18
2.3 Perkembangan Armada, Produksi dan Nilai Hasil Perikanan
Secara umum, pelaksanaan program pembangunan perikanan tangkap selama tahun 2003 menunjukkan hasil yang nyata dan menggembirakan. Hal ini
dapat dilihat dari semakin luas dan terarahnya usaha peningkatan produksi perikanan tangkap, peningkatan konsumsi ikan, ekspor hasil perikanan,
pendapatan nelayan, perluasan lapangan kerja, serta memberikan dukungan terhadap pembangunan di bidang industri dan menunjang pembangunan daerah.
Beberapa indikator makro pencapaian pembangunan perikanan tangkap berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, diuraikan berikut ini.
1 Produksi
Pada periode 2001-2003, perkembangan produksi perikanan tangkap meningkat rata-rata 5,15, yaitu dari 4.276.720 ton pada tahun 2001 menjadi
4.728.320 ton pada tahun 2003 Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2001 - 2003
Produksi Ton Wilayah
Perairan 2001
2002
1
2003
2
Rata-rata Kenaikan
Laut 3.966.480
4.205.370 4.406.200
5,40 Perairan Umum
310.240 316.030
322.120 1,90
Jumlah 4.276.720
4.521.400 4.728.320
5,15
Keterangan : 1 Angka sementara, 2 Angka proyeksi
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2004 Dari data di atas terlihat bahwa laju produksi penangkapan di laut lebih
tinggi dibandingkan dengan produksi penangkapan di perairan umum. Dalam periode 2001-2003, produksi penangkapan di laut meningkat rata-rata per tahun
sebesar 5,40 dari 3.966.480 ton pada tahun 2001 menjadi 4.406.200 ton pada tahun 2003. Pada periode yang sama, produksi penangkapan di perairan umum
hanya mengalami peningkatan 1,90 dari 310.240 ton pada tahun 2001 menjadi 322.120 ton pada tahun 2003. Jika dibandingkan dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan JTB sebesar 5,12 juta ton, maka produksi tahun 2003 telah mencapai 86,05 dari JTB.
2 Konsumsi Ikan Dalam Negeri
Seiring dengan peningkatan produksi, penyediaan ikan untuk konsumsi dalam negeri juga mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2001 total penyediaan
ikan hasil tangkapan dan budidaya untuk konsumsi dalam negeri mencapai 4,69
19
juta ton, maka pada tahun 2003 telah mencapai 5,30 juta ton. Dengan demikian, pada periode 2001 – 2003 terjadi kenaikan konsumsi ikan dalam negeri rata-rata
6,41 per tahun. Data selengkapnya tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Penyediaan Ikan untuk Konsumsi Dalam Negeri Tahun 2001 - 2003
Konsumsi Uraian
2001 2002
1
2003
2
Rata-rata Kenaikan
Konsumsi Total 1.000 ton 4.692,96
4.841,55 5.308,68
6,41 Konsumsi per Kapita
Kgkapitatahun 22,47
22,84 24,67
4,83
Keterangan : 1 Angka sementara, 2 Angka proyeksi
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2004 Kendati demikian, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, konsumsi
ikan per kapita per tahun di Indonesia tergolong masih sangat kecil. Sebagai contoh, pada tahun 2003 konsumsi ikan dalam negeri baru mencapai 24,67 kg per
kapita. Artinya, rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 2003 hanya mengonsumsi ikan 67,5 gram kurang dari satu ons per hari.
Kenyataan diatas menunjukkan bahwa kampanye gerakan makan ikan sebagai makanan yang nikmat, sarat gizi, dan menyehatkan harus terus
digelorakan dengan berbagai pendekatan dan media penyampaian. Di sisi lain, konsumsi ikan juga terkait erat dengan kondisi ekonomi masyarakat. Bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia, produk perikanan yang beredar di pasaran masih terasa mahal. Dengan demikian, konsumsi ikan dalam negeri memiliki
peluang lebih besar untuk meningkat jika kondisi makro perekonomian nasional semakin membaik.
3 Ekspor - Impor
Perkembangan perikanan Indonesia juga dapat dilihat dari neraca ekspor- impor. Data tahun 2001-2003 sebagaimana terlihat pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa ekspor perikanan Indonesia terus meningkat. Sebaliknya, impor menunjukkan kecenderungan yang terus menurun. Fakta yang cukup menarik
untuk dianalisis, kenaikan rata-rata ekspor per tahun dari sisi volume dan dari sisi nilai menunjukkan angka yang cukup berbeda, yakni masing- masing 19,61 dan
11,92. Hal ini patut menjadi perhatian bersama, apakah perbedaan persentase
20
ekspor dari sisi nilai dan volume tersebut terjadi karena adanya penurunan mutu produk perikanan yang diekspor atau karena hal lain, seperti harga internasional
produk perikanan yang mengalami penurunan Ditjen Perikanan Tangkap, 2004. Kecenderungan lebih rendahnya persentase nilai rupiah perkembangan
ekspor produk perikanan dibandingkan dengan perkembangan volume ton terjadi di hampir semua jenis ikan. Perbedaan yang paling mencolok terjadi pada
komoditas ikan hias. Dari sisi volume, ikan hias mengalami peningkatan rata-rata 25,98 per tahun, namun dari sisi nilai komoditas ini hanya mengalami
peningkatan rata-rata 13,56 per tahun. Perbedaan yang cukup mencolok juga terjadi pada komoditas tunacakalangtongkol dengan perkembangan volume dan
nilai masing- masing 18,93 dan 12,50 Ditjen Perikanan Tangkap, 2004. Kondisi yang sebaliknya terjadi pada sisi impor. Secara umum impor hasil
perikanan pada periode 2001-2003 memang mengalami penurunan. Namun, rata- rata penurunan impor menunjukkan bahwa penurunan dari sisi nilai lebih kecil
dibanding dengan penurunan dari sisi volume, masing- masing 5,38 dan 6,45. Perbedaan signifikan terjadi pada komoditas tepung binatang berkulit keraslunak.
Untuk komoditas ini, pada sisi volume mengalami penurunan sebesar 26,93, tapi dari sisi nilai justru mengalami peningkatan sebesar 6,83 Ditjen Perikanan
Tangkap, 2004.
21
Tabel 3 Perkembangan Ekspor Impor Perikanan Tahun 2001 – 2003
2001 2002
1
2003
2
KOMODITAS Nilai
Nilai Nilai
Perubahan Rata-rata
Volume Ton 487.116
100 565.739
100 696.290
100 19,61
- Udang 128.830
26,45 124.765
22,05 150.130
21,56 8,59
- TunaCakalangTongkol 84.205
17,29 92.797
16,40 118.460
17,01 18,93
- Rumput Laut 27.874
5,72 28.560
5,05 36.540
5,25 15,20
- Mutiara 21,75
0,00 5,87
0,00 9,92
0,00 - 2,01
- Ikan Hias 2.682
0,55 3.514
0,62 4.250
0,61 25,98
- Lainnya 243.503
49,99 316.098
55,88 386.900
55,57 26,11
Nilai US 1.000 1.631.899
100 1.570.353
100 2.004.067
100 11,92
- Udang 934.986
57,29 836.563
53,27 1.064.146
53,10 8,34
- TunaCakalangTongkol 218.991
13,42 212.426
13,53 271.894
13,57 12,50
- Rumput Laut 17.230
1,06 15.785
1,01 21.770
1,09 14,76
- Mutiara 25.257
1,55 11.471
0,73 19.555
0,98 7,95
- Ikan Hias 14.603
0,89 15.054
0,96 18.671
0,93 13,56
E k s p o r
- Lainnya 420.832
25,79 479.054
30,50 608.031
30,34 20,38
Volume Ton 162.472
100 124.010
100 136.870
100 - 6,65
- Ikan segarbeku 12.657
7,79 16.148
13,02 17.900
13,08 19,22
- Ikan kaleng 976
0,60 1.495
1,21 1.830
1,34 37,79
- Tepung Ikan 98.139
60,40 61.301
49,43 66.120
48,31 - 14,84
-Tepung Binatang Berkulit KerasLunak
14.166 8,72
7.149 5,76
6.840 5,00
- 26,93 - Lainnya
36.534 22,49
37,917 30,58
44.180 32,28
10,15 Nilai US 1.000
103.616 100
91.217 100
92.312 100
- 5,38 - Ikan segarbeku
10.254 9,90
10.404 11,41
10.404 11,27
0,73 - Ikan kaleng
1.414 1,36
1.650 1,81
1.650 1,79
8,34 - Tepung Ikan
50.346 48,59
37.628 41,25
37.628 40,76
- 12,63 -Tepung Binatang
Berkulit KerasLunak 4.956
4,78 4.017
4,40 5.327
5,77 6,83
I m p o r
- Lainnya 36.646
35,37 37.518
41,13 37.303
40,41 0,90
Keterangan : 1 Angka sementara, 2 Angka proyeksi
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2004
4 Armada Kapal Perikanan
Peningkatan produksi penangkapan di laut, tidak terlepas dari bertambahnya sarana penangkap ikan yang dioperasikan dan makin majunya teknologi yang
diterapkan sehingga terjadi kenaikan produktivitas. Pada periode 2001-2003, jumlah perahukapal perikanan di laut menunjukan peningkatan rata-rata sebesar
0,64, yaitu dari 468.521 buah pada tahun 2001 menjadi 474.540 buah pada tahun 2003 Ditjen Perikanan Tangkap, 2004.
Peningkatan rata-rata per tahun jumlah kapal motor terbesar terjadi pada kapal motor yang berukuran antara 50 – 100 GT sebesar 99,60 yaitu dari 1.602
buah kapal pada tahun 2001 menjadi 5.510 buah kapal pada tahun 2003, disusul kemudian oleh kapal motor berukuran 30-50 GT 91,13 dan kapal motor
22
ukuran 100-200 GT 74,21. Penurunan jumlah kapal terjadi pada kapal tanpa motor yang mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,38 yaitu dari 241.714
buah kapal pada tahun 2001 menjadi 230.360 buah pada tahun 2003 Ditjen Perikanan Tangkap, 2004. Hal tersebut sejalan dengan program motorisasi dan
dorongan untuk lebih memanfaatkan ZEEI dengan menggunakan kapal motor berukuran besar. Selengkapnya, perkembangan jumlah kapal perikanan Indonesia
periode 2001-2003 tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Perkembangan Jumlah Kapal Perikanan Tahun 2001-2003
Jumlah No.
Jenis Kapal 2001
2002
1
2003
2
Rata-rata Kenaikan
1 Perahu Tanpa Motor
241.714 237.270
230.360 - 2,38
2 Perahu Motor Tempel
120.054 120.760
125.580 2,29
3 Kapal Motor
106.753 114.690
118.600 5,42
- KM 5 GT 70.925
71.680 72.060
0,80 - KM 5-10 GT
22.641 23.100
23.610 2,12
- KM 10-20 GT 6.006
6.370 6.880
7,03 - KM 20-30 GT
3.008 3.370
3.780 12,10
- KM 30-50 GT 781
2.150 2.300
91,13 - KM 50-100 GT
1.602 4.380
5.510 99,60
- KM 100-200 GT 1.295
2.920 3.590
74,21 - KM = 200 GT
495 720
870 33,14
Jumlah 468,521
472.720 474.540
0,64
Keterangan : 1 Angka sementara, 2 Angka proyeksi
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2003
Dalam pengembangan perikanan kedepan, maka salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah peningkatan kemampuan armada perikanan, terutama yang
dimiliki oleh nelayan skala kecil. Pada saat yang sama, secara bertahap tetapi pasti kita harus mengadakan rasionalisasi intensitas penangkapan jumlah nelayan
atau jumlah kapal ikan pada setiap wilayan perairan sesuai dengan potensi lestarinya.
