Model Keseimbangan Umum Kerangka Model

peningkatan pengangguran. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang tentunya tidak diharapkan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pengusaha. Lebih lanjut, perkembangan yang terjadi pada bulan-bulan terakhir tahun 2008 adalah terjadinya penurunan harga minyak di pasaran internasional dan sudah direspon oleh pemerintah dengan menurunkan harga BBM dalam negeri. Pada bulan Desember 2008 Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga BBM jenis premium dan solar dari Rp 6 000liter menjadi Rp 5 000liter yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009. Selanjutnya pemerintah kembali menurunkan harga kedua jenis BBM tersebut dari Rp 5 000liter menjadi Rp 4 500liter. Namun demikian, tekanan terhadap perekonomian nasional dan sektor industri justru muncul akibat dari krisis keuangan di Amerika Serikat. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat diprediksikan akan mulai terasa dampaknya terhadap perekonomian dan industri Indonesia pada awal tahun 2009. Krisis keuangan di Amerika Serikat AS mengakibatkan menurunnya permintaan impor masyarakat AS terhadap produk industri, termasuk yang berasal dari Indonesia. Penurunan pasar ekspor Amerika Serikat terhadap produk industri pengolahan Indonesia memberikan tekanan terhadap berbagai industri pengolahan. Sejumlah industri merespon guncangan yang terjadi dengan melakukan rasionalisasi karyawan. Sementara itu, pemerintah menghimbau agar industri yang selama ini merupakan industri yang berorientasi ekspor untuk juga mengembangkan pasar domestik. Disamping itu, pemerintah juga mengambil sejumlah kebijakan untuk memberikan insentif kepada dunia usaha industri agar dapat terus berproduksi dalam situasi saat ini. Berbagai kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam mendorong dunia usaha antara lain adalah dengan menurunkan harga BBM dalam negeri untuk industri, pemberian stimulus fiskal pemotongan pajak dan penurunan BI Rate. Disamping guncangan yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan krisis keuangan global, perekonomian kita juga pernah mengalami krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Krisis moneter yang kemudian diikuti dengan krisis multidimensi tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi secara signifikan. Gejolak yang terjadi dalam nilai tukar tersebut juga sangat mempengaruhi kondisi makroekonomi Indonesia dan pertumbuhan sektoral di tanah air. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang juga menghadapi tekanan pada saat krisis tersebut berlangsung. Berbagai fenomena yang terjadi dalam perekonomian secara langsung akan tercermin pada fluktuasi berbagai variabel ekonomi. Fluktuasi suatu variabel ekonomi seperti: harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga dan nilai tukar devaluasi riil akan berdampak terhadap kondisi makro ekonomi dan kinerja sektor-sektor perekonomian, termasuk sektor industri pengolahan. Semakin besar volatilitas suatu variabel maka akan memberikan dampak yang juga semakin besar terhadap kinerja makroekonomi dan sektoral. Untuk mengukur volatilitas suatu variabel ekonomi maka dilakukan analisis volatilitas dengan model ARCH-GARCH. Peningkatan suku bunga akan sangat menyulitkan sektor industri terkait dengan biaya modal yang semakin tinggi sehingga dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan investasi pada sektor industri. Lebih lanjut, akan menyebabkan penurunan total investasi dalam perekonomian. Mankiw 2003 menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara tingkat suku bunga dengan investasi. Sejumlah peneliti yang telah mengkaji keterkaitan kendala likuiditas dan pertumbuhan industri antara lain adalah Scellato 2007 dan Oliveira dan Fortunato 2006. Oktaviani 2008 secara khusus telah mengkaji dampak perubahan tingkat suku bunga terhadap sektor industri di Indonesia. Seperti halnya peningkatan suku bunga, kenaikan harga BBM akan memberatkan sektor industri karena akan meningkatkan biaya produksi. Peningkatan biaya produksi tersebut akan cenderung mendorong perusahaan untuk mengurangi volume produksi. Lipsey et al 1997 menjelaskan bahwa penawaran output perusahaan akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah harga input. Peningkatan harga input akan cenderung menurunkan jumlah penawaran perusahaan. Sementara itu, fluktuasi harga ekspor industri juga diprediksi akan turut mempengaruhi pertumbuhan sektor industri. Fluktuasi harga tersebut akan memberikan insentif bagi sektor industri untuk berproduksi. Industri yang harganya meningkat akan memperoleh insentif yang lebih besar dengan menghasilkan produksi lebih banyak. Adapun penguatan nilai tukar devaluasi riil akan cenderung menurunkan daya saing produk dalam negeri. Penguatan nilai tukar domestik terhadap mata uang asing akan menyebabkan harga relatif produk nasional menjadi lebih mahal dibandingkan produk negara pesaing. Dengan demikian, daya saing produk nasional akan mengalami penurunan dan menjadi lebih rendah dibandingkan produk negara pesaing. Penurunan daya saing tersebut akan membuat produk- produk yang dihasilkan menjadi kurang diminati. Penurunan daya saing produk nasional akan menyebabkan pasar domestik lebih didominasi oleh produk impor. Sementara itu di pasar internasional, penurunan daya saing tersebut akan dapat menyebabkan penurunan ekspor produk nasional. Konsekuensi dari penurunan daya saing tersebut pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan industri akan mengalami perlambatan atau bahkan mengalami kemunduran. Porter 1998 menyatakan bahwa keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya saing dapat diidentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa berbagai dinamika yang terjadi pada perekonomian nasional ataupun global akan tercermin pada volatilitas sejumlah variabel ekonomi. Seberapa besar volatilitas yang terjadi akan mempengaruhi sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia, tentunya akan bergantung kepada seberapa besar volatilitas yang terjadi. Khusus bagi sektor industri pengolahan dampak dari volatilitas tersebut juga akan ditentukan oleh karakteristik industri itu sendiri. Untuk kelompok industri tertentu, volatilitas suatu variabel ekonomi akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan output industri tersebut sedangkan bagi industri yang lain pengaruhnya relatif lebih kecil. Dengan demikian menjadi suatu hal yang penting untuk memetakan mapping kelompok industri berdasarkan sensitivitasnya terhadap volatilitas suatu variabel ekonomi tertentu. Pemetaan kelompok industri dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi Pemerintah dalam menentukan skala prioritas industri apa yang seharusnya diselamatkan terlebih dahulu ketika terjadi volatilitas yang besar pada suatu variabel ekonomui tertentu. Hal ini terkait dengan peran Pemerintah sebagai regulator sekaligus fasilitator dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah sangat berkepentingan terhadap pertumbuhan sektor industri pengolahan. Berbagai kebijakan akan ditempuh Pemerintah dalam mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan baik pada saat perekonomian berada dalam pertumbuhan normal dan terlebih pada saat perekonomian sedang mengalami tekanan krisis. Terdapat sejumlah kebijakan yang dapat ditempuh Pemerintah untuk mendorong kinerja industri pengolahan. Namun yang seringkali menjadi pertanyaan adalah kebijakan seperti apa yang dinilai lebih efektif dalam mendorong pertumbuahan sektor industri pengolahan, khususnya pada saat terjadinya krisis perekonomian. Untuk menganalisis dampak volatilitas variabel ekonomi terhadap sektor industri pengolahan maka digunakan model CGE. Model CGE yang digunakan adalah model CGE recusive dynamic yang dikembangkan oleh Oktaviani 2000 atau yang lebih dikenal dengan Model INDOF. Devarajan et al 1994 mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, pendekatan keseimbangan umum dapat menangkap lebih baik kaitan intersektoral dan makroekonomi. Model keseimbangan umum memberikan analisis yang lebih rinci mengenai dampak suatu kebijakan terhadap kondisi sektoral. Model INDOF digunakan untuk mensimulasi dan mengukur dampak volatilitas variabel ekonomi terhadap kinerja sektoral, khususnya sektor industri pengolahan, dan makroekonomi Indonesia. Dampak volatilitas terhadap kinerja sektoral diukur berdasarkan indikator kinerja sektoral yang meliputi: output, tingkat harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, dampak volatilitas variabel ekonomi terhadap kinerja makroekonomi diukur berdasarkan indikator-indikator yang meliputi GDP riil, konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan impor. Lebih lanjut, berdasarkan analisis dampak tersebut akan dirumuskan rekomendasi kebijakan yang dinilai dapat mendorong kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia. Secara skematis kerangka pendekatan analisis yang dilakukan ditunjukan pada Gambar 10. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil merupakan variabel ekonomi yang volatile. 2. Volatilitas variabel harga minyak dunia, suku bunga riil dan devaluasi riil berdampak negatif terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia. 3. Volatilitas harga ekspor industri berdampak positif terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia. Volatilitas Variabel Kinerja Makro Ekonomi Kinerja Sektor Industri Dinamika Perekonomian Nasional dan Global - Awal 2008: Krisis Energi Kenaikan Harga BBM - Akhir 2008-2009: Krisis Keuangan AS Investasi Ekspor r Impor GDP Biaya Produksi Suku Bunga Harga Minyak Dunia Devaluasi Riil Harga Ekspor Industri Biaya Modal Daya Saing Rekomendasi Kebijakanan bagi Sektor Industri Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia Analisis Volatilitas: Model ARCH- GARCH Output Harga Penyerapan TK Ekspor Impor Kinerja Sektor Lainnya Output Harga Penyerapan TK Ekspor Impor Konsumsi Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Dampak Volatilitas: Model CGE INDOF 59

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah berupa data sekunder. Untuk analisis volatilitas, data utama yang digunakan adalah data time series bulanan untuk empat variabel yang dianalisis yaitu: harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil. Data harga minyak dunia yang digunakan adalah periode Januari 1990-Desember 2009. Untuk data harga ekspor industri yang digunakan adalah periode Januari 1988-Desember 2008. Kedua data tersebut bersumber dari International Monetary Fund IMF. Untuk data suku bunga dan devaluasi riil yang digunakan adalah periode Januari 2000-Desember 2009, bersumber dari Bank Indonesia dan International Financial Statistic IFS. Penentuan keempat variabel tersebut didasarkan atas kepentingan analisis yang diharapkan dapat merepresentasikan perkembagan yang terjadi saat ini serta pertimbangan bahwa variabel-variabel tersebut merupakan variabel yang diduga cenderung volatil. Disamping itu, penentuan variabel tersebut juga didasarkan atas kesesuaian variabel-variabel tersebut dengan alat analisis yang digunakan yaitu model Computable General Equilibrium. Sementara itu, data utama yang digunakan untuk analisis CGE adalah Tabel Input Output Indonesia tahun 2008 dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi tahun 2005. Kedua jenis data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Tabel Input Output dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi menjadi data utama dalam membangun data dasar model CGE. Selain itu, konstruksi data dasar juga membutuhkan beberapa koefisien elastisitas dan parameter lainnya. Koefisien elastisitas yang diperlukan meliputi: elastisitas permintaan ekspor, elastisitas Armington, elastisitas substitusi faktor primer, elastisitas substitusi tenaga kerja, elastisitas upah dan elastisitas pengeluaran rumahtangga.

3.2. Metode Pengolahan Data

3.2.1. Model ARCH-GARCH

Aplikasi model ARCH-GARCH dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghitung besaran volatilitas dari variabel harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil. Volatilitas tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas Firdaus, 2006. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa volatilitas berdasarkan model ARCHm mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah m data fluktuasi sebelumnya. Model ARCH kemudian digeneralisasi menjadi model GARCH oleh Bollerslev 1986. Model GARCHr,m mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Bentuk umum model GARCHr,m : h t = K + δ 1 h t-1 + δ 2 h t-2 + ... + δ r h t-r + α 1 ε 2 t-1 + α 2 ε 2 t-2 + ... + α m ε 2 t-m dimana : …... 3.1 ht = Variabel respon terikat pada waktu tvarians pada waktu ke-t K = Varians yang konstan ε 2 t-m α = Suku ARCHvolatilitas pada periode sebelumnya 1 , α 2 , … , α m δ = Koefisien orde m yang diestimasikan 1 , δ 2 , .... , δ r = Koefisien orde r yang diestimasikan h t-r Untuk melihat kecenderungan data variabel ekonomi yang dianalisis maka terlebih dahulu dilakukan analisis grafik dengan plot time series. Adapun tahapan yang dilakukan untuk menghitung volatilitas dalam model ARCH-GARCH adalah: = Suku GARCHvarians pada periode sebelumnya

1. Tahap Identifikasi

Pada tahap ini dilakukan identifikasi apakah data mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Pengujian keberadaan heterskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat keruncingan kurtosis data. Pengujian heteroskedastisitas yang lebih terkuantifikasi dilakukan dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH-LM didasarkan atas hipotesis nol tidak terdapat ARCH error. Apabila hasil pengujian menunjukan penerimaan terhadap hipotesis nol, maka data tidak mengandung ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH.

2. Tahap Pendugaan Parameter

Pada tahap ini dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model rataan yang telah didapatkan. Lebih lanjut dilakukan estimasi terhadap nilai-nilai parameter model. Pendugaan parameter bertujuan untuk mencari koefisien model yang paling sesuai dengan data. Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara iterative dengan Algoritma Marquardt.

3. Tahap Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan ukuran kebaikan model yang besar dan koefisien yang nyata. Dua bentuk pendekatan yang digunakan sebagai ukuran kebaikan model yaitu : a. Akaike Information Criterion AIC AIC = ln MSE + 2KN b. Schwartz Criterion SC SC = ln MSE + [KlogNN] dimana : MSE = Mean Square Error K = banyaknya parameter, yaitu p+q+1 N = banyaknya data pengamatan Akaike Information Criterion AIC dan Schwartz Criterion SC merupakan dua standar informasi yang menyediakan ukuran informasi yang dapat menyeimbangkan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai AIC dan SC terkecil dengan melihat juga signifikansi koefisien model.

4. Tahap Pemeriksaan Kecukupan Model

Pemeriksaan kecukupan model dilakukan untuk menguji asumsi, sehingga model yang diperoleh cukup memadai. Jika model tidak memadai, maka kembali ke tahap identifikasi untuk mendapatkan model yang lebih baik. Diagnosis model dilakukan dengan menganalisis residual yang telah distandarisasi. Diagnosis meliputi: sebaran residual; kebebasan residual yang dilihat dari fungsi autokorelasi dan kuadrat residual; dan pengujian efek ARCH-GARCH dari residual. Uji Jarque Bera JB dilakukan untuk memeriksa kenormalan residual baku model. Uji JB mengukur perbedaan antara Skewness kemenjuluran dan kurtosis keruncingan data dari sebaran normal, serta memasukkan ukuran keragaman. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : Residual baku menyebar normal H1 : Residual baku tidak menyebar normal Tolak H0, jika JB χ 2 2 α atau jika P χ 2 2 Statistik uji JB dihitung dengan persamaan berikut: JB kurang dari α = 0,05. 6 K N JB − = S 2 + ¼ k-3 2 dimana : S = kemenjuluran K = keruncingan k = banyaknya koefisien penduga N = banyaknya data pengamatan Model ARCH-GARCH menunjukkan kinerja yang baik jika dapat menghilangkan autokorelasi yang ada pada data, yaitu bila residual baku merupakan proses white noise. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien autokorelasi residual baku, dengan uji statistik Ljung-Box. Uji Ljung-Box Q pada dasarnya adalah pengujian kebebasan residual baku. Untuk data deret waktu dengan N pengamatan, statistik uji Ljung-Box diformulasikan sebagai : k n n n k i t r Q − + = ∑ =1 2 1 2 ε dimana r 1 ε t adalah autokorelasi contoh pada lag 1 dan k adalah maksimum lag yang diinginkan. Jika nila i Q lebih besar dari nilai χ 2 2 α dengan derajat bebas k-p- q atau jika P χ 2 k-p-q

5. Tahap Perhitungan Nilai Volatilitas Variabel Ekonomi

Q lebih kecil dari taraf nyata 0,05 maka model tersebut dinyatakan tidak layak. Setelah memperoleh model yang memadai, model tersebut digunakan untuk memperkirakan nilai volatilitas masa datang ζ t+1 dari suatu variabel ekonomi, dimana ζ t = √h t. Peramalan ragam untuk periode mendatang diformulasikan sebagai berikut : h t = ζ 2 + α 1 ε 2 t-1 + α 2 ε 2 t-2 + ... + α m ε 2 t-m untuk ARCH m, atau ……………………....………. 3.2 h t = к + δ 1 h t-1 + δ 2 h t-2 + ... + δ r h t-r + α 1 ε 2 t-1 + α 2 ε 2 t-2 + ... + α m ε 2 t-m untuk GARCH r, m, dengan к 0, δr ≥ 0 dan αm ≥ 0 … 3.3 dimana : ht = Nilai ragam ke-t ε = Nilai sisaan к = Konstanta δr dan αm = Paramater-parameter Sementara itu, khusus untuk variabel devaluasi riil besaran persentase perubahan dihitung dengan menggunakan rumus yang ada pada model CGE INDOF Oktaviani, 2000, yaitu: p0realdev = p0cif – p0gdpexp dimana: p0realdev : devaluasi riil perubahan p0cif : indeks harga impor perubahan p0gdpexp : PDB deflator perubahan.

3.2.2. Model Keseimbangan Umum

Penggunaan model CGE dalam penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dampak volatilitas suatu variabel ekonomi terhadap sektor industri pengolahan. Model CGE yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi model CGE INDOF yang dibangun oleh Oktaviani 2000. Oktaviani 2008 mengungkapkan bahwa Model INDOF diadaptasi dan dikembangkan dari model awal ORANI-F yang diperkenalkan oleh Horridge et al 1993. Oktaviani 2008 mengungkapkan bahwa struktur teori pada model CGE biasanya terdiri atas sistem persamaan yang menggambarkan permintaan tenaga kerja, permintaan faktor produksi, permintaan input antara, permintaan kombinasi faktor produksi dan input antara, permintaan kombinasi dari output, permintaan barang investasi, permintaan rumahtangga, permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya, permintaan marjin, harga penjualan, keseimbangan pasar, pajak tak langsung, PDB pada sisi penerimaan dan pengeluaran, neraca perdagangan, tingkat pengembalian modal, akumulasi investasi dan modal dan akumulasi hutang. Disini dapat dilihat terjadinya hubungan antara ekonomi sektoral dan makroekonomi. Model INDOF mengadopsi sistem persamaan dan hubungan peubah makroekonomi seperti pada Gambar 11. Dalam model INDOF diasumsikan bahwa perpindahan penggunaan faktor produksi antar sektor dapat dilakukan, tetapi hal ini menimbulkan biaya