122
5.4 Code of Conduct for Responsible Fisheries
Code of Conduct for Responsible Fisheries diperlukan sebagai upaya sadar dan berencana didalam mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam
pembangunan yang berkesinambungan. Sasaran pembangunan perikanan tangkap baik di tingkat nasional maupun internasional adalah untuk meningkatkan mutu
hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Ketentuan perikanan yang bertanggung jawab, diharapkan dapat dipergunakan
sebagai pedoman untuk me laksanakan kegiatan perikanan yang berwawasan lingkungan.
Untuk menjamin kemungkinan terbaik penyediaan ikan guna generasi mendatang, maka semua yang terlibat pada perikanan tangkap di perairan Maluku
Utara hendaknya bekerja sama untuk melindungi dan mengelola sumberdaya ikan dan habitatnya. Tujuan sebenarnya yang akan dicapai dari analisis Code of
Conduct for Responsible Fisheries adalah untuk membantu pemerintah
mengembangkan atau memperbaiki kebijakan perikanan tangkap. Sebagaimana diketahui, bahwa pengembangan dari kebijakan perikanan
tangkap yang baik hendaknya mempunyai kebijakan penangkapan ikan yang jelas dan teratur. Kebijakan perikanan tangkap dikembangkan dengan cara bekerjasama
semua kelompok yang mempunyai kepentingan. Dalam upaya memberikan arahan kebijakan pengembangan perikanan
tangkap sesuai dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF di Ternate, Provinsi Maluku Utara, dilakukan analisis CCRF dengan pemberian
bobot nilai terhadap setiap unsur dari pedoman CCRF, berdasarkan setiap jenis alat tangkap yang beroperasi di wilayah perairan Ternate Maluku Utara. Bobot
nilai yang diberikan berkisar antara 1 - 4. Keberadaan alat tangkap seperti pole and line
, purse seine, bottom handline, dan gillnet, dan dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matriks dengan berbagai kriteria seperti: 1
Selektivitas alat tangkap; 2 Discard; 3 Ketersediaan sumberdaya ikan yang optimal; 4 Alat tangkap tidak merugikan kelestarian sumberdaya dan binatang
lain; 5 Penggunaan Bahan Bakar Minyak BBM yang efisien; 6 Tidak terjadi ghost fishing
; 7 Berprinsip kehati- hatian dalam pemanfaatan sumberdaya; 8 Kegiatan penangkapan
tidak merusak lingkungan tidak polusi.
Tabel 34 Hasil skoring alat tangkap yang memenuhi Code of Conduct Responsible Fisheries
Kriteria CCRF
No
Alat Tangkap
Selektivitas Alat
Discard SDI
optimal Tidak merugikan
Kelestarian sumber daya binatang lain
BBM yang
efisien Tidak terjadi
perikanan yg
tdk bertuan Ghost Fishing
Berprinsip kehati -
hatian Tidak
polusi
Skor Rangking
1
Pole and Line 4
4 4
4 2
4 4
2 28
1
2
Purse Seine 1
1 1
1 1
2 1
1 9
4
3
Bottom Handline 3
3 3
3 3
3 3
3 24
2
4
Gillnet 2
2 2
2 4
1 2
4 19
3
124
Berdasarkan hasil pembobotan nilai terhadap tiap unsur dari pedoman Code of Conduct for Responsible Fisheries
CCRF, dengan setiap jenis alat tangkap yang beroperasi di wilayah perairan Maluku Utara, seperti terlihat pada
Tabel 35 tersebut di atas, skor tertinggi untuk alat tangkap yang sesuai dengan kriteria pedoman Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF adalah pole
and line kemudian disusul oleh bottom handline. Pole and line memiliki kriteria
sesuai dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF dikarenakan: 1 Pole and line merupakan alat tangkap yang dilengkapi dengan mata pancing
tanpa kait no. 5, sehingga hanya ikan- ikan sasaran tangkap saja yang tertangkap. Dalam memanfaatkan sumberdaya ikan, maka alat tangkap pole
and line memiliki prinsip selektivitas yang tinggi nilai:4;
2 Tidak ada hasil tangkapan yang dibuang percuma discard oleh alat tangkap pole and line
nilai: 4; 3 Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang tertangkap sangat optimal
nilai: 4; 4 Selektivitas yang tinggi dari alat tangkap pole and line akan menjaga
kelestarian sumberdaya dan binatang laut lainnya nilai: 4; 5 Kegiatan penangkapan ikan dengan pole and line bersifat movable mengejar
gerombolan ikan yang beruaya, sehingga dalam penggunaan bahan bakar sangat tidak efisien nilai: 2;
6 Pada penangkapan ikan dengan pole and line, tidak akan terjadi kegiatan penangkapan ikan yang tidak bertuan ghost fishing. Hal ini dikarenakan
alat tangkap pole and line dioperasikan secara aktif oleh setiap pemancing nilai: 4;
7 Pada pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pole and line, berprinsip hati- hati. Ikan- ikan sasaran tangkap merupakan ikan pelagis besar yang memiliki
sifat ruaya nilai 4; 8 Kegiatan penangkapan dengan pole and line menggunakan umpan hidup.
Umpan hidup yang mengalami kematian pada saat berada di bak penampungan umpan hidup akan dibuang begitu saja ke laut, sehingga
menimbulkan pencemaran nilai: 2.
125
Bottom handline sebagai urutan prioritas ke dua setelah pole and line
dikarenakan: 1 Bottom handline merupakan alat tangkap yang dilengkapi dengan mata
pancing berkait no. 5, sehingga hanya ikan- ikan sasaran tangkap yang mampu memangsa mata pancing dengan ukuran nomor 5 saja yang
tertangkap. Dalam memanfaatkan sumberdaya ikan, maka alat tangkap bottom handline
memiliki prinsip selektivitas cukup tinggi nilai:3; 2 Tidak ada hasil tangkapan yang dibuang percuma discard oleh alat tangkap
bottom handline nilai: 3;
3 Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang tertangkap cukup optimal nilai: 3;
4 Selektivitas yang cukup tinggi dari alat tangkap bottom handline akan menjaga kelestarian sumberdaya dan binatang laut lainnya nilai: 3;
5 Kegiatan penangkapan ikan dengan bottom handline bersifat movable mencari gerombolan ikan yang beruaya, sehingga dalam efisiensi bahan
bakar sangat kurang efisien nilai: 3; 6 Pada penangkapan ikan dengan bottom handline, tidak akan terjadi kegiatan
penangkapan ikan yang tidak bertuan ghost fishing. Hal ini dikarenakan alat tangkap bottom handline dioperasikan secara aktif oleh setiap
pemancing nilai: 3; 7 Pada pemanfaatan sumberdaya ikan dengan bottom handline, berprinsip
hati-hati. Ikan-ikan sasaran tangkap merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki sifat ruaya nilai 3;
8 Kegitan penangkapan dengan bottom handline menggunakan umpan. Umpan yang sudah dipergunakan dibuang ke laut begitu saja, sehingga
menimbulkan pencemaran nilai: 3. Dari kriteria yang telah dikemukakan sesuai dengan pedoman Code of
Conduct for Responsible Fisheries CCRF, maka alat tangkap pole and line
memiliki skor sejumlah 28. Alat tangkap pole and line menduduki rangking ke 1 dengan skor 28, disusul masing- masing dengan bottom handline, gillnet, dan
purse seine masing- masing dengan skor: 24.19 dan 9
126
Bertitik-tolak pada matriks skoring keterkaitan antara tiap unsur dari pedoman Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF, dengan setiap jenis
alat tangkap yang beroperasi di wilayah perairan Maluku Utara, maka dapat ditentukan kebijakan pengembangan perikanan tangkap khususnya untuk ikan
pelagis di Ternate Provinsi Maluku Utara, sebagai berikut : 1 Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap
pole and line
Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap pole and line dapat mengupayakan kelestarian sumberdaya. Upaya ini dilakukan untuk
memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries
CCRF. Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF atau Ketentuan
Perikanan yang Bertanggungjawab, sehingga diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk pengembangan perikanan secara
bertanggungjawab di Ternate, Maluku Utara. Permintaan pasar baik lokal maupun regional, yang didukung dengan produksi sumberdaya ikan pelagis di
Maluku Utara yang tinggi dibarengi dengan adanya dukungan nelayan skala kecil yang tersedia cukup banyak serta tersedianya alat tangkap pole and line dan
umpan hidup.
2 Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap bottom
handline
Seperti halnya perikanan tangkap dengan alat tangkap pole and line maka pengembangan perikanan tangkap dengan alat tangkap bottom handline,
menempati urutan ke dua. Alat tangkap bottom handline menggunakan mata pancing berkait nomor 5, sehingga memiliki nilai selektivitas yang tinggi.
Perikanan tangkap dengan alat tangkap bottom handline dapat memenuhi kriteria Code of Conduct for Responsible Fisheries
CCRF atau Ketentuan Perikanan
yang Bertanggungjawab, sehingga diharapkan perikanan tangkap dengan alat tangkap bottom handline dapat dikembangkan di perairan wilayah Maluku Utara,
khususnya di Ternate.
127
5.5 Keragaan Desain Kapal Perikanan 5.5.1 Hasil Survei Kapal Perikanan