Linear Goal Programming Analisis kebijakan pengembangan armada penangkapan ikan berbasis ketentuan perikanan yang bertanggung jawab di Ternate, Maluku Utara

140

5.6 Linear Goal Programming

Linear Goal Programming dalam penelitian ini bertujuan untuk mengalokasikan jumlah armada dari teknologi penangkapan yang terpilih. Dari analisis yang dilakukan sebelumnya, teknologi penangkapan yang terpilih adalah : pole and line dengan ukuran armada 10 - 30 GT, purse seine dengan ukuran armada 10 - 30 GT, dan bottom handline dengan ukuran armada 10 GT. Untuk pengolahan data, pole and line dengan ukuran armada 10 - 30 GT disimbolkan dengan X1, purse seine dengan ukuran armada 10 - 30 GT disimbolkan dengan X2, dan bottom handline dengan ukuran armada 10 GT disimbolkan dengan X3. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis ini antara lain adalah : 1. Mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ikan unggulan di Kota Ternate. Sumberdaya ikan dominan dan unggulan di Kota Ternate yang dioptimumkan adalah : cakalang, tuna madidihang, layang, tongkol, dan ikan demersal. a. Cakalang Cakalang di tempat penelitian secara dominan ditangkap dengan menggunakan satu buah alat tangkap yaitu pole and line, dalam hal ini secara khusus pole and line dengan ukuran armada 10 - 30 GT. Berdasarkan hasil estimasi perhitungan potensi lestari, nilai MSY untuk cakalang di perairan Maluku Utara sebesar 21284,36 ton, sedangkan estimasi MSY untuk perairan Ternate adalah sebesar 60 MSY Maluku Utara yaitu sebesar 12770,62 ton. Nilai potensi yang digunakan untuk pengalokasian ini, adalah nilai jumlah tangkap yang dibolehkan JTB yaitu 80 dari MSY cakalang di Ternate atau sebesar 10216,49 ton. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan diatas adalah : DB1 - DA1 + 427,64X1 = 10216,49 b. Tuna madidihang Tuna madidihang di tempat penelitian secara dominan tertangkap dengan menggunakan alat tangkap pole and line khususnya dengan armada ukuran 10 – 30 GT. Berdasarkan hasil estimasi perhitungan potensi lestari, nilai MSY untuk Tuna di perairan Maluku Utara sebesar 7430,33 ton, sedangkan estimasi MSY untuk perairan Ternate adalah sebesar 60 MSY Maluku Utara yaitu sebesar 4458,20 ton. Nilai potensi yang digunakan untuk pengalokasian ini, 141 adalah nilai jumlah tangkap yang dibolehkan JTB yaitu 80 dari MSY tuna di Ternate atau sebesar 3566,56 ton. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan diatas adalah : DB2 – DA2 + 96,79X1 = 3566,56 c. Layang Layang di Kota Ternate tertangkap dengan menggunakan purse seine, dalam hal ini dipilih dengan menggunakan armada ukuran 10 – 30 GT. Berdasarkan hasil estimasi perhitungan potensi lestari, nilai MSY untuk layang di perairan Maluku Utara sebesar 13041,79 ton, sedangkan estimasi MSY untuk perairan Ternate adalah sebesar 60 MSY Maluku Utara yaitu sebesar 7825,07 ton. Nilai potensi yang digunakan untuk pengalokasian ini, adalah nilai jumlah tangkap yang dibolehkan JTB yaitu 80 dari MSY cakalang di Ternate atau sebesar 6260,06 ton. Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut : DB3 – DA3 + 1449,07X2 = 6260,06 d. Tongkol Tongkol di Kota Ternate tertangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine , khususnya dengan armada ukuran 10 – 30 GT. Berdasarkan hasil estimasi perhitungan potensi lestari, nilai MSY untuk tongkol di perairan Maluku Utara sebesar 12371,55 ton, sedangkan estimasi MSY untuk perairan Ternate adalah sebesar 60 MSY Maluku Utara yaitu sebesar 7422,93 ton. Nilai potensi yang digunakan untuk pengalokasian ini, adalah nilai jumlah tangkap yang dibolehkan JTB yaitu 80 dari MSY cakalang di Ternate atau sebesar 5938,34 ton. Persamaan kendala tujuan yang diperlukan adalah : DB4 – DA4 + 1045,78X2 = 5938,34 e. Demersal Ikan demersal di Kota Ternate tertangkap dengan menggunakan bottom handline , khususnya dengan armada 10 GT. Berdasarkan hasil estimasi perhitungan potensi lestari, nilai MSY untuk ikan demersal di perairan Maluku Utara sebesar 101872,08 ton, sedangkan estimasi MSY untuk perairan Ternate adalah sebesar 60 MSY Maluku Utara yaitu sebesar 61123,25 ton. Nilai potensi yang digunakan untuk pengalokasian ini, adalah nilai jumlah tangkap 142 yang dibolehkan JTB yaitu 80 dari MSY ikan demersal di Ternate atau sebesar 48898,60 ton. Persamaan kendala tujuan yang diperlukan adalah : DB5 – DA5 + 140,76X3 = 48898,60 2. Memaksimumkan penyerapan tenaga kerja di Ternate. Untuk mengalokasikan tenaga kerja nelayan di Ternate, maka diperlukan data jumlah nelayan. Jumlah nelaya n di Kota Ternate adalah sebanyak 5174 orang. Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan diketahui bahwa alat tangkap pole and line dengan ukuran armada 10 – 30 GT rata-rata membutuhkan 24 tenaga kerjaunit, alat tangkap purse seine dengan ukuran armada 10 - 30 GT rata- rata memerlukan 20 tenaga kerjaunit, dan alat tangkap bottom handline dengan ukuran armada 10 GT rata-rata membutuhkan 4 tenaga kerjaunit. Dengan demikian, persamaan kendala tujuan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : DB6 + 24X1 + 20X2 + 4X3 = 5174 3. Meminimumkan penggunaan BBM di Kota Ternate. Untuk mengetahui pengalokasian BBM di Kota Ternate maka perlu diketahui ketersediaan BBM disana, serta penggunaan BBM pada masing- masing alat tangkap. BBM dalam hal ini dibagi dalam dua kategori, yakni solar dan minyak tanah. a. Solar Berdasarkan data dari Kantor Cabang Pertamina Ternate, ketersediaan solar di Kota Ternate adalah sebesar 134000 kiloliter. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan ini adalah sebagai berikut : 64,20X1 + 13,52X2 + 10,80X3 - DA7 = 134.000 b. Minyak tanah Berdasarkan data dari Kantor Cabang Pertamina Ternate, ketersediaan minyak tanah di Kota Ternate adalah sebesar 612.000 kiloliter. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 3,71X1 + 31,55X2 + 5,40X3 - DA8 = 612.000 143 4. Memaksimumkan nilai produksi usaha penangkapan ikan di Kota Ternate. Berdasarkan data yang tersedia maka digunakan data nilai produksi yang telah diperoleh dari masing- masing teknologi penangkapan terpilih selama ini untuk menggambarkan hasil usaha yang dicapai. Berdasarkan data statistik perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, nilai produksi penangkapan pada tahun 2004 adalah sebesar Rp 42.203.700.000. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan ini adalah : DB9+2.855.300.000X1+1.871.400.088X2+146.700.000X3 = 42.203.700.000 Hasil yang diperoleh dari pengolahan persamaan-persamaan diatas disajikan dalam Gambar 20. Gambar 20 Hasil Analisis Data Linear Goal Programming Dari Gambar 20 diatas diketahui bahwa hampir semua tujuan yang diinginkan tercapai. Hal ini ditunjukkan dari nilai variabel deviasional DA atau DB yang sama dengan nol. Kecuali untuk pemanfaatan sumberdaya ikan tuna yang masih berada di bawah nilai JTB nya sebesar 1254.21 ton, demikian juga dengan pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol yang masih berada di bawah nilai JTB nya sebesar 1420.51 ton. Untuk tujuan memaksimumkan penyerapan tenaga kerja juga masih berada di bawah target pencapaian sebesar 3125 orang. 144 Pemanfaatan sumberdaya ikan tuna dan tongkol yang masih berada di bawah JTB menunjukkan masih kurangnya armada penangkapan di daerah penelitian khususnya pole and line dan purse seine dengan ukuran 10 - 30 GT. Dengan penambahan armada pole and line dan purse seine dengan ukuran 10 - 30 GT, sekaligus akan menyerap tenaga kerja, sehingga target pencapaian tena ga kerja dapat terpenuhi. Adapun pengalokasian dari ke-tiga teknologi penangkapan yang terpilih adalah : pole and line dengan ukuran armada 10 – 30 GT sebanyak 24 unit, purse seine dengan ukuran armada 10 – 30 GT sebanyak 4 unit, dan handline dengan ukuran armada 10 GT sebanyak 347 unit. Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, maka alokasi optimum armada pole and line dengan ukuran 10 – 30 GT sebanyak 24 unit dan alokasi optimum armada purse seine ukuran 10 - 30G T sebanyak 4 unit dapat diterima, hal ini disebabkan karena armada penangkapan ikan dengan ukuran 10 - 30 GT yang ada baru sekitar 19 unit. Untuk alokasi armada bottom handline sebanyak 347 unit dapat diterima pula, hal ini terkait dengan efisiensi penggunaan BBM. Sesuai hasil analisis Code of Conduct for Responsible Fisheries yang telah dilakukan dalam penelitian ini terlihat bahwa hasil analisis Linear Goal Programing menunjukkan bahwa terbukti kebijakan pengembangan armada yang diinginkan sesuai dengan Ketentuan Perikanan yang Bertanggung Jawab dengan armada ya ng diprioritaskan yaitu pole and line dan bottom handline masing- masing dengan alokasi sebanyak 24 unit dan 348 unit. Martosubroto 2005 menyatakan bahwa dalam pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab adalah pengelolaan yang dapat menjamin keberlanjutan perikanan dengan suatu upaya agar terjadi keseimbangan antara tingkat eksploitasi dengan sumberdaya yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa yang berkepentingan disini bukanlah hanya pemerintah tetapi juga pengguna penangkapan stakeholders, karena kegagalan pengelolaan pada suatu perikanan akan merugikan pengusaha itu sendiri. Oleh karena itu dalam penelitian ini armada kapal purse seine untuk sementara dilakukan pengendalian dengan alokasi sebanyak 4 unit. Pengendalian armada kapal purse seine sesuai dengan analisis CCRF pada sub bab 5.4 tulisan ini dimana kapal purse seine tidak ramah lingkungan yang hanya mempunyai skor 9 atau paling rendah dibandingkan dengan kapal pole and line dan kapal bottom hand line, disamping juga perairan laut Ternate - Maluku Utara pengelolaan sumberdaya perikanannya masih mengacu pada Ketentuan Perikanan yang Bertanggung Jawab dan masih sangat ramah 145 lingkungan. Pengendalian sementara armada kapal purse seine di Ternate dimaksudkan juga untuk menghindari adanya konflik nelayan antar daerah seperti terjadinya pembakaran kapal purse seine Dharma Samudera milik nelayan Tegal - Jawa Tengah pada hari Minggu 22 Januari 2006 oleh sejumlah orang tak dikenal di perairan Pulau Kerayaan, Kalimantan Selatan. Seperti dikutip dalam harian Kompas, 23 dan 24 Januari 2006 di halaman 24 bahwa peristiwa pembakaran kapal-kapal purse seine nelayan Tegal - Jawa Tengah ini telah berlangsung beberapa kali di Kalimantan. Setelah peristiwa pembakaran ini dilanjutkan pula dengan demonstrasi sekitar 1000 nelayan dari kerukunan nelayan Kota Baru, Kalimantan Selatan ke DPRD Kota Baru pada hari Senin tanggal 23 Januari 2006, yang pada intinya mereka menolak masuknya kapal penangkap ikan purse seiner ke perairan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Selain karena penghasilannya menurun sejak kehadiran kapal purse seiner yang berdaya tangkap besar, mereka juga khawatir akan terus terjadi konflik antar nelayan. Mereka minta pemerintah bersikap tegas. Diharapkan konflik semacam ini tidak akan pernah terjadi di perairan Ternate khususnya dan Maluku Utara pada umumnya. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan