi, sehingga suhu ruangan tidak dapat dikontrol.

H. Produksi

Setelah kurang lebih sebulan dalam kumbung pemutihan, media jamur tiram yang permukaannya telah putih semua dipindahkan ke kumbung produksi. Pada ruang produksi ini suhu ruangan harus lebih rendah dingin. Setelah 3-4 hari di ruang produksi, penutup karet plastik media tersebut dibuka agar jamur dapat tumbuh. Tetapi kapas yang menempel di media tersebut tidak boleh dibuang hingga pada akhirnya terlepas sendiri, karena kapas tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan air. Setelah beberapa hari di dalam ruang produksi, maka akan tumbuh tubuh buah fruiting body

I. Pemanenan

Pemanenan dapat dilakukan setelah tiga hingga empat hari tumbuh tubuh buah fruiting body. Pada saat itu jamur sudah berada pada kondisi yang optimal. Ketika pemanenan, seluruh rumpun jamur tiram harus dicabut hingga akarnya walaupun ada jamur yang tampak masih muda. Karena dalam satu rumpun, jamur dipanen semua maka kemungkinan akan membusuk dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan jamur selanjutnya. Pemanenan umumnya tidak dapat dilakukan secara serentak walaupun medianya dibuat dalam waktu yang bersamaan. Salah satu penyebabnya karena faktor pengadukan yang tidak merata. Satu media jamur tiram dapat memiliki masa panen hingga empat bulan mulai dari plastik media tersebut dibuka. Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh dengan diameter rata-rata 5- 10 cm, karena jamur tiram akan rasanya enak pada waktu umur muda. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur tiram putih yang ada dalam log hingga ke akar-akarnya, sebab akar atau batang jamur yang tertinggal dapat mengakibatkan media menjadi busuk. Jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani Kecamatan Tamansari dipasarkan dalam bentuk segar. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kesegarannya hingga sampai ke tangan konsumen perlu dilakukan tataniaga sesegera mungkin. Dalam memasarkan produknya rata – rata petani di Kecamatan Tamansari menjualnya ke tengkulak yang mendatangi kumbung – kumbung petani tiap hari pada masa panen. Harga jamur tiram segar di tingkat petani saat ini adalah Rp 6.000 – 8.500 per kg.

BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

Analisis yang digunakan pada usahatani ini adalah analisis pendapatan usahatani. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari dalam beberapa musim tanam terakhir besarnya tidak terlalu berfluktuatif. Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan atas total biaya produksi yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Dalam usahatani jamur tiram putih yang termasuk ke dalam biaya tunai meliputi biaya sarana produksi bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul, gips, kapas, plastik, karet, minyak tanah, dan tenaga kerja luar keluarga. Suatu usahatani akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan hasil produksi dengan pengeluaran total uasahatani total farm expense. Pengeluaran total usahatani usahatani jamur tiram ini terdiri dari pengeluaran tetap dan pengeluaran variabel Soekarwati, 1986.

6.1. Proses Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih

Proses produksi usahatani jamur tiram putih dimulai dari penyediaan input usahatani yang terdiri dari bibit jamur, media tanam serbuk gergaji, bekatul, kapur, gipsum, tepung kanji dan tepung jagung, sarana pendukung minyak