Dengan kata lain fishing effort pada wilayah-wilayah perairan yang telah overfishing
, seperti Selat Malaka, Pantai Utara Jawa dan lainnya sudah saatnya dikurangi. Selanjutnya, nelayan-nelayan ini ditingkatkan kemampuannya untuk
beroperasi di wilayah perairan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal underutilization. Atau kelebihan nelayan dari wilayah yang telah mengalami
23
overfishing ini disalurkan pada usaha budidaya perikanan, industri penanganan
dan pengolahan hasil perikanan, serta sektor ekonomi lainnya Dahuri, 2002. Upaya peningkatan kemampuan armada perikanan baik nasional maupun di
masing- masing Provinsi, Kabupaten dan Kota merupakan langkah untuk menjadikan nelayan sebagai tuan rumah di lautnya sendiri. Para nelayan dengan
armada yang lebih modern diharapkan mampu beroperasi di perairan teritorial bahkan ZEEI untuk dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada sekaligus
menjalankan fungsi pengawasan terhadap praktek ilegal kapal asing.
5 Jumlah Nelayan
Pada periode 2001-2003, jumlah nelayan juga terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2001 nelayan Indonesia mencapai 3.286.500 orang, maka pada
2003 menjadi 3.476.200 orang Ditjen Perikanan Tangkap, 2004. Dengan demikian, pada kurun waktu tersebut terjadi kenaikan jumlah nelayan rata-rata
2,86 per tahun. Selengkapnya tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Perkembangan Jumlah Nelayan Tahun 2001 - 2003
Jumlah Nelayan orang No. Wilayah Perairan
2001 2002
1
2003
2
Rata-Rata Kenaikan
1 Laut 2.562.945
2.573.300 2.673.760
2,15 2 Perairan Umum
723.555 753.630
802.440 5,32
Jumlah 3.286.500
3.326.930 3.476.200
2,86
Keterangan : 1 Angka sementara, 2 Angka proyeksi
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2004 Adanya peningkatan jumlah nelayan cukup menggembirakan karena
menunjukkan bahwa sektor perikanan tangkap terus membuka lapangan kerja. Namun di sisi lain, hal ini juga menjadi fakta yang patut mendapat perhatian
bersama karena jika dibandingkan dengan produksi perikanan maka perbandingan jumlah nelayan dengan skala produksinya menjadi sangat kecil. Sebagai contoh,
pada tahun 2003 produktivitas nelayan hanya 1,36 ton per orang. Artinya, jumlah tangkapan nelayan per hari hanya sekitar 3,73 kg saja. Gambaran selengkapnya
tersaji pada Tabel 6.
24
Tabel 6 Produktivitas Nelayan Tahun 2001 – 2003
Uraian 2001
2002
1
2003
2
Produksi ton 4.276.720
4.521.400 4.728.320
Jumlah Nelayan Orang 3.286.500
3.326.930 3.476.200
Produktivitas tontahun orang
1,30 1,36
1,36 Nelayan
kghariorang 3,57
3,72 3,73
Keterangan : 1 Angka sementara, 2 Angka proyeksi
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap, 2004 Jika dibandingkan terhadap jumlah tangkapan yang diperbolehkan, yakni
5,12 juta ton per tahun, maka jumlah nelayan sekarang ini masih terlihat terlalu banyak. Sebagai contoh, dengan jumlah nelayan tahun 2003, maka produktivitas
nelayan hanya akan mencapai 1,56 ton per orang per tahun, atau hanya 4,27 kgoranghari Ditjen Perikanan Tangkap, 2004.
Fakta diatas menunjukkan bahwa diperlukan beberapa upaya agar jumlah nelayan mencapai titik yang optimal. Upaya-upaya tersebut antara lain: 1
Relokasi nelayan dari wilayah yang overfishing ke wilayah yang underutilized; 2 Meningkatkan kemampuan nelayan artisanal menjadi nelayan modern melalui
modernisasi alat tangkap dan peningkatan daya jelajah kapal; 3 Mengalihkan sebagian nelayan penangkap ke pembudidaya ikan; dan 4 Mengalihkan sebagian
nelayan di bidang penangkapan ikan ke pekerjaan lain, terutama yang masih terkait dengan sub sektor perikanan, misalnya bidang pengolahan dan pemasaran.
2.4 Potensi dan Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap