Interpretasi LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN SEJARAH

86 oleh peran-peran individu yang menyebabkan perang tersebut terus berlangsung. Tokoh-tokoh individu yang menentukan dalam Perang Dunia II misalnya Hitler dari Jerman, Musolini dari Italia, dan Kaisar Hirohito dari Jepang. Manusia sebagai kelompok dapat ditinjau dari manusia sebagai sebuah masyarakat. Masyarakat dalam pengertian di sini bisa didefinisikan sebagai sekumpulan individu yang terintegrasi dalam suatu struktur. Interpretasi dalam pendekatan ini dilakukan dengan melihat perubahan masyarakat secara struktur. Misalnya dengan tema penulisan sejarah Perubahan Sosial Desa 1950-1955, perubahan struktur yang terjadi yaitu dari struktur masyarakat yang tadinya berprofesi sebagai petani kemudian berubah menjadi buruh perkotaan. Interpretasi sejarah dengan melihat lingkungan fisik atau alam sebagai faktor penentu dalam sejarah dapat berupa interpretasi geografis. Dalam interpretasi model ini, kehidupan manusia sangat ditentukan oleh faktor geografis. Model seperti ini misalnya sejarah timbulnya peradaban-peradaban atau kerajaan- kerajaan kuno. Peradaban-peradaban kuno yang lahir banyak terletak di tepian sungai, seperti peradaban Lembah Sungai Indus di India, peradaban Cina di Lembah Sungai Huang Ho, peradaban Lembah Sungai Nil di Mesir, dan peradaban-peradaban lainnya. Mengapa peradaban-peradaban itu selalu terletak di tepi sungai? Dengan interpretasi geografis, dapat dikatakan bahwa sungai pada waktu itu merupakan sumber kehidupan dan tempat lalu lintas, karena pada saat itu belum ada kendaraan darat yang bermesin seperti sekarang ini. Kehidupan manusia masih banyak tergantung pada faktor alam. Pada daerah-daerah sungai yang demikian, akan muncul sebuah masyarakat manusia. Dengan demikian, kehidupan manusia sangat ditentukan oleh faktor geografis. Selain interpretasi geografis, terdapat pula interpretasi ekonomi. Interpretasi ekonomi artinya bahwa faktor ekonomi sangat menentukan perubahan dalam sejarah atau kehidupan manusia. Sejarah perang misalnya, tidak hanya dilihat dari faktor politik atau peran sentral individu atau tokoh. Sebuah perang dapat pula terjadi lebih disebabkan oleh faktor ekonomi. Misalnya perang itu terjadi disebabkan oleh adanya perebutan dari kedua negara terhadap sumber-sumber daya alam. Kedua negara itu ingin menguasainya. Bahkan penjajahan atau imperialisme bisa dilihat dari perspektif ekonomi. Negara- negara Barat melakukan penjajahan terhadap bangsa-bangsa Asia Afrika pada abad ke-19, lebih disebabkan oleh adanya keinginan bangsa-bangsa Barat menguasai sumber-sumber daya alam Subjektivitas dalam interpretasi sejarah mungkin terjadi, karena seorang penulis sejarah atau sejarawan memiliki kewenangan untuk memberikan interpretasi terhadap sumber-sumber atau fakta-fakta yang telah ditemukannya. Walaupun demikian, seorang sejarawan harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari subjektivitas yang berlebih-lebihan, apalagi kepentingan pribadi 87 atau golongannya yang mewarnai interpretasinya. Cara yang dilakukan untuk menghindari subjektivitas yaitu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu yang bersifat ilmiah atau menggunakan konsep-konsep atau teori- teori, dalam menginterpretasikan sumber yang ditemukannya. Dengan cara seperti ini, diharapkan interpretasi sejarah akan lebih objektif.

5. Historiografi

Historiografi secara harfiah berarti penulisan sejarah. Langkah ini merupakan langkah terakhir dalam penelitian sejarah. Dalam langkah ini dapat dilihat bagaimana peneliti sejarah mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada orang lain atau dalam bentuk apa tulisannya dibaca untuk umum. Menulis sejarah dalam bentuk historiografi pada dasarnya merupakan bentuk rekonstruksi sejarawan atau peneliti sejarah terhadap sumber-sumber yang telah ia temukan dan telah diseleksi dalam bentuk kritik. Historiografi ibarat membuat suatu bangunan. Dalam membuat suatu bangunan, seorang ahli bangunan mencoba memasang bahan-bahan yang telah disediakan. Dia memasang kayu untuk kusen, pintu, jendela; semen, pasir, dan batu bata untuk dinding; cat untuk mencat dinding. Apabila kita perhatikan bahan-bahan tersebut dalam keadaan masih tersimpan secara terpisah-pisah atau belum digunakan, maka kesan yang akan timbul dalam diri kita ialah menjadi tidak menarik. Akan tetapi, apabila bahan-bahan itu kita coba susun akan menjadi suatu bangunan yang indah. Hal tersebut sama pula halnya dalam merekonstruksi sumber-sumber sejarah. Ketika sumber-sumber sejarah masih dalam bentuk yang terpisah-pisah belum dikonstruksi, maka itu akan menjadi barang yang mati. Akan tetapi, ketika sumber-sumber sejarah itu kita rekonstruksi, akan menjadi suatu bangunan tulisan atau karya tulis yang hidup. Karya ini menjadi suatu cerita yang menarik dan enak dibaca. Sebagai contoh kita menemukan catatan rapat desa, laporan jumlah penduduk desa beserta pendapatannya, jumlah luas tanah, jumlah orang-orang desa yang bersekolah, catatan transaksi jual beli hasil pertanian antara petani dengan pedagang dari kota, laporan program pengembangan pertanian di desa, dan sumber-sumber lainnya. Kalau sumber-sumber itu masih terserak-serak, belum direkonstruksi, belum bisa bercerita apa-apa akan barang-barang yang mati. Akan tetapi, ketika sumber-sumber itu direkonstruksi oleh sejarawan, sumber- sumber itu menjadi hidup. Dari sumber-sumber itu tersusunlah bagaimana cerita perkembangan desa tersebut. Hal yang harus diperhatikan dalam historiografi adalah kemampuan menulis. Dalam menulis sejarah, dituntut kemampuan untuk berimajinasi. Dalam hal ini, tulisan sejarah ibarat suatu karya seni. Apabila seorang penulis sejarah memiliki kemampuan berimajinasi yang baik, maka tulisannya akan enak dibaca. 88 Pembaca akan diajak ke masa lampau. Apa yang diceritakan dalam tulisannya itu seolah-olah telah menghidupkan masa lampau yang telah mati. Ada tiga bentuk penulisan sejarah, yaitu penulisan yang bersifat narasi, deskripsi, dan analitis. Penulisan yang naratif, lebih banyak bercerita sesuai dengan apa yang diinformasikan oleh sumber sejarah. Hal yang diceritakan dalam tulisannya itu hanya menjawab pertanyaan tentang apa dan di mana peristiwa itu terjadi. Deskriptif yaitu penulisan yang hampir sama dengan naratif, sama-sama berorientasi terhadap sumber. Selain menceritakan apa yang ada dalam sumber, dalam penulisan yang deskriptif lebih detail dan kompleks. Kekayaan sumber sangat menentukan deskripsi penulisannya sehingga banyak yang diceritakannya. Penulisan sejarah sebenarnya merupakan bagian dari hasil penelitian. Langkah utama yang harus dilakukan dalam penelitian adalah membuat pertanyaan masalah yang akan dijadikan masalah penelitian. Penulisan yang bersifat analitis pada dasarnya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan. Uraian penulisannya bersifat problem solving, yaitu memecahkan masalah. Pertanyaan lebih diperluas tidak hanya terbatas pada apa, siapa dan di mana, tetapi mengajukan pertanyaan mengapa dan bagaimana. Untuk menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana, dibutuhkan kemampuan yang bersifat analitis dari peneliti sejarah. Sebagai contoh, sejarah pemberontakan. Dalam penulisan yang bersifat naratif, hanya banyak bercerita tentang bagaimana awal pemberontakan itu timbul, berlangsung, dan sampai dengan berakhirnya. Jadi, uraian lebih bersifat kronologis semata. Penulisan yang bersifat deskriptif akan menguraikan lebih detail mengenai pemberontakan itu, tidak hanya keberlangsungan dan berakhirnya, tetapi mungkin menguraikan sebab-sebab yang lebih detail dan kompleks serta bagaimana kondisi masyarakat sebelum terjadinya pemberontakan. Dengan demikian, akan memberikan informasi yang lebih banyak dalam menguraikan pemberontakan itu dibandingkan dengan uraian yang bersifat naratif. Adapun pendekatan yang bersifat analitis, melihat pemberontakan dari berbagai faktor. Pemberontakan sebagai sebuah tema penelitian, diuraikan dengan pembagian tema-tema atau topik-topik yang lebih kecil. Misalkan dililihat dari aspek politik, sosial, dan ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah terjadinya pemberontakan. Dengan uraian yang lebih analitis, diharapkan dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang bersifat unik dan khas, yang bisa membedakan dengan pemberontakan lainnya. Bahkan dapat ditemukan satu model tersendiri tentang teori dari suatu pemberontakan. Apabila kita perhatikan, langkah-langkah penelitian sejarah sepertinya harus melakukan tahapan-tahapan yang sifatnya berjenjang. Artinya, kita harus mendahulukan nomor yang awal, baru kemudian nomor langkah berikutnya. Misalnya kita harus melakukan dulu kritik, baru memberikan interpretasi. 89 Dalam prakteknya, sesungguhnya tahapan-tahapan penelitian sejarah tidaklah kaku. Artinya, kita tidak seharusnya mengikuti tahapan-tahapan awal baru berikutnya. Kita dapat melakukan tahapan tersebut secara bersamaan, misalnya ketika kita sedang melakukan kritik sesungguhnya kita pun sudah melakukan interpretasi. Karena pada saat itu, kita sudah bisa menentukan mana sumber sejarah yang cocok dengan topik penelitian. Begitu pula ketika kita sedang melakukan interpretasi, kita sendiri sudah melakukan penulisan. Sebab, ketika kita melakukan penulisan, pada dasarnya kita pun sedang memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber sejarah yang digunakan.

B. SUMBER SEJARAH

Apakah yang disebut dengan sumber sejarah? Sumber sejarah adalah sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung me- nyampaikan kepada kita tentang sesuatu kenyataan pada masa lalu. Suatu sumber sejarah mungkin merupakan suatu hasil aktivitas manusia yang memberikan informasi tentang kehidupan manusia. Bagi sejarawan, sumber sejarah ini merupakan alat, bukan tujuan akhir. Adanya sumber sejarah merupakan bukti dan fakta adanya kenyataan sejarah. Dengan sumber sejarah inilah, sejarawan dapat mengetahui kenyataan sejarah. Tanpa adanya sumber, sejarawan tidak akan bisa berbicara apa-apa tentang masa lalu; begitu pula tanpa sentuhan sejarawan, sumber sejarah pun belum bisa banyak bicara apa-apa. Sumber sejarah sendiri bukanlah sejarah. Sejarah itu ada karena konstruksi dari sejarawan terhadap sumber sejarah. Dilihat dari sifatnya, sumber sejarah dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Apabila dilihat dari bentuknya, maka terdapat sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber dalam wujud benda fisik atau artefak. Sumber primer dapat berupa orang yang langsung menyaksikan kejadian suatu peristiwa atau catatan yang dibuat pada zamannya dengan bentuk tulisan, isi, dan bahan yang sezaman. Tetapi apabila orang yang tidak langsung menyaksikan suatu peristiwa tetapi ia mengetahuinya, Kegiatan 3.1 Buatlah suatu tulisan cerita sejarah keluargamu dengan menggunakan langkah- langkah dalam penelitian sejarah. Kata-kata kunci • sumber sejarah • sumber tertulis • arsip • oral history • sumber lisan • wawancara • saksi