Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri

Pada simulasi 3, fenomena penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sejumlah industri juga terjadi. Perubahan yang cukup signifikan dalam hal peningkatan penyerapan tenaga kerja pada simulasi 3 hanya terjadi pada ketiga industri yang menjadi shock dalam simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa insentif peningkatan harga yang terjadi hanya mampu memberikan efek ekspansi penyerapan tenaga kerja pada ketiga industri yang harga ekspornya meningkat. Sementara itu pada sektor-sektor industri lainnya, peningkatan harga tersebut tidak memberikan dorongan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja. Perubahan penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor industri sebagai dampak peningkatan harga ekspor industri ditunjukkan pada Gambar 38. Gambar 38. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri Lebih lanjut dampak volatilitas harga ekspor industri juga mempengaruhi perkembangan ekspor dan impor sektor industri. Perkembangan ekspor sektor industri sebagai dampak volatilitas harga ekspor ditunjukkan pada Gambar 39. -30 -20 -10 10 20 30 40 50 60 70 Mn yk Lem ak M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak Kl t A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et P las t Fer ti Pes t Ki lan gM yk Sem en B es iB aj a IndL o ga m M es in Lis tr ik A lt A n gk u t Indu st ri La in Unskill Sim 1 Skill Sim 1 Unskill Sim 3 Skill Sim 3 Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa insentif peningkatan harga ekspor yang terjadi pada tiga jenis industri industri minyak lemak, industri tekstil dan industri besi baja mampu mendorong peningkatan ekspor ketiga jenis industri tersebut. Ekspansi ekspor yang cukup signifikan terjadi pada ketiga jenis industri tersebut. Peningkatan ekspor industri minyak lemak, industri tekstil dan industri besi baja masing-masing adalah sebesar 23.02 persen; 10.58 persen dan 87.11 persen. Gambar 39. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Perubahan Ekspor Sektor Industri Sementara itu untuk ekspor industri lainnya, simulasi 1 dan simulasi 3 menunjukkan pola perubahan ekspor yang relatif sama. Peningkatan ekspor yang dicapai sebagian sektor industri menunjukkan persentase perubahan yang lebih besar pada simulasi 1 baseline dibandingkan simulasi 3. Sebaliknya pada kelompok industri yang mengalami penurunan ekspor, penurunan yang terjadi -60 -40 -20 20 40 60 80 100 M n yk Le ma k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak K lt A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en B es iB aj a In d Lo gam M es in Lis tr ik A lt A ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 3 pada simulasi 3 lebih besar dibandingkan simulasi 1. Industri yang mengalami penurunan ekspor relatif besar adalah industri makanan olahan, industri alas kaki dan industri pupuk pestisida. Kondisi ini menunjukkan bahwa shock peningkatan harga ekspor membuat daya saing ketiga industri ini semakin menurun sehingga penurunan ekspor yang terjadi pada ketiga industri tersebut menjadi lebih besar dibandingkan baseline. Disamping itu, penurunan ekspor tersebut juga disebabkan oleh orientasi sebagian industri yang lebih fokus terhadap pemenuhan permintaan dalam negeri seperti industri makanan olahan dan industri pupuk dan pestisida. Berbeda dengan perubahan ekspor, peningkatan impor terjadi pada sebagian besar sektor industri. Perubahan impor sebagai dampak volatilitas harga ekspor industri ditunjukkan pada Gambar 40. Gambar 40. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Perubahan Impor Industri Berdasarkan Gambar 40 diketahui bahwa peningkatan impor terbesar dicapai oleh industri makanan olahan, kemudian diikuti oleh industri pupuk dan -10 -5 5 10 15 20 25 30 35 40 M ny kL ema k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak Kl t Ala sK ak i Bm bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en Be siB aj a In dL og am M es in Lis tr ik Al tA ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 3 pestisida, industri alas kaki, dan industri-industri lainnya. Peningkatan impor yang relatif besar pada industri makanan olahan tersebut merupakan implikasi dari penurunan output total industri tersebut. Untuk memenuhi permintaan pasar domestik maka ditutupi dengan peningkatan impor. Meskipun demikian total output industri makanan olahan di pasar domestik masih mengalami penurunan dibandingkan baseline seperti ditunjukkan pada Tabel 35. Hal serupa juga terjadi pada industri makanan olahan laut, industri alas kaki, industri karet plastik, industri kilang minyak dan industri logam. Tabel 35. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Pertumbuhan Output Industri, Output Domestik, dan Impor Sim 1 Sim 3 Selisih Sim 1 Sim 3 Selisih Sim 1 Sim 3 Selisih MnykLemak 10.689 18.391 7.70 2.647 3.081 0.43 1.69 -1.516 -3.21 MakOlahLaut 8.002 7.914 -0.09 4.466 4.468 0.00 -2.561 3.274 5.84 MakOlah 16.955 16.806 -0.15 17.743 17.652 -0.09 24.17 35.726 11.56 TexPakKlt -5.798 8.122 13.92 0.311 2.602 2.29 8.292 2.626 -5.67 AlasKaki -14.671 -17.149 -2.48 0.603 0.103 -0.50 9.599 13.569 3.97 BmbKaRtn 2.701 2.346 -0.36 1.691 0.131 -1.56 2.074 0.842 -1.23 Kertas 3.094 3.083 -0.01 1.487 1.458 -0.03 -1.056 -0.108 0.95 KaretPlast 4.964 4.586 -0.38 2.533 2.127 -0.41 -0.586 0.565 1.15 FertiPest 2.892 3.42 0.53 3.556 4.292 0.74 6.79 12.747 5.96 KilangMyk -5.14 -5.492 -0.35 -0.574 -0.915 -0.34 4.238 4.804 0.57 Semen 2.079 -1.118 -3.20 2.386 -1.038 -3.42 8.449 3.286 -5.16 BesiBaja 8.605 30.247 21.64 6.845 -15.179 -22.02 0.387 -9.83 -10.22 IndLogam 5.546 3.955 -1.59 4.261 1.821 -2.44 0.054 0.241 0.19 MesinListrik 13.348 12.628 -0.72 8.925 7.997 -0.93 1.383 0.039 -1.34 AltAngkut 10.158 9.632 -0.53 6.824 6.272 -0.55 -0.931 -0.946 -0.01 IndustriLain 0.418 -0.109 -0.53 2.162 1.933 -0.23 3.314 5.008 1.69 Sektor Pertumbuhan Output Output Domestik Impor Sementara itu, peningkatan impor yang terjadi pada industri pupuk dan pestisida relatif paralel dengan peningkatan output yang dicapai oleh industri tersebut. Hal tersebut dapat dipahami karena sebagian input dari sektor industri pupuk pestisida berasal dari impor. Dengan demikian, peningkatan output yang dicapai sektor industri tersebut akan diiringi dengan peningkatan impor. Kondisi yang relatif berbeda terjadi pada industri minyak lemak. Peningkatan output industri minyak lemak mendorong turunnya impor. Hal ini terkait dengan bahan baku utama industri yang tersedia di dalam negeri. Sawit merupakan bahan baku utama industri minyak lemak dan tersedia di dalam negeri sehingga peningkatan output industri akan mampu ditutupi tanpa perlu bahan baku impor. Demikian pula dengan pemenuhan pasar domestik akan produk industri minyak lemak dapat berasal dari produksi dalam negeri. Hal ini tentunya menjadi salah satu keunggulan industri minyak lemak dibandingkan sektor industri lainnya. 6.3.3. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil Suku bunga merupakan salah satu variabel ekonomi yang menentukan keseimbangan perekonomian. Suku bunga juga merupakan variabel yang menghubungan sektor moneter dan sektor riil. Dengan demikian volatilitas tingkat suku bunga yang terjadi akan mempengaruhi kondisi perekonomian secara keseluruhan. Pada bagian berikut akan diuraikan dampak volatilitas suku bunga terhadap kinerja sektoral, khususnya sektor industri pengolahan. Dampak volatilitas suku bunga terhadap kinerja ekonomi sektoral, khususnya sektor industri pengolahan, dapat dikaji dari beberapa aspek yang meliputi perubahan output, tingkat harga, kesempatan kerja dan ekspor-impor pada masing-masing sektor. Berdasarkan hasil simulasi yang ditunjukkan pada Tabel 36 diketahui bahwa dampak volatilitas suku bunga simulasi 4 terhadap perubahan output sektor industri relatif bervariasi. Sebagian sektor mencapai pertumbuhan jumlah output yang relatif lebih rendah dibandingkan baseline dan sebagian lainnya mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi. Namun demikian, jumlah sektor industri yang mencapai pertumbuhan lebih rendah dibandingkan baseline relatif lebih banyak. Tabel 36. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Output dan Harga Sim 1 Sim 4 Sim 1 Sim 4 Padi 9.02 9.94 5.72 6.62 TanLain 6.10 6.72 7.30 7.91 Karet -1.09 -1.11 2.83 1.51 Tebu 8.99 9.91 7.55 8.20 Kelapa 2.01 2.02 5.24 5.42 Sawit 1.29 1.01 2.36 3.96 Tembakau 8.42 9.19 0.06 0.92 Kopi 1.23 0.31 1.33 2.17 Teh 7.18 7.93 12.05 12.18 Cengkeh 5.65 6.34 16.25 16.75 KebunLain -1.75 -1.40 5.06 5.06 Peternakan 7.05 8.14 6.67 6.95 Kehutanan -0.45 -1.73 11.24 10.06 Perikanan 2.54 2.81 0.55 0.55 MnkGasPnsBm -1.05 -0.97 -0.14 -0.12 BatubaraLgm 5.57 5.57 -2.76 -3.31 MnykLemak 10.69 10.48 -2.55 -2.49 MakOlahLaut 8.00 7.97 -6.46 -6.23 MakOlah 16.96 17.88 2.26 2.93 TexPakKlt -5.80 -5.79 2.48 2.56 AlasKaki -14.67 -13.35 3.99 3.72 BmbKaRtn 2.70 2.61 -1.06 -1.85 Kertas 3.09 3.04 -1.33 -1.31 KaretPlast 4.96 4.84 -1.35 -1.38 FertiPest 2.89 3.85 1.18 0.78 KilangMyk -5.14 -4.59 2.76 2.25 Semen 2.08 -1.00 1.77 0.09 BesiBaja 8.61 8.24 -1.88 -2.19 IndLogam 5.55 5.04 -1.25 -1.75 MesinListrik 13.35 13.02 -4.27 -4.44 AltAngkut 10.16 10.26 -3.31 -3.46 Indus triLain 0.42 0.18 0.85 0.82 Listrik 0.65 0.72 -4.72 -6.41 GasAir 2.09 2.07 -2.17 -2.83 Bangunan 9.26 5.64 -0.72 -3.96 Perdagangan 4.07 3.19 -1.33 -0.49 RestHotel 3.81 3.60 -0.38 0.10 AngkDrt 5.17 5.35 0.70 0.56 AngkAir 8.04 7.33 -2.94 -2.71 AngkUdara 9.55 8.94 -6.77 -5.98 Komunikasi 6.70 6.68 -6.86 -6.62 LembKeu 1.30 -3.55 -7.20 29.54 JsPemerintah 6.50 6.41 3.22 4.31 JasaLain 6.97 6.92 -2.12 -1.56 Sektor Perubahan Output Perubahan Harga Keterangan: Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro Indonesia baseline scenario Sim 4: Sim 1 + volatilitas suku bunga Industri-industri yang pertumbuhannya cenderung menurun adalah industri minyak lemak, industri makanan olahan laut, industri bambu, kayu dan rotan, industri kertas, industri karet dan plastik, industri semen, industri besi baja, industri logam dan industri mesin listrik. Hal ini menunjukkan bahwa sektor- sektor industri tersebut relatif peka terhadap perubahan suku bunga. Pertumbuhan output yang lebih rendah dibandingkan kondisi baseline pada kelompok sektor industri tersebut diduga disebabkan peningkatan biaya modal. Peningkatan biaya modal tersebut akan memberikan tekanan bagi sektor-sektor yang memiliki komponen input yang besar dari sektor keuangan. Secara grafis perbandingan perubahan output yang terjadi pada kondisi baseline simulasi 1 dan adanya peningkatan volatilitas suku bunga simulasi 4 disajikan pada Gambar 41. Gambar 41. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Output Sektor Industri Berdasarkan Gambar 41 juga diketahui bahwa sejumlah industri mencapai pertumbuhan output yang negatif yaitu industri alas kaki, industri tekstil dan -15 -10 -5 5 10 15 20 M n yk Le ma k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak K lt A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en B es iB aj a In d Lo gam M es in Lis tr ik A lt A ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 4 industri kilang minyak. Industri alas kaki dan industri tekstil ternyata merupakan sektor-sektor yang secara relatif memiliki pangsa penggunaan input dari lembaga keuangan lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor industri yang lain. Pangsa penggunaan input dari lembaga keuangan oleh masing-masing sektor industri pengolahan secara berurutan disajikan pada Tabel 37. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa industri alas kaki dan industri tekstil merupakan dua industri yang menduduki urutan kesatu dan ketiga terbesar dalam pangsa penggunaan input yang berasal dari sektor keuangan. Dengan demikian peningkatan suku bunga riil yang menyebabkan terjadinya peningkatan biaya modal akan memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap kedua industri tersebut. Tabel 37. Pangsa Penggunaan Input yang Berasal dari Lembaga Keuangan terhadap Total Input Antara pada Setiap Industri Industri Pangsa Penggunaan Input dari Lembaga Keuangan AlasKaki 0.042 Kertas 0.032 TexPakKlt 0.028 BmbKaRtn 0.028 AltAngkut 0.023 KaretPlast 0.020 IndLogam 0.020 IndustriLain 0.019 MnykLemak 0.018 Semen 0.017 MakOlah 0.012 FertiPest 0.012 MesinListrik 0.012 MakOlahLaut 0.010 BesiBaja 0.009 KilangMyk 0.005 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b diolah. Sementara itu, dampak volatilitas suku bunga terhadap perubahan harga output sektoral menunjukkan pola perubahaan yang relatif sama dengan kondisi baseline. Sebagian sektor mengalami peningkatan harga dan sebagian lainnya mengalami penurunan harga. Pada kelompok sektor pertanian, hampir seluruh sektor mencapai peningkatan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan kondisi baseline. Kondisi yang relatif berbeda terjadi pada perubahan harga di sektor industri. Apabila dibandingkan perubahaan harga sektoral yang terjadi pada kondisi baseline dan simulasi 4 diketahui bahwa sebagian besar sektor industri mencapai pertumbuhan tingkat harga yang relatif lebih rendah pada simulasi 4 Gambar 42. Gambar 42. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Harga Sektor Industri -8 -6 -4 -2 2 4 M n yk Le ma k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak K lt A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en B es iB aj a In d Lo gam M es in Lis tr ik A lt A ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 4 Berdasarkan Gambar 42 diketahui bahwa peningkatan harga yang relatif lebih tinggi hanya terjadi pada industri makanan olahan dan tekstil. Perubahan tingkat harga keseimbangan yang dicapai masing-masing sektor tersebut tentunya terkait dengan perubahan jumlah output sisi penawaran dan perubahan permintaan yang terjadi. Peningkatan produktivitas TFP pada sebagian besar industri yang mendorong peningkatan output akan cenderung mendorong penurunan harga produk. Sementara itu, kenaikan suku bunga yang mendorong peningkatan biaya produksi akan cenderung mendorong penurunan output dan peningkatan harga. Dengan demikian, untuk sektor yang mengalami peningkatan harga lebih tinggi diduga karena peningkatan permintaan yang cenderung lebih besar dibandingkan peningkatan output yang terjadi. Dengan demikian harga output dari sektor tersebut akan mengalami peningkatan. Kondisi sebaliknya, apabila peningkatan output lebih tinggi dibandingkan penigkatan permintaan maka keseimbangan harga akan tercapai pada tingkat yang lebih rendah. Perubahan jumlah dan harga output setiap sektor perekonomian sebagai dampak volatilitas suku bunga riil, secara simultan juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar sektor perekonomian mengalami penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja dan sebagian lainnya mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja Tabel 38. Untuk kelompok sektor pertanian, peningkatan penyerapan tenaga kerja masih dapat dicapai untuk tenaga kerja tidak terdidik yaitu pada sektor padi, tanaman pangan lain, tebu, tembakau, teh, cengkeh. Kondisi yang relatif sama terjadi pada sektor peternakan, perikanan dan kehutanan. Tabel 38. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Unskill Skill Unskill Skill Padi 2.48 3.99 5.57 4.69 TanLain 0.74 2.25 3.44 2.56 Karet -7.56 -6.05 -6.67 -7.55 Tebu 5.01 6.52 7.58 6.70 Kelapa -2.97 -1.47 -1.36 -2.24 Sawit -4.59 -3.08 -3.60 -4.48 Tembakau -0.65 0.86 1.59 0.72 Kopi -5.93 -4.42 -5.82 -6.69 Teh 5.71 7.22 7.99 7.11 Cengkeh 7.29 8.80 9.91 9.03 KebunLain -6.36 -4.85 -4.35 -5.23 Peternakan 5.51 7.02 8.32 7.44 Kehutanan 0.22 1.73 -0.22 -1.10 Perikanan -5.43 -3.92 -3.52 -4.40 MnkGasPnsBm -7.60 -6.28 -5.91 -6.68 BatubaraLgm -5.08 -3.75 -3.89 -4.66 MnykLemak 3.72 5.04 3.86 3.08 MakOlahLaut -0.59 0.74 0.15 -0.62 MakOlah 15.23 16.56 17.78 17.01 TexPakKlt -9.77 -8.44 -8.81 -9.58 AlasKaki -17.62 -16.29 -15.53 -16.30 BmbKaRtn -5.41 -4.08 -5.11 -5.89 Kertas -3.27 -1.94 -2.65 -3.42 KaretPlast -0.56 0.76 0.21 -0.57 FertiPest -3.53 -2.21 -1.16 -1.94 KilangMyk -9.92 -8.59 -7.88 -8.65 Semen -0.41 0.92 -4.06 -4.83 BesiBaja 4.21 5.53 4.70 3.93 IndLogam -0.81 0.51 -0.58 -1.35 MesinListrik 6.88 8.21 7.42 6.64 AltAngkut 2.45 3.78 3.55 2.78 Indus triLain -3.35 -2.03 -2.71 -3.48 Listrik -11.13 -9.62 -9.70 -10.57 GasAir -8.88 -7.37 -7.68 -8.56 Bangunan 4.65 6.16 -2.09 -2.97 Perdagangan -3.58 -2.07 -4.06 -4.94 RestHotel -4.23 -2.72 -2.53 -3.41 AngkDrt 0.56 0.77 1.17 1.05 AngkAir 1.06 1.27 0.14 0.02 AngkUdara -0.73 -0.52 -1.16 -1.28 Komunikasi -7.33 -5.82 -5.98 -6.86 LembKeu -10.95 -9.45 11.69 10.82 JsPemerintah 1.92 3.42 3.90 3.02 JasaLain -1.09 0.42 0.94 0.06 Sektor Sim 1 Sim 4 Keterangan: Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro Indonesia baseline scenario Sim 4: Sim 1 + volatilitas suku bunga Lebih lanjut, berdasarkan Tabel 38 diketahui bahwa perubahan penyerapan tenaga kerja yang terjadi pada simulasi 4 relatif selaras dengan hasil simulasi 1 baseline. Penurunan tenaga kerja pada sektor industri yang relatif besar terjadi pada industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki dan industri kilang minyak. Penurunan jumlah penyerapan tenaga tenaga kerja terjadi baik untuk tenaga kerja terdidik maupun tenaga kerja tidak terdidik. Sementara itu, untuk sektor industri lainnya masih dapat mencapai peningkatan penyerapan tenaga kerja. Peningkatan penyerapan tenaga kerja dapat dicapai oleh industri minyak lemak, makanan olahan, makanan olahan laut, mesin listrik, minyak lemak, besi baja, alat angkut dan karet plastik. Peningkatan tenaga kerja pada sektor industri tersebut terjadi pada tenaga kerja tidak terdidik. Perubahan penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor industri sebagai dampak peningkatan volatilitas suku bunga ditunjukkan pada Gambar 43. Gambar 43. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Penyerapan Tenaga Kerja -20 -15 -10 -5 5 10 15 20 Mn y kL em a k M ak O lah Lau t M ak O lah T e xP a kK lt A la sK ak i B m b K a R tn K e rt as K ar e tP las t Fer ti P es t K il an gM y k Sem en B e si B a ja IndL o ga m M e si n Lis tr ik A lt A n gk u t Indu st ri La in Unskill Sim 1 Skill Sim 1 Unskill Sim 4 Skill Sim 4 Berdasarkan Gambar 43 diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja terdidik pada simulasi 4 cenderung lebih rendah dibandingkan simulasi 1 atau dengan kata lain terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja terdidik. Sementara itu, peningkatan penyerapan tenaga kerja tidak terdidik relatif lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan volatilitas suku bunga yang terjadi cenderung mendorong industri untuk lebih membatasi penyerapaan tenaga kerja terdidik dan lebih banyak menyerap tenaga kerja tidak terdidik. Hal ini diduga sebagai upaya industri untuk menekan biaya produksi akibat meningkatnya biaya modal cost of kapital. Dampak volatilitas suku bunga riil juga dapat dikaji berdasarkan capaian kinerja ekspor dan impor setiap industri. Hasil simulasi pada kondisi baseline simulasi 1 dan simulasi 4 menunjukkan pola perubahan yang cenderung sama terkait dengan perubahan ekspor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebagian sektor mengalami peningkatan ekspor dan sebagian lainnya mengalami penurunan ekspor baik pada simulasi 1 maupun simulasi 4. Perubahan ekspor yang terjadi pada simulasi 1 dan simulasi 4 ditunjukkan pada Gambar 44. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa sebagian industri mampu mencapai peningkatan ekspor dan sebagian lainnya mencapai penurunan ekspor. Pola perubahan ekspor yang terjadi relatif sama baik pada simulasi 1 maupun simulasi 4. Berdasarkan Gambar 44 diketahui bahwa sebagian industri dapat mencapai kinerja ekspor yang lebih tinggi dibandingkan baseline. Peningkatan kinerja ekspor dapat dicapai oleh industri bamboo, kayu dan rotan, industri karet dan plastik, industri besi baja, industri logam, industri mesin listrik dan industri alat angkut. Peningkatan ekspor sejumlah industri tersebut terjadi seiring dengan penurunan tingkat harga yang dicapai oleh masing-masing industri. Penurunan harga output yang terjadi mendorong peningkatan daya saing dari sejumlah industri tersebut di pasar internasional sehingga ekspor industri mengalami peningkatan. Gambar 44. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Ekspor Industri Berbeda dengan perubahan ekspor, peningkatan impor terjadi pada industri minyak lemak, makanan olahan laut, industri tekstil dan industri alas kaki. Capaian kinerja impor setiap industri sebagai dampak volatilitas suku bunga riil ditunjukkan pada Gambar 45. Berdasarkan Gambar 45 diketahui bahwa peningkatan impor terbesar dicapai oleh industri makanan olahan, kemudian diikuti oleh industri minyak lemak, industri tekstil, industri alas kaki, dan industri- industri lainnya. Berdasarkan gambar tersebut juga diketahui bahwa peningkatan impor pada simulasi 4 relatif lebih besar dibandingkan peningkatan impor yang terjadi pada simulasi 1. Peningkatan impor yang terjadi pada sebagian besar sektor -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 M n yk Le ma k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak K lt A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en B es iB aj a In d Lo gam M es in Lis tr ik A lt A ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 4 industri tersebut cenderung paralel dengan peningkatan output yang dicapai oleh industri-industri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian input produksi yang dibutuhkan sektor industri bersumber dari impor. Dengan demikian peningkatan output akan diiringi dengan peningkatan permintaan impor. Gambar 45. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Impor Industri Peningkatan impor yang terjadi pada sejumlah industri antara lain disebabkan oleh turunnya output dari suatu industri. Penurunan output industri minyak lemak dan makanan olahan laut secara simultan diikuti dengan peningkatan impor kedua industri tersebut Tabel 39. Dengan demikian output kedua industri tersebut di pasar domestik tetap mengalami peningkatan meskipun output industri pertumbuhannya menurun. Hal berbeda terjadi pada industri semen, industri besi baja, industri mesin listrik dan industri alat angkut. Penurunan output industri menyebabkan turunnya impor dan output di pasar -5 5 10 15 20 25 30 M n yk Le ma k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak K lt A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en B es iB aj a In d Lo gam M es in Lis tr ik A lt A ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 4 domestik. Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa impor yang dilakukan untuk kelompok industri tersebut adalah impor bahan baku. Dengan demikian penurunan output akan menyebabkan turunnya impor dan output di pasar domestik. Tabel 39. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Pertumbuhan Output Industri, Output Domestik, dan Impor Sim 1 Sim 4 Selisih Sim 1 Sim 4 Selisih Sim 1 Sim 4 Selisih MnykLemak 10.69 10.48 -0.21 2.65 2.77 0.12 1.69 2.13 0.44 MakOlahLaut 8.00 7.97 -0.04 4.47 4.69 0.22 -2.56 -1.59 0.97 MakOlah 16.96 17.88 0.92 17.74 18.81 1.07 24.17 26.66 2.49 TexPakKlt -5.80 -5.79 0.00 0.31 0.63 0.31 8.29 8.83 0.53 AlasKaki -14.67 -13.35 1.32 0.60 1.23 0.62 9.60 9.73 0.13 BmbKaRtn 2.70 2.61 -0.09 1.69 0.25 -1.44 2.07 1.31 -0.77 Kertas 3.09 3.04 -0.05 1.49 1.46 -0.03 -1.06 -0.99 0.07 KaretPlast 4.96 4.84 -0.13 2.53 2.24 -0.29 -0.59 -1.06 -0.48 FertiPest 2.89 3.85 0.96 3.56 4.42 0.86 6.79 6.76 -0.03 KilangMyk -5.14 -4.59 0.55 -0.57 -1.17 -0.60 4.24 3.22 -1.02 Semen 2.08 -1.00 -3.08 2.39 -1.01 -3.39 8.45 -0.68 -9.13 BesiBaja 8.61 8.24 -0.36 6.85 5.62 -1.23 0.39 -2.02 -2.41 IndLogam 5.55 5.04 -0.51 4.26 2.30 -1.96 0.05 -3.05 -3.10 MesinListrik 13.35 13.02 -0.33 8.93 8.22 -0.71 1.38 -0.25 -1.64 AltAngkut 10.16 10.26 0.10 6.82 6.72 -0.11 -0.93 -2.07 -1.14 IndustriLain 0.42 0.18 -0.24 2.16 1.81 -0.35 3.31 3.05 -0.26 Sektor Pertumbuhan Output Output Domestik Impor

6.3.4. Dampak Devaluasi Riil

Seperti halnya suku bunga dan variabel makro lainnya, devaluasi riil merupakan salah satu variabel ekonomi yang menentukan keseimbangan perekonomian. Perubahan yang terjadi pada devaluasi riil akan mempengaruhi harga relatif produk menjadi lebih mahal atau lebih murah dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Dengan demikian, devaluasi riil akan mempengaruhi daya saing produk yang dihasilan. Pada bagian berikut akan diuraikan dampak volatilitas devaluasi riil terhadap kinerja sektoral. Dampak devaluasi riil terhadap kinerja ekonomi sektoral yang meliputi perubahan output dan tingkat harga pada masing-masing sektor disajikan pada Tabel 40. Tabel 40. Dampak Devaluasi Riil terhadap Output dan Harga Sim 1 Sim 5 Sim 1 Sim 5 Padi 9.02 11.19 5.72 10.34 TanLain 6.10 6.67 7.30 10.96 Karet -1.09 -1.25 2.83 3.41 Tebu 8.99 11.14 7.55 10.26 Kelapa 2.01 2.08 5.24 7.45 Sawit 1.29 0.98 2.36 3.39 Tembakau 8.42 10.37 0.06 1.70 Kopi 1.23 0.44 1.33 2.39 Teh 7.18 8.82 12.05 14.91 Cengkeh 5.65 6.90 16.25 19.92 KebunLain -1.75 -2.10 5.06 6.80 Peternakan 7.05 8.89 6.67 9.66 Kehutanan -0.45 -1.92 11.24 12.27 Perikanan 2.54 2.75 0.55 2.94 MnkGasPnsBm -1.05 -1.07 -0.14 -0.11 BatubaraLgm 5.57 5.13 -2.76 -3.11 MnykLemak 10.69 10.38 -2.55 -2.42 MakOlahLaut 8.00 7.14 -6.46 -4.82 MakOlah 16.96 19.13 2.26 5.19 TexPakKlt -5.80 -5.51 2.48 2.77 AlasKaki -14.67 -14.09 3.99 4.04 BmbKaRtn 2.70 2.35 -1.06 -1.57 Kertas 3.09 3.11 -1.33 -1.19 KaretPlast 4.96 4.78 -1.35 -1.23 FertiPest 2.89 4.20 1.18 1.58 KilangMyk -5.14 -4.99 2.76 2.57 Semen 2.08 -1.06 1.77 0.42 BesiBaja 8.61 7.86 -1.88 -2.11 IndLogam 5.55 4.70 -1.25 -1.59 MesinListrik 13.35 12.86 -4.27 -4.28 AltAngkut 10.16 10.22 -3.31 -3.23 IndustriLain 0.42 0.42 0.85 0.97 Listrik 0.65 1.04 -4.72 -5.14 GasAir 2.09 2.56 -2.17 -1.63 Bangunan 9.26 5.65 -0.72 -3.51 Perdagangan 4.07 3.87 -1.33 -0.60 RestHotel 3.81 3.57 -0.38 1.29 AngkDrt 5.17 6.05 0.70 1.52 AngkAir 8.04 7.67 -2.94 -2.72 AngkUdara 9.55 10.18 -6.77 -6.35 Komunikasi 6.70 7.00 -6.86 -6.09 LembKeu 1.30 1.26 -7.20 -6.02 JsPemerintah 6.50 7.75 3.22 5.10 JasaLain 6.97 7.80 -2.12 -0.26 Sektor Perubahan Output Perubahan Harga Keterangan: Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro Indonesia baseline scenario Sim 5: Sim 1 + Devaluasi riil Berdasarkan hasil simulasi yang ditunjukkan pada Tabel 40 tersebut diketahui bahwa beberapa sektor mencapai pertumbuhan yang relatif lebih rendah dibandingkan kondisi baseline dan sebagian lainnya justru mencapai pertumbuhan output yang lebih tinggi. Pada kelompok sektor pertanian, devaluasi riil yang negatif menurun menyebabkan sebagian besar sektor pertanian mengalami pertumbuhan output yang relatif lebih tinggi dibandingkan baseline. Peningkatan pertumbuhan dicapai oleh sektor padi, tanaman pangan lain, tebu, kelapa, tembakau, teh dan cengkeh. Capaian tingkat pertumbuhan output pada sektor- sektor tersebut diduga mendorong peningkatan pertumbuhan output industri pupuk dan pestisida yang juga mengalami peningkatan. Sementara itu, dampak