Kendala Penyusunan dan Pengimplementasian Kurikulum Integrasi
a. Tahap adaptasi Pada tahap ini menentukan mata pelajaran yang diadaptasi dari
sekian beban mata pelajaran Nasional. Dalam Pagu SBI untuk tahap awal sekolah dapat menentukan mata pelajarannya sesuai
dengan kesiapannya. Tahap awal dicanangkan yang diadaptasi adalah mata pelajaran Bahasa Inggris, Biologi, Fisika, Kimia dan
Matematika. Kemudian menentukan level kurikulum Internasional yang sesuai dengan tingkatan usia siswa.
Ada beberapa level untuk setingkat SMP dan SMA yaitu O level, IGCSE level, AS level, dan A level. Level-level tersebut
didasarkan pada usia siswa. Untuk setingkat SMA adalah level IGCSE, AS level dan A level. IGCSE untuk siswa berusia antara
15 sampai 16 tahun atau kelas X, untuk AS level untuk usia 16 sampai 17 tahun atau kelas XI dan A level untuk usia 17 sampai 19
tahun atau kelas XII. AS level merupakan tahapan untuk menuju pada A level.
b. Tahap pemetaan mapping Pada tahap ini menentukan pada semester berapa suatu
kompetensi diberikan, dengan pedoman pada kurikulum Nasional. c. Tahap pengintegrasian materi
Pengintegrasian materi dilakukan lintas matapelajaran maupun dalam satu matapelajaran tertentu. Pada tahap ini melakukan
pemilahan dan pengintegrasian kompetensi dasar dan materi.
Pengintegrasian lintas meta pelajaran dilakukan agar tidak terjadi overlapping antar matapelajaran.
d. Tahap penyusunan program Merupakan tahap penyusunan program tahunan dan program semester.
e. Tahap penyususnan syllabus Dari mapping yang telah disusun guru melakukan penyusunan
syllabus yang merupakan garis besar g proses pembelajaran yang akan dilakukan.
f. Tahap penyusunan rencana pembelajaran Pada tahap ini guru membuat perencanaan pembelajaran, menyusun
modul ataupun handout dengan beberapa model pembelajaran dengan multi player yang memenuhi Taksonomi Bloom dan teori Multiple
Intellegence.
Kurikulum terintegrasi sesungguhnya merupkan cara untuk mengajar siswa dalam rangka mengusahakan meniadakan batas antara mata
pelajaran dan membuat belajar lebih bermakna bagi siswa. Penyusunan kurikulum ini adalah untuk mengajarkan tentang
organisasi bahwa siswa dapat mengidentifikasi apa yang ada lingkungan, kehidupan di
sekolah atau lebih tradisionil lagi mempelajari mitos atau legenda. Walaupun itu dalam penyusunan dan pengimplementasian kurikulum
integrasi tidak sedikit kendala dan tantangan yang dihadapi.
Sesuai dengan hasi wawancara yang telah dihasilkan dapat peneliti uraikan bahwa untuk menyusun ada pengarahan dari kepala sekolah,
waka kurikulum dan ketua program SBI tentang : 1 teknik penyusunannya yaitu a dilakukan analisis tujuan pembelajaran antara
kurikulum dari
BSNP dan
dari CIE
Cambridge ,
b Mengintegrasikan
kompetensi-kompetensi yang
sama dan
menambahkan kompetensi yang ada di CIE ke Nasional jika belum ada, c Mengatur sistematika materi secara runtut, d Menjabarkan
kompetensi kompetensi tersebut ke dalam indikator-indikator, e Merumuskan pengalaman pembelajaran yang mengarah pada cara
berpikir kritis dan analitis. 2 tentang komponen yang harus ada dalam syllabus yang sesuai dengan ketentuan BSNP yaitu a identitas
sekolah, b standart kompetensi, c kompetensi dasar, c materi pokok, d indikator, e pengalaman belajar, penilaian, f Alokasi
waktu, g Sumber Alat belajar. 3 Untuk syllabus dibuat dalam bentuk matrik. Untuk tujuan pembelajaran dapat dipisahkan dalam
matrik tersendiri atau disatukan dalam satu matrik. Sedangkan kendala - kendala yang dihadapi dalam menyusun
dan mengimplementasikan kurikum integrasi di SMAN 3 Madiun yang dapat peneliti uraikan dari beberapa hasil wawancara, antara lain : a.
Keterbatasan kemampuan pemahaman berbahasa inggris sehingga penyusunan silabus dibuat bertahap, tahun pertama kelas X, tahun ke
dua kelas XI dan tahun ketiga kelas XII, b Waktu yang diperlukan
cukup lama, c Materi di kurikulum nasional terlalu luas dan kurang mendalam sedang kurikulum internasional luas dan sangat mendalam,
d Pengalokasian waktu belajar lebih banyak, e Keterbatasan buku referensi guru.
Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh salah satu responden, Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum bahwa:
“Ada beberapa kendala antara lain : a materi menjadi lebih sarat, b materi yang sulit, pemberian materi dalam bahasa Indonesia, untuk
meminimalkan salah persepsi, c dengan materi yang detail guru harus belajar dari banyak referensi khususnya referensi yang diterbitkan oleh
Cambridge, d Kemampuan bahasa inggris siswa yang belum maksimal, e guru harus membuat handout pada setiap materi dalam
bahasa inggris, f kurangnya referensi untuk siswa”
Sedangkan syllabus yang disusun hanya matapelajaran bahasa Inggris, Matematika, Biology, Fisika dan Kimia, lebih lanjut Ketua
Program rintisan SBI mengatakan: “Untuk tahap rintisan ini yang diadaptasikan adalah Bahasa Inggris
dan hard science dengan alasan bahwa untuk mata pelajaran-mata pelajaran di atas nantinya akan dilakukan sertifikasi internasional dan
mata pelajaran tersebut sifatnya sangatlah universal atau umum, sehingga siswa diharapkan tidak begitu mengalami kesulitan
nantinya jika mereka mengikuti sertifikasi internasional”.
Dalam hal ini syllabus disusun oleh guru masing-masing kelompok mata pelajaran secara bersama-sama. Berkaitan dengan
proses penyusunan kurikulum ini, seperti yang telah didapatkan dari hasil wawancara dengan guru-guru yang ikut menyusun kurikulum
integrasi dapat disimpulkan bahwa sangat berat untuk menyusun kurikulum integrasi. Hal ini disebabkan karena: 1 Kemampuan
pemahaman dalam bahasa Inggris sangat kurang, 2 Waktu yang diperlukan cukup lama, 3 Materi di kurikulum nasional terlalu luas
dan kurang mendalam sedang kurikulum internasional luas dan sangat mendalam, 4 Pengalo kasian waktu belajar lebih banyak, 5
Keterbatasan buku referensi guru. Selain itu, upaya untuk tingkat mutu pendidikan juga terus
dilakukan dengan makalah penyempurnaan kurikulum yang telah dilakukan berulang kali. Meskipun pihak sekolahguru memiliki
kebebasan untuk menyusun program pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada, namun masih banyak sekolahguru
yang tidak mampu untuk menyusun kurikulum sendiri walaupun sudah diberikan acuan berupa standar isi dan standar kompetensi.
Dalam penyusunan dan pengimplementaian kurikulum integrasi tidak sedikit kedala yang dihadapi oleh SMA Negeri 3
Madiun sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Adapun kendala tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Kepala
Urusan Kurikulum dan Ketua Program SBI sebagai berikut : Pertama:
tidak adanya dokumen kurikulum yang diadaptasi sebagai contoh, dari pembuat kebijakan.
Kedua : tidak adanya ketentuan kurikulum internasional yang akan
diadaptasi dan level kurikulum yang akan diadaptasi. Ketiga
: tidak adanya petunjuk yang baku dalam penyusunan kurikulum dari pembuat kebijakan
Keempat : keterbatasan guru dalam penguasaan bahasa Inggris,
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami isi dan materi kurikulum dari Cambridge University
Kelima : dalam standart isi hanya berisi standart kompetensi dan
kompetensi dasar, indicator tiap-tiap kompetensi dasar guru harus menjabarkan dan mengintegrasikan dengan indicator internasional.
Keenam : memahami kedalaman materi yang diminta oleh kurikulum
internasional. Ketujuh
: keterbatasan buku referensi internasional baik untuk guru maupun siswa.
Kedelapan :
keterbatasan sekolah
dalam menyediakan
sarana pembelajaran
yang berbasis
ICT sesuai
tuntutan kurikulum
internasional. Kesembilan
: keterbatasan waktu guru untuk mempelajari dan menyiapkan perangkat pembelajaran yang dituntut oleh standart
criteria SBI.
Lebih lanjut Wakil Kepala Urusan Kurikulum menjelaskan bahwa : “ Dalam implementasi kurikulum integrasi kendala yang dijumpai
adalah keterbatasan kemampuan berbahasa inggris siswa dalam memahami handout maupun literature “
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi oleh SMA Negeri 3 Madiun dalam menyusun
dan mengimplementasikan
kurikulum integrasi,
sebagai wujud
implementasi dari suatu kebijakan adalah tidak adanya kejelasan petunjuk dan arahan tentang kurikulum adaptasi dan mekanisme
adaptasi dan integrasinya, kurang siapnya pemerintah sebagai pembuat kebijakan sehingga terkesan terburu-buru dan asal-asalan, tidak adanya
dokumen kurikulum adaptasi yang dapat dipakai sebagai contoh dan acuan penyusunan kurikulum integrasi, sehingga tidak menutup
kemungkinan tiap
sekolah melakukan
pengadaptasian dan
pengintegrasian sesuai pemahaman masing-masing. Keterbatasan sumber daya manusia dalam hal ini guru, yang telah lama terbuai
dengan proses pembelajaran yang cenderung monoton dan tradisionil, sulit untuk mengubah mind set guru untuk lebih kreatif dan inovatif,
enggan belajar ICT, enggan berlatih berbahasa inggris dan mengubah
teknik pembelajaran. Siswa masuh perlu penjelasan dalam bahasa Indonesia pada materi-materi yang merasa sulit, perlu dibimbing untuk
memahami handout,
literature maupun
worksheet. Sarana
pembelajaran yang kurang mencukupi jumlahnya.