Peta Kinerja Sektor Industri Pengolahan
kilang minyak juga menggunakan komponen input yang bersumber dari impor dalam persentase yang relatif besar Tabel 44. Berbagai karakteristik tersebut
tampaknya menyebabkan industri kilang minyak relatif rentan terhadap shock yang terjadi dalam perekonomian.
Tabel 44. Pangsa Biaya Input Pada Sektor Industri Pengolahan
Sektor Input Antara
Input Primer Domestik
Impor Tenaga Kerja
Kapital MnykLemak
64.42 0.27
12.09 22.57
MakOlahLaut 87.71
1.14 6.06
5.09 MakOlah
62.42 5.64
8.21 22.03
TexPakKlt 51.20
10.12 10.06
25.96 AlasKaki
48.78 1.46
33.40 16.36
BmbKaRtn 52.20
5.03 11.79
29.67 Kertas
50.61 11.78
10.84 24.99
KaretPlast 54.04
16.96 9.43
16.65 FertiPest
54.63 9.46
24.49 39.34
KilangMyk 20.96
20.24 15.09
67.05 Semen
54.94 3.83
11.68 27.50
BesiBaja 45.31
26.33 4.25
20.60 IndLogam
41.88 14.00
15.21 26.72
MesinListrik 43.70
25.30 8.17
19.61 AltAngkut
36.23 21.43
13.48 26.32
IndustriLain 46.05
20.67 10.83
19.84 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b diolah.
Pangsa input yang relatif besar dari sumber impor juga dijumpai pada industri besi baja, industri mesin listrik, dan industri alat angkut. Kelompok
industri tersebut juga menunjukkan kinerja yang cenderung menurun terhadap shock yang terjadi dalam perekonomian. Oleh karena itu, peningkatan pangsa
input yang bersumber dari domestik perlu dilakukan untuk membatasi ketergantungan terhadap sumber input impor. Disisi lain, pada industri besi baja
capaian kinerja yang juga cenderung menurun disebabkan oleh dua faktor yaitu karena investasi yang tidak meningkat dan semakin rendahnya alokasi
pembiayaan. Selama sepuluh tahun terakhir industri besi baja telah mencapai neraca perdagangan yang defisit
3
Ekspor Impor
Ekspor Impor
Ekspor Impor
Ekspor Impor
MnykLemak
- +
+ -
- +
- +
MakOlahLaut
- +
- +
- +
- +
MakOlah
- +
- +
- +
- +
TexPakKlt
- +
+ -
- +
- +
AlasKaki
- +
- +
+ +
- +
BmbKaRtn
- -
+ -
+ -
+ -
Kertas
- +
- +
- +
- +
KaretPlast
- +
- +
+ -
- +
FertiPest
- +
- +
+ -
- +
KilangMyk
+ -
- +
+ -
+ -
Semen
- -
+ -
+ -
+ -
BesiBaja
- -
+ -
+ -
+ -
IndLogam
- -
- +
+ -
+ -
MesinListrik
- -
- -
+ -
+ -
AltAngkut
- -
- -
+ -
- -
IndustriLain
- +
- +
+ -
- +
Sektor Harga Minyak Dunia
Harga Ekspor Industri Suku Bunga Riil
Devaluasi Riil
. Lebih lanjut, peta kinerja industri juga dapat disusun berdasarkan kinerja
ekspor dan impor. Peta kinerja industri berdasarkan kinerja ekspor dan impor ditunjukkan pada Tabel 45. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sebagian
besar industri cenderung mengalami penurunan kinerja ekspor pada saat terjadinya shock volatilitas suatu variabel ekonomi. Penurunan kinerja ekspor
tersebut cenderung sejalan dengan penurunan kinerja output. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kinerja output yang terjadi pada sebagian besar industri
berimplikasi terhadap penurunan kinerja ekspor sejumlah industri tersebut. Tabel 45. Pemetaan Industri Berdasarkan Kinerja Ekspor dan Impor
Keterangan:
+
Pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan baseline
-
Pertumbuhan lebih rendah dibandingkan baseline
3
Media Indonesia, 2 Desember 2009.
Kinerja ekspor sektor industri pengolahan pada dasarnya juga sangat ditentukan oleh daya saing sektor. Shock volatilitas suatu variabel ekonomi
cenderung menyebabkan penurunan daya saing sebagian sektor industri pengolahan. Penurunan daya saing sebagian sektor industri pengolahan tersebut
dapat diidentifikasi melalui perubahan tingkat harga. Tingkat harga output sektor industri pengolahan yang lebih tinggi pada saat adanya shock volatilitas harga
minyak dunia mengindikasikan penurunan daya saing sektor industri pengolahan di pasar internasional. Dengan tingkat harga yang lebih tinggi maka negara
pengimpor akan cenderung mengalihkan permintaan impornya kepada produk dari negara lain yang harga relatifnya lebih murah.
Penurunan kinerja ekspor pada kelompok industri yang berorientasi ekspor tentunya akan menurunkan devisa dari sektor industri. Berdasarkan pangsa
penjualan output, suatu industri dapat dikelompokkan sebagai industri yang berorientasi ekspor seperti ditunjukkan pada Tabel 46. Berdasarkan tabel tersebut
diketahui bahwa industri minyak lemak merupakan industri dengan pangsa ekspor terbesar dibandingkan sektor industri lainnya. Dengan demikian sektor
industri minyak lemak dapat dikategorikan sebagai salah satu industri yang berorientasi ekspor. Industri lain yang juga dapat dikelompokan sebagai industri
berorientasi ekspor adalah industri alas kaki, industri makanan olahan laut, industri tesktil, industri kilang minyak, industri kertas, industri karet-plastik,
industri besi baja dan industri logam. Pangsa ekspor dari sejumlah industri tersebut mencapai 25 persen atau lebih dari total output industri.
Berdasarkan peta kinerja pada Tabel 45, sebagian industri yang termasuk dalam kelompok industri berorientasi ekspor ternyata cenderung mencapai kinerja
ekspor yang menurun pada saatnya adanya shock dalam perekonomian. Kelompok
industri tersebut meliputi: industri minyak lemak, industri makanan olahan laut, industri tekstil dan industri alas kaki. Untuk sektor tekstil dan alas kaki penurunan
kinerja ekspor terkait dengan pertumbuhan produktivitas yang cenderung menurun. Oleh karena itu, penguatan kedua industri tersebut dapat dilakukan
melalui upaya peningkatan produktivitas industri. Peningkatan investasi mesin dan alat produksi yang lebih efisien perlu terus dilakukan. Program restrukturisasi
mesin dan alat produksi yang selama ini telah digulirkan oleh Pemerintah Kementerian Perindustrian dapat lebih ditingkatkan dan diprioritaskan.
Tabel 46. Pangsa Penjualan Output Industri Sektor
Produk Antara Investasi
Konsumsi Rumah Tangga
Ekspor MnykLemak
29.31 0.00
9.32 66.76
MakOlahLaut 23.30
0.00 48.52
35.60 MakOlah
31.14 0.00
68.46 2.08
TexPakKlt 34.32
0.06 28.48
33.36 AlasKaki
4.28 0.00
40.41 48.76
BmbKaRtn 56.67
0.08 19.15
21.69 Kertas
61.86 0.00
10.40 27.65
KaretPlast 41.36
0.00 25.97
32.51 FertiPest
88.17 0.00
1.57 5.94
KilangMyk 59.66
0.00 7.05
42.56 Semen
96.41 0.00
0.00 1.98
BesiBaja 73.78
0.00 0.00
24.67 IndLogam
57.73 2.31
6.12 25.62
MesinListrik 37.47
11.43 23.95
19.45 AltAngkut
31.96 8.74
42.39 15.55
IndustriLain 64.80
0.44 21.57
20.66 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b diolah.
Sementara itu pada industri makanan olahan laut, peningkatan kinerja ekspor dapat diupayakan dengan penguatan sisi hulu dan hilirnya. Sisi hulu dari
industri tersebut adalah sektor perikanan yang merupakan sektor penyedia input utama bagi industri makanan olahan laut. Adapun sisi hilir adalah terkait dengan
pengolahan output menjadi produk-produk yang lebih memiliki daya saing dibandingkan negara pesaing. Pengembangan produk makanan olahan laut
merupakan suatu langkah yang dapat dikembangkan untuk mendorong peningkatan kinerja ekspor dari industri tersebut. Di sisi lain, pengembangan
produk makanan olahan laut tersebut juga akan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi bagi sektor industri pengolahan.
Khusus untuk industri minyak lemak, kenaikan harga minyak dunia pada kenyataannya mendorong peningkatan ekspor industri minyak lemak. Sebagai
ilustrasi bahwa ekspor CPO Indonesia meningkat dari 7 904 179 ton pada tahun 2008 menjadi 9 566 746 ton pada tahun 2009 UNComtrade, 2010. Peningkatan
ekspor tersebut didorong oleh peningkatan permintaan yang cenderung semakin tinggi, termasuk permintaan untuk pengembangan biofuel. Adanya peningkatan
ekspor output industri minyak lemak pada saat terjadinya peningkatan minyak dunia disebabkan adanya efek lanjutan dari kenaikan minyak dunia yaitu
mendorong peningkatan harga sejumlah komoditas di pasar internasional. Hal ini yang tidak dimasukan dalam simulasi volatilitas harga minyak dunia simulasi 2.
Peningkatan harga sejumlah komoditas di pasar internasional berdasarkan data historis selama 2007-2010 ditunjukkan pada Tabel 47.
Apabila simulasi volatilitas harga minyak dunia juga menyertakan peningkatan harga sejumlah komoditi di pasar internasional maka hasil yang
diperoleh seperti ditunjukkan pada Tabel 48. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa industri minyak lemak mencapai pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi
dibandingkan baseline. Hasil ini menunjukkan bahwa model yang digunakan relatif konsisten dengan realita yang ada. Sementara itu, untuk kelompok industri
orientasi ekspor lainnya capaian kinerja ekspornya lebih rendah dibandingkan baseline.
Tabel 47. Peningkatan Harga Komoditas di Pasar Internasional, Tahun 2007- 2010.
No Komoditas
Besaran Persentase 1
Tanaman Lain 12.86
2 Karet
25.46 3
Tebu 8.47
4 Kelapa
1.77 5
Sawit 0.98
6 Tembakau
12.25 7
Kopi 4.37
8 Teh
10.4 9
Hasil Ternak 7.92
10 Hasil Perikanan
7.59 11
Minyak Lemak 16.61
12 Makanan Olahan
10.76 Sumber: Food and Agriculture Organisation, 2010.
Berdasarkan Tabel 42 dan Tabel 45 juga diketahui bahwa penurunan kinerja output dan ekspor dari industri makanan olahan laut, industri tekstil dan
industri alas kaki cenderung diikuti dengan peningkatan impor. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kinerja industri nasional akan dimanfaatkan
sektor industri asing untuk mengisi pasar domestik. Oleh karena itu, disamping menjaga pangsa ekspor maka untuk kelompok industri tersebut juga perlu tetap
mempertahankan pangsa pasar domestik. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengotimalkan utilitas produksi pada setiap industri.
Tabel 48. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia dan Kenaiakan Harga Beberapa Komoditi di Pasar Internasional terhadap Kinerja Ekspor
Sektor Industri Pengolahan
Sektor Sim 1
Sim 2+ MnykLemak
14.69 24.99
MakOlahLaut 14.40
3.54 MakOlah
-20.12 6.13
TexPakKlt -18.00
-29.20 AlasKaki
-30.72 -42.89
BmbKaRtn 6.35
3.90 Kertas
7.30 2.81
KaretPlast 10.01
0.03 FertiPest
-7.63 -21.51
KilangMyk -11.30
8.74 Semen
-13.13 -18.53
BesiBaja 13.98
10.19 IndLogam
9.28 3.66
MesinListrik 31.67
24.78 AltAngkut
28.26 19.24
IndustriLain -6.28
-17.27
Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro Indonesia baseline scenario
Sim 2+: Sim 1 + volatilitas harga minyak dunia + kenaikan harga komoditi
Penurunan kinerja output yang juga diiringi dengan peningkatan impor juga terjadi pada industri
kertas dan industri karet dan plastik. Penurunan kinerja ekspor dari kelompok industri tersebut terkait dengan penurunan output yang juga
terjadi pada sektor-sektor penyedia input seperti sektor kehutanan, perkebunan karet dan sektor industri lainnya.
Industri yang juga cenderung mencapai kinerja ekspor yang negatif adalah industri makanan olahan. Meskipun kinerja output dan tenaga kerja dari industri
makanan olahan mengalami peningkatan tetapi kinerja ekspor cenderung negatif dan impor cenderung terus meningkat. Meskipun industri makanan olahan bukan
merupakan industri yang berorientasi ekspor namun peningkatan daya saing perlu
terus ditingkatkan. Tingginya kebutuhan terhadap bahan baku industri makanan olahan belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari bahan baku domestik. Fluktuasi
harga bahan baku yang sering terjadi akan sangat mempengaruhi daya saing industri makanan olahan. Berdasarkan data BPS 2009b pangsa pengeluaran
untuk bahan baku mencapai 85.94 persen. Dengan demikian keterjamin bahan baku dari segi kualitas, kuantitas, kontinuitas serta harga akan sangat menentukan
kinerja sektor industri makanan olahan khususnya terkait kinerja ekspor. Lebih lanjut berdasarkan Tabel 45 diketahui bahwa beberapa industri
cenderung menunjukkan peningkatan kinerja ekspor pada saat adanya shock suku bunga riil dan devaluasi riil. Peningkatan kinerja ekspor pada beberapa industri
tersebut ternyata lebih dikarenakan shock yang ada menyebabkan capaian pertumbuhan negatif dengan persentase perubahan yang lebih kecil. Hal tersebut
terjadi pada industri alas kaki, industri pupuk dan pestisida, industri kilang minyak dan industri semen. Dengan demikian pada kelompok industri tersebut
sesungguh capaian kinerja ekspornya masih tumbuh negatif. Sementara itu, pada kelompok industri besi baja, industri logam, dan
mesin listrik menunjukkan peningkatan kinerja ekspor positif pada saat adanya shock suku bunga riil dan devaluasi riil. Peningkatan kinerja ekspor dari
kelompok industri tersebut terjadi meskipun kinerja outputnya mencapai penurunan pertumbuhan output. Peningkatan kinerja ekspor dari kelompok
industri tersebut distimulus oleh tercapainya keseimbangan harga output yang lebih rendah pada saat adanya shock. Penurunan harga tersebut cenderung akan
meningkatkan daya saing kelompok industri tersebut di pasar internasional.
Penurunan harga output pada kelompok industri tersebut terkait dengan pangsa penggunaan input impor yang cukup besar.
Shock volatilitas suku bunga riil menyebabkan kinerja ekspor industri kilang minyak, industri besi baja, industri logam, industri mesin listrik dan
industri alat angkut mengalami peningkatan. Peningkatan ekspor sejumlah industri tersebut distimulus oleh capaian tingkat harga output yang lebih rendah.
Capaian harga output yang lebih rendah terjadi karena adanya substitusi antar input. Kenaikan suku bunga riil menyebabkan harga input domestik menjadi
relatif lebih mahal dibandingkan input impor. Dengan demikian terjadi substitusi input impor terhadap input domestik. Dengan penggunaan input impor yang harga
relatifnya lebih murah maka dapat dicapai tingkat harga output yang lebih rendah. Dengan tingkat harga output yang lebih rendah maka daya saing kelompok sektor
industri tersebut menjadi lebih tinggi sehingga capaian kinerja ekspor meningkat. Sementara itu, devaluasi riil apresiasi rupiah akan menyebabkan harga
input impor yang harus dibayar oleh industri menjadi lebih murah sehingga harga output yang dicapai juga akan menurun. Seperti halnya shock suku bunga riil,
penurunan harga output tersebut akan meningkatkan daya saing kelompok sektor industri yang komponen impornya relatif besar dan mendorong peningkatan
kinerja ekspor.