shock devaluasi riil simulasi 5 terhadap perubahan output sektor industri cenderung mendorong sebagian sektor industri mengalami pertumbuhan output yang lebih rendah dibandingkan baseline, bahkan untuk beberapa industri mencapai pertumbuhan yang negatif. Turunnya laju pertumbuhan output sebagian besar industri ini dipicu oleh penurunan daya saing karena nilai devaluasi riil yang menurun. Nilai devaluasi riil yang menurun merepresentasikan penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Apresiasi yang terjadi menyebabkan harga komoditi domestik menjadi relatif lebih mahal dibandingkan produk dari negara lain. Dengan demikian, daya saing produk industri nasional menjadi lebih rendah dibandingkan produk dari negara lain. Secara lebih rinci, dampak devaluasi riil terhadap perubahan jumlah output sektor industri ditunjukkan pada Gambar 46. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa industri minyak lemak, industri makanan olahan laut, industri bambu kayu rotan, industri karet dan plastik, industri semen, industri besi baja, industri logam dan industri mesin listrik mencapai pertumbuhan output yang relatif lebih rendah dibandingkan kondisi baseline. Hal ini menunjukkan devaluasi riil apresiasi nilai tukar yang terjadi menyebabkan penurunan daya saing dari industri-industri tersebut sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan output. Bahkan untuk industri semen mencapai pertumbuhan yang negatif. Pertumbuhan negatif juga terjadi pada industri tekstil, industri alas kaki dan industri kilang minyak. Untuk ketiga industri tersebut pertumbuhan negatif juga terjadi pada kondisi baseline. Gambar 46. Dampak Devaluasi Riil terhadap Output Sektor Industri Sementara itu, pertumbuhan output yang lebih tinggi dibandingkan baseline hanya dicapai oleh industri makanan olahan. Pertumbuhan yang meningkat pada industri makanan olahan tidak terlepas dari pertumbuhan produktivitas yang cukup tinggi pada industri tersebut seperti ditunjukkan pada pertumbuhan TFP industri tersebut. Di samping itu, peningkatan output industri makanan olahan juga terkait dengan bahan baku industri yang sebagian besar -15 -10 -5 5 10 15 20 M n yk Le ma k M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak K lt A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et Plas t Fer tiP es t Kilan gM yk Sem en B es iB aj a In d Lo gam M es in Lis tr ik A lt A ng kut Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 5 berasal dari sektor pertanian dan tersedia di dalam negeri sehingga relatif tidak terpengaruh dengan perubahan nilai tukar. Simultan dengan perubahan output, devaluasi riil juga mempengaruhi keseimbangan harga output sektoral seperti ditunjukkan pada Tabel 40. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa terdapat variasi antar sektor terkait dengan perubahan harga. Secara grafis perubahan harga sektor industri ditunjukkan pada Gambar 47. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa sebagian industri mengalami penurunan harga dan sebagian lainnya mengalami peningkatan harga. Industri makanan olahan merupakan industri yang mencapai peningkatan harga tertinggi dibandingkan industri lain. Peningkatan harga juga terjadi pada industri tekstil, dan industri kertas. Sementara itu pada kelompok industri yang lain mengalami pertumbuhan harga yang lebih rendah dibandingkan baseline ataupun mencapai tingkat pertumbuhan harga yang negatif. Gambar 47. Dampak Devaluasi Riil terhadap Harga Sektor Industri -8 -6 -4 -2 2 4 6 M n yk Le m ak M ak O lah La u t M ak O lah Te xP a kKl t A la sK ak i B m b Ka R tn K er ta s K ar et P las t Fe rt iP e st K ila n gM yk Se m e n B e si B a ja In dL o ga m M e si nL is tr ik A lt A n gk u t Ind us tr iL ai n Sim 1 Sim 5 Selaras dengan perubahan yang terjadi pada output dan harga, devaluasi riil juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Perubahan penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor ditunjukkan pada Tabel 41. Tabel 41. Dampak Devaluasi Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Unskill Skill Unskill Skill Padi 2.48 3.99 7.72 7.66 TanLain 0.74 2.25 3.78 3.72 Karet -7.56 -6.05 -6.82 -6.88 Tebu 5.01 6.52 9.36 9.30 Kelapa -2.97 -1.47 -1.06 -1.12 Sawit -4.59 -3.08 -3.72 -3.78 Tembakau -0.65 0.86 2.75 2.69 Kopi -5.93 -4.42 -5.58 -5.64 Teh 5.71 7.22 9.46 9.40 Cengkeh 7.29 8.80 11.03 10.97 KebunLain -6.36 -4.85 -5.20 -5.26 Peternakan 5.51 7.02 9.70 9.64 Kehutanan 0.22 1.73 -0.06 -0.12 Perikanan -5.43 -3.92 -3.30 -3.36 