devaluasi riil sepanjang periode analisis relatif berfluktuasi pada kisaran nilai 2 persen hingga -2 persen. Hal ini menunjukan bahwa persentase perubahan nilai
devaluasi riil relatif cenderung bergerak disekitar nilai rataannya.
Gambar 30. Perkembangan Persentase Perubahan dari Variabel Devaluasi Riil Berdasarkan besaran volatilitas yang terjadi pada sejumlah variabel
ekonomi yang dianalisis maka dapat ditentukan besaran shock yang digunakan pada model CGE. Penentuan besaran shock dalam persentase perubahan diperoleh
dengan membandingkan nilai volatilitas dengan data aktualnya. Perbandingan nilai aktual dan volatilitas didasarkan atas nilai rataan tahunan untuk periode
tahun 2000 hingga 2009. Besaran shock untuk masing-masing variabel ditunjukan pada Tabel 15.
Tabel 15. Besaran Shock Volatilitas
Variabel Besaran Shock
Harga Minyak Dunia 16.48
Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak 12.58
Harga Ekspor Industri Besi dan Baja 29.49
Harga Ekspor Industri Tekstil 11.60
SBI Riil 8.18
Devaluasi Riil -0.48
VI. ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI
6.1. Perkembangan Sektor Industri Pengolahan
Deskripsi perkembangan sektor industri yang diuraikan pada bagian ini adalah untuk industri skala besar dan sedang di Indonesia. Perkembangan sektor
industri pengolahan yang dideskripsikan meliputi perkembangan jumlah perusahaan, indeks produksi, nilai output, nilai tambah, ekspor dan impor, biaya
input, modal tetap dan penggunaan energi. 6.1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan
Perkembangan jumlah perusahaan pada setiap jenis industri disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar industri
mengalami pertumbuhan jumlah perusahaan yang cenderung negatif. Penurunan jumlah perusahaan terbesar selama periode 2006-2008 dijumpai pada industri
Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan Gas Bumi, Barang-barang dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan Nuklir. Lebih lanjut penurunan
jumlah perusahaan yang juga relatif besar terjadi pada industri kertas dan industri pakaian jadi yang termasuk dalam kelompok industri tekstil dan produk tekstil.
Jumlah perusahaan sejak tahun 2006 sampai tahun 2008 yang terbanyak adalah pada industri makanan dan minuman. Namun demikian, industri makanan
dan minimum memiliki pertumbuhan jumlah perusahaan yang cenderung menurun setiap tahunnya dari tahun 2006 sampai tahun 2008. Seperti yang
ditampilkan pada Tabel 16, jumlah perusahaan pada industri makanan dan minuman sebanyak 6 615 unit pada tahun 2006 kemudian menurun sampai tahun
2008 menjadi hanya 6 316 unit.
Tabel 16. Perkembangan Jumlah Perusahaan pada Industri Besar dan Sedang di Indonesia, Tahun 2006-2008
Jenis Industri Jumlah Perusahaan
unit
Pertumbuhan 2006
2007 2008
2006- 2007
2007- 2008
Makanan dan Minuman 6 615
6 341 6 316
-4.14 -0.39
Tekstil 2 809
2 820 2 701
0.39 -4.22
Pakaian Jadi 3 256
2 917 2 349
-10.41 -19.47
Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas Kaki 813
764 737
-6.03 -3.53
Kayu, Barang-barang dari Kayu tidak termasuk furnitur, dan Barang-barang
Anyaman 1 782
1 648 1 702
-7.52 3.28
Kertas dan Barang dari Kertas 526
553 457
5.13 -17.36
Batu Bara. Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan Gas Bumi, Barang-barang dari
Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan Nuklir
73 96
55 31.51
-42.71 Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia
1 179 1 151
1 253 -2.37
8.86 Karet dan Barang dari Karet dan Barang
dari Plastik 1 847
1 774 1 881
-3.95 6.03
Barang Galian Bukan Logam 2 047
1 916 1 965
-6.40 2.56
Logam Dasar 276
260 261
-5.80 0.38
Barang-barang dari Logam, kecuali Mesin dan Peralatannya
1 020 981
854 -3.82
-12.95 Mesin dan Perlengkapannya
477 436
383 -8.60
-12.16 Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya
279 285
290 2.15
1.75 Kendaraan Bermotor
336 302
366 -10.12
21.19 Alat Angkutan, selain Kendaraan Bermotor
Roda Empat atau Lebih 380
380 431
0.00 13.42
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009a diolah. Industri tekstil dan industri pakaian jadi menempati urutan kedua dan
ketiga terbesar setelah industri makanan dan minuman dalam jumlah perusahaan. Kedua industri tersebut selama periode 2006-2008 mencapai pertumbuhan yang
negatif. Berkurangnya jumlah perusahaan pada kedua industri tersebut diduga karena semakin tingginya persaingan produk tekstil baik di pasar domestik
maupun pasar internasional. Semakin banyaknya produk tekstil dan pakaian jadi