Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengembangan Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia

97

a. Pengembangan Sistem Pengelolaan

Pengembangan sistem pengelolaan kelutan dan perikanan perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan manajemen kelautan dan perikanan nasional dengan penekanan pada empat aspek sebagai berikut: 1 Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sistem perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan sektor kelautan dan perikanan yang dilandasi oleh prinsip keterpaduan. Prinsip keterpaduan tersebut mencakup keterpaduan dalam menetapkan substansi dan ruang lingkup pengelolaan dan keterpaduan dalam menetukan dan melaksanakan peran bagi para pihak terkait di setiap tataran sistem pengelolaan; 2 Meningkatkan peran para pihak terkait untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kewenangan, hak dan kewajibannya sejalan dengan garis kebijakan yang berlaku; 3 Menegakkan sistem penegakkan hukum yang efektif; 4 Mengembangkan sistem pengelolaan kelautan dan perikanan yang mendukung pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi, yaitu suatu sistem yang mendorong tumbuhnya investasi dan peranserta masyarakat di sektor usaha kelautan dan perikanan. Hal ini perlu segera ditangani karena sampai sekarang belum ada strategi nasional pembangunan kelautan dan perikanan yang memberikan landasan konseptual pengelolaan kelautan dan perikanan.

b. Pengembangan Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia

Pengembangan Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia diarahkan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan sektor kelautan dan perikanan serta sumberdaya manusia pendukungnya. Pengembangan kelembagaan meliputi kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas lembaga-lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka memainkan perannya secara efektif dalam sistem pengelolaan sektor kelautan dan perikanan. Untuk menunjang kegiatan tersebut, pengembangan hubungan kelembagaan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha akan dilakukan dengan mengutamakan sistem kemitraan public private partnership. Pengembangan kelembagaan pemerintah harus menekankan pada pengembangan sistem dan mekanisme hubungan Pusat dan Daerah dalam kerangka penerapan desentralisasi. 98 Selain itu, pengembangan kelembagaan juga mencakup pengembangan hubungan kelembagaan nasional, regional dan internasional, terutama dalam rangka memperkokoh sistem pengelolaan dan pengembangan peluang investasi dan bisnis. Kualitas sumberdaya manusia akan ditingkatkan dalam rangka memberdayakan sumberdaya manusia di jajaran pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mendorong pemanfaatan potensi sumberdaya alam laut dan perikanan secara optimal. Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk meningkatkan aksestabilitas masyarakat terhadap sumberdaya alam laut dan perikanan dan jasa-jasa kelautan dalam bentuk peningkatan keterampilan dan pengembangan teknologi, termasuk sistem sistem pengelolaan yang memungkinkan masyarakat untuk ikut serta menjadi pemain utama shareholders dalam usaha kelautan dan perikanan. Secara komprehensif, kelembagaan dipandang penting karena dapat berperan dalam pengambilan keputusan baik untuk kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi lainnya, baik dalam bentuk individu atau sebuah organisasi dalam konteks sosial atau interaksi dengan pihak lain. Perubahan dalam kelembagaan akan merubah gugus oportunitas yang dihadapi oleh para pelaku ekonomi sehingga keragaan ekonomi seperti produksi, kesempatan kerja, kemiskinan, kerusakan lingkungan, distribusi pendapatan dapat berubah. Sedangkan perubahan dalam teknologi, preferensi dan pendapatan menuntut adanya perubahan dalam kelembagaan. Kelembagaan sebagai organisasi dapat berupa lembaga- lembaga formal seperti Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan, Dinas Perikanan, Pemerintah Daerah, Koperasi Unit Desa, Kelompok Nelayan, bank dan sejenisnya, namun dari sudut pandang ekonomi, lembaga dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administratif. Dari dimensi sosial, sebagai aturan main kelembagaan dapat diartikan sebagai himpunan aturan mengenai tata hubungan diantara orang-orang, dimana ditentukan hak-hak mereka berupa perlindungan atas hak-haknya, hak-hak 99 istimewa dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, dipandang dari sud ut individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Kelembagaan dapat dicirikan kedalam tiga hal, yaitu: 1 Batas-batas jurisdiksi; 2 Hak-hak kepemilikan baik yang berupa hak atas benda materi maupun bukan materi; dan 3 Aturan representasi. Kelembagaan institusi merupakan rule of the game dalam masyarakat, atau secara lebih formal merupakan aturan yang membatasi dan membentuk interaksi manusia. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai himpunan aturan mengenai tata hubungan diantara orang-orang dimana ditentukan hak-hak mereka, pelindung atas haknya, hak-hak istimewa dan tanggung jawabnya. Apabila dikelola dengan baik, kelembagaan dapat berfungsi melancarkan pembangunan. Kelembagaan memberikan ketentuan terhadap anggota masyarakatnya mengenai hak-hak, kewajiban dan tanggung jawabnya. Institusi merupakan aturan atau prosedur yang menentukan bagaimana manusia bertindak, dan peran atau organisasi yang bertujuan memperoleh status satu legitimasi tertentu. Peraturan dan peranan dapat dilembagakan sebagai peraturan atau perundang-undangan dan sebagai organisasi yang konkrit. Dalam uraian di atas nampak bahwa kelembagaan menjadi salah satu faktor penting dalam berbagai hal termasuk dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan kelautan dan perikanan. Dibandingkan dengan bentangan garis pantai, jumlah pulau dan luas lautnya, prasarana dan sarana perikanan yang dimiliki Kota Ternate, masih jauh dari optimal. Sebagai gambaran Thailand dengan garis pantai hanya 2.600 km 135 dari panjang garis pantai Indonesia memiliki sekitar 52 pelabuhan perikanan yang sebagian besar memenuhi standar hygienes dan sanitasi internasional. Dalam menunjang prasarana produksi perikanan maka kebijakan Pernerintah Kota Ternate yang ditindak lanjuti oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate dengan menetapkan kawasan sentra perikanan, dalam penetapan kawasan sentra perikanan guna mendongkrak kinerja pemerintah dalam melayani para nelayan dalam melengkapi persyaratan dan memberikan konstribusi bagi nelayan guna menarik pendapatan asli daerah. Untuk merealisasi semuanya diatas maka perlu kiranya dibangun prasarana produksi yang memadai, maka pada Tahun 2004 Pemerintah Kota Ternate melalui 100 program dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate membangun prasarana produksi perikanan seperti : Pengembangan Pabrik Es Kapasitas 5 Ton, Pembuatan Pabrik Es DIPDA-L, Pengembangan Balai Benih Ikan, Penyertaan Modal Pendirian Bank Perkreditan Rakyat BPR Pesisir, Administrasi Penunjang Kegiatan DAK-Perikanan dan Pengembangnan Pangkalan Pendaratan Ikan DAK-Perikanan. Dari semua kegiatan diatas sumber dananya berasal dari APBD dan Dana Alokasi Khusus DAK-Perikanan, sedangkan kegiatan tersebut berlokasi di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ternate Utara Kelurahan Dufa-Dufa dan Kecamatan Ternate Selatan Kelurahan Gambesi. Program perikanan tahun Anggaran 2004 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate mengalami kenaikan yang sangat signifikan dan pada prinsipnya merupakan kesinambungan kegiatan pada tahun sebelumnya dan merupakan daya dukung dalam melaksanakan program Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, serta kebijakan pemerintah Kota Ternate. Adapun Program yang dilaksanakan pada tahun 2004 adalah: 1. Program Pengembangan Produksi Perikanan - Penyertaan Modal Pendirian Bank Perkreditan Rakyat BPR Pesisir - Administrasi Penunjang DAK Perikanan - Pengadaan Rumpon Ikan Pelagis Laut Dangkal - Pengadaan Alat Tangkap Purse Seine Pajeko - Pengadaan Bibit Ikan Mas dan Ikan Kepala Timah - Pembangunan Gedung Pabrik Es DIPDA- L - Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan DAK-Perikanan - Pengadaan Mesin Pabrik Es Kapasits 10 Ton La njutan 2. Program Peningkatan Mutu Hasil Perikanan - Pengadaan Cold Box Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode AHP, diperoleh hasil bahwa kriteria “penyerapan tenaga kerja” dalam pembangunan perikanan tangkap khususnya di kota Ternate merupakan kriteria dengan nilai tertinggi skor 0,261, diikuti oleh kriteria “pendapatan nelayan” dengan skor 0,169. Hal ini berarti bahwa pembangunan perikanan tangkap di kota Ternate 101 khususnya dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja merupakan hal yang paling penting dibandingkan dengan kriteria-kriteria lainnya. Sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa berdasarkan hasil pendataan penduduk Tahun 2003 adalah 148.946 Jiwa dan menunjukan kecenderungan peningkatan pada wilayah tertentu, khususnya di wilayah Kota Ternate Utara dan .Kota Ternate Selatan. Peningkatan ini disebabkan beberapa faktor yaitu urbanisasi dan migrasi yang hampir sama. Jumlah penduduk per wilayah Kecamatan Kota Ternate: 1. Kec. Kota Temate Utara : 60.285 Jiwa; 2. Kec. Kota Ternate Selatan : 66.535 Jiwa; 3. Kec. Pulau Temate :17.590 Jiwa; 4. Kec. Moti : 4.536 Jiwa; Pertumbuhan penduduk Kota Ternate pada tahun 2003 sebesar 148.946 Jiwa bila dibandingkan dengan tahun 2002 sebesar 120.865 Jiwa atau terjadi pertumbuhan 1,22 . Kenaikan ini disebabkan kembalinya para pengungsi dari Manado dan Bitung, serta terjadinya eksodus para pendatang dan berbagai daerah ke Kota Ternate. Selain peningkatan penyerapan tenaga kerja, hal yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan pendapatan nelayan. Sebagaimana permasalahan nelayan pada umumnya di Indonesia, pendapatan mereka perlu ditingkatkan. Adapun pada level kendala atau permasalahan, skor tertinggi diperoleh pada atribut “prasarana umum” 0,296, yang selanjutnya diikuti oleh atribut “kelembagaan” skor 0,213. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang paling mendesak di Kota Ternate adalah mengenai prasarana umum yang disusul oleh permasalahan kelembagaan. Sebagaimana diketahui, prasarana umum di Kota Ternate khususnya yang berkaitan dengan fasilitas di bidang kelautan dan perikanan sangat penting untuk dipenuhi kebutuhannya,seperti misalnya pembangunan cold storage, pabrik es, penambahan daya listrik, perluasan fasilitas pelabuhan dan sarana pemasaran seperti pasar ikan. Dalam hal kelembagaan jelas terlihat perlunya penambahan dan penguatan lembaga yang berkaitan dengan pasar yaitu perlu dikembangkan lembaga pasar baik untuk menampung atau memasarkan produk perikanan maupun lembaga keuangan mikro seperti bank 102 pasar, di lokasi penelitian perlu penambahan dan penguatan kelembagaan. Hal lain yang juga patut menjadi perhatian adalah kelembagaan disatu sisi dan organisasi disisi lain harus dibedakan dengan jelas, dimana organisasi adalah structure of roles struktur dari peran. Fauzi A, 2005 menyatakan beberapa tipe kelembagaan dapat berbentuk organisasi, misalnya rumah tangga, koperasi, unit usaha dan sebagainya. Di sisi lain ada pula kelembagaan yang bukan organisasi, misal mata uang ataupun produk hukum dan perundang-undangan. Sebaliknya, ada pula organisasi yang bukan merupakan lembaga, seperti organisasi grass-root. Untuk permasalahan prasarana umum dalam pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate, tujuan utama yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah PAD skor 0,323 sebagaimana terlihat dalam Tabel 21. Tujuan selanjutnya adalah untuk meningkatkan pajak skor 0,318 dan meningkatkan ketersediaan ikan sebagai sumber protein skor 0,317. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi jenis-jenis dan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan hidup belum dapat diselesaikan. Dengan demikian, belum seluruh sumberdaya perikanan dan tata lingkungan diketahui secara pasti. Disamping itu ketentuan yang menyangkut pembinaan sumberdaya perikanan belum dilaksanakan secara optimal . Untuk permasalahan kelembagaan di lokasi penelitian, diperoleh bahwa tujuan utama yang ingin dicapai adalah meningkatkan pajak skor 0,267, PAD skor 0,245, dan devisa skor 0,220. Hal ini dikarenakan usaha perikanan pada hakekatnya merupakan sektor kegiatan yang dilakukan swasta dan masyarakat, dimana peran pemerintah hanya terbatas pada fungsi- fungsi pengaturan, pembinan, penyediaan prasarana dan bila diperlukan mengadakan usaha-usaha perintis. Usaha peningkatan produksi dan produktifitas menuju pada peningkatan pendapatan nelayan. Pendapatan nelayan senantiasa ditempuh melalui peningkatan partisipasi nelayan melalui peranan fungsionalnya dibidang pelayanan, penyediaan sarana produksi, kredit dan pengolahan serta pemasaran hasilnya. Setelah menelaah kriteria-kriteria yang diperlukan dalam menentukan kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate serta permasalahan- 103 permasalahan yang dihadapinya, maka alternatif kebijakan yang terpilih adalah pembentukan pasar skor 0,230, yang diikuti alternatif pembangunan fasilitas pengolahan skor 0,180 dan pembangunan prasarana pelabuhan skor 0,170. Kontributor tertinggi untuk alternatif kebijakan pembentukan pasar adalah adanya permasalahan kelembagaan skor 0,336. Pemasaran komoditas perikanan di Kota Ternate, sebagian besar ditentukan oleh para pembelikonsumen buyer market. Kondisi ini mengakibatkan harga jual produk perikanan pada umumnya atau seringkali kurang menguntungkan produsen nelayan. Ada dua faktor utama yang membuat pemasaran produk perikanan di Kota Ternate masih lemah, yaitu: 1 Lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, dan selera preference para konsumen tentang jenis dan mutu komoditas perikanan; 2 Belum memadainya prasarana dan sarana sistem transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian delivery produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. Ikan dan produk perikanan adalah merupakan komoditas yang sangat mudah busuk sehingga menuntut cara penanganan dan pengolahan yang cepat dan tepat agar mutu dan kesegarannya tetap prima. Akan tetapi, sebagian besar ikan ditangkap dari perairan yang cukup jauh dari tempat pendaratan atau lokasi konsumen. Padahal sebagian besar nelayan adalah nelayan tradisional dengan keterbatasan modal, skala usaha, keterampilan maupun peralatan. Akibatnya, sebagian besar hasil tangkapan tidak ditangani dengan baik, dan pada waktu didaratkan, mutunya sudah merosot, bahkan sebenarnya tidak cocok lagi untuk dikonsumsi not fit for human consumption. Berikutnya, untuk alternatif kebijakan pembangunan fasilitas pengolahan, prasarana umum merupakan kendala yang menjadi kontributor terbesar skor 0,232 yang sekaligus menjadi kontributor tertinggi untuk alternatif kebijakan pembangunan prasarana pelabuhan skor 0,247. Terjadinya praktek-praktek penanganan dan pengolahan ikan dengan kaidah-kaidah good handling practices GHP dan good manufacturing practices GMP terutama disebabkan karena tidak tersedianya fasilitas penunjang seperti air bersih, es dan garam di tempat- tempat pendaratan. 104 Gambar 10 Hirarki kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate 105 Tabel 21 Hasil penilaian kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate untuk tingkat 2 kriteria dan tingkat 3 kendala Sumber Dana SDM SDA Kelembagaan Prasarana Umum Model Weights Suplai Protein 0,189 0,143 0,169 0,181 0,317 0,082 Pendapatan Nelayan 0,192 0,147 0,173 0,197 0,291 0,169 Profit Usaha 0,152 0,217 0,174 0,197 0,259 0,129 Devisa 0,153 0,148 0,193 0,220 0,287 0,094 Pajak 0,120 0,142 0,152 0,267 0,318 0,114 PAD 0,107 0,141 0,185 0,245 0,323 0,151 Penyerapan Tenaga Kerja 0,145 0,223 0,148 0,195 0,290 0,261 Results 0,149 0,174 0,168 0,213 0,296 Tabel 22 Hasil penilaian kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate untuk tingkat 4 alternatif Pengadaan Alat Tangkap Pengadaan PerahuKapal Program DIKLAT Pembangunan Prasarana Pelabuhan Pemb Fasilit Pengolhn pabrik es, cld storage dsb Pembentukan Pasar pedagang, collector dsb Sumber Dana 0,159 0,159 0,133 0,149 0,187 0,213 SDM 0,123 0,161 0,224 0,143 0,143 0,205 SDA 0,148 0,163 0,187 0,133 0,185 0,185 Kelembagaan 0,095 0,086 0,149 0,179 0,155 0,336 Prasarana Umum 0,089 0,096 0,123 0,247 0,232 0,212 Results 0,123 0,133 0,163 0,170 0,180 0,230 Gambar 11 Diagram tingkat permasalahan dalam kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate Gambar 12 Diagram tingkat alternatif dalam kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Kota Ternate 106 2 Analisis Kebijakan Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Sebagai suatu sektor yang memanfaatkan sumberdaya yang dapat pulih renewable resources, idealnya sektor perikanan mampu mencapai hasil secara berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku yang bergerak serta terkait di bidang ini. Terdapat tujuh indikator kinerja performance indicators yang dapat digunakan untuk melihat lebih jauh pencapaian hasil pembangunan perikanan, yaitu: 1 Produksi perikanan; 2 Volume dan nilai ekspor produk perikanan; 3 Pendapatan negara bukan pajak; 4 Konsumsi per kapita; 5 Tenaga kerja; 6 Pendapatan nelayan; dan 7 Peraturan perundang- undangan. Peningkatan kontribusi sub sektor perikanan dalam menunjang peranan serta laju pertumbuhan sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama sekali dilaksanakan melalui peningkatan produksi perikanan yang berorientasi pada perluasan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, efesiensi usaha dan peningkatan pendapatan usaha perikanan. Dalam hal ini, pembangunan perikanan mempunyai harapan baik karena potensi sumberdaya perikanan yang tersedia sangat besar dan sepenuhnya belum dimanfaaatkan secara optimal. Bagi usaha penangkapan ikan di laut yang berdasarkan usahanya pada sumberdaya perikanan yang merupakan milik bersama common property, pengembangan produksinya diarahkan pada pencapaian pemanfaatan sumberdaya secara rasional untuk meningkatkan produktifitas usaha nelayan, pengembangannya senantiasa diarahkan ke perairan yang masih potensial, perairan lepas pantai dan ZEE. Selanjutnya usaha penangkapan akan ditata kembali sehingga diharapkan kegiatan penangkapannya tidak melampaui daya dukung dan sumberdaya yang tersedia dan tercapai rasionalisasi pemanfaatannya. Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial dilaksanakan metalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor berukuran kurang dari 10 GT. 107 Tabel 23 Perkembangan produksi perikanan dirinci menurut kecamatan pada tahun 2002 -2004 No Kecamatan 2002 Ton 2003 Ton 2004 Ton 1 Ternate Utara 3.135,67 4.204,62 4.225,39 2 Ternate Selatan 945,55 1.267,58 1.274,15 3 Kecamatan Pulau Ternate 2.497,35 3.347,33 3.365,24 4 Kecamatan Moti 879,93 1.178,97 1.185,72 Total 7.457,00 9.998,50 10.048,50 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate, 2004 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 2002 2003 2004 Tahun Produksi Ton Kec. Ternate Utara Kec Ternate Selatan Kec. P. Ternate Kec. Moti Gambar 13 Perkembangan produksi perikanan Kota Ternate per Kecamatan Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan teknik penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha. Mulai dari tahun 2002 sampai tahun 2004 armada perikanan di Kota Ternate sebanyak 1.125 buah yang terdiri dari kapal motor sebanyak 19 buah, motor tempel sebanyak 344 buah dan perahu tanpa motor sebanyak 762 buah. Dari uraian data diatas kita bisa lihat dalam tabel berikut ini yang menguraikan secara rinci mengenai perkembangan armada penangkapan. 108 Tabel 24 Perkembangan Armada Penangkapan Ikan di Kota Ternate dari tahun 2002 -2004. Jenis Armada 2002 Unit 2003 Unit 2004 Unit Rata-rata Kenaikan Kapal Motor 22 21 19 - Motor Tempel 260 275 344 12.76 Perahu Tanpa Motor 755 787 762 - Total 1.037 1.083 1.125 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate, 2004 100 200 300 400 500 600 700 800 900 2002 2003 2004 Tahun Jumlah Armada Unit Kapal Motor Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Gambar 14 Perkembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate Jumlah Armada penangkapan di Kota Ternate Tahun 2004 tercatat secara keseluruhan sebanyak 1.125 buah terdiri dari perahu tanpa motor 762 buah, Motor Tempel 344 buah dan Kapal Motor 19 buah. Pada tahun 2004 produksi baru mencapai 10.048,50 ton dengan demikian maka tingkat pemanfaatan baru mencapai 21,01 dan potensi lestari sehingga dari produksi yang dicapai tahun terakhir menunjukkan tingkat pemanfaatan masih under exploitation, sehingga peluang investasi di sektor Perikanan dan Kelautan di Kota Ternate masih sangat terbuka. 109 Kendala yang dihadapi pada k ebijakan pengembangan armada penangkapan ikan adalah permasalahan sumberdaya manusia di sektor perikanan, khususnya dalam hal rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan. Kualitas pendidikan Sumber Daya Manusia SDM perikanan, bagian terbesar nelayan berpendidikan rendah yaitu 70 tidak tamat Sekolah Dasar SD dan tidak sekolah, 19,59 tamat Sekolah Dasar, dan hanya 0,03 yang memiliki pendidikan sampai jenjang Diploma 3 dan Sarjana. Masih sedikitnya perhatian pemerintah terhadap peningkatan kualitas SDM nelayan, ABK, aparat pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari anggaran pemerintah, swasta, atau stakeholders lainnya umtuk mengucurkan dananya dalam peningkatankeahlian SDM kelautan dan perikanan. Modal memiliki peranan penting dalam memperbesar kapasitas produksi dan meningkatkan permintaan efektif. Besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan membutuhkan investasi untuk pembentukan modal. Berdasarkan pendekatan ekonomi, bahwa setiap penambahan satu unit modal akan memperbesar satu satuan output dalam setiap kegiatan produksi, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Kebutuhan terhadap alat-alat produksi terutama teknologi modern merupakan faktor produksi yang akan memudahkan setiap kegiatan produksi, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Kebutuhan terhadap alat-alat produksi terutama teknologi modern merupakan faktor produksi yang akan memudahkan setiap kegiatan produksi dalam menciptakan output di bidang perikanan. Kemampuan menciptakan output ini akan mendorong pembentukan permintaan, yang berarti meningkatkan permintaan efektif. Hadirnya modal dalam kegiatan perikanan akan mendorong kehadiran teknologi maju, pembentukan overhead social dan ekonomi, pembentukan jaringan bisnis perikanan, pengendalian mutu serta efisiensi. Alat penangkap ikan pole and line dan purse seine, merupakan dua jenis alat tangkap yang mampu menyerap tenaga kerja seoptimal mungkin. Kedua jenis alat tangkap ini dapat dilakukan pengoperasiannya dengan sistem one day fishing. Bagi usaha penangkapan ikan di laut yang berdasarkan usahanya pada sumberdaya perikanan yang merupakan milik bersama common property, pengembangan produksinya diarahkan pada pencapaian pemanfaatan sumberdaya 110 secara rasional. Untuk meningkatkan produktifitas usaha nelayan, pengembangannya senantiasa diarahkan ke perairan yang masih potensial. Selanjutnya usaha penangkapan akan ditata kembali sehingga diharapkan kegiatan penangkapannya tidak melampaui daya dukung dan sumberdaya yang tersedia dan tercapai rasionalisasi pemanfaatannya. Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial dilaksanakan me lalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor berukuran 5 GT, 5-10 GT, dan 10 GT. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode AHP, diperoleh hasil bahwa kriteria “peningkatan penyerapan tenaga kerja” dalam pengembangan armada penangkapan ikan khususnya di kota Ternate merupakan kriteria dengan nilai tertinggi skor 0,207, diikuti oleh kriteria “peningkatan produktivitas penangkapan” dengan skor 0,154. Berikutnya adalah kriteria penggunaan BBM yang rendah skor 0,140. Dengan demikian Kota Ternate memerlukan suatu alternatif kebijakan pengembangan armada penangkapan ikan yang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu juga diperlukan alternatif kebijakan pengembangan armada penangkapan ikan yang memiliki produktivitas penangkapan yang tinggi, serta tidak memerlukan penggunaan BBM yang tinggi. Sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa armada huhate dan purse seine melakukan kegiatan penangkapannya di perairan pantai, yang masih potensial sehingga jarak tempuh dari fishing base ke fishing ground relatif tidak terlalu jauh. Hal demikian menyebabkan biaya operasional khususnya penggunaan BBM untuk kedua jenis armada penangkapan tersebut me merlukan penggunaan BBM yang tinggi. Adapun permasalahan yang relatif penting untuk diselesaikan terlebih dahulu dalam rangka pengembangan armada penangkapan di Kota Ternate adalah masalah pelabuhanPPITPI skor 0,294, selanjutnya adalah mengenai kondisi perairan skor 0,205, diikuti oleh permasalahan jumlah galangan skor 0,192. Penyelesaian permasalahan mengenai PelabuhanPPITPI terutama diharapkan dapat meningkatkan PAD, devisa dan penyerapan tenaga kerja, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 25. 111 Tabel 25 Skor untuk kriteria dan permasalahan dalam kebijakan pengembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate Sumber dana SDM Kondisi perairan Jml galangan Pelab.PPITPI Model Weights Kelestarian SDI 0.128 0.19 0.199 0.221 0.262 0.138 Peningkatan Profit Usaha 0.192 0.17 0.225 0.16 0.253 0.118 Peningkatan.Produktivit. Penangkapan 0.151 0.224 0.224 0.172 0.228 0.154 Penggunaan BBM yg rendah 0.123 0.191 0.253 0.157 0.276 0.14 Peningkatan PAD 0.112 0.138 0.182 0.202 0.366 0.124 Peningkatan Devisa 0.123 0.163 0.216 0.149 0.349 0.119 Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja 0.108 0.16 0.16 0.246 0.326 0.207 Hasil 0.132 0.177 0.205 0.192 0.294 Skor kontribusi masing- masing kriteria tersebut terhadap permasalahan mengenai PelabuhanPPITPI berturut-turut adalah sebesar 0,366, 0,349, dan 0,326. Prasarana perikanan yang berupa pelabuhan perikanan, pangkalan pendaratan ikan, laboratorium pembinaan dan pengujian hasil perikanan yang dibangun didaerah-daerah yang potensial yang disediakan sebagai basis operasional bagi nelayan-nelayan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan. Melihat masalah kondisi perairan di lokasi penelitian, kriteria utama yang perlu dicapai dalam rangka pengembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate adalah penggunaan BBM yang rendah skor 0,253, diikuti oleh kriteria peningkatan profit usaha 0,225 dan selanjutnya adalah kriteria peningkatan produktivitas penangkapan yang berbeda tipis dengan kriteria sebelumnya skor 0,224. Meningkatnya hasil tangkapan bagi nelayan secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan nelayan, ini dilihat dengan tingginya permintaan ikan dipasar lokal dengan harga ikan yang sangat tinggi. Pendapatan rata-rata nelayan dan petani ikan di Kota Ternate pada Tahun 2004 per orang sebesar Rp. 10.530.000,- bila dibandingkan dengan tahun 2003 maka pendapatan para Nelayan dan Petani Ikan mengalami kenaikan sebesar Rp. 52.500,- Orang. Untuk permasalahan jumlah galangan di lokasi penelitian, dengan pemecahan permasalahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja skor 0,246, menjaga kelestarian SDI skor 0,221, dan meningkatkan PAD skor 0,202. Galangan kapal sangat diperlukan untuk 112 pemeliharaan kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Kota Ternate. Pembangunan gala ngan kapal akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja bagi Sumber Daya Manusia di Kota Ternate. Kapal-kapal yang terawat baik akan memperkecil kecelakaan selama pelayaran, dan ketepatan dalam produksi penangkapan. Diharapkan dengan produksi yang meningkat, berdampak pula pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. Dari kriteria-kriteria yang diperlukan dalam menentukan kebijakan pengembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate serta permasalahan- permasalahan yang dihadapinya, maka alternatif kebijakan pengembangan armada yang terpilih berturut-turut adalah : alat tangkap pole and line dengan bobot kapal lebih dari 10 GT, pole and line dengan bobot kapal 5-10 GT, purse seine dengan bobot kapal lebih dari 10 GT, dan prioritas keempat adalah rawai denga n bobot kapal lebih dari 10 GT. Pengembangan armada dengan bobot kapal 10 GT sangat dimungkinkan, karena sumberdaya perikanan Indonesia di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI belum dimanfaatkan secara optimal. Kondisi armada perikanan laut nasional sampai tahun 2000 secara kuantitas sebenarnya cukup besar, yaitu sekitar 449.518 unit. Hanya saja, komposisi dari armada kapal perikanan ini didominasi oleh kapal-kapal kecil yang tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksinya. Dari jumlah kapal tersebut sekitar 51 230.867 buah kapal merupakan kapal tanpa motor yang memiliki kemampuan terbatas, dan hanya beroperasi di sekitar perairan pantai. Armada perikanan nasional yang memiliki kemampuan besar modern hanya 21,6 . 113 Gambar 15 Hirarki kebijakan pemgembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate OPSI GOAL KRITERIA KENDALA LIMITING FACTOR PL 5 GT SDM Kondisi Perairan Jumlah Galangan Pelabuhan PPITPI Sumber Dana Sumber Daya Ikan Lestari é Profit Usaha é Produktivitas Penangkapan é Penggunaan BBM ê PAD é Devisa é KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA PL 5-10 GT PL 10 GT Rawai 5 GT Rawai 5-10 GT Rawai 10 GT Penyerapan Tenaga Kerja é GN 5 GT GN 5-10 GT GN 10 GT PS 5 GT PS 5-10 GT PS 10 GT HL 5 GT HL 5-10 GT HL 10 GT 114 Tabel 26 Skor untuk alternatif dalam kebijakan pengembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate Kondisi Jml Pelabuhan Sbr dana SDM Perairan galangan PPITPI Bobot dari kendala 0.132 0.177 0.205 0.192 0.294 Bobot Akhir PRIORITAS PL 5 0.054619 0.049850 0.063158 0.052815 0.054920 0.05527 11 PL 5-10 0.088321 0.081682 0.096491 0.085897 0.088101 0.08829 2 PL 10-30 0.092388 0.085886 0.100585 0.089959 0.092105 0.09237 1 Rawai 5 0.045322 0.047447 0.046199 0.048172 0.050343 0.04790 12 Rawai 5-10 0.072051 0.075075 0.073099 0.074869 0.077231 0.07487 6 Rawai 10-30 0.074956 0.079279 0.077193 0.078932 0.081236 0.07879 4 GN 5 0.040674 0.040841 0.035088 0.040046 0.037757 0.03858 15 GN 5-10 0.069146 0.069069 0.059649 0.067324 0.062357 0.06484 10 GN 10-30 0.072051 0.073273 0.063743 0.071387 0.066362 0.06876 9 PS 5 0.042417 0.047447 0.049708 0.044689 0.044622 0.04589 13 PS 5-10 0.073213 0.080480 0.080117 0.074869 0.073799 0.07640 5 PS 10-30 0.077281 0.084685 0.084211 0.078932 0.077803 0.08048 3 HL 5 0.045904 0.042643 0.036842 0.045270 0.046339 0.04348 14 HL 5-10 0.073213 0.069069 0.064912 0.071387 0.071510 0.06993 8 HL 10-30 0.078443 0.073273 0.069006 0.075450 0.075515 0.07416 7 115

5.3 Analisis Finansial