MnkGasPnsBm -7.60 -6.28 -7.12 -7.17 BatubaraLgm -5.08 -3.75 -5.25 -5.30 MnykLemak 3.72 5.04 3.35 3.30 MakOlahLaut -0.59 0.74 -1.18 -1.23 MakOlah 15.23 16.56 19.53 19.48 TexPakKlt -9.77 -8.44 -8.92 -8.97 AlasKaki -17.62 -16.29 -16.65 -16.70 BmbKaRtn -5.41 -4.08 -6.03 -6.08 Kertas -3.27 -1.94 -2.82 -2.87 KaretPlast -0.56 0.76 -0.35 -0.40 FertiPest -3.53 -2.21 -1.07 -1.12 KilangMyk -9.92 -8.59 -9.15 -9.20 Semen -0.41 0.92 -4.67 -4.72 BesiBaja 4.21 5.53 3.42 3.36 IndLogam -0.81 0.51 -1.55 -1.60 MesinListrik 6.88 8.21 6.65 6.60 AltAngkut 2.45 3.78 3.02 2.97 Indus triLain -3.35 -2.03 -2.88 -2.93 Listrik -11.13 -9.62 -9.79 -9.85 GasAir -8.88 -7.37 -7.53 -7.59 Bangunan 4.65 6.16 -2.35 -2.41 Perdagangan -3.58 -2.07 -2.78 -2.84 RestHotel -4.23 -2.72 -3.40 -3.46 AngkDrt 0.56 0.77 2.33 2.32 AngkAir 1.06 1.27 0.49 0.48 AngkUdara -0.73 -0.52 -0.03 -0.04 Komunikasi -7.33 -5.82 -6.03 -6.09 LembKeu -10.95 -9.45 -9.78 -9.84 JsPemerintah 1.92 3.42 5.06 5.00 JasaLain -1.09 0.42 2.01 1.95 Sektor Sim 1 Sim 5 Keterangan: Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro Indonesia baseline scenario Sim 5: Sim 1 + Devaluasi riil Berdasarkan Tabel 41 secara umum diketahui bahwa sebagian sektor mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja dan sebagian lainnya mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pada kelompok sektor pertanian, peningkatan penyerapan tenaga kerja cenderung terjadi pada sebagian besar sektor. Peningkatan penyerapan tenaga kerja tidak terdidik dapat dicapai oleh seluruh sektor. Sementara itu, peningkatan tenaga kerja terdidik dapat dicapai oleh sebagian besar sektor dalam sektor pertanian. Penurunan penyerapan tenaga kerja terdidik hanya terjadi pada sektor karet, sawit dan kopi. Untuk kelompok sektor industri kondisinya lebih bervariasi. Sebagian sektor mencapai penurunan penyerapan tenga kerja untuk kedua tipe atau salah satu tipe tenaga kerja yang ada, sedangkan sebagian lainnya mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Sektor industri yang mencapai penurunan penyerapan tenaga kerja terdidik dan tenaga kerja tidak terdidik adalah industri minyak lemak, industri makanan olahan laut, industri bambu, kayu dan rotan, industri semen, industri besi baja, industri logam dan industri mesin listrik. Sementara itu, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan baseline dapat dicapai oleh industri makanan olahan. Untuk kelompok sektor industri, penyerapan tenaga kerja secara lebih detail ditunjukkan pada Gambar 48. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa sektor industri makanan olahan merupakan sektor yang mencapai pertumbuhan terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, baik untuk tenaga kerja terdidik maupun tenaga kerja tidak terdidik. Pertumbuhan tenaga kerja juga dapat dicapai oleh sektor industri alat angkut dan industri karet dan plastic tetapi hanya untuk kelompok tenaga kerja tidak terdidik. Sementara itu, pada kelompok industri yang lain terjadi penurunan dalam penyerapan tenaga kerja. Gambar 48. Dampak Devaluasi Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Devaluasi riil juga memberikan pengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor. Perubahan yang terjadi pada kinerja ekspor sektor industri ditunjukkan pada Gambar 49. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa setiap sektor menunjukkan kinerja ekspor yang cenderung bervariasi. Namun demikian secara umum diketahui bahwa penurunan devaluasi riil yang menunjukkan terjadinya apresiasi nilai tukar rupiah menyebabkan sebagian sektor mencapai kinerja ekspor yang relatif lebih rendah dibandingkan baseline. Apresiasi nilai tukar yang memicu penurunan daya saing sektoral secara aktual direpresentasikan dalam bentuk penurunan pertumbuhan ekspor. Apresiasi nilai tukar mendorong capaian ekspor yang relatif jauh lebih kecil dibandingkan -20 -15 -10 -5 5 10 15 20 Mn yk Lem ak M ak O lah Lau t M ak O lah Te xP ak Kl t A la sK ak i B m bK aR tn Ke rt as Kar et P las t Fer ti Pes t Ki lan gM yk Sem en B es iB aj a IndL o ga m M es in Lis tr ik A lt A n gk u t Indu st ri La in Unskill Sim 1 Skill Sim 1 Unskill Sim 5 Skill Sim 5 capaian pada kondisi baseline. Bahkan pada industri tertentu menyebabkan penurunan kinerja ekspor yang lebih besar dibandingkan kondisi baseline seperti yang terjadi pada industri makanan olahan dan industri tekstil. Gambar 49. Dampak Devaluasi Riil terhadap Ekspor Sektor Industri Sementara itu, untuk impor terjadi kondisi yang sebaliknya dimana